Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Ny.D


DENGAN ULKUS DIABETIKUM (ULKUS DM) DI RUANG IPD
LANTAI II RSU SYUBBANUL WATHON MAGELANG LP MINGGU II

Oleh :

Nama: Firdaos Martha Friansyah


NIM : P1337420520067

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MAGELANG

PROGRAM DIPLOMA POLTEKKES SEMARANG 2022


BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Ulkus Dm adalah salah satu komplikasi kronis dari penyakit diabetes melitus
berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai dengan
kerusakan jaringan bagian dalam atau kematian jaringan, baik dengan ataupun
tanpa infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati dan atau penyakit
arteri perifer pada penderita diabetes melitus (Alexiadou dan Doupis, 2016).
Ada pula pendapat menurut Tambunan ulkus diabetik adalah salah satu
bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan
kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat (Hidayah, 2018).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus diabetika
merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati dari penyakit diabetes melitus sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang
sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi.

B. Klasifikasi
Wagner (2016) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus“.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV: Ganggren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
6. Derajat V : Ganggren seluruh kaki

C. Etiologi
Menurut Suriadi (2015) dalam Purbianto (2016); Robert (2020) penyebab dari
luka diabetes antara lain:
1. Diabetik neuropati
Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes
mellitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada kondisi
ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensori, motorik dan otonom.
Neuropati perifer pada penyakit diabetes meliitus dapat menimbulkan
kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan
serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, sensoris dan
autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan
otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, kontraktur tendon
achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan
terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat
rusakanya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri
sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom
yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering
(anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan
serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati
Charcot (Cahyono, 2020).
2. Pheripheral vascular diseases
Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya
arteriosklerosis dan ateoklerosis. Pada arteriosklerosis terjadi penurunan
elastisitas dinding arteri sedangkan pada aterosklerosis terjadi akumulasi
“plaques” pada dinding arteri berupa; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus,
monosit, pagosit dan kalsium. Faktor yang mengkontribusi antara lain
perokok, diabetes, hyperlipidemia dan hipertensi.
3. Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak
disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil atau
trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit
menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi
pada kaki.
4. Infeksi
Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes
mellitus, infeksi biasanya terdiri dari polimikroba. Hiperglikemia
merusak respon immunologi, hal ini menyebabkan leukosit gagal
melawan patogen yang masuk, selain itu iskemia menyebabkan
penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotik juga efektif sampai
pada luka.

D. Patofisiologi
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas
yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan
ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase
yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya (Anonim 2015).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri).
2. Paleness (kepucatan).
3. Paresthesia (kesemutan).
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:

1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten


3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2015: 1220).
G. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Primer ( Luka )
Menurut Bates-jensen wound assessment tool :
a. Ukuran luka
 1= p x l < 4 cm
 2= p x l 4 < 16cm
 3= p x l 16 < 36cm
 4= p x l 36 < 80cm
 5= p x l > 80cm
b. Kedalaman
 1= stage 1
 2= stage 2
 3= stage 3
 4= stage 4
 5= necrosis wound
c. Tepi luka
 1= samar, tidak jelas terlihat
 2= batas tepi terlihat, menyatu dengan dasar luka
 3= jelas, tidak menyatu dgn dasar luka
 4= jelas, tidak menyatu dgn dasar luka, tebal
 5= jelas, fibrotic, parut tebal / hyperkeratonic
d. Goa (lubang pada luka yang ada dibawah jaringan sehat)
 1= tidak ada
 2= goa < 2 cm di di area manapun
 3= goa 2-4 cm < 50 % pinggir luka
 4= goa 2-4 cm > 50% pinggir luka
 5= goa > 4 cm di area manapun
e. Tipe jaringan nekrosis
 1 = tidak ada
 2 = putih atau abu-abu jaringan mati dan atau slough yang
tidak lengket (mudah dihilangkan)
 3 = slough mudah dihilangkan
 4 = lengket, lembut dan ada jaringan parut palsu berwarna
hitam (black eschar)
 5 = lengket berbatas tegas, keras dan ada black eschar

