W
DENGAN DHF (DENGUE HEMMORHAGIC FEVER)
DI RUANG GARUDA RSUD DR. ASHARI PEMALANG
Disusun oleh :
Abdul Kholik 1422002901
Oleh :
Abdul Kholik 1422002901
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Wabah DHF atau dengue hemmorhagic fever pada tahun 2019
diperkirakan terdapat 50 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh
dunia setiap tahun dan diperkirakan di asia tenggara terdapat 100 juta
kasus demam dengue (DD) yang memerlukan perawatan di rumah
sakit. Dari data diatas 90 % penderitanya adalah anak – anak yang
berusia kurang dari 15 tahun. WHO mencatat indonesia sebagai negara
dengan kasus demam berdarah tertinggi di Asia Tenggara (Sari. 2019).
Kasus DHF atau dengue hemmorhagic fever pada tahun 2020
tersebar di 472 kabupaten/ kota di indonesia, sedangkan kematian
akibat DHF atau dengue hemmorhagic fever terjadi di 219
kabupaten/kota. Presentase kasus DHF (dengue hemmorhagic fever)
menurut rentang usia adalah usia kurang dari 1 tahun sebanyak 3,13%,
usia 1 – 4 tahun sebesar 14,88%, usia 5 – 14 tahun sebesar 34,13%,
usia 15 – 44 tahun 15,87%, dan usia lebih dari 44 tahun sebesar
11,11%. Kasus DHF atau dengue hemmorhagic fever di 377
kabupaten/kota atau 73,35 % telah mencapai incident rate (IR)
(kemenkes. 2021).
Sedangkan di provinsi jawa tengah sendiri pada tahun yang sama
2020 menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah kasus kejadian demam
berdarah dangue di 35 kota / kabupaten telah mencapai angka 3.189
kasus (Dinas Kominfo Jateng. 2017). Pada Kabupaten Pemalang
sendiri pada bulan januari sampai maret 2020 Dinas Kesehatan
Kabupaten Pemalang mengatakan telah terjadi empat kasus demam
berdarah dan 43 kasus demam dengue (Dinas Kominfo Jateng. 2017).
DHF atau dengue hemmorhagic fever merupakan salah satu
penyakit yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk aedes
aegepthy. DHF atau dengue hemmorhagic fever merupakan penyakit
dengan kategori kejadian luar biasa di indonesia. Virus dangue ini
sangat cocok hidup dalam iklim tropis ataupun sub tropis hal ini yang
menyebabkan penyakit DHF atau dengue hemmorhagic fever menjadi
wabah musiman (setyadevi. 2020).
Nyamuk aedes aegypti merupakan nyamuk yang membawa virus
dengue dan ditularkan ke manusia melalui gigitannya. Ciri khas
nyamuk aedes aegypti adalah adanya bintik – bintik putih pada badan
dan kakinya. Ukuran tubuhnya bisa mencapai 3 sampai 4 centimeter
Peredaran nyamuk ini dapat tinggal pada tempat yang sejuk dan
lembab (Kermelita. 2020). Untuk itu penting adanya pengetahuan dan
pemahaman keluarga tentang adanya wabah DHF atau dengue
hemmorhagic fever yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti ini.
2. Tujuan
Tujuan umum : untuk mengetahui dan menganalisa tinjauan teori
tentang DHF atau dengue hemmorhagic fever dan asuhan keperawatan
dengan kasus DHF atau dengue hemmorhagic fever.
Tujuan khusus :
a. Mengetahui definisi dari DHF atau dengue hemmorhagic fever
b. Mengetahui etiologi DHF atau dengue hemmorhagic fever
c. Mengetahui tanda dan gejala pada klien dengan DHF atau dengue
hemmorhagic fever
d. Mengetahui patofisiologi DHF atau dengue hemmorhagic fever
e. Mengetahui pathway DHF atau dengue hemmorhagic fever
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada kasus DHF atau dengue
hemmorhagic fever
g. Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan pada DHF.
h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF
atau dengue hemmorhagic fever
i. Mengetahui discharge planing atau rencana pemulangan pada
pasien dengan DHF atau dengue hemmorhagic feve
B. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
DHF atau dengue hemmorhagic fever adalah sebuah penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh virus DHF, bersifat menular, dan
berbahaya karena dapat menimbulkan kasus kematian terutama pada
anak – anak. Penyebaran virus ini didapat dari sumber infeksi yaitu
orang yang terinfeksi DHF kemudian virus dipindahkan atau
disebarkan oleh nyamuk melalui gigitan (Iskandar. 2018). Sedangkan
menurut (Al-Irsyad. 2022) DHF atau dengue hemmorhagic fever
adalah demam akut akibat terinfeksi virus dengue yang ditularkan
melalui air liur nyamuk aedes aegypti, virus ini dikenal dengan nama
lain DENV yang terdiri dari 4 serotipe yaitu DENV-1, DENV-2,
DENV-3 dan DENV-4.
