Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

PENANGANAN PASCAPANEN
“PENYIMPANAN DINGIN PRODUK HORTIKULTURA”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penanganan
Pascapanen

Disusun Oleh:
Nama : Dian Permata Sari
NIM : 4442180112
Kelas : VI-B

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Pascapanen
yang berjudul “Penyimpanan Dingin Produk Hortikultura”. Adapun isi laporan
praktikum ini disusun secara sistematis dan merupakan referensi dari beberapa
sumber yang menjadi acuan dalam penyusunan laporan praktikum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Kiki Roidelindho, S.TP., M.Sc.
selaku dosen Pascapanen yang telah menjelaskan kepada penulis tentang
praktikum ini. Penulis sangat sadar bahwa laporan praktikum yang penulis buat
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca penulis harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Jakarta, Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
…… 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

…… 1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3


…… 2.1 Komoditi Tomat.................................................................................... 3

…… 2.2 Komoditi Pisang ................................................................................... 3

…… 2.3 Kerusakan Produk Holtikultura ............................................................ 4

…… 2.4 Kerusakan Hasil Pertanian secara Fisik ................................................ 5

…… 2.5 Kerusakan Hasil Pertanian secara Kimia .............................................. 5

…… 2.6 Suhu Rendah pada Produk Hortikultura ............................................... 6

BAB III METODE PRAKTIKUM ...................................................................... 8


…… 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 8

…… 3.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 8

…… 3.3 Cara Kerja ............................................................................................. 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 9


…… 4.1 Hasil ...................................................................................................... 9

…… 4.2 Pembahasan ........................................................................................ 10

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 11


…… 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 11

…… 5.2 Saran ................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12


LAMPIRAN ........................................................................................................... 1

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada penanganan pascapanen produk holtikultura membutuhkan
beberapa perlakuan, sehingga produk hortikultura dapat awet, tidak cepat
busuk. Produk hortikultura memerlukan penanganan yang baik untuk tujuan
penyimpanan, transportasi dan pemasaran. Langkah yang harus dilaksanakan
meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing),
pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengemasan (packaging).
Beberapa jenis produk kadang-kadang memerlukan penanganan tambahan
seperti pendinginan pendahuluan (pre cooling), pencucian, penghilangan warna
hijau (degreening) dan pelilinan (waxing).
Pengawetan segar komoditas buah-buahan dan sayuran didasarkan pada
penghambatan proses respirasi dan salah satunya adalah dengan cara
penyimpanan pada suhu rendah. Laju respirasi buah dan sayur dipengaruhi
oleh suhu. Pada kisaran suhu 0-35oC, laju respirasi akan meningkat 2-2,5 kali
untuk setiap pertambahan suhu sebesar 10oC. Penyimpanan pada suhu rendah
(pendinginan) dapat mengurangi laju respirasi, sehingga dapat
mempertahankan mutu buah dan sayuran segar, karena selama pendinginan
aktifitas metabolisme dan perubahan kimia berlangsung lambat.
Penyimpanan dingin (cold storage) adalah penyimpanan bahan pada
suhu di bawah 15oC tetapi di atas titik beku. Suhu optimum untuk
penyimpanan buah dan sayuran berbeda-beda tergantung pada varietas, iklim
tempat tumbuh, cara budidaya, tingkat kematangan serta cara penanganan
setelah dipanen. Penyimpanan dingin buah dan sayuran di bawah suhu
optimum untuk penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
(kelainan) yang disebabkan oleh suhu dingin (chilling injury). Faktor-faktor
yang mempengaruhi chilling injury pada buah atau sayuran adalah suhu, lama
penyimpanan pada suhu tertentu, sensitivitas produk terhadap pendinginan
(tergantung komoditi, varietas dan tingkat kematangan).

1
Misalnya ubi jalar akan mengalami luka setelah 1 hari pada 0oC dan tidak
luka pada 7oC selama 4 hari, tidak luka selama 4 hari pada suhu 10oC tapi
setelah 10 hari menjadi luka. Injury dapat terjadi pada saat didinginkan atau
ketika dipindahkan ke suhu tinggi. Untuk mengetahui perubahan warna,
tekstur, dan pembusukan pada praktikum ini, maka dilakukanlah praktikum ini.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati tingkat
perubahan warna, tekstur, dan pembusukan pada produk hortikultura dengan 3
perlakuan, yaitu suhu rendah, suhu berubah, dan suhu ruang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditi Tomat


