Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH PSIKOLOGI ISLAM 4

“SYUKUR”

Diajukan untuk memenuhui tugas matakuliah Psikologi Islam 4 semester 6 (genap)

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Aidul Raihan 10050018257

Shafira Ghassani H. 10050019024

M. Ariq Zahid B. 10050019027

Nurfaizah Putri B 10050020185

Kelas A

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2022
A. Pembahasan “Syukur”

Pengertian Syukur

Kata “Syukur” adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab. Namun
perkembangan selanjutnya, kata ini sudah menjadi ungkapan ke dalam bahasa Indonesia,
sehingga memberikan dua makna, yaitu; pertama, rasa terima kasih kepada Allah, kedua,
untung (menyatakan lega, senang, dan sebagainya) (W. J. S. Poerwadarminta, 1976: 986).

Pengertian kebahasaan ini sepertinya tidak sama dengan pengertian menurut asal
katanya (Arab-red), maupun penggunaannya dalam al-Qur’an. Kata “syukur” mempunyai
empat makna dasar yaitu:

1. Pujian bagi manusia karena adanya kebaikan yang diperolehnya. Hakekatnya


adalah ridha atau puas meski sedikit sekalipun.

2. Kepenuhan dan kelebatan. Jadi pohon-pohon yang lebat atau subur.

3. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).

4. Pernikahan atau alat kelamin(Ibnu Faris, 1994: 543).

Keempat makna tersebut pada dasarnya memiliki keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang menggambarkan kepuasan
meskipun sedikit. Sedang makna keempat dan kedua, yaitu dengan pernikahan dapat
melahirkan banyak anak (lebat). Quraish Shihab menjelaskan lebih jauh hubungan
makna-makna dasar tersebut sebagai dampak dan penyebab, sehingga kata syukritu
menyiratkan makna “siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh
banyak, lebat dan subur”(Quraish Shihab, 1996: 216).

Sedangkan al-Raghib al-Ashfahani menjelaskan bahwa kata “syakara” bermakna


gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkan ke permukaan. Ada pula
pendapat, sebagaimana dikutip oleh al-Ashfahani, bahwa kata ini berasal dari kata “kasyara”
yang bermakna “membuka” atau lawan dari kata “kafara” bermakna “kufur” yang berarti
menutup-nutupi atau melupakan nikmat(al-Isfahani, t.th.: 272).
Dari makna yang dikemukakan oleh pakar di atas, maka dapat dipahami bahwa hakekat
syukur adalah menampakkan nikmat dalam arti menyebut nikmat yang telah diberikan
kepadanya dengan memanfaatkannya ke jalan yang dikehendaki oleh pemberinya atau
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Makna ini lawan dari kafir, yaitu
menyembunyikannya.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa syukur itu paling tidak ada tiga bentuk, yaitu:

1. Syukur dengan hati, yaitu gambaran tentang hakekat

2. Syukur dengan lisan, yaitu memuji atas nikmat yang didapatnya

3. Syukur dalam bentuk perbuatan, yaitu menggunakan nikmat sesuai dengan


batas-batas kewajaran.

Makna Syukur dalam Al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an ditemukan penggunaan kata “syukur” berjumlah 75 kali beserta


dengan derivasi-nya yang tersebar pada 37 surah (Muhammad Fuad al-Baqi, 1981: 385).
Pada umumnya, ayat yang menyebutkan kata syukur selalu dinisbatkan kepada Allah.
Hal ini sangat tepat karena dialah satu-satunya pemberi nikmat. Meskipun ada juga ayat
yang menggandengkan dengan manusia, tetapi pada dasarnya berasal dari Allah. Itulah
sebabnya, di samping bersyukur kepada Allah, kita juga diperintahkan untuk berterima
kasih kepada manusia sebagai perantara pemberi nikmat(Abu Audah, 1985: 308).Dan ayat
yang menjelaskan keterkaitan antara syukur dengan manusia jumlahnya sedikit, misalnya
ayat yang menjelaskan tentang kisah Ali bin Abi Thalib ketika memberi makan kepada orang
miskin dan anak yatim, seperti dalam Qs. Al-Insân: 75/9. syukur pada dasarnya digunakan
untuk mengakui dengan tulus dan penuh penghormatan akan nikmat yang dianugerahkan
oleh yang disyukuri itu, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan(Quraish Shihab,
1997: 18).

Hakikat Syukur

Imam Ghazali menjelaskan bahwa syukur tersusun atas tiga perkara, yakni:

a. Ilmu, yaitu pengetahuan tentang nikmat dan pemberinya, serta meyakini bahwa
semua nikmat berasal dari Allah swt dan yang lain hanya sebagai perantara
untuk sampainya nikmat, sehingga akan selalu memuji Allah swt dan tidak
akan muncul keinginan memuji yang lain. Sedangkan gerak lidah dalam
memuji-Nya hanya sebagai tanda keyakinan.

b. Hal (kondisi spiritual), yaitu karena pengetahuan dan keyakinan tadi melahirkan
jiwa yang tentram. Membuatnya senantiasa senang dan mencintai yang
memberi nikmat, dalam bentuk ketundukan, kepatuhan. Men-syukur-i nikmat
bukan hanya dengan menyenangi nikmat tersebut melainkan juga dengan
mencintai yang memberi nikmat yaitu Allah swt.

c. Amal perbuatan, ini berkaitan dengan hati, lisan, dan anggota badan, yaitu hati
yang berkeinginan untuk melakukan kebaikan, lisan yang menampakkan rasa
syukur dengan pujian kepada Allah swt dan anggota badan yang menggunakan
nikmat-nikmat Allah swt dengan melaksanakan perintah Allah swt dan
menjauhi larangan-Nya.

Al Kharraz yang dikutip oleh Amir An-Najjar mengatakan syukur itu terbagi menjadi tiga
bagian yaitu:

a. Syukur dengan hati adalah mengetahui bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari
Allah swt bukan selain dari-Nya.

b. Syukur dengan lisan adalah dengan mengucapkan al-Hamdulillah dan memuji-


Nya.

c. Syukur dengan jasmani adalah dengan tidak mempergunakan setiap anggota


badan dalam kemaksiatan tetapi untuk ketaatan kepada-Nya.

Termasuk juga mempergunakan apa yang diberikan oleh Allah swt berupa
kenikmatan dunia untuk menambah ketaatan kepada-Nya bukan untuk kebatilan.
Muhammad Quraish Shihab menyebutkan bahwa syukur mencakup tiga sisi, yaitu:

a. Syukur dengan hati yakni menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh
semata-mata karena anugerah dan kemurahan dari ilahi, yang akan mengantarkan
diri untuk menerima dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan
betapapun kecilnya nikmat tersebut.

b. Syukur dengan lidah yakni mengakui anugerah dengan mengucapkan


alhamdulillah serta memuji-Nya.

c. Syukur dengan perbuatan yakni memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai


tujuan penganugerahannya serta menuntut penerima nikmat untuk merenungkan
tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah swt.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat syukur adalah mempergunakan
nikmat yang dikaruniakan Allah swt untuk berbuat ketaatan kepada Allah swt guna
mendekatkan diri kepada Allah swt.

Manfaat Syukur

Manfaat syukur itu kembali pada orang yang ber-syukur, kebaikan yang ada kembali
pada mereka yang ber-syukur, sebagaimana dalam surat An-Naml ayat 40.

Sayyid Quthb yang dikutip oleh Ahmad Yani, menyatakan empat manfaat ber-syukur, yakni:

a. Menyucikan Jiwa

Ber-syukur dapat menjaga kesucian jiwa, sebab menjadikan orang dekat dan
terhindar dari sifat buruk, seperti sombong atas apa yang diperolehnya.

b. Mendorong jiwa untuk beramal saleh

Ber-syukur yang harus ditunjukkan dengan amal saleh membuat seseorang selalu
terdorong untuk memanfaatkan apa yang diperolehnya untuk berbagi kebaikan.
Semakin banyak kenikmatan yang diperoleh semakin banyak pula amal saleh yang
dilakukan.

c. Menjadikan orang lain ridha

Dengan ber-syukur, apa yang diperolehnya akan berguna bagi orang lain dan
membuat orang lain ridha kepadanya. Karena menyadari bahwa nikmat yang
diperoleh tidak harus dinikmati sendiri tapi juga harus dinikmati oleh orang lain
sehingga hubungan dengan orang lain pun menjadi baik.

d. Memperbaiki dan memperlancar interaksi sosial

Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan yang baik dan lancar merupakan


hal yang amat penting. Hanya orang yang ber-syukur yang bisa melakukan upaya
memperbaiki dan memperlancar hubungan sosial karena tidak ingin menikmati
sendiri apa yang telah diperolehnya.

Manfaat syukur lainnya, disebutkan oleh Aura Husna sebagai berikut:

a. Menuntun hati untuk ikhlas Karena syukur menuntun kita untuk tetap berbaik
sangka pada Allah swt dalam segala hal yang terjadi dalam kehidupan ini maka
syukur mampu menggerakkan hati untuk ikhlas menerima ketetapan Allah swt.

b. Menumbuhkan optimisme Syukur mengandung arti mengenali semua nikmat


yang telah Allah swt karuniakan, termasuk didalamnya yakni dengan
mengenali potensi- potensi yang Allah swt anugerahkan pada diri kita, yang
nantinya akan menumbuhkan optimisme.

c. Memperbaiki kualitas hidup Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert


Emmons, menunjukkan bahwa orang yang ber-syukur mengalami perubahan
kualitas hidup lebih baik. Sikap-sikap positif seperti semangat hidup, perhatian,
kasih sayang, dan daya juang berkembang dengan baik pada mereka yang
terbiasa mengungkapkan rasa syukur-nya setiap hari.

d. Membentuk hubungan persahabatan yang lebih baik Orang-orang yang hatinya


diselimuti oleh rasa syukur lebih mudah berempati, dermawan, dan ringan
tangan membantu sesama, sehingga mudah diterima dalam masyarakat karena
pada dirinya tersimpan sifat-sifat yang disenangi orang lain, yaitu ringan
berbagi, memiliki sifat materialistis yang rendah, tidak mendengki terhadap
nikmat orang lain, dan mampu mengesampingkan ego pribadi.

e. Mendatangkan pertolongan Allah swt Nikmat Alah swt memang diberikan


secara umum kepada seluruh manusia, namun pertolongan Allah swt hanya
diberikan kepada hambahamba Allah swt yang dikehendaki-Nya. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan siapa orang yang
berhak mendapatkan pertolongan Allah tersebut, Rasulullah saw bersabda:
“Dan Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada hamba-Nya selama ia
menolong saudaranya”. Dari hadits tersebut, dapat dipahami bahwa jika
menolong hamba-Nya maka kita akan ditolong, dengan meringankan beban
orang lain maka beban kita akan diringankan. Syukur menggerakkan hati dan
pikiran untuk ringan berbuat suatu kebaikan bagi sesama sehingga akan
mendatangkan pertolongan dari Allah swt.

Cara-Cara Menyatakan Syukur

Menurut Abu Bakar Abdullah bin Muhammad, berikut cara-cara menyatakan syukur:

a. Ber-tasbih.

b. Ber-dzikir.

Berdzikir merupakan sebagian dari cara ber-syukur. Abdullah bin Salam menyatakan
bahwa nabi Musa as pernah bertanya pada Allah swt: “Ya Allah, syukur manakah yang
patut dilakukan untuk Mu? Maka Allah berfirman: ‘Bukankah lidahmu senantiasa basah
karena ber-dzikir kepadaKu?”.

c. Ucapan Hamdalah dan Istighfar.

d. Berdoa.

Rasulullah saw bersabda: “Doa yang paling utama ialah La ilaha illallah, sedangkan
dzikir yang paling utama adalah Alhamdulillah”.

e. Melalui anggota badan.

B. Definisi Konseptual

Dalam ajaran agama Islam mengajarkan syukur pada hakikatnya dilakukan


oleh lidah, hati dan anggota badan. Orang yang bersyukur adalah orang yang
menggunakan ketiga hal tersebut untuk mencintai Allah, tunduk kepada-Nya, dan
menggunakan nikmat-nikmat-Nya di jalan yang diridhai-Nya ( Al Fauzan, 2012: 38 ).
Bersyukur dengan lisan adalah bersyukur dengan perkataan atau lisan. Orang
yang selalu bersyukur akan senantiasa memuji kepada Tuhannya, dengan
mengucapkan bacaan tahmid ketika mendapatkan nikmat, lalu beristigfar apabila
melakukan kesalahan ( Al-Ghazali, 2007: 358 ). Selain bacaan tahmid, Al-Fauzan
(2012: 45) mengatakan bersyukur dengan lisan dengan cara menyanjung dan memuji
Allah atas nikmat-Nya dengan penuh kecintaan, serta menyebut-nyebut nikmat itu
sebagai pengakuan atas karunia-Nya dan kebutuhan terhadap-Nya, bukan karena riya,
pamer, atau sombong. Dengan cara demikian, hati dan anggota tubuh dapat tergugah
untuk bersyukur.

Dengan anggota badan, bersyukur dinyatakan dengan menggunakan nikmat-


nikmat Allah dalam menaati-nya dan menghindari penggunaan nikmat-Nya untuk
mendurhakai-Nya. Bersyukur dengan anggota badan adalah melalui tindakan atau
amal perbuatan. Perbuatan seseorang dapat menjadi refleksi atau cerminan dari rasa
syukur atas nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah. Salah satu contoh bentuk
cerminan syukur adalah dengan memberikan serta perbanyak berbuat kebaikan
kepada orang lain. Bersyukur dengan badan diaplikasikan dalam keseharian, melalui
perilaku serta akhlak yang baik dan mulia seperti ramah, sopan santun dalam
pergaulan. Syukur mata dinyatakan dengan menutupi setiap kejelekan yang dilihat
dari seorang muslim dan tidak menggunakannya untuk melihat maksiat. Syukur kedua
telinga dinyatakan dengan menutupi kejelekan-kejelekan yang didengar dan
mendengarkan apa-apa yang dibolehkan saja (Al-Ghazali, 2007: 358-359).

C. Definisi Operasional
a. Syukur Al Qalb (Syukur dengan Hati)

Syukur dengan hati meliputi hal-hal berikut ini:

i. Mengakui pemberian dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT


seperti kesehatan yang memungkinkan tenaga kesehatan untuk
melayani pasiendenganoptimal.
ii. Meyakini bahwa besar atau kecilnya pemberian dan karunia dari
AllahSWTmerupakan hal yang sudah ditetapkan.
b. Syukur Al Lisan (Syukur dengan Perkataan)

Syukur dengan lisan meliputi hal-hal berikut ini:

i. Menyanjung dan memuji Allah dengan kalimat syukur atas nikmat


yang diberikan
ii. Menyebut pemberian dan karunia yang diterima berasal Allah SWT

c. Syukur Sâir Al Jawarih (Syukur dengan Perbuatan)

Syukur dengan lisan meliputi hal-hal berikut ini:

I. Melaksanakan segala yang diperintahkan oleh Allah SWT dan


menjauhkan larangan-Nya.
II. Menjauhkan segala larangan Allah SWT.
III. Memanfaatkan segala pemberian dan karunia dari Allah SWT sesuai
dengan semestinya.

D. Aspek & Indikator

McCullough, Emmons dan Tsang (2002) mengemukakan bahwa syukur merupakan


sebuah sifat yang ditandai dengan kecenderungan umum pada seseorang untuk
menyadari dan merespon dengan emosi syukur terhadap kebaikan pihak lain,
melihatnya sebagai kejadian dan pengalaman positif yang menimpanya. Terdapat
empat hal yang menjadi aspek sifat syukur, yakni :

1. Intensity

Seseorang dengan sifat syukur dalam mengalami kejadian positif akan merasakan
intensitas yukur yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kurang cenderung
bersyukur.
2. Frequency

Seseorang yang memiliki sifat syukur akan merasakan peristiwa yang patut disyukuri
lebih sering dalam sehari, menyadari bahkan dalam peristiwa sederhana seperti
sebuah pemberian kecil atau perlakuan sopan.

3. Span

Seseorang yang memiliki sifat syukur akan memiliki jumlah jangkauan syukur yang
luas dalam berbagai peristiwa di kehidupannya. Misalnya, merasa bersyukur terhadap
keluarga, pekerjaan, kesehaan, bahkan terhadap kehidupan itu sendiri, bersamaan
dengan berbagai jenis manfaat dari hal-hal lain.

4. Density

Seseorang yang memiliki sifat syukur akan memiliki pengetahuan mengenai jumlah
orang-orang yang berkontribuasi dalam suatu peristiwa baik. Misalnya, dalam
perisiwa mendapatkan pekerjaan yang baik, seseorang yang memiliki sifat syukur
akan menyebutkan sejumlah orang seperti orangtua, teman-teman, keluarga dan
mentor.

Sedangkan seseorang yang sifat syukurnya kurang hanya menyebutkan beberapa saja
dari satu peristiwa yang sama. Watkins, Woodward, Stone dan Kolts (2003)
mengungkapkan bahwa sifat syukur, merupakan sebuah predisposisi dalam
pengalaman syukur. Hal tersbut berarti, bahwa seseorang dengan sifat syukur
memiliki kecenderungan yang lebih mudah menemukan pengalaman syukur dalam
beberapa situasi dalam kehidupan.

Indikator Tingkah Laku Bersyukur


Berikut ini adalah indikator tingkah laku dari bersyukur yang digunakan dalam
penyusunan alat ukur berdasarkan komponen bersyukur yang sudah disarikan peneliti
dari Watkins (2003) dan Fitzgerald (1998):
Tabel 1

Indikator bersyukur

Komponen Jenis Indicator

1. Rasa apresiasi Transpersonal Menyadari kesenangan-


(sense of appreciation) kesenangan sederhana
terhadap orang lain atau (simple preasure) yang
pun Tuhan dan diperoleh dari Tuhan dan
kehidupan kehidupan

Mengakui kebaikan Tuhan


untuk kehidupan kita

Memandang kehidupan dan


Tuhan secara positif.

Personal Menyadari kesenangan


sederhana yang diperoleh
dari orang lain.

Mengakui peran orang lain


untuk kesejahteraan

Memandang oranglain
secara positif

2. Perasaan positif Transpersonal Merasa puas dengan


terhadap kehidupan hidupnya (sense of
yang dimiliki abundance)

Merasa bahagia dengan


keadaan dirinya

Personal Merasa bahagia karena


perasaan orang lain.
3. Kecenderungan Transpersonal Melakukan ibadah sebagai
untuk bertindak sebagai wujud syukur kepada
ekspresi dari perasaan Tuhan.
positif dan apresiasi
yang dimilikinya
Menjalani aktivitas sebaik
mungkin sebagai bentuk
terimakasih kepada hidup
dan Tuhan

Personal Membantu oranglain


sebagai wujud terimakasih

Membalas kebaikan
oranglain sebagai wujud
apresiasi
DAFTAR PUSTAKA

McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A. (2002). The grateful disposition: A
conceptual and empirical topography. Journal of personality and social psychology, 82(1),
112.

Anda mungkin juga menyukai