DHF atau dengue hemmorhagic fever atau lebih dikenal dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam yang disertai
pembesaran hati dan perdarahan yang disebabkan oleh virus dengue
yaitu virus yang termasuk dalam golongan arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Sari. 2019). Jadi
DHF atau dengue hemmorhagic fever adalah gejala berupa demam
yang disebabkan masuknya virus dengue kedalam tubuh manusia
melalui perantara gigitan nyamuk aedes aegypti.
Penderita DHF atau dengue hemmorhagic fever memiliki beberapa
fase (Febriyanto, 2021) yaitu :
a. Fase akut (acute febrile phase) adalah fase dimana penderita
sudah tidak mengalami demam selama 24 jam dan tanpa
penurunan panas. Tanda dan gejala pada fase ini meliputi
demam (bisa mencapai 40 - 41ºC) secara tiba – tiba dengan
diiringi wajah kemerahan (fushed face), eritma dikulit, nyeri
kepala, serta nyeri di otot, kejang. Penderita dalam fase ini
sudah dapat dirawat dirumah dengan pemantauan dan
pengawasan yang meliputi tanda vital, keluhan mual dan
muntah, nyeri pada abdomen, penumpukan cairan pada rongga
badan, perbesaran hati, dan perdarahan yang mungkin saja
muncul.
b. Fase kritis (critical phase) adalah kondisi dimana pasien
mengalami penurunan suhu badan hingga mencapai 37,5 - 38
ºC ataupun dibawahnya, umunya terjadi pada hari ketiga
hingga hari ke lima demam, pada fase ini terjadi kenaikan
permeabilitas kapiler yang dapat menimbulkan kebocoran
plasma, fase ini dapat berlangsung dari 24 hingga 48 jam dan
tidak terjadi kebocoran plasma.
c. DSS (dengue syok syndrome) adalah fase dimana penderita
mengalami kebocoran plasma yang berkelanjutan dan
mengalami keterlambatan penindakan. Penderita dengan fase
ini wajib dirawat di rumah sakit yang membutuhkan
pemantauan ecara intensif seperti tanda vital, intake serta
output cairan, nyeri abdomen, terjadi penumpukan cairan pada
rongga badan, pelebaran hati hingga 2 centimeter, serta
perdarahan. Penderita pada fase ini wajib mendapatkan terapi
oksigen dan infus untuk mengatasi kekurangan cairan akibat
kebocoran plasma darah serta trnasfusi darah untuk mencegah
penurunan kandungan trombosit.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab DHF atau dengue hemmorhagic fever
adalah virus dengue yang dibawa oleh gigitan nyamuk aedes aegypti.
Virus dengue memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu mempunyai
diameter 40 – 60 nm yang mengandung RNA untai tunggal (ssRNA),
positif – sense. Tergolong virus RNA, genus flavivirus keluarga
flaviviridae. Memiliki 4 serotip yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3
dan DENV-4. Penularan virus ini melalui perantaran anthropoda yang
menghisap darah, yaitu nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
Virus ini memiliki komposisi kimia berupa protein dan asam
nukleat. Protein virus memiliki fungsi utama yang dapat
mempermudah perpindahan asam nukleat virus dari sel host satu ke sel
host yang lainya, melindungi gen virus terhadap inaktivasi, melengkapi
partikel virus untuk intervensi sel yang rentan. Sedangkan asam
nukleat yang dimiliki oleh virus ini adalah RNA yang berfungsi untuk
mereplikasi virus. Gen virus RNA dikerjakan dengan DNA klon secara
molekular sebagai bentuk salinan dari RNA (Nasronudin. 2019).
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada individu yang terjangkit
penyakit DHF atau dengue hemmorhagic fever menurut Kemenkes RI,
2017 (Al-Irsyad. 2022) adalah sebagai berikut :
a. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi dan terus
menerus, demam tinggi yang mendadak, terus menerus, dan
berlangsung 2 – 7 hari memiliki fase akhir pada hari ke 3
dengan demam menurun, penurunan demam ini diwaspadai
adanya syok.
b. Demam yang terjadi di hari ke 6 adalah fase kritis terjadinya
syok
c. Adanya manisfestasi perdarahan baik yang spontan seperti
adanya patekie, pupura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematomesis dan atau melena, mauapun positif di uji
tourniquet.
d. Trombositopnie yaitu kadar trombosit kurang dari 10.000/mm²
e. Adanya kebocoran plasma (plasma laekage) akibat peningkatan
permeabilitas vasekuler yang di tandai oleh peningkatan
hematokrit lebih dari 20% dari nilai baseline atau penurunan
yang sama pada fase konfavelesens, adanya efusi pluera asitas
atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia.