Tomat (lycopersicon esculentum) merupakan salah satu buah lokal
Indonesia yang banyak mengandung banyak vitamin C dan lycopene. Selain
itu, buah ini juga banyak mengandung serat yang baik bagi pencernaan
manusia serta protein. Namun, tomat hanya dipandang sebelah mata oleh
masyarakat Indonesia dan hanya digunakan sebagai sayur saja (Sumardiono
dkk., 2009).
Kandungan lycopene dalam tomat yang cukup tinggi dapat diekstrak untuk
produk – produk kesehatan atau kosmetik mengingat kekuatan lycopene
setara dengan 100 kali kekuatan vitamin E dalam menanggulangi radikal
bebas (Di Mascio, et al., 1989). Kadar lycopene yang terkandung dalam tomat
segar berkisar antara 3,1 – 7,7 mg/100 gram (Tonucci et. al., 1995).
Dalam masyarakat umum, buah tomat hanya dibuat sebagai sayur saja
tanpa adanya pemanfaatan yang lebih, sebagai tepung tomat misalnya yang
dapat dibuat sumber makanan alternatif mengingat gizi yang dikandungnya
cukup kompleks, padahal buah tomat setelah panen akan rusak antara 20%
sampai 50% setelah panen (Winarno, 1991).

2.2 Komoditi Pisang


Pisang (Musa sp) adalah tanaman yang multiguna, selain buahnya
dimanfaatkan, daun digunakan sebagai pembungkus, jantung dijadikan sayur,
pelepah daun digunakan sebagai bahan kerajinan tas, topi, tikar dan lain-lain,
bongkol dan batang yang telah dipanen bisa diambil patinya, kulit dan seresah
batang sebagai makanan ternak (Rumahrupute, 2007).
Buah pisang termasuk golongan klimaterik karena tingkat kematangan
untuk dipanen tidak sama. Buah pisang yang belum tua saat panen menjadi
matang selama proses penyimpanan mempunyai mutu rendah (Rumahrupute,
2007). Mutu buah pisang yang mempunyai kematangan optimal sangat

3
ditentukan secara visual (warna kulit, ukuran dan tingkat perkembangan buah)
(Muchtadi, 1992).

2.3 Kerusakan Produk Holtikultura


Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin
C, dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut
sayuran juga merupakan sumber serat yang sangat penting dalam menjaga
kesehatan tubuh. Sayuran juga dapat memberikan kepuasan terutama dari segi
warna dan teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian yang apabila
selesai dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak. Kerusakan ini
terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis.
(Hotton,1986) Walaupun perubahan ini pada awalnya menguntungkan yaitu
terjadinya perubahan warna, rasa, dan aroma tapi kalau perubahan ini terus
berlanjut dan tidak dikendalikan maka pada akhirnya akan merugikan karena
bahan akan rusak/busuk dan tidak dapat dimanfaatkan. Di Indonesia,
hortikultura yang tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan sebagai “kehilangan”
(losses) mencapai 25-40% (Muhtadi,1995)
Komoditas sayuran harus sesegera mungkin diberi penanganan pasca
panen agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk
kehilangan (Kasmire, 1985)
Kerusakan hortikultura dapat dipercepat bila penanganan selama panen
atau sesudah panen kurang baik. Sebagai contoh, komoditi tersebut
mengalami luka memar, tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain
seperti adanya pertumbuhan mikroba. Disini pentingnya penanganan pasca
panen yang dapat menghambat proses pengrusakan bahan antara lain melalui
pengawetan, penyimpanan terkontrol, dan pendinginan. Karena sifat bahan
yang mudah rusak (perishable) maka penanganan pasca panen harus
dilakukan secara hati-hati. Dalam lingkup yang lebih luas, teknologi pasca
panen juga mencangkup pembuatan bahan (produk) beku, kering, dan bahan
dalam kaleng (Bourne,1999).
Penanganan pasca panen produk hortikultura adalah hal sangat penting
dilakukan mengingat bahan ini cepat rusak dalam waktu relatif singkat. Satu

4
hal yang layak diusulkan adalah penggunaan sistem penyimpanan terintegrasi
yang dipadukan dengan pendinginan terkontrol dengan transportasi
(moveable storage) sehingga komoditas cepat sampai konsumen dalam
keadaan masih segar (Samad, 2006).
Maka dalam hal untuk menghasilkan produk bermutu dibutuhkan
penanganan pascapanen yang dapat menjaga mutu (fisik), nutrisi dan
keamanan pangan (kimiawi) agar dapat mempertahankan nilai ekonomis dari
suatu produk. Kubis merupakan komoditi yang bersifat mudah rusak
(perishable) dan memenuhi tempat (bulky) sehingga memerlukan penanganan
pascapanen yang tepat untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang
masa simpan namun dengan tetap mempertahankan skala ekonomis dalam
perdagangan (Tarwyati, 2007).

2.4 Kerusakan Hasil Pertanian secara Fisik


Karakteristik kerusakan fisik pada tomat bersifat subjektif.
Parameter yang digunakan meliputi kenampakan, tekstur, dan warna.
Parameter bau atau aroma erat hubungannya dengan proses kerusakan
biologi (Yuniastri dkk., 2020).
Banyaknya kerusakan mekanis tersebut terjadi selama pengangkutan.
Barang-barang yang diangkut secara bulk transporatasion, bagian bawahnya
akan tertindih dan tertekan dari bagian atas dan sampingnya sehingga
mengalami pememaran, apalagi dalam kendaraan yang berjalan, seolah-olah
bahan-bahan yang ada di dalam tergoncang dengan kuat, sehingga banyak
mengalami kerusakan mekanis (Muchtadi dan Sugiono, 2014)

2.5 Kerusakan Hasil Pertanian secara Kimia


Besarnya laju respirasi dan metabolism tomat erat kaitannya dengan
suhu penyimpanan (Saiduna dan Madkar, 2013). Kerusakan kimia pada
tomat di penyimpanan suhu ruang lebih tinggi dibandingkan pada suhu
dingin. Penyimpanan suhu dingin akan menghambat aktivitas enzim dan
reaksi-reaksi kimia pada tomat.

5
Reaksi kimia yang banyak terjadi pada buah tomat adalah reaksi
oksidasi. Adanya reaksi oksidasi dalam tomatmemicu terjadinya proses
pembusukan. Laju pembusukan akan meningkat selama proses pelayuan
(Dhall dan Singh, 2013). Umumnya kerusakan kimia pada tomat
disebabkan adanya aktivitas enzim yang dapat berasal dari tomat itu sendiri
maupun mikroorganisme. Enzim ini memungkinkan rekasi kimia dalam
tomat berlangsung lebih cepat dan mengakibatkan berbagai macam
perubahan pada kandungan nutrisi tomat itu sendiri.

2.6 Suhu Rendah pada Produk Hortikultura


Kondisi produk hortikultura dengan penyimpanan suhu rendah dapat
mempertahankan kesegaran produk hortikultura yang disimpan. Penyimpanan
suhu rendah mempunyai pengaruh terhadap bahan yang didinginkan seperti
kehilangan berat, kegagalan untuk matang, dan kebusukan. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, produk hortikultura yang disimpan dalam suhu
rendah hanya sedikit mengalami kehilangan berat dan tidak terjadi kebusukan,
sedangkan produk hortikultura yang disimpan dalam suhu ruangan mengalami
susut bobot yang cukup banyak dan mengalami kelayuan dan kebusukan
setelah 1 Minggu disimpan (Wulantika, 2021).
Pendinginan adalah suatu cara untuk penanganan sayur dan buah, karena
dapat menahan atau mengurangi penyebab-penyebab pembusukan. Makin
tinggi suhu maka respirasi makin cepat, hal ini berlaku sampai suhu optimum.
Apabila melewati suhu optimum, kecepatan respirasi menurun. Kalau respirasi
berjalan cepat, berarti cepat pula penguraian makromolekul, hal ini
menyebabkan proses pembusukan berjalan cepat. Demikian pula sebaliknya
apabila suhu rendah, aktifitas enzim lambat maka pembusukan juga berjalan
lambat. Untuk penurunan suhu 8o C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi
setengahnya (Wulantika, 2021).
Mutu bahan yang akan didinginkan, suhu ruang pendingin, kelembaban
udara dalam ruangan pendingin, dan sirkulasi udara serta jarak tumpukan
dalam ruang pendingin perlu diperhatikan dalam pendinginan. Masing-masing
jenis sayur dan buah mempunyai sifat karakteristik penyimpanan tersendiri.

6
Sifat-sifatnya selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor varietas, iklim
tempat tumbuh, kondisi tanah, dan cara budidaya tanaman, derajat kematangan,
dan cara penanganan sebelum disimpan (Wulantika, 2021).
Penyimpanan suhu rendah telah diketahui dapat memperpanjang masa
simpan komoditi hortikultura. Namun setiap produk memiliki respon
metabolisme yang bersbeda pada setiap kisaran suhu (Arzam, 2018).