f. Jumlah jaringan nekrosis


 1 = tidak tampak
 2 = < 25% dari dasar luka
 3 = 25% hingga 50% dari dasar luka
 4 = > 50% hingga < 75% dari dasar luka
 5 = 75% hingga 100% dari dasar luka
g. Tipe eksudate
 1= tidak ada
 2= bloody
 3= serosanguineous
 4= serous
 5= purulent
h. Jumlah
 1= kering eksudate
 2= moist
 3= sedikit
 4=sedang
 5= banyak
i. Warna kulit sekitar luka
 1= pink atau normal
 2= merah terang jika di tekan
 3= putih atau pucat atau hipopigmentasi
 4= merah gelap / abu2
 5= hitam atau hyperpigmentasi
j. Jaringan yang edema
 1=no swelling atau edema
 2=non pitting edema kurang dari < 4 mm disekitar luka
 3=non pitting edema > 4 mm disekitar luka
 4=pitting edema kurang dari < 4 mm disekitar luka
 5=krepitasi atau pitting edema 4 mm
k. Pengerasan jaringan tepi
 1 = tidak ada
 2= pengerasan < 2 cm di sebagian kecil sekitar luka
 3= pengerasan 2 – 4 cm menyebar < 50% di tepi luka
 4= pengerasan 2 – 4 cm menyebar > 50% di tepi luka
 5= pengerasan > 4 cm di seluruh tepi luka
l. Jaringan granulasi
 1= kulit utuh atau stage 1
 2= terang 100 % jaringan granulasi
 3= terang 50 % jaringan granulasi
 4= granulasi 25 %
 5= tidak ada jaringan granulasi
m. Epitelisasi
 1=100 % epitelisasi
 2= 75 % - 100 % epitelisasi
 3= 50 % - 75% epitelisasi
 4= 25 % - 50 % epitelisasi
 5= < 25 % epitelisasi
BAB II
TINJAUAN KASUS

2. Pengkajian
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
RS.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak semubuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan terjadinya luka, sudah berapa lama proses terjadinya luka pada
pasien, penyebab terjadinya luka serta upaya penderita apa saja yang
telah di lakukan oleh pasien sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes mellitus atau penyakitpenyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya ada salah satu atau lebih keluarga
yang menderita penyakit yang sama. Karena penyakit DM adalah
termasuk penyakit turunan.
f. Riwayat Psikososial
Informasi mengenai prilaku pasien, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik ( iskemia jaringan ) (D.0077)
2. Risiko infeksi b.d penyakit kronis (DM) (D.0142)
I. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
b.d agen tindakan keperawatan Observasi :
pencedera diharapkan ekspetasi - Identifikasi lokasi,
fisik nyeri menurun karakteristik, durasi,
(iskemia (L.08066) dengan frekuensi, dan
jaringan ) kriteria hasil : intensitas nyeri
(D.0077) - Keluhan nyeri Terapeutik:
menurun - Kontrol lingkungan
- Gelisah - Fasilitasi istirahat dan
menurun tidur
- Kesulitan tidur Edukasi :
menurun - Ajarkan teknik non
- Pola tidur farmakologis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri
(terapi relaksasi nafas
dalam, music, dll )
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
obat
2. Risiko Setelah dilakukan Perawatan Luka (I.14564)
infeksi b.d tindakan keperawatan Observasi :
penyakit diharapkan ekspetasi - Monitor
kronis derajat infeksi menurun karakteristik luka
(DM) (L.14137) dengan - Monitor tanda infeksi
- Terapeutik :
(D.0142) kriteria hasil :
- Lepaskan balutan
-Nyeri menurun plester secara berlahan
- Bersihkan dengan
-Bengkak menurun
cairan NaCl,sesuai
-Cairan berbau kebutuhan
- Bersihkan jaringan
busuk menurun
nekrotik
-Kultur area luka - Berikan salep yang
sesuai ke luka, jika
membaik
perlu
-Kultur sel darah putih - Pasang balutan sesuai
jenis luka
membaik
- Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
- Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
- Berikan terapi TENS,
jika perlu
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
- Mandiri
Kolaborasi :
- Kolaborasi prosedur
debidrement
- Kolaborasi pemberian
- antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya Saferia Andra, Yessie Mariza Putri (2016) Buku Keperawatan Medikal
Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Lanywati. (2021) Buku Aplikasi Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.

Kusniawati. (2020). Analisis factor yang BerkontribusiTerhadap Self care


Diabetes Pada Klien DM Tipe II di RumahSakitUmumTanggerang. Jakarta:
FakultasIlmuKeperawatanUniversitas Indonesia.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.

American Diabetes Association. 2011. Standards of Medical Care in Diabetes


2011. USA.

Decroli Eva, Jazil Karimi, Asman Manaf, Syafril Syahbuddin. 2015. Profil Ulkus
Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr
M. Djamil Padang.

Suyono, S., 2020. Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam : Soegondo, S.,


Soewondo,P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tjokroprawiro, A. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai