Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar dan Teknik Intervensi Individual
yang diampu oleh Dr. Lilim Halimah, BHSC., MHSPY.
Disusun oleh
Kelompok 8
Kelas F
FAKULTAS PSIKOLOGI
2022
A. Intervensi Role Reversal
I. Identitas Konselee
Nama: Ima
Jenis Kelamin: Perempuan
Tgl lahir : 15 Februari 1997
II. Keluhan/Permasalahan
Subjek adalah seorang perempuan berusia 25 tahun sebelumnya ia bekerja selama
1 tahun sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Munculnya pandemi beberapa
karyawan di PHK karena kondisi perusahaan yang tidak memungkinkan untuk
menggaji karyawan akibat penurunan ekonomi karena pandemi. Subjek adalah
salah satu karyawan yang kena PHK di perusahaannya.
Selama sekitar 1 tahun subjek menganggur dan belum dapat pekerjaan. Sementara
itu orangtua subjek terus menekan subjek untuk mencari pekerjaan lagi karena
kondisi ekonomi keluarga sedang tidak stabil akibat pandemi. Setiap berkumpul
dengan keluarga orang tuanya suka membandingkan-bandingkan subjek dengan
saudara-saudaranya tentang pencapaian. Sehingga subjek dan orangtua nya sering
beradu pendapat dan bertengkar kondisi tersebut mengakibatkan subjek
mengalami stress dan lebih mudah emosi
V. Kesimpulan
Konselor sudah dapat melakukan teknik dengan baik. Kemampuan pembawaan
konseling yang dimiliki konselor sudah cukup baik kepada klien. Sehingga klien
memberikan informasi yang cukup mengenai permasalahannya terhadap konselor.
Dengan melakukan intervensi Role Reversal, dengan beberapa intervensi yang
Konselor lakukan seperti memutuskan untuk mengatur pembalikan peran untuk
membantu klien menjelajahi konflik dari sudut yang berbeda. Konselor
membalikkan peran klien dengan meminta dia mengadakan pertemuan sebagai
Orangtuanya. Intervensi yang dilakukan Konselor pada sesi konseling ini efektif
karena Klien dapat memproyeksikan diri pada suatu situasi dengan menggunakan
sudut pandang yang berbeda sehingga dicapai pemahaman yang lebih jelas
terhadap perasaan dan dapat merefleksikan perasaannya pada situasi yang lebih
umum.
II. Keluhan/Permasalahan
Shafira seorang istri yang sudah menikah dengan Fahmi sang suami. Shafira
memiliki seorang anak berusia 11 tahun yang bernama Andi dari pernikahan
sebelumnya. Shafira ini sangat khawatir dengan perkembangan emosional dan
akademik sang anak. Andi ini memiliki kecerdasan di atas rata-rata, tetapi nilai
nya menjadi turun sehingga ini yang membuat kekhawatirannya. Shafira merasa
suaminya seperti tidak mengenalinya dan sangat kecewa terhadap suami.
V. Kesimpulan
Konselor sudah dapat melakukan teknik dengan baik dimana konselor sebagai
public self klien dan paham mengenai permasalahan yang disampaikan oleh
klien. Yang perlu ditingkatkan dari konselor nya pada saat mengakhiri konseling,
sebaiknya sebelum mengakhiri konselor lebih baik memberikan perasaan empati
secara verbal.
II. Keluhan/Permasalahan
Subjek berinisial J merupakan remaja perempuan berusia 18 tahun. Subjek
merupakan anak tunggal yang saat ini tinggal bersama nenek dan kakek dari pihak
ibu. Ibu subjek meninggal saat subjek berusia 15 tahun akibat penyakit jantung.
sedangkan ayah sudah tidak tinggal bersama subjek sejak subjek kecil dengan
alasan bekerja di Jakarta. Menurut pemaparan kakek dan neneknya, pada dasarnya
subjek merupakan anak yang sopan, cukup penurut, dan sering di rumah ketika
ibunya masih hidup, namun setelah ibunya meninggal subjek sangat jarang di
rumah. Ayah yang sering meninggalkan subjek sejak dahulu membuat subjek
sedih dan kecewa, terutama saat ibu subjek meninggal dan ayah tidak hadir pada
saat pemakaman. Hal tersebut membuat subjek semakin menjauhi ayahnya.
Subjek mengaku kecewa karena seolah ibu bukanlah hal yang penting bagi ayah.
Tidak hanya itu, sejak ibu meninggal, subjek cenderung menunjukkan perilaku
yang kurang baik, misalnya sering membolos dan tidak betah di rumah. Selain itu,
emosi subjek juga lebih cepat tersulut meski hanya karena masalah yang menurut
orang lain biasa saja. Semakin hari subjek dan ayah semakin canggung satu sama
lain. Subjek sendiri pada dasarnya menggambarkan ayah sebagai individu yang
hebat karena mampu menghasilkan banyak uang, namun subjek sering merasa
bingung mengapa dulu ibu mau menikahi ayah yang mengabaikan mereka berdua
terutama ketika kondisi ibu sedang sakit. Keakraban antara keduanya sulit terjalin
karena setiap ayah mengunjungi subjek, ayah selalu mendominasi dengan
memberikan nasihat-nasihat tanpa ingin mendengarkan subjek. Saat ini subjek
menggambarkan ayah seperti “sultan” yang bertindak sesuka hati.
Ketika subjek mengalami masalah yang memicu kemarahan, subjek
cenderung sulit untuk membuat emosinya stabil, sehingga rasa marah subjek
belum dapat tersampaikan dengan baik apalagi subjek tidak memahami cara untuk
menyampaikan kekecewaan tersebut pada figur ayahnya. Di sisi lain, subjek
merasa marah pada ayahnya dan berduka atas kematian ibunya, namun subjek
merasa tertuntut untuk menjadi anak yang harus patuh pada ayahnya.
V. Kesimpulan
Konselor sudah dapat melakukan teknik dengan baik. Kemampuan
pembawaan konseling yang dimiliki konselor sudah cukup baik kepada klien.
Sehingga klien memberikan informasi yang cukup mengenai permasalahannya
terhadap konselor. Pada sesi ini, konselor memulai proses kursi kosong dengan
mengarahkan klien untuk berdialog dengan seseorang yang dihadirkan, dalam hal
ini adalah ayah. Dengan Melakukan proses intervensi afektif Empty Chair Subjek
telah berani mengungkapkan dan mengakui perasaan yang terpendam sejak lama.
Intervensi yang dilakukan konselor pada sesi ini adalah efektif, karena klien
merasa lebih lega dengan mampu mengungkapkan apa yang ia rasakan. Klien
juga sudah dapat memahami dan menerima kondisi nya yang sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
A Proffesional Counselor : A Process Guide to Helping 6th ed Hackney & Cormier (2017)
LAMPIRAN
Link Video Roleplay : https://drive.google.com/drive/folders/1sFHHpp3zuBuHx-
LSsxhD1yWEnJrYrfR_