Sedangkan menurut Depkes RI 2017 (Febriyanto, 2021) tanda dan
gejala pada pasien yang mengalami syok akibat DHF atau degue syok
syndrome (DSS) adalah sebagai berikut :
a. Kulit teraba dingin serta lembab pada ujung hidung dan jari
serta kaki
b. Pasien tampak risau
c. Sianosis pada area mulut
d. Nadi lemah, hingga tidak teraba
e. Tekanan darah menurun
f. Trombositopeni
g. Hemokonsentrasi meningkatnya nilai hematokrit.
4. Patofisiologi
Gejala yang disebabkan oleh DHF seperti panas / demam, disertai
sakit kepala, nyeri tubuh, lekopenia dan trombositopenia ringan akan
membaik pada 2 – 7 hari. DHF adalah sindrome vaskuler permeabilitas
akut yang disertai kelainan hemostasis, dengan gambaran klinis berupa
kebocoran plasma, tendensi perdarahan. Efusi pleura, asitas, dan
hemokonsentrasi merupakan tanda hilangnya volume intravaskuler,
dapat berlanjut menjadi syok apabila pasien tidak mendapat resusitasi
cairan. Manisfestase hemoragik bisa ditunjukan dengan hasil positif tes
torniquet hingga adanya perdarahan hidung atau traktus
gastrointestinal. Terkenanya hati sering terjadi pada infeksi virus
dengan peningkatan transaminase serum, akibatnya hati sering
membesar, lunak dan sedikit nyeri pada palpasi (Nasronudin. 2019).
Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya
volume plasma, terjadi hipotensi, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Trombositopenia akibat meningkatnya destruksi trombosit dan depresi
fungsi megakariotis, perdarahan kulit disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
Kompilasi DBD (Demam Berdarah Dengue) dapat berupa syok
hipovolemia terjadi karena kebocoran plasma dalam jumlah lebih dari
30% volume darah dan efusi pleura karena kegagalan sirkulasi. Kejang
yang bisa dikarenakan demam yang terlalu tinggi ataupun kebocoran
plasma (kekurangan cairan berlebih). Kelainan hati yang ditandai
dengan peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT), gagal ginjal akut
akibat shock yang tidak teratasi ditandai dengan penurunan jumlah
urin dan peningkatan kadar ureum maupun kratinin (Setyadevi, 2020).
5. Pathway
(Jawgissar, 2021)
6. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui diagnosis DHF adalah
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan klinis, meliputi demam tinggi secara mendadak dan
terus menerus 2-7 hari, uji torniquet positif dengan tanda (petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan
atau melena, pembesaran hati, nadi lemah, cepat disertai tekanan
nadi menurun tekanan darah menurun dan kulit teraba dingin dan
lembab terutama pada hidung, dan jari serta kaki, penderita gelisah
dan timbul sianosis di mulut.
b. Laboratorium, meliputi hasil trombosit 100.000/uL atau kurang,
dan hemokonsentrasi yaitu nilai hematokrit meningkat 20% atau
lebih.
c. Derajat DBD yaitu meliputi derajat I dengan gejala demam disertai
uji torniquet positif, derajat II yaitu gejala derajat I dan disertai
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III yaitu
dengan gejala kegagalan sirkulasi dengan nadi cepat dan lembut,
tekanan darah menurun, hipotensi, kulit yang dingin, lembab, dan
penderita merasa gelisah, derajat IV dengan gejala nadi tidak dapat
teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur
d. Pemeriksaan serologis yaitu untuk mengetahui pembentukan IgM-
antidengue serta pembentukan IgG.
7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Dasar penatalaksanaan penderita DHF adalah mengganti cairan
yang hilang akibat kerusakan dinding kapiler selain itu juga untuk
menurunkan demam pada penderita berikut penatalaksanaanya :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue tanpa syok,
penatalaksanaan sesuai dengan gambaran klinis dan fase untuk
derajat I dan II meliputi :
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air
sirup, susu untuk menggantikan cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah dan diare.
2) Berikan paracetamol bila demam, jangan berikan asetosal
atau ibuprofen karena dapat merangsang perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang, berikan
larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat, pantau
tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium hematologi, apabila terjadi penurunan
hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24 – 48 jam sejak
kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan
4) Apabila terjadi perburukan klinik maka berikan tatalaksana
sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi
b. Penatalaksanaan DHF dengan syok, meliputi :
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4
L/menit secara nasal
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat atau
asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit)
atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20ml/kgBB/jam
maksimal 30 ml/kgBB/24 jam
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan
hemaglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi : berikan transfusi darah atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi
perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah
cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan
secara bertahap diturunkan tiap jam 4-6 jam sesuai kondisi
klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan
setelah 36 – 48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi
karena pemberian cairan terlalu banyak dari pada
pemberian yang terlalu sedikit.
8. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien meliputi : nama/nama panggilan, tanggal lahir /
umur, jenis kelamin, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, status, agama, alamat dan pekerjaan dan diagnosa
medik. Identitas orang tua meliputi nama, Usia, Pendidikan,
Pekerjaan Agama dan Alamat
2) Keluhan utama pasien : demam tinggi secara mendadak dan
terus menerus 2-7 hari, uji torniquet positif dengan tanda
(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena, pembesaran hati, nadi lemah,
cepat disertai tekanan nadi menurun tekanan darah menurun
dan kulit teraba dingin dan lembab terutama pada hidung, dan
jari serta kaki, penderita gelisah dan timbul sianosis di mulut.
pengukuran nyeri menggunakan numerik rating scale untuk
dewasa dan wong baker scale untuk anak – anak.
3) Riwayat kesehatan terdahulu dan keluarga meliputi perinatal
care, natal post natal.
4) Riwayat kesehatan keluarga, Genogram.
5) Riwayat imunisasi lengkap
6) Riwayat tumbuh kembang meliputi pertumbuhan fisik dan
perkembangan tiap tahap
7) Riwayat nutrisi, meliputi pemberian ASI dan susu formula
8) Riwayat psikososial meliputi, lingkungan, hubungan antar
keluarga,
9) Riwayat spiritual meliputi suport sistem dalam keluarga dan
kegiatan keagamaan,
10) Reaksi hospitalisasi meliputi pengalaman keluarga tentang
sakit dan rawat inap dan pemahaman anak tentang sakit dan
rawat inap
11) Aktivitas sehari – hari meliputi Nutrisi, Cairan, Eliminasi,
istirahat tidur, olah raga, personal Hygiene, aktivitas/mobilitas
fisik, rekreasi.
12) Pengkajian fisik meliputi :
a). Keadaan umum pasien : nyeri, tidak bisa tidur, lemas.
b). Kesadaran
c). tanda – tanda vital : Tekanan darah, Nadi, Respiratori Rate,
suhu, SPO², berat badan dan tinggi badan.
d) pengkajian head to toe
- kepala meliputi : bentuk, mata, hidung, telinga, rambut,
mulut, dan leher.
- paru – paru meliputi : inspeksi :bentuk dada, pola pernapasan,
palpasi : getaran pada kedua paru, Perkusi dan auskultasi.
- jantung meliputi : inspeksi : ada lesi, benjolan, palpasi,
perkusi dan auskultasi : mendengarkan suara / bunyi jantung,
- abdomen meliputi : inspeksi : ada lesi, benjolan, auskultasi :
peristaltik usus, perkusi, dan palpasi : nyeri tekan.
- ekstremitas meliputi : pengukuran derajat kekuatan skala otot
pada kedua sisi baik ekstremitas atas dan bawah.
- Genetalia : inspeksi : terpasang kateter atau terdapat lesi.
- sistem integumen : apakan sianosis atau ikterik
- sistem persarafan : meliputi 12 sistem saraf – saraf cranial
b. Diagnosis
Diagnosis yang mungkin muncul menurut (SDKI, 2017) adalah
sebagai berikut :
1). Hipertermi (D.0130)
2). Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)
3). Defisit Nutrisi (D.0019)
4). Kecemasan (D.0080)
5). Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit (D.0111)
6). Risiko Perdarahan (D.0012)
7). Hipovolemi (D.0023)
c. Perencanaan
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI,
2019) kriteria hasil yang dapat dicapai dalam rangka memenuhi
perencanaan sesuai standar diagnosis salah satunya adalah
1) Hipertermi (D.1030) :
a) Luaran utama yaitu : termoregulasi membaik dengan kriteria
hasil menggigil, kulit merah, kejang, akrosianosis, konsumsi
oksigen, pucat, takikardi, takipnea, bradikardi, dasar kuku
sianolik, hipoksia menurun, suhu tubuh, suhu kulit kadar
glukosa darah, pengisian kapiler dan tekanan darah membaik.
b) Luaran tambahan berupa : status cairan membaik dengan kriteria
hasil kekuatan nadi, turgor kulit, output urine meningkat,
dispnea, edema, berat badan, suara napas tambahan, perasaan
lemah, keluhan haus, dan konsentrasi urine menurun, frekuensi
nadi, membran mukosa, kadar Hb dan Ht, intake cairan dan suhu
tubuh membaik. Status nutrisi membaik dengan kriteria hasil
porsi makan yang dihabiskan, kekuatan otot pengunyah,
kekuatan otot menelan meningkat, perasaan cepat kenyang,
sariawan, nyeri abdomen, diare menurun, berat badan, IMT,
frekuensi makan, nafsu makan, bising usus dan membran
mukosa membaik.
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam perencanaan
pada salah satu diagnosis DHF yaitu hipertermia adalah sebagai
berikut :
a. Intervensi utama berupa manajemen hipertermia, dan regulasi
temperatur.
b. Intervensi pendukung berupa edukasi analgesia terkontrol,
edukasi dehidrasi, edukasi pengukuran suhu tubuhm edukasi
program pengobatan, edukasi terapi cairan, edukasi
termoregulasi, kompres dingin, manajemen cairan, manajemen
kejang, pemantauan cairan, pemberian obat, pemberian obat
intravena, pemberian obat oral, pencegahan hipertermi
keganasan, perawatan sirkulasi, promosi teknik kulit ke kulit.
2) Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)
Luaran pada diagnosa Risiko Ketidakseimbangan Cairan
adalah sebagai berikut :
a) luaran utama adalah keseimbangan cairan dengan ekspetasi
meningkat kriteria hasil asupan cairan, keluaran urin,
kelembaban membran mukosa, asupan makanan meningkat,
edema, dehidrasi, asites, konfusi menurun, tekanan darah,
denyut nadi radial, tekanan arteri rata-rata, membran mukosa,
mata cekung, turgor kulit, dan berat badan membaik.
b) sedangkan pada luaran tambahan adalah keseimbangan
elektrolit dengan ekpetasi meningkat kriteria hasil serum
natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, dan fosfor
meningkat, penyembuhan luka, status cairan dengan ekpetasi
membaik kriteriua hasil kekuatan nadi, turgor kulit, output
urine, dan pengisian vena meningkat, ortopnea, dispnea, edema,
perasaan lemah, keluhan haus menurun, frekuensi nadi, tekanan
darah, tekanan nadi, membran mukosa, jugular venous pressure
kadar hb, kadar ht membaik. status nutrisi, termoregulasi,
tingkat infeksi, dan tingkat mual/muntah
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam perencanaan
adalah sebagai berikut :
a) intervensi utama adalah manajemen cairan, dan pemantauan
cairan
b) intervensi pendukung berupa identifikasi risiko, insersi
intravena, insersi selang nasogastrik, kateterisasi urine,
manajemen aritmia, manajemen autotransfusi, manajemen
edema cerebral, manajemen syok septik, pemantauan
elektrolit, pemantauan hemodinamik invansif, pemantauan
neurologis, pemantauan tanda vital, pencegahan infeksi,
pencegahan perdarahan, manajemen elektrolit, hipervolemia,
hipovolemia, nutrisi, medikasi perdarahan, spesimen darah,
syok, syok anafilaktik, syok hipovolemik, syok kardiogenik,
syok neurogenik, syok obstruktif, pencegahan syok,
pengambilan sampel darah arteri, vena, pengontrolan infeksi,
perawatan kateter sentral perifer, perawatan luka, perawatan
luka bakar, perawatan selang dada, perawatan selang
gastrointestinal, regulasi temperatur, terapi intravena,
transfusi darah.
3) Defisit Nutrisi (D.0019)
Luaran pada diagnosa defisit nutrisi adalah sebagai berikut :
a) luaran utama adalah status nutrisi dengan ekpetasi membaik
kriteria hasil yaitu porsi makan yang dihabiskan, kekuatan otot
pengunyah, kekuatan otot menelan, serum albumin, verbalisasi
keinginan untuk meningkatkan nutrisi, pengetahuan tentang
pilihan minuman yang sehat, pengetahuan tentang standar
asupan nutrisi yang tepat, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang aman, penyiapan dan penyimpanan minuman
yang aman meningkat, perasaan cepat kenyang, nyeri abdomen,
sariawan, rambut rontok, dan diare menurun, berat abdan, imt,
frekuensi makan, nafsu makan, bising usus, tebal lipatan kulit
trisep dan membran mukosa membaik.
b) luaran tambahan adalah berat badan dengan ekpetasi membaik
kriteria hasil berat badan, tebal lipatan kulit dan indeks masa
tubuh membaik. eliminasi fekal, fungsi gastrointestinal, nafsu
makan dengan ekspetasi membaik kriteria hasil keinginan
makan, asupan makanan, asupan cairan, energi untuk makan,
kemampuan merasakan makanan, kemampuan menikmati
makanan, asupan nutrisi, stimulus untuk makan, dan kelaparan
meningkat. perilaku meningkatkan berat badan, status menelan,
tingkat depresi dan tingkat nyeri
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam perencanaan
adalah sebagai berikut :
a) intervensi utama berupa manajemen nutrisi dan promosi
berat badan
b) intervensi pendukung berupa dukungan peatuhan program
pengobatan, edukasi diet, kemoterapi, konseling laktasi dan
nutrisi, konsultasi, manajemen hiperglikemia, hipoglikemia,
kemoterapi, reaksi alergi cairan, demensia, diare, eliminasi
fekal, energi, dan gangguan makan, pemantauan cairan,
nurisi, dan tanda vital. Pemberian makanan, makanan
enteral dan parenteral, dan obat intravena dan terapi
menelan.
4) Kecemasan (D.0080)
Luaran pada diagnosa kecemasan adalah sebagai berikut :
a) luaran utama adalah tingkat ansietas dengan ekspetasi menurun
kriteria hasil verbalisasi kebingungan, khawatir akibat kondisi
yang dihadapi, perilaku gelisah, tegang, keluhan pusing,
anoreksia, palpitasi, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi,
tekanan darah, tremor, pucat menurun, konsentrasi, pola tidur,
perasaan keberdayaan, kontak mata, pola berkemih, orientasi
membaik.
b) luaran tambahan adalah dukungan sosial dengan ekspetasi
meningkat kriteria hasil kemampuan meminta bantuan pada
orang lain, banyuan yang ditawarkan oleh orang lain, dukungan
emosi yang disediakanorang lain jaringan sosial membantu
meningkat. harga diri dengan ekspetasi meningkat kriteria hasil
penilaian diri positif, perasaan memiliki kelebihan positif,
penerimaan penilaian positif, minat mencoba hal baru tidur,
konsentrasi, kontak mata, gairah aktivitas, aktif, percaya diri
berbicara meningkat, perasaan malu, perasaan bersalah
perasaan tidak mampu, meremehkan kemampuan mengatasi
masalah menurun. kesadaran diri, kontrol diri, proses informasi,
status kognitif, tingkat agitasi dengan ekpetasi menurun kriteria
hasil kegelisahan, frustasi, sifat lekas marah, tidak mampu
menahan diri, mondar mandir, pergerakan berulang, memukul,
menendang, memaki menurun, emosi, status hidrasi tekanan
darah nadi radial, tidur membaik. tingkat pengetahuan
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam perencanaan
adalah sebagai berikut :
a) intervensi uatama berupa reduksi ansietas dan terapi relaksasi
b) intervensi pendukung berupa bantuan kontrol marah,
biblioterapi, dukungan emosi, hipnosis diri, kelompok,
keyakinan, memaafkan, pelaksanaan ibadah, pengungkapan
kebutuhan dan proses berduka, intervensi krisis, konseling,
manajemen demensia, persiapan pembedahan, teknik distraksi,
terapi hipnosis, teknik imajinasi terbimbing, menenangkan,
biofeedback, diversional, musik, penyalahgunaan zat, relaksasi
otot progresif, reminisens, seni, dan terapi validasi.
5) Kurang Pengetahuan tentang Penyakit (D.0111)
Luaran pada diagnosa kurang pengetahuan tentang penyakit
adalah sebagai berikut :
a) luaran utama adalah manajemen kesehatan dengan ekspetasi
meningkat kriteria hasil melakukan tindakan untuk mengurangi
faktor risiko, menerapkan program perawatan, aktivitas hidup
sehari – hari efektif memenuhi tujuan kesehatan meningkat,
verbalisasi kesulitas dalam menjalani program perawatan
menurun.
b) luaran tambahan berupa perilaku kesehatan dengan ekspetasi
membaik kriteria hasil penerimaan terhadap perubahan status
kesehatan, kemampuan melakukan tindakan pencegahan
masalah kesehatan, kemampuan peningkatan kesehatan,
pencapaian pengendalian kesehatan meningkat, pemeliharaan
kesehatan dengan ekspetasi meningkat kriteria hasil
menunjukan perilaku adaptif, pemahaman perilaku sehat,
kemampuan menjalankan perilaku sehat, perilaku mencari
bantuan menunjukan minat meningkatkan perilaku sehat,
memiliki sistem pendukung meningkat. tingkat kepatuhan.
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam perencanaan
adalah sebagai berikut :
a) intervensi utama berupa edukasi kesehatan dan promosi
kesiapan penerimaan informasi
b) intervensi pendukung berupa bimbingan sistem kesehatan,
dukungan pengembalian keputusan, dan pengungkapan
kebutuhan, edukasi latihan fisik, perilaku mencari kesehatan,
program pengobatan, proses penyakit, konseling, kontrak
perilaku positif, perlibatan keluarga, penentuan tujuan bersama,
promosi kepercayaan diri, kesadaran diri, kesiapan penerimaan
informasi, dan promosi literasi kesehatan serta stimulus kognitif.
6) Risiko Perdarahan (D.0012)
Luaran pada diagnosa risiko perdarahan adalah sebagai
berikut :
a) luaran utama berupa tingkat perdarahan dengan ekspetasi
menurun kriteria hasil kelembaban membran mukosa, kulit,
kognitif meningkat, hemaptosis, hematemesis, hematuria,
pemerahan anus, distensi abdomen menurun, hemoglobin,
hematokrit, tekanan darah, denyut nadi apikal, suhu tubuh
membaik.
b) luaran tambahan berupa kontrol risiko dengan ekpetasi
meningkat kriteria hasil kemampuan mencari informasi tentang
faktor risiko, mengidentifikasi faktor risiko, melakukan strategi
kontrol risiko, mengubah perilaku, komitmen terhadap strategi,
kemampuan modifikasi gaya hidup, menghindari faktor risiko,
menngenali perubahan status kesehatan meningkat.
penyembuhan luka, status cairan, antepartum, sirkulasi dengan
ekspetasi meningkat kriteria hasil tingkat kesadaran meningkat,
frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi napas, suhu tubuh,
saturasi oksigen, gambaran ekg aritmia menurun, tingkat
cedera, tingkat jatuh, tingkat kepatuhan
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam perencanaan
adalah sebagai berikut :
a) intervensi utama berupa pencegahan perdarahan.
b) intervensi pendukung berupa balut tekan, edukasi keamanan
anak, dan bayi, kemoterapi, dan proses penyakit, identifikasi
risiko, menejemen kemoterapi, keselamatan lingkungan,
medikasi, dan trombosit, pemantauan cairan, tanda vital,
pemberian obat, pencegahan cedera, jatuh, dan syok, perawatan
area insisi, pascapersalinan, persalinan, dan sirkumsisi, promosi
keamanan berkendara, survailensi keamanan dan keselamatan.
7) Hipovolemi (D.0023)
Luaran pada diagnosa risiko perdarahan adalah sebagai
berikut :
a) luaran uatam berupa status cairan dengan ekpetasi membaik
kriteriua hasil kekuatan nadi, turgor kulit, output urine, dan
pengisian vena meningkat, ortopnea, dispnea, edema, perasaan
lemah, keluhan haus menurun, frekuensi nadi, tekanan darah,
tekanan nadi, membran mukosa, jugular venous pressure kadar
hb, kadar ht membaik.
b) luaran tambahan berupa integritas kulit dan jaringan,
keseimbangan asam-basa, keseimbangan cairan dengan
ekspetasi meningkat kriteria hasil asupan cairan, keluaran urin,
kelembaban membran mukosa, asupan makanan meningkat,
edema, dehidrasi, asites, konfusi menurun, tekanan darah,
denyut nadi radial, tekanan arteri rata-rata, membran mukosa,
mata cekung, turgor kulit, dan berat badan membaik.
keseimbangan elektrolit, penyembuhan luka, perfusi perifer
dengan ekspetasi meningkat kriteria hasil denyut nadi perifer,
penyembuhan luka, sensasi meningkat, warna kulit pucat,
edema perifer, nyeri ekstremitas, parastesia, kelemahan otot,
kram otot, bruit fernoralis, nekrosis menurun, pengisian kapiler,
akral, turgor kulit, tekanan darah, tekanan arteri rata-rata,
indeks ankle-brachial membaik. status nutrisi, termoregulasi,
tingkat perdarahan
Sedangkan dalam standar intervensi keperawatan
indonesia (SIKI, 2018) intervensi yang dapat dilakukan dalam
perencanaan adalah sebagai berikut :
a) intervensi utama berupa manajemen hipovolemia dan
manajemen syok hipovolemik
b) intervensi pendukung berupa balut tekan, dukungan
kepatuhan program pengobatan, edukasi pengukuran nadi
radialis, insersi intravena, dan selang nasogastrik,
konsultasi via telepon, manajemen akses vena sentral,
aritmia, diare, elektrolit, elektrolit : hiperkalemia dan
hiperkalsemia, perdarahan antepartum dipertahankan,
perdarahan antepartum tidak dipertahankan, perdarahan
pervaginam, perdarahan pervaginam pascapersalinan,
manajemen syok, dan spesimen darah, manajemen lektrolit
: hipermagnesia, hipermatremia, hipokalemia,
hipokalsemia, hipomagnesimia, hiponatremia, muntah,
medikasi, perdarahan, perdarahan akhir masa kehamilan.
pemantauan cairan, elektrolit, hemodinamik invansif,
neurologis, dan tanda vital, pemberian obat, dan obat
intravena, pencegahan perdarahan, dan syok, pengambilan
sampel darah arteri dan vena, perawatan jantung akut,
terapi intravena, dan transfusi darah.
d. Evaluasi
Evaluasi dalam setiap impelemntasi yang sudah dilakukan
mencakup :
1) Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
2) Diagnosis keperawatan
3) Evaluasi keperawatan dengan format SOAP :
S : subjektif (perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan)
O : objektif (tanda dan monitoring perawat akan keadaan dan
respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan)
A : assesment (penilaian berupa diagnosis yang diderita
pasien ataupun diagnosis tambahan)
P : planing (perencanaan selanutnya dalam memenuhi
perencanaan tindakan keperawatan selanjutnya)
4) Paraf pemberi tindakan keperawatan
9. Discharge planning
Discharge planing dipersiapkan sebagai upaya pemenuhan rencana
pemulangan pasien setelah dilakukan asuhan keperawatan. Rencana
pulang ini berisikan :
a. Edukasi kesehatan meliputi : jadwal kontrol, pemeriksaan
laboratorium lanjutan, pengertian dan pemahaman efek samping
obat, obat- obatan alternatif, pencegahan terhadap kekambuhan,
pengoabatan yang sudah diresepkan dilanjutkan dirumah
b. Perawatan di rumah meliputi : kenali tanda dan gejala yang perlu
dilaporkan, Pengobatan yang dapat dilakukan di rumah sebelum ke
rumah sakit.
c. Diet meliputi : anjurkan pola makan, batasan makanan
d. Rincian pemulangan meliputi : tanggal pemulangan, pendampingan,
transportasi yang digunakan, keadaan umum saat pemulangan.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kominfo Jateng. 2017. Dinkes Jateng Catat DBD 3.189 Kasus, Ini
Imbauanya. Semarang : jatengprov.go.id Portal Resmi Provinsi Jawa
Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Diakses pada tanggal 25
Oktober 2022.
Dinas Kominfo Jateng. 2017. Waspada DBD, Warga Diimbau Terus Berperilaku
Hidu Bersih. Semarang : jatengprov.go.id Portal Resmi Provinsi Jawa
Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Diakses pada tanggal 25
Oktober 2022.
Iskandar A. 2018. Sosiologi Kesehatan (Suatu Telaah Teori dan Empirik). Bogor :
IPB Press.
Kemenkes. 2021. Data Kasus Terbaru DBD di Indonesia. Sehat Negeriku – Biro
Komunikasi & Pelayanan Publik Kementrian Kesehatan RI.
Nasronudin, Dkk. 2019. Penyakit Infeksi Di Indonesia Solusi Kini & Mendatang
Edisi Kedua. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
Sari, Welly Andria Mela. 2019. Asuhan Keperwawatan Pada Anak Dengan
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF). Jurnal Ilmiah Cerebral Medika. Vol
(1). 2 p – ISSN : 2657 – 2435.
Setyadevi, Sinta Novebi dan Rokhaidah. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) : Sebuah Study Kasus. Jurnal
Keperawatan Widya Gantari Indonesia. Vol (4). 2 : 67 – 71.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi I Cetakan III. DPP PPNI : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) : Definisi dan tindakan keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. PPNI :
Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II.
PPNI: Jakarta.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A.Z.W
DENGAN DHF (DENGUE HEMMORHAGIC FEVER)
DI RUANG GARUDA RUMAH SAKIT RSUD. DR. M. ASHARI
I. Biodata
A. Identitas klien
1. Nama / nama panggilan : An. A.Z.W / An. A
2. Tempat tanggal lahir / usia : Pemalang, 02 Maret 2013 /
9 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Kelas 4 Sekolah Dasar
6. Alamat : Kaligelang, Pemalang
7. Tangggal masuk : 22 Oktober 2022 (jam :
21.15)
8. Tanggal pengkajian : 25 Oktober 2022
9. Diagnosa medik : DHF (Dengue
Hemmorhagic Fever)
10. Rencana terapi : Rawat Inap.
B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. S
b. Usia : 52 Tahun
c. Pendidikan : SD
d. Pekerjaan : Pedagang
e. Agama : Islam
f. Alamat : Kaligelang, Pemalang
2. Ibu
a. Nama : Ny. S
b. Usia : 48 Tahun
c. Pendidikan : SD
d. Pekerjaan : Pedagang
e. Agama : Islam
f. Alamat : Kaligelang, Pemalang
C. Identitas Saudara Kandung
Keterangan :
: laki-laki
: laki – laki sudah meninggal
: perempuan sudah meninggal
: perempuan
: hubungan pernikahan
: garis keturunan
: pasien perempuan
Reaksi setelah
NO Jenis immunisasi Waktu pemberian Frekuensi
pemberian
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
- Cara
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Diff Count
1 2 3
A. ANALISA DATA
No Tanggal Data Problem Etiologi
.
Ketidakmampuan mencerna
makanan dan faktor psikologis
(keengganan untuk makan)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi DHF)
2. Anxietas berhubungan dengan krisis situasional (hospitalisasi)
3. Risiko difisit nutrisi dibuktikan dengan Ketidakmampuan mencerna
makanan dan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
C. INTERVENSI
Tgl/Jam No.DX Tujuan Intervensi
D. IMPLEMENTASI
Tgl/Jam No.DX Implementasi Repond klien Paraf
Objektif: Suhu 38
10.00 3 (Risiko Monitor asupan Subjektif: klien mengatakan
Defisit makanan masih mual dan perut masih
Nutrisi) sedikit sakit
26 Oktober 2022
27 Oktober 2022
E. Evaluasi
Tgl/Jam No.DX Evaluasi Paraf
O: klien kooperatif
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi.