Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 113

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF HADITS

Abdul Fattah1
Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam| Unismuh Makassar

ABSTRAK
Pendidikan karakter adalah menanamkan karakter tertrtu sekaligus ,memberikan benih
agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani
kehidupan di masyarakat. Dengan menjalani sejumlah gagasan atau model karakter
tidak akan membuat peserta menjadi kratif, namun membutuhkan sebuah konsep yang
matang mampu menumbuhkan karekter siswa. Salah satu konsep pendidikan karakter
yang telah lama dibuat oleh Rasulullah lewat Hadits-haditsnya. Konsep pendidikan
karakter yang digambarkan dalam hadist Rasulullah sangat penting untuk di
kembangkan dan dipelajari. Adapun kualitas hadis tentang konsep pendidikan karakter
adalah dari sanad maka hadis bersatus sahih li zatihi, demikian juga dari sahih segi
matan. Sementara konsep pendidikan karakter dalam hadits ada dua. Pertama,
pembentukan karakter yang didasari keteladanan akan menuai kebaikan bagi dirinya
sendiri dan orang lain. Oleh karenanya pengaruh keluarga sebagai tempat
pendidikan pertama bagi sang anak harus berupa orang-orang yang baik
pula. Kedua,dalam pandangan Islam, manusia lahir di dunia ini membawa
fitrah,potensi, kemampuan dasar, atau pembawaan (hereditas).

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Perspektif Hadits

ABSTRACT
Character education is to instill certain character at once, giving the seeds so that
learners are able to cultivate its distinctive character at the time into the life of the
community. By taking some ideas or models will not make the character become creative
participants, but requires a mature concept was able to grow the character of students.
One concept of character education that have long been made by the Prophet through the
Hadith-hadith. The concept of character education that is described in the hadith the
Prophet is very important to be developed and studied. As for the quality of the hadith
about the concept of character education is of sanad become Shahih li zatihi, as well as
valid in terms of honor. While the concept of character education in the hadith there are
two. First, the establishment of which is based on the exemplary character will reap
goodness for himself and others. Therefore, the influence of family as the first school for
the children should be good ones anyway. Secondly, in the view of Islam, man is born in
this world bring the nature, potential, basic abilities, or nature (heredity).

Keyword: Character Education, Hadith Perspektif


Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 114

PENDAHULUAN membawa poster-poster bernada protes,


juga melontarkan teriakan-teriakan
Berbicara mengenai pendidikan, yang bernada mengolok-olok,
tema diskusi dan seminar yang marak dan bahkan juga menghujat terhadap
akhir-akhir ini adalah tentang mereka yang dianggap keliru atau salah
pendidikan karakter, bukan hanya karena dalam mengambil kebijakan (Suprayogo,
terpengaruh oleh isu yang dilontarkan 2015: 1).
oleh Menteri Pendidikan Nasional Maka dalam waktu yang
tentang tema cukup lama, muncul generasi yang
dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasio pekerjaannya sehari-hari menyalahkan
nal tahun 2010 ini, “Pendidikan Karakter terhadap generasi sebelumnya. Siapapun
untuk Membangun Peradaban dianggap salah, apalagi pejabat
Bangsa”, tetapi juga karena keprihatinan pemerintah. Dengan begitu sopan santun
yang sama di berbagai kalangan terhadap generasi tua, termasuk
masyarakat. terhadap orang tua, guru, pemimpin
Berbagai diskusi itu diselengga- menjadi hilang.
rakan untuk mencari akar penyebabnya, Wacana tentang pendidikan
dan selanjutnya jika mungkin karakter yang dikenal oleh dunia telah
berusaha menemukan jalan keluarnya, digagas oleh Dr. Thomas
untuk mengurangi rasa prihatin itu. Lickona, seorang profesor pendidikan
Sudah barang tentu persoalan itu bukan dari Cortland University pada tahun
hal ringan, bisa dijawab dengan cepat 1991, namun menurut penulis,
dan mudah. Persoalannya sudah penggagas pembangunan karakter
sedemikian berat dan rumit. Ada pertama kali adalah Rasulullah SAW.
berbagai variabel penyebab yang Pembentukan watak yang secara
terlanjur terjadi, dan tidak bisa dihapus. langsung dicontohkan Nabi Muhammad
Kemerosotan akhlak tersebut adalah SAW merupakan wujud esensial dari
merupakan akibat, sedangkan sebab- aplikasi karakter yang diinginkan oleh
sebab yang mendahului sudah terjadi, setiap generasi. Secara asumtif bahwa
karena itu tidak akan mungkin keteladanan yang ada pada diri Nabi
dihilangkan atau ditarik kembali menjadi acuan perilaku bagi para
(Suprayogo, 2015: 1). sahabat, tabi’in dan umatnya. Namun,
Jika ingin mengurai, mengapa sampai abad 15 sejak Islam menjadi
keadaan tersebut terjadi, kiranya perlu agama yang diakui universal ajarannya,
merenungkan peristiwa-peristiwa penerapan pendidikan karakter justru
beberapa tahun terakhir di negeri dipelopori oleh negara-negara yang
ini. Sejak tahun 1998 yang lalu, ketika penduduknya minoritas muslim.
terjadi reformasi, sehari-hari di kampus- Namun, untuk mewujudkan
kampus, hingga di kota-kota kecil, dan generasi Qur’ani sebagaimana yang
bahkan di tingkat desa terjadi
dicontohkan oleh Rasulullah bukan
demonstrasi yang seolah- pekerjaan yang mudah. Ia harus
olah tidak ada henti-hentinya. Dalam diusahakan secara teratur dan
setiap demo itu selain mereka
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 115

berkelanjutan baik melalui pendidikan makna serta tanawwu' dilengkapi


informal seperti dalam keluarga, dengan i'tibar;
pendidikan formal atau melalui c. Melakukan klasifikasi hadis, baik
pendidikan non formal (masyarakat). dari segi kandungan maupun dan
Generasi Qur’ani tidak lahir segi tertib wurud nya.
dengan sendirinya, tetapi ia dimulai dari d. Jika hadis bersangkutan berkualitas
pembiasaan dan pendidikan dalam sahih atau hasan
keluarga, misalnya menanamkan
pendidikan agama yang sesuai dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
tingkat perkembangan-nya, sebagaimana
hadits Nabi: “Perintahlah anak-anakmu A. Pengertian Pendidikan Karakter
mengerjakan shalat, lantaran ia sudah
berumur 7 tahun, pukullah mereka Istilah karakter digunakan secara
setelah mereka berumur 10 tahun dan khusus dalam konteks pendidikan baru
pisahkan tempat tidurmu dan tempat muncul pada akhir abad ke 18,
tidur mereka” (HR. Abu Daud) (al- terminologi karakter mengacu pada
Munawwar, 2002:353). pendekatan (approach) idealis spiritualis
Dari pemaparan latar belakang di dalam pendidikan yang juga dikenal
atas maka, ada dua yang menjadi poin dengan teori pendidikan
penting dalam pembahasan ini. Pertama, normatif, dimana yang menjadi priorit
bagaimana kualitas hadis tentang konsep as adalah nilai-nilai transenden yang
pendidikan karakter. Kedua, Bagaimana dipercaya sebagai motivator dan
Hadits mengkaji tentang konsep dinamisator sejarah, baik bagi individu
pendidikan karakter. maupun bagi perubahan sosial
(Ni’matulloh, 2016: 1).
METODE PENELITIAN Doni A. Koesoema menengarai
pendidikan karakter sudah dimulai dari
Penelitian ini bersifat kajian Yunani. Dari zaman inilah dikenal
kepustakaan (library research) yang konsep arête (kepahlawanan) dari
bersifat kualitatif, dengan pendekatan bangsa Yunani, kemudian konsepsi
Pendekatan secara Klasik (Naqliyyah, Socrates yang mengajak manusia untuk
Aqliyyah, Sufistik) dan Pendekatan memulai tindakan dengan “mengenali
secara Kontemporer. diri sendiri” dan “ilusi pemikiran akan
Metode yang digunakan dalam kebenaran”. Doni A. Koesoema juga
penelitian ini adalah maudu’i. Adapun menjelaskan keseluruhan historis
langkah-lanngkah penelitian metode pendidikan karakter dengan urutan:
hadis maudu’i adalah: homeros, hoseiodos, Athena, Socrates,
a. Menentukan tema atau topik Plato, Hellenis, Romawi, Kristiani,
pembahasan. Modern, Foerster, dan seterusnya ( Q-
b. Melakukan takhrij al-hadits untuk Anees dan Hambali, 2008: 100).
mengetahui ada atau tidaknya Dalam kacamata Islam, secara
mendukung, baik berupa syahid historis pendidikan karakter merupakan
atau tabi' dan periwayatan secara misi utama para nabi. Muhammad
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 116

Rasulullah sejak dari awal tugasnya Hanya menjalani sejumlah gagasan


memiliki suatu pernyataan yang unik, atau model karakter saja tidak akan
bahwa dirinya diutus untuk membuat peserta kreatif yang tahu
menyempurnakan karakter (akhlak). bagaimana menghadapi perubahan
Manifesto Muhammad Rasulullah ini zaman, sebaliknya membiarkan sedari
mengindikasikan bahwa pembentukan awal agar peserta didik mengem-
karakter merupakan kebutuhan utama bangkan nilai pada dirinya tidak akan
bagi tumbuhnya cara beragama yang berhasil mengingat peserta didik tidak
dapat men-ciptakan peradaban. Pada sisi sedari awal menyadari kebaikan
lain, juga menunjukkan bahwa masing- dirinya. (Ni’matulloh,(http://nimatulloh.
masing manusia telah memiliki karakter blogspot.com 2016).
tertentu, namun belum disempurnakan
( Q-Anees dan Hambali, 2008: 100). B. Landasan Normatif
Menurut Bambang Q-
Anees dan Adang Hambali, ada dua 1. Al-Qur’an
paradigma dasar pendidikan karakter: a. Q.S. al-Ra’d (13): 11.
a. Paradigma yang memandang pend
idikan karakter dalam cakupan
ْ‫ﻟَﮫُ ُﻣﻌَ ِﻘّﺒَﺎتٌ ﻣِ ﻦْ ﺑَﯿْﻦِ ﯾَﺪَ ْﯾ ِﮫ وَ ﻣِ ﻦ‬
pemahaman moral yang sifatnya ‫َﺧ ْﻠ ِﻔ ِﮫ ﯾَﺤْ ﻔَﻈُﻮﻧَﮫُ ﻣِ ﻦْ أ َﻣْ ﺮِ ا ﱠ ِ إِنﱠ‬
lebih sempit. Pada paradigma
ini disepakati telah adanya
‫ا ﱠ َ ﻻ ﯾُﻐَﯿِّﺮُ ﻣَﺎ ﺑِﻘَﻮْ مٍ َﺣﺘ ﱠﻰ ﯾُﻐَﯿِّﺮُ وا‬
karakter tertentu yang tinggal ٍ‫ﻣَﺎ ﺑِﺄ َ ْﻧﻔُ ِﺴ ِﮭ ْﻢ وَ إِذَا أ َرَ ادَ ا ﱠ ُ ﺑِﻘَﻮْ م‬
diberikan kepada peserta didik.
b. Kedua, melihat pendidikan dari
ْ‫ﺳُﻮءًا ﻓَﻼ ﻣَﺮَ دﱠ ﻟَﮫُ وَ ﻣَﺎ ﻟَ ُﮭ ْﻢ ِﻣﻦ‬
sudut pandang pemahaman isu-isu (١١) ‫دُوﻧِ ِﮫ ﻣِ ﻦْ وَ ا ٍل‬
moral yang lebih luas. Paradigma ini Terjemahannya:
memandang pendidikan karakter “Bagi manusia ada malaikat-
sebagai sebuah pedagogi, malaikat yang selalu
menempatkan individu yang terlibat mengikutinya bergiliran, di muka
dalam dunia pendidikan sebagai dan di belakangnya, mereka
pelaku utama dalam penge- menjaganya atas perintah Allah.
mbangan karakter. Paradigma Sesungguhnya Allah tidak
memandang peserta didik sebagai merobah Keadaan sesuatu kaum
agen tafsir, penghayat, sekaligus sehingga mereka merobah
pelaksana nilai melalui kebebasan keadaan yang ada pada diri
yang dimilikinya. mereka sendiri. dan apabila
Pendidikan karakter yang Allah menghendaki keburukan
berbasis Al-Qur’an dan Assunnah, terhadap sesuatu kaum, Maka
gabungan antara keduanya yaitu tak ada yang dapat menolaknya;
menanamkan karakter tertentu sekaligus dan sekali-kali tak ada pelindung
memberi benih agar peserta didik bagi mereka selain Dia”.
mampu menumbuhkan karakter khasnya (Departemen Agama)
pada saat menjalani kehidupannya.
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 117

b. Q.S. al-Ah}zab (33): 21 Dari Abu Hurairah berkata;


Rasulullah shallallahu 'alaihi
ٌ ‫ﻟَﻘَ ْﺪ ﻛَﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ رَ ﺳُﻮ ِل ا ﱠ ِ أُﺳْﻮَ ة‬ wasallam bersabda:
"Hanyasanya aku diutus untuk
‫ﺴﻨَﺔٌ ِﻟﻤَﻦْ ﻛَﺎنَ ﯾَﺮْ ﺟُﻮ ا ﱠ َ وَ ا ْﻟﯿَﻮْ َم‬
َ ‫َﺣ‬ menyempurnakan akhlaq yang
(٢١) ‫اﻵﺧِ ﺮَ وَ ذَﻛَﺮَ ا ﱠ َ َﻛﺜِﯿﺮً ا‬ baik ( Hanbal, Juz 14, h. 512).
Terjemahannya:
C. Hadits tentang konsep pendidikan
Sesungguhnya telah ada pada
karakter
(diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi
Hadits Nabi yang berkaitan
orang yang mengharap (rahmat)
dengan konsep pendidikan karakter
Allah dan (kedatangan) hari
adalah hadits yang diriwayatkan oleh
kiamat dan Dia banyak menyebut
imam Bukhari, Muslim dan Ahmad
Allah.
sebagai berikut,
c. Q.S. al-Mumtahanah (60): 6 ‫ﻗﺎل أﺳﺎﻣﺔ ﺑﻦ زﯾﺪ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ‬
‫ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و‬
ٌ‫ﺴﻨَﺔ‬ َ ‫ﻟَﻘَ ْﺪ ﻛَﺎنَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﯿ ِﮭ ْﻢ أُﺳْﻮَ ة ٌ َﺣ‬ ‫ﺳﻠﻢ ﯾﻘﻮل ﯾُﺆْ ﺗ َﻰ ﺑِﺎﻟﻌﺎَﻟِﻢِ ﯾَﻮ َم ا ْﻟ ِﻘﯿَﺎ َﻣ ِﺔ‬
َ‫ِﻟﻤَﻦْ ﻛَﺎنَ ﯾَﺮْ ﺟُﻮ ا ﱠ َ وَ ا ْﻟﯿَﻮْ َم اﻵﺧِ ﺮ‬ ُ‫ﻓَﯿُ ْﻠﻘَﻰ ﻓِﻲ اﻟﻨﱠﺎرِ ﻓَﺘ َ ْﻨﺪَﻟِﻖُ أ َ ْﻗﺘ َﺎﺑُﮫُ ﻓَﯿَﺪُور‬
‫ﻲ‬
‫وَ ﻣَﻦْ ﯾَﺘ َﻮَ ﱠل ﻓَﺈ ِنﱠ ا ﱠ َ ھُﻮَ ا ْﻟﻐَﻨِ ﱡ‬ ‫ِﺎﻟﺮﺣَﻰ‬ ّ ِ ‫ﺑِﮭﺎ َ ﻛَﻤﺎ َ ﯾَﺪُورُ اﻟْﺤِ ﻤﺎ َرُ ﺑ‬
(٦) ُ‫ا ْﻟﺤَﻤِ ﯿﺪ‬ ‫ﻓَﯿُﻄِ ﯿْﻒُ ﺑِ ِﮫ أ َ ْھ ُﻞ اﻟﻨﱠﺎرِ ﻓَﯿَﻘُﻮْ ﻟُﻮنَ ﻣَﺎ ﻟَﻚَ ؟‬
Terjemahannya:
Sesungguhnya pada mereka itu ‫ﻓَﯿَﻘُﻮ ُل ُﻛﻨْﺖُ آﻣُﺮُ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤﻌْﺮُ وفِ وَ ﻻَ آﺗِ ْﯿ ِﮫ‬
(Ibrahim dan umatnya) ada
teladan yang baik bagimu;
‫وَ ا ْﻧﮭَﻰ ﻋَﻦِ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨﻜَﺮِ وَ آﺗِ ْﯿ ِﮫ‬
Artinya:
(yaitu) bagi orang-orang yang
“Usamah bin Zaid ra. berkata:
mengharap (pahala) Allah dan
Saya mendengar Rasulullah
(keselamatan pada) hari
saw. bersabda: Akan
kemudian. dan Barangsiapa yang
dihadapkan orang yang berilm
berpaling, Maka Sesungguhnya
u pada hari kiamat, lalu
Allah Dia-lah yang Maha Kaya
keluarlah semua isi perutnya,
lagi Maha Terpuji.
lalu ia berputar-putar
dengannya, sebagaimana himar
2. Hadis
yang berputar-putar mengelilingi
‫ ﻗَﺎ َل‬:َ‫ ﻗَﺎل‬،َ ‫ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ة‬ tempat tambatannya. Lalu
‫ »إِﻧﱠﻤَﺎ ﺑُ ِﻌﺜْﺖُ ِﻷُﺗ َ ِ ّﻤ َﻢ‬:َ‫ﷺَﱠ‬
ِ َِْ َُ‫رَ ﺳُﻮ ُل ا ﱠ‬ penghuni neraka disuruh
mengelilinginya seraya bertanya:
«‫ق‬ِ ‫ﺻَﺎ ِﻟ َﺢ ْاﻷ َﺧْ َﻼ‬ Apakah yang menimpamu? Dia
Artinya: menjawab: Saya pernah
menyuruh orang pada kebaikan,
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 118

tetapi saya sendiri tidak ilmuwan dari Barat menyoroti masalah


mengerjakan-nya, dan pendidikan dikenal adanya tiga teori:
saya mencegah orang dari kej
ahatan, tetapi saya sendiri yang a. Teori Nativisme
mengerjakannya”. Menurut Mustafa (2007: 39)
teori ini mengemukakan bahwa manusia
Menurut tinjuan Abu Bakar yang dilahirkan telah memiliki bakat-
Muhammad (1997: 70) dalam bukunya bakat dan pembawaan baik karena
Hadits Tarbawi, hadits ini beberapa berasal dari keturunan orang tuanya,
pelajaran yang harus diperhatikan nenek moyangnya maupun karena
oleh para sarjana khususnya dan orang- ditakdirkan demikian, yang penganutnya
orang yang berilmu pada khususnya: antara lain: Scopenhauer yang
1. Setiap orang yang berilmu, teritama mengatakan bahwa manusia itu tidak
para ulama, sarjana, pembesar, guru berubah-ubah, akhlak manusia tetap
dan dosen, termasuk para muballigh seumur hidup.
dan khotib, harus konsekuen Penganut teori ini mengatakan b
mengamalkan ilmunya untuk ahwa lingkungan sekitar manusia
kesejahteraan umat manusia. tidak akan memberi pengaruh apa-apa
2. Semua orang berilmu harus menjadi dalam per-kembangan manusia, jika
teladan bagi orang lain dalam tutur manusia membawa potensi jahat maka
kata dan tingkah lakunya. dalam perkembangannya ia akan
3. Orang berilmu yang tidak konsekuen menjadi jahat dan begitu juga
dengan tutur katanya, diancam sebaliknya, jika manusia sejak lahir
dengan siksaan yang berat dalam membawa potensi baik, maka
neraka kelak. perkembangan hidup selanjutnya akan
4. Dalam hadits tersebut terkandung menjadi baik pula (Mudyarahardjo,
larangan kepada para pembesar, 1995: 198).
ulama, muballigh, guru dan dosen,
berakhlak tercela. b. Teori Empirisme
Teori kedua ialah teori Empirisme
Dalam hadits riwayat di atas (teori lingkungan). Menurut M. Furqon
menguraikan bahwa pembentukan Hidayatullah (2010: 100) yang
karakter yang didasari keteladanan akan mengemukakan bahwa anak yang lahir
menuai kebaikan bagi dirinya sendiri dan itu laksana kertas yang putih bersih
orang lain. Dengan bukti adanya siksa atau semacam tabularasa (meja
Allah bagi orang yang hanya lilin), di mana kertas dapat ditulisi
memerintahkan suatu kebaikan namun ia dengan tinta macam warna apa saja.
tidak turut menjalankannya. Oleh Inilah teori John Lock, yang agak mirip
karenanya, pengaruh keluarga sebagai atau mengikuti teori Rasulullah tersebut,
yaitu bahwa anak dilahirkan dalam
tempat pendidikan pertama bagi sang
anak harus berupa orang-orang yang keadaan suci bersih, tergantung kedua
baik pula. Beberapa pandangan dari para orang tuanya, yang akan mencetaknya
akan jadi apa anaknya itu.
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 119

Dalam perspektif pendidikan manusia sejak lahir telah membawa


teori ini menganggap bahwa pendidik fitrah, yang tercermin dalam beragama
sangat memegang peranan yang sangat Islam.
penting terhadap peserta didik, sebab Sebagaimana dalam sebuah Hadis
pendidik akan menyediakan lingkungan riwayat Bukhori-Muslim, “Tiap manusia
semaksimal mungkin sesuai dengan dilahirkan membawa fitrah (potensi),
yang dikehendaki oleh peserta didik. kedua orang tuanyalah yang
lingkungan pendidikan ini kemudian menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
disajikan dan dikondisi-kan oleh Majusi” (Bukhari, Juz 5: 52 dan Muslim,
pendidik kepada peserta didik sebagai Juz 4: 2047), mengandung makna
pengalaman-pengalaman dalam bahwa, manusia lahir di dunia ini
kehidupannya dan selanjutnya melalui membawa fitrah, atau dalam bahasa
pengalaman-pengalaman tersebut akan pendidikan sering disebut potensi atau
membentuk pengetahuan, sikap dan kemampuan dasar, atau dalam istilah
tingkah laku peserta didik sesuai dengan psikologi disebut pembawaan
tujuan pendidikan yang diharapkan (hereditas). Fitrah itu akan berkembang
Menurut A. Fatah Yasin (2008: 60). tergantung dari bagaimana
lingkungan itu mempengaruhi.
c. Teori Konvergensi Lingkungan manusia yang paling
Teori yang ketiga adalah teori awal dan utama dalam membentuk dan
konvergensi atau persesuaian di antara mempengaruhi perkembangan manusia
dua teori ( M. Furqon Hidayatullah sejak lahir adalah lingkungan keluarga.
2010: 100). Teori ini dipelopori oleh Anak manusia akan tumbuh dan
William Stern dari Jerman dengan berkembang menjadi manusia yang m
pandangan yang lebih akomodatif. Hasil emiliki sifat dan karakter seperti kaum
sintesa tersebut mengatakan bahwa Yahudi, Nasrani atau Majusi, sangat
manusia lahir di dunia ini telah tergantung dari didikan dalam keluarga
membawa bakat. Bakat itu tidak akan terutama yang diberikan oleh kedua
berfungsi jika tidak dikembangkan oleh orang tua (Yasin, 2008: 60).
lingkungan sekelilingnya. Jadi, Konsep fithrah dalam al-Qur’ân
pembawaan dan lingkungan adalah dua juga bertentangan dengan teori yang
hal yang tidak dapat dipisahkan. menganggap, manusia itu sesungguhnya
Lingkungan mendukung, tetapi bila suci bersih. Pendukung aliran
bakat tidak ada maka Behaviorisme dalam psikologi
pribadi manusia sulit untuk bisa memandang bahwa manusia itu ketika
berkembang dan sebaliknya, dilahirkan tidak mempunyai
bila bakat itu ada tetapi lingkungan kecenderungan baik maupun jahat. Teori
tidak mendukung juga sulit untuk seperti ini yang kemudian disebut
berkembang ( Yasin: 2008: 60). dengan “Teori Tabula Rasa”,
Dalam pandangan Islam, teori lingkunganlah yang memainkan peranan
konvergensi inilah yang hampir dalam membentuk kepribadiannya.
memiliki kesamaan. Hanya saja yang Menurut Skinner (Abdullah 1994: 61-
membedakan bahwa dalam Islam 62), “lingkungan menentukan kehidupan
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 120

manusia ketika manusia ini melibatkan pendidikan, utamanya pendidikan yang


dirinya dengan lingkungan sekitar”, diberikan kedua orang tua terhadap
maka manusia bukan warisan yang lebih anak-anaknya memiliki pengaruh yang
dari refleksi -refleksi. Agama sangat besar
sebagaimana aspek-aspek lain dari dalam pengembangan fithrah anak,
tingkah laku manusia dapat diwujudkan karena pada dasarnya anak
ke dalam terma-terma mengenai faktor- memiliki sifat dasar atau kecenderungan
faktor lingkungan sekitar. Kenyataan beragama yang lurus yaitu
menyebutkan, bahwa anak dari seorang agama tauhid, hanya saja persoalannya
muslim biasanya menjadi muslim, kemudian bagaimana kedua orang tua
sedangkan dari keturunan Kristen “khususnya” dan lembaga
biasanya beragama Kristen. Bukti ini pendidikan/sekolah serta masyarakat
dicatat oleh Skinner sebagai contoh lingkungan di mana peserta didik berada
untuk menjelaskan teorinya. memberikan pendidikan kepadanya.
Tidak diragukan lagi, periode Masalah pendidikan sesungguhnya
defensi yang panjang selain pada masa terdapat tiga titik sentral dalam
kanak-kanak memberikan kemungkinan pendidikan anak yaitu, keluarga,
orang tuanya memberi pengaruh sangat sekolah dan masyarakat, yang ketiganya
besar bagi putra-putrinya. Fakta ini saling terkait terintegrasi dan
menurut Abdurrahman Saleh (1994: 62) tidak mungkin dipisah-pisahkan
dalam bukunya Teori-teori (Juwairiyah, 2010:6-7).
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’ân Menurut penulis, teori yang
nampaknya telah menarik perhatian dikemukakan dalam Hadits merupakan
Skinner berkenaan dengan Hadits Nabi penguatan dari tujuan awal Allah
saw. yang menunjukkan bagaimana menciptakan manusia, yaitu sebagai
fithrah itu dipengaruhi lingkungan. khalifah di bumi. Dalam arti luas
Hadits Nabi: “Tidaklah seorang khalifah dimaksudkan bukan hanya
anak itu dilahirkan, melainkan memimpin dan bertanggung jawab
mempunyai fithrah Islam. Maka pada alam dan seisinya,
orang tuanyalah yang mempengaruhim namun manusia juga memiliki
enjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi” kewajiban untuk bertanggung jawab
menekankan, bahwa fithrah yang dibawa pada dirinya sendiri untuk mengasah
sejak lahir bagi anak itu sangat besar dan mengembangkan potensi baik
dipengaruhi oleh lingkungan. Fithrah itu dengan perbuatan dan pembiasaan yang
sendiri tidak akan berkembang tanpa baik pula (amal shalih).
dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar, Menurut Sayadi, (2009: 168)
yang mungkin dapat dimodifikasikan mengetahui fithrah sebagai potensi dan
atau dapat diubah secara drastis sifat dasar manusia adalah sangat
manakala lingkungannya itu tidak penting dan besar manfaatnya, yakni:
memungkinkan menjadikannya 1. Pemahaman atas
lebih baik. fitrah akan memberikan harapan y
Mencermati hadits-hadits ang optimisakan penyelamatan dan
tersebut dapat dipahami bahwa
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 121

kesuksesan dalam menata kehidupan embuat peserta didik menjadi man


ke arah masa depan. usia kreatif yang tahu bagaimana
2. Pemahaman atas fitrah akan menghadapi perubahan zaman,
menanamkan kepercayaan diri sebaliknya membiarkan sedari awal
melalui potensinya sendiri untuk agar peserta didik mengembangkan
melakukan sesuatu yang baik nilai pada dirinya tidak akan berhasil
dan benar dan menolak yang jahat mengingat peserta didik tidak sedari
dan salah. awal menyadari kebaikan dirinya.
3. Pemahaman atas fitrah akan
memacu dan mendorong untuk 2. Sementara konsep pendidikan
secara aktif mengejar semua yang karakter dalam hadits adalah
baik dan benar serta menolak se sebagai berikut:
gala yang jahat dan keliru. a. Pembentukan karakter yang
didasari keteladanan akan
Menurut M. Quraish Shihab menuai kebaikan bagi dirinya
(2008: 724), keteladanan diperlukan sendiri dan orang lain. Oleh
karena tidak jarang nilai-nilai yang karena itu, pengaruh keluarga
bersifat abstrak itu tidak dipahami, sebagai tempat pendidikan
bahkan tidak terlihat keindahan dan pertama bagi sang anak
manfaatnya oleh orang kebanyakan. Hal- harus berupa orang-orang
hal abstrak dijelaskan dengan yang baik pula.
perumpamaan yang konkret dan b. Dalam pandangan Islam,
indrawi. Keteladanan, dalam hal ini, manusia lahir di dunia
melebihi dalam perumpamaan ini membawa fitrah, potensi,
itu dalam fungsi dan peranannya. Itu kemampuan dasar, atau pem
pula sebabnya maka keteladanan bawaan . Fitrah itu akan
diperlukan dan memiliki peranan yang berkembang tergantung dari
sngat besar dalm mentransfer sifat dan bagaimana lingkungan itu
karakter. mempengaruhi.

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Berdasarkan pembahasan di atas, Yasin, A Fatah, Dimensi-dimensi


maka dapat kami simpulkan. Pendidikan Islam, Malang: UIN
1. Pendidikan karakter adalah Malang Press, 2008
penanamkan karakter tertentu
sekaligus memberi benih agar Muhammad, Abu Bakar, Hadits Tarbawi
peserta didik mampu menumbuhkan III, Surabaya: Karya Abditama,
karakter khasnya pada saat menjalani 1997
kehidupannya.
Hanya menjalani sejumlah gagasan Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-
atau teori Pendidikan Berdasarkan
model karakter saja tidak akan m
Jurnal Tarbawi| Volume 1|No 2| ISSN 2527-4082| 122

Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Sayadi, Wajidi, Hadis Tarbawi: Pesan-


Cipta, 1994. pesan Nabi Saw. Tentang
Pendidikan, Jakarta: Pustaka
Q-Anees, Bambang, dan Firdaus, 2009.
Adang Hambali, Pendidikan
Karakter Berbasis Al-Qur’ân,
Bandung: PT.
Simbiosa Rekatama Media,
2008.

Suprayogo, Imam, Generasi Miskin


Tauladan,http://www.facebook.
com, diakses pada tanggal 5
Februari 2013.

al-Bukhari, al-Ja’fi, Muhammad bin


Isma’il Abi Abdullah. Sahih al-
Bukhari, Juz IV, Cet. 1; Dar
T}auq al-Najah, 1422 H., t.t.

Juwairiyah, Hadits Tarbawi,


Yogyakarta: Teras, 2010

Hidayatullah, M. Furqon, Guru Sejati:


Membangun Insan Berkarakter
Kuat dan Cerdas, Surakarta:
Yuma Pustaka, 2010

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-


Qur’ân, Jakarta: Lentera Hati,
2008.

Ni’matulloh.et. all, Pendidikan Karakte


r Dalam Persfektif Pendidika
n Islam,http://nimatulloh.blogs
pot.com, diakses pada tanggal
5 Februari 2013.

Mudyarahardjo, Redja dkk., Materi


Pokok Dasar-dasar
Kependidikan, Jakarta:
Universitas Terbuka, 1995.

Anda mungkin juga menyukai