Laprak Penanganan Pasca Panen - Penyimpanan
Laprak Penanganan Pasca Panen - Penyimpanan
PENANGANAN PASCAPANEN
“PENYIMPANAN DINGIN PRODUK HORTIKULTURA”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penanganan
Pascapanen
Disusun Oleh:
Nama : Dian Permata Sari
NIM : 4442180112
Kelas : VI-B
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Pascapanen
yang berjudul “Penyimpanan Dingin Produk Hortikultura”. Adapun isi laporan
praktikum ini disusun secara sistematis dan merupakan referensi dari beberapa
sumber yang menjadi acuan dalam penyusunan laporan praktikum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Kiki Roidelindho, S.TP., M.Sc.
selaku dosen Pascapanen yang telah menjelaskan kepada penulis tentang
praktikum ini. Penulis sangat sadar bahwa laporan praktikum yang penulis buat
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca penulis harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Misalnya ubi jalar akan mengalami luka setelah 1 hari pada 0oC dan tidak
luka pada 7oC selama 4 hari, tidak luka selama 4 hari pada suhu 10oC tapi
setelah 10 hari menjadi luka. Injury dapat terjadi pada saat didinginkan atau
ketika dipindahkan ke suhu tinggi. Untuk mengetahui perubahan warna,
tekstur, dan pembusukan pada praktikum ini, maka dilakukanlah praktikum ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ditentukan secara visual (warna kulit, ukuran dan tingkat perkembangan buah)
(Muchtadi, 1992).
4
hal yang layak diusulkan adalah penggunaan sistem penyimpanan terintegrasi
yang dipadukan dengan pendinginan terkontrol dengan transportasi
(moveable storage) sehingga komoditas cepat sampai konsumen dalam
keadaan masih segar (Samad, 2006).
Maka dalam hal untuk menghasilkan produk bermutu dibutuhkan
penanganan pascapanen yang dapat menjaga mutu (fisik), nutrisi dan
keamanan pangan (kimiawi) agar dapat mempertahankan nilai ekonomis dari
suatu produk. Kubis merupakan komoditi yang bersifat mudah rusak
(perishable) dan memenuhi tempat (bulky) sehingga memerlukan penanganan
pascapanen yang tepat untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang
masa simpan namun dengan tetap mempertahankan skala ekonomis dalam
perdagangan (Tarwyati, 2007).
5
Reaksi kimia yang banyak terjadi pada buah tomat adalah reaksi
oksidasi. Adanya reaksi oksidasi dalam tomatmemicu terjadinya proses
pembusukan. Laju pembusukan akan meningkat selama proses pelayuan
(Dhall dan Singh, 2013). Umumnya kerusakan kimia pada tomat
disebabkan adanya aktivitas enzim yang dapat berasal dari tomat itu sendiri
maupun mikroorganisme. Enzim ini memungkinkan rekasi kimia dalam
tomat berlangsung lebih cepat dan mengakibatkan berbagai macam
perubahan pada kandungan nutrisi tomat itu sendiri.
6
Sifat-sifatnya selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor varietas, iklim
tempat tumbuh, kondisi tanah, dan cara budidaya tanaman, derajat kematangan,
dan cara penanganan sebelum disimpan (Wulantika, 2021).
Penyimpanan suhu rendah telah diketahui dapat memperpanjang masa
simpan komoditi hortikultura. Namun setiap produk memiliki respon
metabolisme yang bersbeda pada setiap kisaran suhu (Arzam, 2018).
7
BAB III
METODE PRAKTIKUM
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Kerusakan Dingin pada Produk Hortikultura yang Disimpan.
Perlakuan
Sampel Pengamatan
Parameter Suhu Rendah Suhu Berubah Suhu Ruang
(Komoditas) (Hari)
(10oC) (10oC – 29OC) (29oC)
0 Kuning Kuning Kuning
Kuning, Kuning
Pisang 3 Kuning
Hitam Hitam
6 Hitam Kuning Hitam Hitam
9
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pascapanen produk hasil
pertanian, yaitu tomat, pisang, mangga, dan alpukat. Masing-masing produk
hasil pertanian diamati setiap hari ke-0, 3, dan 6 hari. Dalam pengamatan
diamati warna, tekstur, dan penampakan bahan. Pada praktikum ini dilakukan
3 perlakuan, yaitu perlakuan suhu rendah, suhu berubah, dan suhu ruang.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada
suhu rendah produk hortikultura tidak mudah busuk, sedangkan pada suhu
ruang produk hortikultura lebih cepat membususk dan berjamur, sedangkan
pada suhu berubah lebih mudah berjamur dan lama kelamaan akan busuk.
Dari 3 perlakuan tersebut dapat membuktikan bahwa produk hortikultura
yang tidak cepat busuk, yaitu terdapat pada suhu rendah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wulantika (2021) yang menyatakan bahwa pendinginan
adalah suatu cara untuk penanganan sayur dan buah, karena dapat menahan
atau mengurangi penyebab-penyebab pembusukan. Makin tinggi suhu maka
respirasi makin cepat, hal ini berlaku sampai suhu optimum. Apabila
melewati suhu optimum, kecepatan respirasi menurun. Kalau respirasi
berjalan cepat, berarti cepat pula penguraian makromolekul, hal ini
menyebabkan proses pembusukan berjalan cepat. Demikian pula sebaliknya
apabila suhu rendah, aktifitas enzim lambat maka pembusukan juga berjalan
lambat. Untuk penurunan suhu 8o C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi
setengahnya. (Wulantika, 2021).
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah diamati dapat diambil kesimpulan bahwa
terjadi tingkat perubahan warna, tekstur, dan pembusukan pada produk
hortikultura dengan 3 perlakuan, yaitu suhu rendah, suhu berubah, dan suhu
ruang. Pada suhu rendah, produk hortikultura (tomat, pisang, alpukat, dan
mangga) lebih awet dan tidak mudah busuk. Sedangkan pada suhu ruang
produk hortikultura lebih cepat busuk, sedangkan pada suhu berubah produk
hortikultura tidak cepat busuk dan juga tidak awet atau pertengahan. Tetapi
lama kelamaan berjamur putih dan mengalami pembusukan.
5.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan dengan baik dan lancar. Hanya saja mungkin
karena kondisi yang masih pandemic Covid-19, praktikum ini dilakukan
individu dan tidak dibentuk kelompok, sehingga mungkin untuk berdiskusi
antar teman tidak mudah.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
Muctadi, T. R dan Sugiono, 2013. Prinsip dan proses Teknologi Pangan.
Bandung: Alfabeta.
Muhtadi, D., Anjarsari, B. 1995. Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas
Sayuran. Prosiding.
Rumahrupute, Boetie. 2007. Pengembangan dan Pascapanen Pisang (Musa Sp).
Prosiding Seminar Nasional. Maluku: Universitas Pattimura.
Samad, M. Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pascapanen terhadap Mutu
Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 8(1):
31-36.
Sumardiono, Siswo, Mohamad Basri, dan Rony. Pasonang Sihombing. 2009.
Analisis Sifat-Sifat Psiko-Kimia Buah Tomat (Lycopersicon Esculentum)
Jenis Tomat Apel, Guna Peningkatan Nilai Fungsi Buah Tomat sebagai
Komoditi Pangan Lokal. Semarang: Universitas Diponegoro.
Tonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G
Mulokozi. 1995. Carotenoid Content of Thermally Processed Tomato
based Food Product. J. Agric, Food Chem. Vol. 43(2): 579-586.
Wijaya, William Dwi dan I Nyoman Sutapa. 2013. Upaya Pengurangan
Tingkat Kecacatan Cabai Pascapanen pada Jalur Rantai Pasok. Jurnal
Titra. Vol. 1(2): 253-255.
Winarno, F. G..1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wulantika, Trisia. 2021. Perubahan Kondisi Produk Hortikultura pada
Penyimpanan Suhu Rendah dan Suhu Ruang. Jurnal Hortuscoler. Vol.
2(1): 20-25.
Yuniastri, Ratih, Ismawati, Vika Milkatil Atkhiyah, dan Khalid Al Faqih. 2020.
Karakteristik Kerusakan Fisik dan Kimia Buah Tomat. Journal of Food
Technology and Agroindustry. Vol. 2(1): 1-8.
13
LAMPIRAN
Hari ke-0
Hari ke-3
Hari ke-6