Anda di halaman 1dari 9

Natural Science dan Social Science

Ilmu berkembang dengan pesat sering dengan penambahan jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk
menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan
seksama menyebabkan objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas. Pada dasarnya cabang-
cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi
rumpun ilmu-ilmu alam atau the natural sciences dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke
dalam cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 93).

Ilmu-ilmu alam membagi diri kepada dua kelompok lagi yakni ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu
hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta,
sedangkan ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia
(mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit, dan ilmu bumi yang
mempelajari bumi (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 93). Tiap-tiap cabang kemudian membikin ranting-
ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas,
kelistrikan dan magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni).

Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoritis yang belum dikaitkan
dengan masalah-masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan aplikasi ilmu murni
kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat praktis (Jujun S. Suriasumantri, 2005:
94).

Ilmu-ilmu sosial berkembang agak lambat dibanding dengan ilmu-ilmu alam. Pada pokoknya terdapat
cabang utama ilmu-ilmu sosial yakni antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan
tempat), psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia) ekonomi (mempelajari manusia
dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya lewat proses pertukaran), sosiologi (mempelajari struktur
organisasi sosial manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia
berpemerintahan dan bernegara) (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 94). Cabang utama ilmu-ilmu sosial ini
kemudian mempunyai cabang-cabang lain seperti antropologi terpecah menjadi lima yakni arkeologi,
antropologi fisik, linguistik, etnologi dan antropologi sosial/kultural (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 95).

Munculnya persoalan epistemologi bukan mengenai suatu prosedur penyelidikan ilmiah, tetapi dengan
mempertanyakan “mengapa prosedur ini bukan yang lain”. Dalam konteks ilmu sosial, filsafat
mempertanyakan metode dan prosedur yang dipergunakan peneliti sosial dari disiplin sosial (Tim Dosen
Filsafat Ilmu, 2007: 46). Ilmu alam memang terkait secara pokok dalam positivistik, mempelajari sesuatu
yang objektif, tidak hidup, dunia fisik. Kajian masyarakat, hasil akal manusia, adalah subjektif, emotif
bersifat subyektif. Tingkah laku masyarakat adalah selalu mengandung nilai, dan pengetahuan reliabel
tentang kebudayaan hanya dapat digapai dengan cara mengisolasi ide-ide umum, opini atau tujuan
khusus masyarakat. Hal tersebut membuat tindakan sosial adalah penuh bermakna subyektif.

Alat untuk memperoleh pengetahuan sangat tergantung dari asumsi terhadap objek. Demikian juga
telaah dalam filsafat ilmu, sarana dan alat untuk memproses ilmu harus konsisten dengan karakter objek
material ilmu. Berdasarkan kondisi tersebut terdapat perbedaan paradigma yang disebabkan oleh
karakter objek yang berbeda. Misalnya antara ilmu alam dan ilmu sosial yang terdapat perbedaan
metode dan sarana yang dipakai (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 47). Objek material adalah bahan yang
dijadikan sasaran penyelidikan (misalnya ilmu kedokteran, ilmu sastra, psikologi) sedangkan objek
formal adalah sudut pandang tertentu terhadap objek materialnya misalnya ilmu kedokteran objek
formalnya keadaan fisik manusia (Lasiyo dan Yuwono, 1984: 5).

Hindes Barry (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 47) menyatakan bahwa keabsahan yang merupakan bukti
bahwa suatu ilmu adalah benar secara epistemologis bukanlah sesuatu yang didatangkan dari luar,
melainkan hasil dari metode penyelidikan dan hasil penyelidikan. Oleh karena itu masalah keabsahan
apakah ukurannya cocok tergantung pada metode dan karakter objek, sehingga jenis ilmu yang satu dan
lainnya tidak sama. Dengan kata lain seseorang tidak bisa menguji metode dan hasil ilmu yang satu
dengan menggunakan ilmu lainnya.

Kajian tersebut dapat menjadi dasar perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial berdasarkan perspektif
epistimologi yaitu:

1). Ilmu-Ilmu Alam

Ilmu alam merupakan ilmu yang mempelajari objek-objek empiris di alam semesta ini. Ilmu alam
mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan objek telaahnya maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris. Ilmu
membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris. Objek-objek yang berada di luar jangkauan
pengalaman manusia tidak termasuk bidang penelaahan ilmu (Yuyun S, 1981: 6).

Ilmu alam mempunyai asumsi mengenai objek, antara lain:


Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, yaitu dalam hal bentuk
struktur dan sifat, sehingga ilmu tidak bicara mengenai kasus individual melainkan suatu kelas tertentu.

Menanggap bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.
Kelestarian relatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan dilakukan pendekatan keilmuan
terhadap objek yang sedang diselidiki.

Menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala
mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dan urut-urutan kejadian yang sama (Yuyun S, 1981: 7).

Dalam pandangan empirisme ilmu tidak menuntut adanya hubungan kausalitas yang mutlak, sehingga
suatu kejadian tertentu harus diikuti oleh kejadian yang lain, melainkan bahwa suatu kejadian
mempunyai kemungkinan besar untuk mengakibatkan terjadinya kejadian lain. Ilmu tentang objek
empiris pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan, hal ini perlu sebab kejadian alam
sangat kompleks. Kegiatan yang dilakukan dalam ilmu alam tidak merupakan objek penelitian ilmu alam,
sebab praktek ilmu alam merupakan suatu aktivitas manusia yang khas. Manusia memang dapat terlibat
sebagai subjek dan sebagai objek, dengan kata lain manusia adalah mempraktekkan dan diprakteki (Tim
Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 49).

2). Ilmu-ilmu Sosial

Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah
lakunya, baik perseorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun besar. Objek material ilmu
sosial lain sama sekali dengan objek material dalam ilmu alam. Objek material dalam ilmu sosial adalah
berupa tingkah laku dalam tindakan yang khas manusia, bebas dan tidak deterministik (Tim Dosen
Filsafat Ilmu, 2007: 49).

Kajian yang berbeda-beda terhadap ilmu merupakan konsekuensi dari perbedaan objek formal. Objek
ilmu sosial yaitu manusia sebagai keseluruhan. Penelitian dalam ilmu sosial juga menimbulkan
perbedaan pendekatan. Dalam ilmu manusia praktek ilmiah sebagai aktivitas manusiawi merupakan
juga objek penelitian ilmu manusia, misalnya psikologi, psikis, sosiologis, dan sejarah. Spesifikasi ilmu
sejarah adalah data peninggalan masa lampau baik berupa kesaksian, alat-alat, makam, rumah, tulisan
dan karya seni, namun objek ilmu sejarah tidak dapat dikenai eksperiment karena menyangkut masa
lampau. Kondisi tersebut yang mempengaruhi kemurnian objek manusiawi berkaitan dengan sikap
menilai dari subjek penelitian, maka objektivitas ilmu sejarah sebagai ilmu kemanusiaan (Tim Dosen
Filsafat Ilmu, 2007: 51).
Klaim terhadap ilmu-ilmu sosial kadang dinilai gagal dalam menangkap kekomplekan gejala, didasarkan
pada kegagalan dalam membedakan antara pernyataan beserta sistematika yang dipakai dengan gejala
sosial yang dinyatakan oleh pernyataan tersebut. Tidak semua argumentasi tentang kerumitan gejala
sosial yang menyebabkan ketidakmungkinan ilmu-ilmu sosial. Rangkaian argumentasi yang lain
didasarkan pada tuduhan bahwa metode keilmuan tidak mampu untuk menangkap “keunikan” gejala
sosial dan manusiawi. Penelaahan sosial tertarik kepada keungikan tiap-tiap kejadian sosial, padahal
metode keimuan hanya mampu mensistematikakan berdasarkan generaslisasi, maka keadaan in
menyebabkan harus ditetapkannya metode yang lain dalam ilmu-ilmu sosial (Jujun S. Suriasumantri,
2006: 143).

Objek penelaahan Ilmu Sosial mempunyai karakter (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 134) di bawah ini:

1). Objek Penelaahan yang Kompleks

Gejala sosial lebih kompleks dibandingkan dengan gejala alam. Ahli ilmu alam berhubungan dengan satu
jenis gejala yakni gejala yang bersifat fisik. Gejala sosial juga mempelajari karakteristik fisik namun
diperlukan penjelasan yang lebih dalam untuk mampu menerangkan gejala tersebut. Guna menjelaskan
hal ini berdasarkan hukum-hukum seperti yang terdapat dalam ilmu alam tidaklah cukup.

Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala fisik yang bersifat umum. Penelaahannya meliputi beberapa
variabel dalam jumlah yang relatif kecil yang dapat diukur secara tepat. Ilmu-ilmu sosial mempelajari
manusia selaku perseorangan maupun selaku anggota dari suatu kelompok sosial yang menyebabkan
situasi yang bertambah rumit. Variabel dalam penelaahan sosial adalah relatif banyak kadang-kadang
membimbingkan peneliti.

Apabila seorang ahli kimia mencampurkan dua buah zat kimia dan meledak, hal itu dapat dijelaskan
dengan tepat dalam ilmu alam, namun apabila terjadi kejahatan, maka kajiannya terdapat faktor yang
banyak sekali untuk dijelaskan. Faktor-faktor penjelas yang dimaksud antara lain, apa latar belakang
kejahatan, bagaimana latar belakang psikologi orang, mengapa harus memilih melakukan kejahatan dan
sebagainya. Tingkat-tingkat kejadian suatu peristiwa sosial selalu menyulitkan ahli ilmu sosial untuk
menetapkan aspek-aspek apa saja yang terlibat, pola pendekatan mana yang paling tepat dan variabel-
variabel apa saja yang termasuk di dalamnya.
2). Kesukaran dalam Pengamatan

Pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit dibandingkan dengan gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu
sosial tidak mungkin melhat, mendengar, meraba, mencium atau mengecap gejala yang sudah terjadi di
masa lalu. Serorang ahli pendidikan yang sedang mempelajari sistem persekolahan di zaman penjajahan
dulu tidak dapat melihat dengan mata kepala sendiri kejadian-kejadian tersebut. Keadaan ini berbeda
dengan seorang ahli kimia yang bisa mengulang kejadian yang sama setiap waktu dan mengamati suatu
kejadian tertentu secara langsung.

3). Objek Penelaahan yang Tak Terulang

Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam dan gejala tersebut dapat diamati sekarang. Gejala sosial
banyak yang bersifat unik dan sukar untuk terulang kembali. Abstraksi secara tepat dapat dilakukan
terhadap gejala fisik melalui perumusan kuantitatif dan hukum yang berlaku umum. Masalah sosial
sering kali bersifat spesifik dan konteks historis tertentu. Kejadian tersebut bersifat mandiri.
Bervariasinya kejadian-kejadian sosial ditambah dengan sulitnya pengamatan secara langsung waktu
penelaahan dilakukan menyebabkan sukarnya mengembangkan dan menguji hukum-hukum sosial.

4). Hubungan antara Ahli dan Objek Penelaahan Sosial

Gejala fisik seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang mati. Ahli ilmu alam tidak usah
memperhitungkan tujuan atau motif dari planet. Ahli sosial mempelajari manusia yang merupakan
makhluk yang penuh tujuan dalam tingkah laku. Manusia bertindak sesuai dengan keinginannya dan
mempunyai kemampuan untuk melakukan pilihan atas tindakan yang akan diambilnya. Hal ini
menyebabkan manusia dapat melakukan perubahan dalam tindakannya. Kondisi ini menyebabkan objek
penelaahan ilmu sosial sangat dipengaruhi oleh keinginan dan pilihan manusia maka gejala sosial
berubah secara tetap sesuai dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan pilihan tersebut.

Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai proses.
Ahli alam tidak bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju dan tidak setuju dengan proses
tersebut. Ahli ilmu alam hanya berharap bahwa pengetahuan mengenai gejala fisik dari alam akan
memungkinkan manusia untuk memanfaatkan proses alam. Ahli ilmu sosial tidaklah bersikap sebagai
penonton yang menyaksikan suatu proses kejadian sosial.
Ahli ilmu alam mempelajari fakta dan memusatkan perhatiannya pada keadaan yang terjadi pada alam.
Ahli ilmu sosial juga mempelajari fakta umpamanya mengenai kondisi-kondisi yang terdapat dalam
suatu masyarakat. Peneliti mencoba untuk tidak terlibat dalam pola yang ada di masyarakat, namun
kadang peneliti kemudian mengembangkan materi berdasarkan penemuannya tersebut untuk dapat
diaplikasikan kepada masyarakat.

Perbedaan-perbedaan secara epistemologi tersebut dapat dijadikan asumsi bahwa pada pengkajian
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial tidak dapat disamakan. Metode dalam pengkajian ilmu-ilmu alam
berbeda objeknya sehingga akan menyebabkan perbedaan cara pengkajian.

Pendidikan ilmu pengetahuan alam di Indonesia

Kedudukan ilmu pengetahuan alam (IPA)

Ilmu ini berkembang pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama filsafat alam
yang menjadi rumpun ilmu alam (ilmu alam) dan filsafat moral yang kemudian berkembang menjadi
ilmu-ilmu sosial (ilmu-ilmu sosial).

Ilmu alam membagi menjadi dua kelompok: ilmu alam (ilmu fisika) dan ilmu kehidupan (ilmu biologi)
(Jujun S. 2003.). Ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam
semesta, sedangkan ilmu kehidupan studi makhluk hidup di dalamnya.

Ilmu alam dan kemudian bercabang lagi menjadi fisika (studi massa dan energi), kimia (zat zat studi),
astronomi (mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (ilmu bumi) sedang mempelajari planet kita.

Hakekat dan pembelajaran sains di sekolah dasar

Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Ilmu dalam arti sempit dijelaskan di atas adalah disiplin yang terdiri
dari ilmu-ilmu fisik (fisika) dan ilmu kehidupan (biologi). Yang meliputi ilmu fisika adalah ilmu astronomi,
kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan ilmu kehidupan termasuk anatomi,
fisiologi, zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi.

IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia untuk ingin meningkatkan kecerdasan dan
pemahaman alam dan isinya penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir
rahasia alam satu persatu, dan arus informasi yang dihasilkannya, jangkauan lebih luas Sains dan alam
lahir dari penerapannya, teknologi ini luas.
Tapi dari jarak waktu semakin sempit, sehingga slogan “Ilmu hari ini adalah teknologi dari besok” adalah
motto yang berulang kali dibuktikan oleh sejarah. Ilmu pengetahuan dan teknologi Bahkan sekarang
bersatu menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling melengkapi (komplementer),
seperti mata uang, yang satu sisi mengandung esensi dari ilmu (sifat ilmu) dan sisi lainnya mengandung
makna teknologi (arti teknologi).

IPA membahas fenomena alam secara sistematis disusun berdasarkan hasil eksperimen dan
pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini ditunjukkan oleh Powler (di Wina-anak, 1992: 122)
bahwa ilmu adalah ilmu yang berhubungan dengan fenomena alam dan bahan sistematis disusun secara
teratur, berlaku umum dalam bentuk kumpulan hasil observasi dan eksperimen.

Sains dalam kurikulum sekolah dasar

Dari uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai Obyek, menggunakan metode
ilmiah sehingga perlu diajarkan di sekolah dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains
perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu
dimasuk ke dalam kurikulum suatu sekolah. Usman Samatowa (2006) menegemukakan empat Alasan
sains dimasukan di kurikulum sekolah dasar yaitu :

Ilmu yang berguna untuk orang-orang dari bangsa, tidak perlu dipertanyakan panjang lebar.
Kesejahteraan materi suatu bangsa tergantung banyak pada kemampuan bangsa di bidangsains, karena
ilmu pengetahuan adalah dasar dari teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung
pembangunan. Pengetahuan dasar teknologi adalah ilmu. Orang tidak menjadi baik insinyur elektronik,
atau dokter, tanpa cukup dasar yang luas pada berbagai fenomena alam.

Ketika ilmu pengetahuan yang diajarkan dengan cara yang benar, maka ilmu pengetahuan adalah
subyek yang memberikan kesempatan untuk berpikir kritis; misalnya, ilmu yang diajarkan dengan
mengikuti metode “menemukan diri mereka”. Dengan anak ini dihadapkan dengan masalah; misalnya
bisa dikatakan seperti masalah “. Dapatkah tanaman hidup tanpa daun?” Anak-anak diminta untuk
mencari dan menyelidiki hal itu.
Ketika ilmu yang diajarkan melalui percobaan -percobaan dilakukan oleh anak-anak. maka ilmu
pengetahuan bukanlah subjek yang adalah menghafal belaka.

Mata pelajaran ini memiliki: nilai – nilai pendidikan yang memiliki potensi untuk membentuk anak
keprbadian secara keseluruhan.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang
secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di
setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Mata
pelajaran ini pula digunakan dalam UN dan UASBN.

Humanioria

Humaniora adalah disiplin akademis yang mempelajari kondisi manusia, menggunakan metode analitik,
kritis, atau spekulatif, yang membedakan dari pendekatan empiris terutama ilmu-ilmu alam dan sosial.

Contoh disiplin humaniora yang kuno dan modern adalah: bahasa, sastra, hukum, sejarah, filsafat,
agama, dan seni visual dan pertunjukan (termasuk musik). Terdapat bidang kajian yang lainnya yang
kadang dimasukkan dalam bidang humaniora dianttaranya teknologi, antropologi, studi wilayah,
komunikasi, studi budaya, dan linguistik, meskipun hal ini sering dianggap sebagai ilmu-ilmu sosial.

Apa yang membedakan humaniora dari ilmu-ilmu alam bukan suatu hal yang pokok, melainkan cara
pendekatan dalam mempertanyakan tentang kajian ilmu. Humaniora terfokus pada pemahaman makna,
tujuan, dan sasaran yang lebih jauh dan apresiasi dari sejarah dan sosial dengan menggunakan metode
fenomena yang interpretatif untuk mencari “kebenaran”. Humaniora menawarkan berbagai jenis
keunikan, kesenangan, kenikmatan. Kesenangan tersebut sesuai dengan peningkatan privatisasi,
penggunaan waktu luang dan kepuasan instant.

Sumber Rujukan:

Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
————–. 2006. Ilmu dalam perspektif sebuah kumpulan dan karangan tentang hakekat ilmu.
Yogyakarta: Liberty.

Lasiyo dan Yuwono. 1984. Pengantar Ilmu filsafat. Yogyakarta: Liberty.

Tim Dosen Filsafat Ilmu. 2007. Filsafat ilmu sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta:
Liberty.

Yuyun S. 1981. Ilmu dalam perspektif. Yogyakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai