Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PERILAKU KONSUMEN

TERHADAP FENOMENA BUBBLE BURST DAN STRATEGI


CUSTOMER ENGAGEMENT PADA PEMASARAN 4.0
Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester
Analisis Konsumen dan Pasar

Disusun Oleh:

Andina Audrey Az Zahra K14190109

BISNIS
SEKOLAH BISNIS
IPB UNIVERSITY
2022
PENDAHULUAN
Model bisnis akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Begitu pun dengan
perilaku konsumen yang dapat berubah dengan sangat dinamis. Terjadinya perubahan perilaku
konsumen ini bergeser dari orientasi individu menjadi sosial yang dikenal dengan model AIDA
(Attention, Interst, Desire, Action) kemudian berkembang menjadi 5A (Awareness, Appeal, Ask,
Act, Advocate). Begitu pula dengan konsep pemasaran yang berubah dari 4P (Product, Price,
Place, Promotion) menjadi 4C (Co-creation, Currency, Communal Activation, Conversation).
Perubahan model bisnis ini melatarbelakangi fenomena “Bubble Burst” yang terjadi
beberapa pekan lalu kepada startup di Indonesia ditandai dengan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) besar-besaran yang dilakukan oleh para startup dengan dalih untuk optimalisasi bisnis
proses, bahkan tidak sedikit yang memilih untuk tutup. Proses optimalisasi ini dengan menekan
operational expense agar modal yang tersedia dapat difokuskan pada penetrasi pasar. Dikutip
dari Suara.com1 beberapa startup yang melakukan PHK antara lain Pahamfy, Zenius, LinkAja,
Fabelio, Tanihub, JD.Id, dan MPL. Berdasarkan laporan CNBC Indonesia2 menyebutkan tidak
hanya di Indonesia, startup global pun mengalami hal yang sama, seperti Robinhood yang
memangkas 300 karyawan, Netflix 150 pegawai, dan Cameo memangkas 87 pegawainya.
Edward Ismawan3 Chamdani sebagai Bendahara Asosiasi Modal Ventura untuk Startup
Indonesia menyebutkan bahwa fenomena ini merupakan hal biasa terjadi pada ekosistem startup
dikarenakan bisnis model yang belum tepat atau target market-nya salah. Kondisi ini
menyebabkan perusahaan tidak mampu menghasilkan pendapatan yang diharapkan, sehingga
para investor menarik diri dari startup tersebut.

PEMBAHASAN

Pada awal pandemi, banyak startup yang bermunculan dan menawarkan produk atau
layanan sebagai solusi atas berbagai kesulitan yang dialami oleh masyarakat. Perilaku konsumen
di pasar sangat antusias dan bersemangat untuk membeli produk atau menggunakan layanan
yang disediakan oleh berbagai macam startup tersebut. Peristiwa ini menciptakan lonjakan harga
aset pada startup dan disebut menggelembung atau peristiwa bubble. Kesuksesan yang
diciptakan oleh para startup ini mendorong munculnya banyak startup baru. Kemunculan banyak
startup baru ini membuat bisnis dengan cepat memenuhi demand pada pasar. Kondisi ini dapat
disebut saturated market atau pasar jenuh. Pada kondisi ini, ruang untuk pertumbuhan bisnis
menjadi sangat terbatas dan perilaku pasar menjadi sensitif terhadap diskon dan promo sehingga
startup dapat kehilangan konsumen jika tidak menawarkan kedua hal tersebut. Ketika demand
pada pasar terpenuhi dan ada lebih banyak produk daripada jumlah orang yang membeli, bisnis
startup harus bersaing dengan ketat untuk mendapatkan konsumen.

Tidak sedikit startup yang gagal bersaing pada masa ini dan tidak dapat menjual layanan
atau produknya dengan baik di pasar. Hal ini membuat pangsa pasar atau yang biasa disebut
dengan market share dalam perusahaan startup menurun secara signifikan. Ketika startup
berada dalam kondisi ini, startup akan kehilangan keuntungan. Hilangnya keuntugan pada startup
membuat investor dan stakeholder tidak puas karena perusahaan terlihat memiliki performa yang
buruk. Kejadian seperti ini dialami oleh banyak startup sehingga membuat para investor lebih
selektif saat akan menyuntikkan pendanaan. Semakin selektif para investor, maka akan semakin
sulit bagi para perusahaan startup untuk mendapatkan pendanaan dari investor. Para investor
akan beranggapan bahwa terlalu berisiko untuk menanamkan investasi pada startup yang
performa buruk atau market share-nya rendah. Perubahan cepat yang terjadi dari peningkatan
aset kemudian diikuti oleh penurunan inilah yang disebut bubble burst.

Seiring berjalannya waktu, kondisi pandemi makin membaik dan startup-startup semakin
mengalami kesulitan untuk menjual produk mereka. Hal ini menyebabkan semakin sedikitnya
persaingan antar investor untuk bergabung dalam putaran penanaman modal startup. Lalu hal ini
berdampak pada rendahnya valuasi yang ditawrakan ke founder dan jumlah pendanaan yang
membuat para startup mengalami masalah keuangan. Startup yang sebagian besar masih berdiri
dari dana hasil fundraising harus melakukan efisiensi yang akhirnya memutuskan untuk
melakukan layoff atau PHK.

Persaingan bisnis pada masa 4.0 atau yang biasa disebut dengan era digital terbilang
sangat ketat. Perusahaan harus mampu melihat peluang dan beradaptasi dengan kemajuan
teknologi supaya dapat bersaing di pasar. Selain itu, perusahaan juga harus dapat memahami
perilaku konsumen dan dapat menjalin customer engagement yang baik supaya dapat
menentukan target market yang tepat dan mendapatkan loyalitas konsumen. Sebaliknya,
perusahaan yang tidak mampu melihat peluang dapat kehilangan pasar dan keuntungan seperti
pada startup-startup yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Salah satu contoh perusahaan yang berhasil beradaptasi dan membangun customer
engagement dalam perspektif pemasaran 4.0 adalah PT Paragon khususnya pada Wardah.
Perusahaan Wardah melakukan beberapa upaya untuk menciptakan customer engagement yang
baik. Wardah membuat beberapa akun media sosial yang tidak hanya digunakan untuk
mempromosikan produk-produknya tetapi juga sebagai wadah untuk menjalin hubungan dengan
para customer-nya. Salah satu media sosial yang digunakan Wardah adalah akun Instagram
@wardahbeauty. Pada akun Instagram-nya, Wardah selalu membagikan konten yang berkualitas
dan menarik untuk para followers-nya. Dalam kolom komentar, admin dari akun Instagram
Wardah tidak jarang untuk merespon komentar maupun pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
oleh para followers atau customer. Admin menggunakan tutur kata yang baik dan ramah dalam
setiap balasannya. Terkadang admin mengarahkan followers atau customer yang menanyakan
produk di kolom komentar untuk mengunjungi website Wardah. Wardah juga menerapkan strategi
influencer marketing dengan melakukan endorse kepada beberapa beauty influencer yang
terkenal di mata masyarakat, contohnya Abel Cantika dan Nanda Arsyinta. Review yang diberikan
oleh para beauty influencer ini dimasukkan ke bagian highlight sehingga akan mudah diakses
oleh para followers Wardah.

Selain Instagram, Wardah juga memanfaatkan media sosial Whatsapp sebagai wadah
untuk membangun customer engagement. Wardah menyediakan layanan customer service atau
konsultasi bagi para konsumennya melalui Whatsapp. Para konsumen akan dilayani oleh Beauty
Consultant yang akan menerima, pertanyaan, keluhan, atau kendala seputar produk Wardah.
Layanan ini dibuka sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Wardah juga melakukan beberapa strategi pemasaran lainnya yang dapat meningkatkan
customer engagement seperti challenge dan berbagai event seperti seminar. Challenge diadakan
di Instagram dengan mengajak para followers Wardah untuk membagikan konten sesuai
ketentuan yang diberikan. Para pemenang challenge akan diberikan hadiah berupa produk-
produk dari Wardah. Event yang diadakan wardah misalnya BeautyMovesYou dan Wardah
Beauty Fest. Event-event ini biasanya diadakan secara hybrid dan mengundang narasumber dari
orang-orang yang menginspirasi seperti influencer, penyanyi, bahkan pejabat negeri.

PENUTUPAN

Dengan adanya perubahan konsep perilaku konsumen dan pemasaran, maka sebuah
bisnis harus adaptif dan dapat menemukan strategi yang tepat agar dapat bersaing dan menjadi
bisnis yang berkelanjutan. Salah satu strategi bisnis untuk mempertahankan pasarnya adalah
dengan meningkatkan customer engagement. Dalam perspektif pemasaran 4.0, customer
engagement dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah menjalin hubungan
dua arah dengan para customer melalui media sosial.

Anda mungkin juga menyukai