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 3 Juni 2021 dan bertempat di
Jalan Menteng Dalam No 35, RT 011/RW 003, Kelurahan Menteng Dalam,
Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah wadah, kamera,
alat tulis, dan pisau. Sedangkan bahan yang digunakan pisang, tomat, mangga,
dan alpukat.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini antara lain:
1. Disiapkan alat dan bahan. Buah yang digunakan adalah buah dengan
tingkat kematangan fisiologis, mempunyai bentuk dan ukuran yang
seragam.
2. Dicuci buah dengan air mengalir agar getah, kotoran, dan debu yang
menempel pada kulit hilang, kemudian dikeringanginkan.
3. Dibagi buah menjadi 3 bagian untuk perlakuan penyimpanan pada suhu
rendah sebagai berikut:
- Perlakuan suhu penyimpanan:
a. Disimpan pada suhu 10oC
b. Disimpan pada suhu yang berfluktuasi yaitu disimpan pada 10oC
selama 1 hari dan dilanjutkan dengan penyimpanan dengan suhu
ruang 1 hari kemudian kembali ditempatkan pada suhu 10oC selama 1
hari.
c. Disimpan pada suhu ruang
- Lama penyimpanan: 0 hari, 3 hari, dan 6 hari
4. Dilakukan pengamatan terhadap warna, tekstur, penampakan bahan, susut
berat, perubahan pH dan total padatan terlarut.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Kerusakan Dingin pada Produk Hortikultura yang Disimpan.
Perlakuan
Sampel Pengamatan
Parameter Suhu Rendah Suhu Berubah Suhu Ruang
(Komoditas) (Hari)
(10oC) (10oC – 29OC) (29oC)
0 Kuning Kuning Kuning
Kuning, Kuning
Pisang 3 Kuning
Hitam Hitam
6 Hitam Kuning Hitam Hitam

0 Merah Merah Merah


Merah
3 Merah Merah Berjamur
Berjamur
Tomat
Merah
Perubahan
6 Merah Merah Coklat Berjamur
Warna,
dan Busuk
Tekstur, dan
Pembusukan
0 Kuning Kuning Kuning
Hitam
3 Coklat Coklat Berjamur
Alpukat Berjamur
Hitam dan
6 Coklat Coklat Berjamur
Busuk

0 Kuning Kuning Kuning


Kuning
3 Kuning Kuning
Mangga Berjamur
Coklat Putih
6 Kuning Kuning Coklat
Berjamur

9
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pascapanen produk hasil
pertanian, yaitu tomat, pisang, mangga, dan alpukat. Masing-masing produk
hasil pertanian diamati setiap hari ke-0, 3, dan 6 hari. Dalam pengamatan
diamati warna, tekstur, dan penampakan bahan. Pada praktikum ini dilakukan
3 perlakuan, yaitu perlakuan suhu rendah, suhu berubah, dan suhu ruang.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada
suhu rendah produk hortikultura tidak mudah busuk, sedangkan pada suhu
ruang produk hortikultura lebih cepat membususk dan berjamur, sedangkan
pada suhu berubah lebih mudah berjamur dan lama kelamaan akan busuk.
Dari 3 perlakuan tersebut dapat membuktikan bahwa produk hortikultura
yang tidak cepat busuk, yaitu terdapat pada suhu rendah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wulantika (2021) yang menyatakan bahwa pendinginan
adalah suatu cara untuk penanganan sayur dan buah, karena dapat menahan
atau mengurangi penyebab-penyebab pembusukan. Makin tinggi suhu maka
respirasi makin cepat, hal ini berlaku sampai suhu optimum. Apabila
melewati suhu optimum, kecepatan respirasi menurun. Kalau respirasi
berjalan cepat, berarti cepat pula penguraian makromolekul, hal ini
menyebabkan proses pembusukan berjalan cepat. Demikian pula sebaliknya
apabila suhu rendah, aktifitas enzim lambat maka pembusukan juga berjalan
lambat. Untuk penurunan suhu 8o C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi
setengahnya. (Wulantika, 2021).

10
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah diamati dapat diambil kesimpulan bahwa
terjadi tingkat perubahan warna, tekstur, dan pembusukan pada produk
hortikultura dengan 3 perlakuan, yaitu suhu rendah, suhu berubah, dan suhu
ruang. Pada suhu rendah, produk hortikultura (tomat, pisang, alpukat, dan
mangga) lebih awet dan tidak mudah busuk. Sedangkan pada suhu ruang
produk hortikultura lebih cepat busuk, sedangkan pada suhu berubah produk
hortikultura tidak cepat busuk dan juga tidak awet atau pertengahan. Tetapi
lama kelamaan berjamur putih dan mengalami pembusukan.

5.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan dengan baik dan lancar. Hanya saja mungkin
karena kondisi yang masih pandemic Covid-19, praktikum ini dilakukan
individu dan tidak dibentuk kelompok, sehingga mungkin untuk berdiskusi
antar teman tidak mudah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arham, Z. (2004). Evaluasi Mutu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia


Swingle). Makalah Pengantar Falsafah Sains.
Arzam, Taruna Shafa. 2018. Perbedaan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu
Buah Jeruk Selayar. Jurnal Tabaro. Vol. 2(1): 145-151.
Bourne, M.C. 1999. Overview of Postharvest Problem in Fruits and Vegetable.
Sec. Edition. Washington DC: National Academy Press.
Christian, Bobby Fajar, Uning Lestari, dan Dina Andayati. 2019. Sistem
Aplikasi Identifikasi Kematangan Buah Jeruk Nipis berdasarkan Fitur
Warna dan Menggunakan Support Vector Machine. Jurnal Script. Vol.
7(2): 248-256.
Djaafar, Titiek F. dan Siti Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk
Pertanian, Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal
Litbang Pertanian. Vol. 26(2): 35-73.
Di Mascio P, Kaiser S, Sies H. 1989. Lycopene as The Most Efficient
Biological Carotenoid Singlet Oxygen Quencher. Archives of
Biochemistry and Biophysics.
Dody D. Handoko, Besman Napitupulu dan Hasil Sembiring. 2005.
Penanganan Pascapanen Buah Jeruk. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi lnovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbosis
Pertanian.
Hatton, T.T., Pantastico, E.B. 1986. Persyaratan Masing - Masing Komoditi
dalam Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan
dan Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Terjemahan oleh Prof. Ir.
Kamariyani: UGM.
Kasmire, R.F. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crop. The
Regents of University of California: Devision of Agriculture and Natural
Resources.
Mahyudi, Fitri dan Husinsyah. 2020. Kelayakan Usahatani Bayam (Amaranthus
spp) Media Pasir Desa Abumbun Jaya Kecamatan Sungai Tabuk
Kabupaten Banjar. Ziraa’ah. Vol. 45(3): 318-327.

12
Muctadi, T. R dan Sugiono, 2013. Prinsip dan proses Teknologi Pangan.
Bandung: Alfabeta.
Muhtadi, D., Anjarsari, B. 1995. Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas
Sayuran. Prosiding.
Rumahrupute, Boetie. 2007. Pengembangan dan Pascapanen Pisang (Musa Sp).
Prosiding Seminar Nasional. Maluku: Universitas Pattimura.
Samad, M. Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pascapanen terhadap Mutu
Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 8(1):
31-36.
Sumardiono, Siswo, Mohamad Basri, dan Rony. Pasonang Sihombing. 2009.
Analisis Sifat-Sifat Psiko-Kimia Buah Tomat (Lycopersicon Esculentum)
Jenis Tomat Apel, Guna Peningkatan Nilai Fungsi Buah Tomat sebagai
Komoditi Pangan Lokal. Semarang: Universitas Diponegoro.
Tonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G
Mulokozi. 1995. Carotenoid Content of Thermally Processed Tomato
based Food Product. J. Agric, Food Chem. Vol. 43(2): 579-586.
Wijaya, William Dwi dan I Nyoman Sutapa. 2013. Upaya Pengurangan
Tingkat Kecacatan Cabai Pascapanen pada Jalur Rantai Pasok. Jurnal
Titra. Vol. 1(2): 253-255.
Winarno, F. G..1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wulantika, Trisia. 2021. Perubahan Kondisi Produk Hortikultura pada
Penyimpanan Suhu Rendah dan Suhu Ruang. Jurnal Hortuscoler. Vol.
2(1): 20-25.
Yuniastri, Ratih, Ismawati, Vika Milkatil Atkhiyah, dan Khalid Al Faqih. 2020.
Karakteristik Kerusakan Fisik dan Kimia Buah Tomat. Journal of Food
Technology and Agroindustry. Vol. 2(1): 1-8.

13
LAMPIRAN

Hari ke-0

Hari ke-3

Hari ke-6

Anda mungkin juga menyukai