Anda di halaman 1dari 2

Oleh : Dani Febri

Alarm bubarnya HMI pada usia senja (Milad HMI ke 76 tahun)

Peringatan milad HMI sering dirayakan hanya sebatas HMI terlahir. Padahal kalau di lihat
lebih radiks lagi, HMI lahir bukan untuk di rayakan tapi sebagai tempat yang katanya para kawah
candradimuka. Tepat 05 Februari 2023 HMI sudah berusia senja, 76 tahun hadir menjadi penghias
dan penindas mahasiswa. Semua intelektual saya rasa tahu HMI adalah organisasi ekstra mahasiswa
tertua di Indonesia, jebolan dari mahasiswa yang katanya mengabdikan dirinya di himpunan telah
berhasil mencetak pemikir bangsa. Sayangnya, kita hari ini yang berhimpun di HMI dilenahkan oleh
tokoh-tokoh nasional jebolan HMI. Output dari mindset seperti ini akan menghasilkan pola
pemikiran kader HMI yang kurang baik, alhasil HMI hari ini kehilangan spirit untuk menjadi organisasi
yang revolusioner sesuai dengan pasal 4 AD HMI. Belum lagi praktik-praktik kebusukan kader HMI
hari ini yang cenderung pragmatis , maka selayaknya bagi saya HMI sudah tidak relavan, Kader HMI
gagal menjawab problem ke-ummatan. Sudah sepantasnya ini adalah alarm bubarnya HMI.

“kini keberanian kita bukan pada keberanian semata-mata, tapi lebih-lebih pada
pengetahuan revolusioner dan kecakapan mengambil sikap revolusioner” Tan Malaka

Mentelisik sosio-historis pasca reformasi bergulir hingga hari ini, HMI semakin regres dan
kehilangan kemampuan kritis dalam memperjuangkan hak-hak kaum miskin dan tertindas. Di dalam
tubuhnya organisasi ini dapat dijumpai berbagai permasalahan serius. Klik-klik merayap setiap
transisi kepemimpinan hingga perpecahan menjadi santapan rutin kader-kadernya. Tidak jelasnya
persatuan internalnya ikut memicu kemunduran gerakan himpunan. Mereka gagap sekali membela
kepentingan rakyat ketika dihadapkan dengan kekuasaan. Jika tidak direnungkan oleh semua kader
HMI maka tidak menutup kemungkinan organisasi ini akan tinggal namanya saja.

Perubahan harus disadari oleh semua kader HMI, karena perubahan adalah sebuah
keniscahyaan yang tidak dapat dielakkan untuk tetap bertahan hidup. Tanpa adanya perubahan
maka organisasi ini akan kehilangan kemampuan untuk survive. Benjamin Frankln mengingatkan
“apa bila kau berhenti berubah ke hal yang lebih baik, berarti kau sudah selesai.”

Bagi Karl Marx revolusi adalah sebuah perbuahan sistem kemasyarakatan secara struktural.
Dalam bidang politik terumuskan dalam perjuangan kaum tak berpunya (proletar), untuk merampas
harta kaum borjuis lewat perjuangan kelas. Aktivitas itu diyakini Marx akan berakhir dengan
terwujudnya masyarakat tanpa kelas. Mirip dengan buah pikir Murtadha Muthahari tentang rupa
masyarakat tanpa kelas dalam Islam. Masyarakat tanpa pembedaan (diskriminasi), tanpa orang
melarat dan tanpa tirani, suatu masyarakat yang adil.

Gambaran indah tentang masyarakat tanpa kelas begitu ekuivalen dengan Tujuan HMI
dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT. Tapi ideal ini sangat jauh
panggang dari api tatkala himpunan hari ini menjadi organisasi yang impoten akan persoalan-
persoalan ummat. Dari pada membebaskan kaum miskin dan tertindas, himpunan hari ini justru
tampil sebagai wadah yang hanya mementingkan praktik pragmatisme semata.

Kini sudah seharusnya HMI mulai menaruh percaya terhadap kekuatan dari kelas pekerja
untuk merealisasikan masyarakat adil mamkur yang di ridhoi Allah SWT. Akan sulit di capai
masyarakat adil makmur jika gerakan yang dibangun tidak belajar dari sejarah. Bahwa sepanjang
zaman perubahan tak di temukan di istana-istana kelas penguasa, melainkan medan perjuangan
massa. Bahkan dari Lafran Pane (pendiri HMI) di dapati pelajaran berharga. HMI besar bukan dengan
konflik dan kekerasan demi mendapatkan dan mempertahankan tahta. HMI justru besar dan meluas
ketika Lafran Pane merelakan jabatannya sebagai ketua umum pada MS Mintaredja. Kini,
kerendahan hati yang diajarkan pemrakarsa dan pendiri HMI malah dihinakan oleh lumuran libido-
libido kuasa dari kader HMI itu sendiri. Itulah mengapa dalam internalnya konflik mudah sekala
membara. Perpecahan meletus karena persoalan kekuasaan semata. Demi menguasai tampuk
kepemimpinan HMI, nilai-nilai pembebasan Islam mudah sekali ditinggalkan. Kader HMI hari ini
rupanya tidak pernah mendengarkan peringatan Ali Syari’ati “Islam tidak pernah kalah karena
serangan dari luar, Islam justru terkalahkan akibat masalah internal (rebutan mencari dan menjaga
singgahsana kekuasaan)” yang pada intinya hari ini, Kader HMI sibuk meraih dan mempertahankan
jabatan mulai dari tingkatan Pengurus Besar, Badko, dan Cabang. Mereka melupakan bahwa
organisasi ini adalah organisasi perjuangan membela kaum tertindas. Jika ini kemudian di pupuk
subur dalam tubuh HMI, masih pantaskah HMI berdiri di usia yang senja ini ?

Anda mungkin juga menyukai