PENDAHULUAN
agar sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia yang dicantumkan pada
Salah satu kebijakan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya dana
transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui
Dana Alokasi Umum yang bersumber dari dana APBN. Dana transfer dari
pemerintah pusat merupakan salah satu sumber penerimaan yang digunakan untuk
Keuangan Pusat dan Daerah, membawa perubahan yang mendasar pada sistem
kemampuan daerah dalam menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara provinsi
1
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, peningkatan PAD
anggaran yang salah satunya berasal dari dana transfer yang dalam hal ini Dana
Alokasi Umum serta dana yang disebut Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
perkembangan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Daerah jauh lebih
Umum terhadap Belanja Daerah, hal ini tentunya dapat memberikan implikasi
diberikan oleh pemerintah pusat cukup tinggi, padahal hubungan keuangan daerah
dalam rangka otonomi adalah agar dapat memberikan kebebasan kepada daerah
untuk melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien, yaitu dibantu dengan
adanya dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai yang berasal dari dana
2
daerah terlalu mengandalkan Dana Alokasi Umum untuk membiayai Belanja
urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-
undangan. Padahal, dalam era otonomi daerah, bukan hanya soal mengurus
dihasilkan oleh wilayah kabupaten/kota itu sendiri, permasalahan yang timbul ini,
juga terlihat dari bentuk pengaruh yang lebih besar dari Dana Alokasi Umum
suatu wilayah.
3
penerimaan, hal ini terjadi ketika pemerintah menerima grant, maka akan
Fenomena flypaper effect terjadi dalam dua versi. Pertama, merujuk pada
mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap dana transfer yang lebih besar
(Listiorini, 2012:112)
berikutnya, maka hal ini akan berdampak pada celah kepincangan fiskal, dan
Selain itu, implikasi dari terjadinya flypaper effect pada Belanja Daerah di
adanya respon yang berlebihan dalam pemanfaatan dana transfer, yang pada
4
akhirnya menyebabkan kurangnya kemampuan kemandirian keuangan daerah
Selatan yang memiliki Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum yang
5
pendapatan yang berasal dari sumber-sumber penerimaan daerah itu sendiri. Data
Kota Palembang dengan nominal tertinggi sebesar Rp. 781.413 (dalam jutaan)
sedangkan nilai PAD terendah yaitu Kabupaten Empat Lawang dengan nominal
Tabel 1.2 Data Dana Alokasi Umum Perkabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
(Dalam Juta Rupiah )
Tahun
Kabupaten/ Kota
2013 2014 2015 2016
Lahat 566788 615240 662781 703887
Musi Banyuasin 451258 411870 535577 324837
Musi Rawas 635201 420562 578786 641789
Muara Enim 678488 593564 610384 673162
Ogan Komering Ilir 844191 931159 931158 1049995
Ogan Komering Ulu 517310 568771 568562 635551
Palembang 1125008 1203662 1210604 1292124
Prabumulih 352645 383313 406701 414173
Pagar Alam 316529 354727 351582 390188
Lubuklinggau 377967 414758 451555 446789
Banyuasin 772464 824219 875974 930550
Ogan Ilir 520228 561377 557402 623839
Oku Timur 615539 680714 693714 760211
Oku Selatan 459578 512120 523633 588216
Empat lawang 308418 360872 366775 416952
6
*Melalui website (djpk.depkeu.go.id )(2017)
Dana Alokasi Umum adalah dana transfer yang diterima oleh pemerintah
periode tahun 2013 hingga 2016 yang mengalami fluktuasi namun cenderung
Umum yang diterima oleh pemerintah daerah jauh lebih besar daripada
penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah kabupaten/kota itu sendiri,
Dana Alokasi Umum yang diterima oleh pemerintah daerah paling besar diterima
oleh kota Palembang sebagai ibukota provinsi dengan nominal dana transfer
Alokasi Umum yang tertinggi selama 3 tahun terakhir periode 2013 hingga 2016
sebesar 10.57%, hal ini menunjukan kondisi yang relavan dengan keadaan
Kabupaten Empat Lawang yang termasuk dalam wilayah yang baru dimekarkan,
memberikan efek terhadap tingginya tingkat pembiayaan yang berasal dari dana di
luar pendapatan yang dihasilkan. Dalam kaitannya dengan Belanja Daerah, Dana
Alokasi Umum yang diberikan oleh pemerintah pusat sebagai dana transfer yang
7
potensi penerimaan-penerimaan baru yang dapat menjadi sumber penerimaan
Tahun
Kabupaten/Kota
2013 2014 2015 2016
8
Sumber: Badan Pusat Statistik , Publikasi Kabupaten dan Kota
Provinsi Sumatra-Selatan dalam Angka, Berbagai Tahun * 2017
senilai Rp. 648.861 (dalam jutaan). Tingkat pertumbuhan rata-rata Belanja Daerah
tertinggi adalah kota Pagaralam yang mencapai 15.46%, kemudian diikuti oleh
kabupaten Oku Selatan dengan persentase sebesar 13.58% dalam kurun waktu 3
yang diterima oleh Pemerintah daerah yang salah satunya bersumber dari
penerimaan PAD dan DAU. Belanja Daerah merupakan faktor penting dalam
pengelolaan keuangan daerah, oleh sebab itu, besarnya anggaran Belanja Daerah
daerah, maka dari itu terdapat indikasi yang kuat bahwa perilaku Belanja Daerah
sangat dipengaruhi oleh sumber penerimaan berupa dana transfer (DAU) yang
berasal dari Pemerintah Pusat untuk memenuhi kebutuhan Belanja Daerah dalam
hal ini berarti di wilayah tersebut kemungkinan besar terdapat indikasi fenomena
9
flypaper effect, dengan karakteristik data Belanja Daerah, Pendapatan Asli Daerah
Provinsi Sumatera Selatan maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang
“Analisis Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli
Provinsi Sumatra-Selatan’’
Berdasarkan pada uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
1.) Apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan
10
1.) Untuk mengetahui apakah terjadi Flypaper Effect di Kabupaten/Kota di
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan
Manfaat penelitian dilihat baik dari segi teori maupun terapan antara lain :
1.) Sebagai masukan dan tambahan referensi bagi pihak-pihak yang ingin
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Landasan Teori
Ekonom Jerman Adolf Wagner adalah tokoh utama hukum ini. Pada tahun 1982,
pengeluaran pemerintah tumbuh terus menerus, dalam ukuran absolut atau relatif,
kebutuhan untuk meningkatkan belanja negara, sesuai dengan tiga alasan berikut
12
a) Permintaan untuk barang publik tumbuh dengan tingginya tingkat
ekonomi.
PkPP/ PPK
Z= Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Kurva Wagner
1 2 3 4 Waktu (tahun)
Gambar.2.1 Hukum Wagner tentang aktivitas Pengeluaran Pemerintah
*Sumber Mangkoesoebroto, 2001:172
pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP dan
13
juga didasarkan pada pengamatan di negara-negara Eropa pada abad ke-19.
(Mangkoesoebroto, 2001:172).
(Dumairy, 1999)
investasi swasta terhadap GNP semakin besar, tetapi rasio investasi pemerintah
terhadap GNP akan semakin kecil. Sementara itu, Rostow berpendapat bahwa
14
kesehatan masyarakat, prasarana transportasi, dan lain sebagainya
perubahan teknis, biaya relatif dari jasa publik dan urbanisasi ( Musgrave, 1991:
130 -132)
tidak langsung.
Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar
15
mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun
Otonomi berasal dari bahasa Yunani ‘’autos’’ dan ‘’nomos’’. Kata pertama berarti
sendiri dan kata kedua yang berarti pemerintah. Otonomi bermakna memerintah
sendiri, dalam wacana administrasi publik daerah sering disebut sebagai local self
pemerintah kabupaten/kota.
menjalankan atau melaksanakan sesuatu oleh suatu unit politik atau bagian
wilayah dalam kaitannya dengan masyarakat politik atau negara. Konsep otonomi
sendiri tidak datang begitu saja tetapi merupakan keputusan politik yang ditempuh
dan pembangunan.
yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka
16
pemerintah pusat, karena diyakini bahwa pembangunan daerah dapat lebih efektif
Maka dari itu, desentralisasi fiskal tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas
pada bagian perimbangan keuangan antara pusat dan daerah disebutkan bahwa
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
utama bagi pemerintah daerah dan juga menunjukan kapasitas dan kemampuan
17
daerah. Menurut Oates (1999 : 1246) ada dua bentuk instrumen fiskal yang
grants), dan bagi hasil pendapatan (revenue sharing). Pendapat Usui dan
lebih dekat dengan masyarakat sehingga distribusi pelayanan publik menjadi lebih
2009:98)
Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun
pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian
atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan
18
peraturan perundang-undangan. Belanja Daerah dikelompokkan ke dalam belanja
tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja
yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
penerimaan lokal suatu daerah cukup tinggi maka akan semakin besar pula
kemampuan Belanja Daerah, sehingga alokasi Belanja Daerah harus tepat sesuai
dengan kebutuhan masyarakat agar alokasi anggaran lebih efektif dan efisien
disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih
sangat didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam
bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagi
untuk membantu mendanai kegiatan khusus urusan daerah sesuai dengan prioritas
19
Adapun cara menghitung Dana Alokasi Umum menurut ketentuan adalah
2) Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing – masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi
(1930) yang menyatakan “money sticks where it hits” (Dalam Oktavia, 2014: 5).
lebih besar dengan menggunakan dana transfer oleh pemerintah pusat tanpa
fenomena ini mengartikan bahwa dana transfer hanya berpindah tangan dari
20
pemerintah pusat ke pemerintah daerah tanpa memberikan efek yang berarti bagi
ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut dengan
flypaper effect.
flypaper effect ini dapat terjadi dalam dua versi (Gorodnichenko dalam Hastuti ,
2011: 32), yaitu merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja
terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros)
dengan Pendapatan Asli Daerah ( dalam Adiputra, 2014: 1234). Ia juga meneliti
tahun selanjutnya. Menurut Sagbas dan Saruc (dalam mulya et at, 2016:191) ada
dua teori utama dari beberapa penelitian tentang sumber munculnya Flypaper
Effect yang sering digunakan yaitu Fiscal illusion dan The bureaucratic model.
21
Model birokratik berkaitan dengan dengan prilaku pemerintah dalam
pembelanjaan.
Adapun hubungan pendapatan daerah dengan beragam variabel fisik, sosial dan
daerah. Menurut Mardiasmo (dalam Salawi 2015: 4). Meskipun perbedaan tidak
berlaku di semua wilayah dengan kekuatan atau tingkatan yang sama, tetapi
1. Faktor Geografis
Apabila suatu wilayah yang sangat luas, distribusi dari sumber daya
nasional, sumber energi, sumber daya pertanian, topografi, iklim dan curah hujan
tidak akan merata. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang
2. Faktor Historis
lalu untuk menyiapkan masa depan. Bentuk organisasi ekonomi yang hidup di
22
masa lalu menjadi alasan penting yang dihubungkan dengan isu insentif, untuk
pekerja dan pengusaha. Sistem feodal memberikan sangat sedikit insentif untuk
pekerja keras. Sistem industri dimana pekerja merasa tereksploitasi, bekerja tanpa
istirahat, suatu perencanaan dan sistem yang membatasi akan memberi sedikit
3. Faktor Politik
sangat kuat. Tidak stabilnya suhu politik sangat memengaruhi perkembangan dan
wilayah tidak akan berkembang. Selain itu, jika pemerintah stabil tapi lemah,
sendiri dan menolak tekanan atau kontrol sosial akan menggagalkan tujuan dari
kebijakan pembangunan.
karena birokrasi yang efisien akan berhasil dalam pembangunan regional dan
5. Faktor Sosial
23
Beberapa faktor sosial dapat menjadi penghalang dalam pembangunan.
pihak penduduk dari wilayah yang lebih maju memiliki kelembagaan dan
6. Faktor Ekonomi
proses kumulatif dari berbagai faktor, siklus kemiskinan yang buruk, kekuatan
pasar yang bebas dan pasar tidak sempurna, berlangsung yang menambah
Mendagri Nomor 59 Tahun 2007 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah propinsi yaitu pajak kendaraan
bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan
bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
24
permukaan. Sedangkan jenis pajak daerah untuk kabupaten terdiri dari pajak
hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ada tiga
golongan retribusi daerah yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan
(a) Retribusi jasa umum: yaitu retribusi atas jasa yang diberikan emerintah daerah
untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
(b) Retribusi Jasa Usaha: yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
(c) Retribusi perizinan tertentu: yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
lingkungan.
3. Hasil BUMD
25
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan, yang termasuk dalam jenis pendapatan ini yaitu deviden
atau bagian laba yang diperoleh oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang
dibagikan bagi pemegang saham, dalam hal ini merupakan pendapatan bagi
pemerintah daerah.
pendapatan bunga deposito, jasa giro, hasil penjualan surat berharga investasi,
Pajak daerah merupakan salah satu sumber bagi peningkatan PAD di suatu
meningkatkan pajak daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, yaitu
rasio antara pajak daerah terhadap total pendapatan daerah (APBD). Rasio pajak
pajak daerah, semakin tinggi penerimaan pajak suatu daerah maka akan semakin
tinggi tax ratio nya. Formulasi untuk menghitung rasio pajak daerah sebagai
berikut :
Pajak Daerah
Rasio Pajak Daerah=
Total Pendapatan Daerah
26
b. Faktor yang bersifat mikro, diantaranya tingkat kepatuhan wajib pajak,
komitmen dan koordinasi antar lembaga negara serta kesamaan persepsi antara
daerah.
dalam jurnal yang berjudul ‘’ Studying the Flypaper Effect in the Provinces of
selama tahun 2000 -2013 yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Iran dan
model penelitian ini dalam bentuk logaritmik dengan teknik estimasi metode
GMM dan analisis eksperimental. Model dalam penelitian ini adalah sebagai
pendapatan pajak dan pendapatan hibah signifikan pada level 1%. Koefisien
kontribusi pajak sangat kecil karena kapasitas pajak lemah, dan kelambatan
27
signifikan dari pendapatan dana hibah pemerintah pusat yang diberikan kepada
pemerintah daerah .
dengan judul ‘’Analisis Flypaper effect pada Belanja Daerah Kabupaten dan
Kota di Provinsi Banten’’ objek penelitian ini meliputi 8 kabupaten dan kota di
Provinsi Banten dengan sumber data yang diperoleh dari laporan realisasi APBD
data yang digunakan adalah regresi berganda. Metode analisis yang digunakan
statistic Eviews 6. Tahapan analisis dalam penelitian ini terdiri dari: estimasi
model regresi dengan menggunakan data panel, uji asumsi klasik, uji analisis
regresi dan analisis ekonomi. Model persamaan regresi yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Dimana :
BD : Belanja Daerah
i : Cross-section
t : Time series
β0 : Intesep/konstanta
28
ε : Error term
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) PAD dan DAU secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah, (2) PAD dan DAU
secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah, (3) tidak
terjadi flypaper effect pada kabupaten dan kota di Provinsi Banten pada tahun
2010-2013.
Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui data sekunder dengan jenis
data time series dan cross section. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian
ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah, referensi studi
kepustakaan melalui, jurnal, artikel, makalah yang didapat dari perpustakaan dan
internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
ekonometrika data panel dengan GLS (Generalized Least Squares). Model dari
Keterangan:
29
PADit -1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun sebelumnya
a = konstanta
e = error term
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa secara parsial DAU dan
nilai t statistik lebih besar dari t tabel α = 1% yaitu DAU sebesar 15,293 > 2,704
dan PAD sebesar 3,861 > 2,704. Secara simultan DAU dan PAD juga
lebih besar dari nilai F tabel α = 1% yaitu sebesar 165,716 > 99,50. Dalam
penelitian juga didapat hasil bahwa terjadi flypaper effect dimana sumber
berikutnya.
Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
yang digunakan adalah Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah sebagai
variabel independen dan Belanja Daerah yang ditunjukkan oleh APBD sebagai
ini adalah observasi dan dokumentasi . Sumber data didapat dari BPS yaitu berupa
data sekunder DAU,PAD dan Belanja Daerah. Teknik analisis data yang
30
Trend Teknik analisis Least Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama
2010 juga dikuatkan dengan penerimaan Pajak Daerah yang terus meningkat dari
tahun 2005-2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah tidak
lebih besar daripada pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah,
dimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) (0.039) < α (0.05) dan Dana Alokasi
Umum (DAU) (0.030) < α (0.05). Dengan kata lain Kabupaten Karangasem sudah
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
dalam jurnal ekonomi yang berjudul ‘’Analisis Flypaper Effect PAD dan DAU
dengan alat analisis menggunakan regresi data panel, hasil penelitian menunjukan
bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dan alokasi umum (DAU)
Kalimantan Timur.
Analisis ini menggunakan analisis regresi data panel. Hasil penelitian ini
31
menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum
(DAU) secara umum berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah (BD). Hasil
pengujian untuk runtun waktu menunjukkan bahwa dengan data tahun 2003-2013
terjadi flypaper effect yang ditunjukkan dengan pengaruh DAU lebih signifikan
terhadap Belanja Daerah dari pada pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah.
Kabupaten / kota di Jawa Timur umumnya mengalami flypaper effect hal ini
terbukti atau diterima karena respon Belanja Daerah masih lebih besar disebabkan
oleh dana perimbangan khususnya yang berasal dari komponen DAU. Semakin
besar dana transfer (DAU) yang diberikan pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
juga akan semakin tinggi untuk melaksanakan program dan kegiatan yang ada di
daerah. Akibatnya, respon Belanja Daerah lebih besar dari komponen DAU yang
diterima.
Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Belanja Daerah pada Kota dan Kabupaten di Pulau Kalimantan’’ Dari
berganda, penelitian ini menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Belanja Daerah pada kota dan Kabupaten Pulau di Kalimantan, pengujian secara
32
signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kota dan Kabupaten di Pulau
Kalimantan dan besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah lebih tinggi dari pada
pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada kota dan provinsi di
pulau Kalimantan , sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi flypaper effect pada
pengeluaran dan data pendapatan untuk tahun fiskal 2006 di 193 kota Slovenia.
Sumber data termasuk data sekunder yang diperoleh dari Departemen Keuangan.
Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif statistik dengan estimasi model
log-linear.
barang dan jasa, yang memberikan dasar pemikiran untuk pemerintah pusat
oleh pemerintah, REV adalah jumlah total sumber daya yang tersedia untuk
33
pengeluaran, dan needs mendefinisikan faktor kelembagaan dan lainnya yang
berpengaruh pada hasil pengeluaran kota. Kesimpulan dari hasil analisis yang
Efek dari masalah ini harus ditangani lebih lanjut, karena keberadaan efeknya
periode 2001-2005 dengan judul ‘’Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah (BD) pada
Flypaper Effect hanya pada perhitungan Belanja Daerah ditahun 2003, sedangkan
tahun 2001, 2002, 2004, dan 2005 tidak ditemukan adanya Flypaper Effect pada
pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta
34
Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Flypaper Effect
Belanja Daerah
Gambar.2.2 Kerangka pikir Flypaper Effect pada DAU dan PAD serta
pengaruhnya terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi
Sumatera-Selatan.
Besar kecilnya Dana Alokasi Umum yang diterima dari Pemerintah Pusat
dan Pendapatan Asli Daerah yang diterima suatu daerah dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya Belanja Daerah. Kontribusi Dana Alokasi Umum yang lebih
besar dari pada Pendapatan Asli Daerah untuk melakukan Belanja Daerah dapat
merespon Belanja Daerah lebih besar daripada Pendapatan Asli Daerah suatu
Kabupaten/Kota.
35
2.4 Hipotesis Penelitian
H1: Terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Belanja Daerah
Belanja Daerah
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah serta pengaruh dari
37
3.2 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dan bersumber dari pihak lain yaitu dari
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jenis data panel, karena
terdiri dari beberapa entitas dalam kurun waktu tertentu. Data Panel adalah
pengabungan data time series dan cross section yang merupakan data berdasarkan
periode waktu, dan data cross section yang merupakan pengambilan sampel dari
memungkinkan mendapat hasil estimasi yang terbaik dan efisien, hal ini
38
3.2.3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
karena alat analisis yang digunakan menggunakan model model statistik dan
ekonometrika.
perubahan Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja
Daerah. Teknik analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
variabel Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah maka digunakan
39
Sumsel (BDkt)= βo+ β1 Sumsel (DAUkt)+ β2 Sumsel (PADkt) + εkt+ µkt
Keterangan:
Sumsel (BDkt) = Nilai total Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota (k) tahun (t)
t = tahun
k= Kabupaten/Kota
β0 = Konstan
µkt= Error term pada Kabupaten/Kota (k) tahun (t)/ residual individu
menggunakan data panel yaitu, Fixed Effect, Random Effect, dan Common Efffect.
perbedaan intersep antara perusahaan namun intersepnya sama antar waktu (time
regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu.Pendekatan dengan variabel
40
dummy ini dikenal dengan sebutan Fixed Effect Model atau Least Square Dummy
Variabel (LSDV).
Random Effect Model adalah model estimasi regresi data panel dengan
asumsi koefisien slope kontan dan intersep berbeda antara individu dan antar
waktu (Random Effect). Model yang tepat untuk mengestimasi Random Effect
adalah model estimasi yang menggabungkan data time series dan data cross
yang hanya menggabungkan seluruh data time series dan cross section sehingga
di dalam pendekatan ini, tidak memperhatikan dimensi individu dan waktu, yang
kurun waktu.
Dalam memilih model yang paling tepat untuk penelitian, dapat dilakukan
dengan teknik estimasi model regresi data panel, yaitu dengan melakukan Uji
41
3.3.2 Uji Chow
adanya pengujian untuk memilih model terbaik. Uji Chow ialah pengujian untuk
menentukan model Fixed Effect atau Common Effect yang lebih tepat digunakan
H1: digunakan Fixed effect model dan dilanjutkan dengan uji haustman
1. Jika nilai probabilitis Chi square > 0.05 maka terima Ho, yang artinya model
common effect
2. Jika nilai probabilitas Chi Square < 0.05 maka tolak Ho, yang berarti model
fixed effect, dan dilanjutkan dengan uji Haustman untuk memilih model fixed
effect atau random effect yang lebih sesuai untuk model didalam penelitian.
Fixed Effect atau Random Effect yang lebih tepat digunakan dalam regresi data
panel. Uji ini dikembangkan oleh Hausman yang didasarkan pada ide dimana
LSDV di dalam model Fixed Effect tidak efisien dan GLS adalah efiesien atau
kemungkinan alternatif lainnya, model OLS yang lebih efisien, sedangkan GLS
42
tidak efesien. Pengujian haustman test ini dilakukan dengan cara meregresikan
data model random effect, yang kemudian dibandingkan dengan fixed effect
Apabila nilai probabilitas chi square setelah data di regresikan > 0.05
maka terima Ho yang artinya lebih tepat menggunakan model random effect
didalam penelitian, namun apabila nilai probabilitas chi square < 0,05 maka tolak
Suatu model dapat dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai
sifat - sifat tidak bias linier terbaik untuk penaksir (BLUE) . Disamping itu, suatu
model terbilang cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah
lulus dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Uji asumsi klasik
terdiri dari:
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat
multikolinieritas dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
43
diantara variabel independen. Keadaan adanya multikolineritas ini hanya terjadi
pada regresi linear berganda, hal ini dikarenakan jumlah variabel bebasnya lebih
dari satu, sedangkan pada regresi sederhana, tidak mungkin terjadi kasus ini
disebabkan variabel bebasnya hanya terdiri dari satu variabel. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk menguji ada atau tidaknya multikolonieritas dalam
model regresi. Dalam pengujian ini, menggunakan analisis matrik korelasi antar
apabila koefisien korelasi cukup tinggi yaitu diatas 0.85, maka hal ini berarti
cukup rendah, maka hal ini berarti di dalam model regresi tidak ada unsur
pengamatan yang lainnya , yang dapat menyebabkan hasil estimasi menjadi tidak
bias serta perhitungan standart error tidak bisa dipercaya kebenarnya sehingga uji
t ataupun uji f tidak bisa dipercaya untuk evaluasi hasil regresi ( Winarjono.
2005:147). Apabila varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homokedastisitas dan jika varians tidak sama atau dalam hal ini
varian residual tidak konstan maka hal ini disebut heterokedastisitas. Model
regresi yang baik adalah model regresi yang bersifiat homokedastisitas atau tidak
adalah dengan cara uji glejser , Uji glejser dilakukan dengan cara meregresikan
44
variabel-variabel bebas terhadap residual absolut. Apabila probabilitas variabel-
variabel bebas > 0.05, maka di dalam model penelitian tidak adanya gangguan
2005:152)
hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan,
anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu ( Winarjono,
2005: 177) Dampak dari adanya gangguan autokorelasi didalam model adalah
Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari grafik berikut ini:
Autokorelasi
Autokorelasi
Ragu-Ragu Tidak Ada Ragu-Ragu
Negatif
Positif Autokorelasi
0 DL 1.760 2 Du 1.760 2
2 4- Du 4- DL 4
4- Du
Gambar: Statistik Durbin-Watson (d)
Sumber: Winarjono, 2005 : 183
klasik hanya persamaan data panel yang menggunakan teknik analisis Generalized
Least Square (GLS). Dalam eviews, hanya random effect model yang
45
menggunakan metode GLS, sedangkam fixed effect dan commond effect
adalah random effect, maka tidak perlu dilakukan uji asumsi klasik, namun
apabila persamaan regresi lebih cocok menggunakan commond effect atau fixed
suatu ukuran hubungan antar dua variabel, yang mempunyai nilai antara -1 dan 1.
maka koefisien korelasi itu bernilai 1 atau -1. Tanda positif atau negatif hanya
atau negatif.
lebih besar dari nilai F tabel maka variabel-variabel bebas secara keseluruhan
46
berpengaruh terhadap variabel terikat (Gujarati, 2004: 45). Untuk mengetahui
terikat dapat menggunakan cara dengan melihat apakah hipotesis tersebut diterima
Ho diterima
Ho ditolak
α=5%
47
3.3.7 Uji T Statistik ( T- test)
penelitian ini, t hitung akan dibandingkan dengan t tabel pada tingkat signifikasi
1.) Ho: akan ditolak jika T-hitung > dari T tabel, hal ini menunjukan bahwa
2.) Ho: akan diterima apabila T-hitung < T-tabel, artinya variabel-variabel
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), keterkaitan antar
variabel ini juga menentukan apakah terjadi fenomena Flypaper Effect pada
bersih daerah, dalam hal ini Belanja Daerah yang terdiri dari belanja langsung dan
48
belanja tidak langsung. Nilai variabel Belanja Daerah ini diambil dari angka pos
tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun 2016 yang dihitung dengan satuan
rupiah.
(Yani, 2002:110) . Variabel DAU yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Dana Alokasi Umum ini diambil dari nilai Dana Alokasi Umum yang tertera pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2016 yang dihitung dengan satuan rupiah.
dalam penelitian ini nilai variabel Pendapatan Asli Daerah diambil dari pos
Selatan pada periode tahun anggaran 2007 sampai dengan 2016 yang dihitung
49
3.4.5 Flypaper Effect
Flypaper effect adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pemerintah daerah
merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan dana transfer (grants) yang
Pendapatan Asli Daerah (PAD), atau dapat dilihat dari perbandingan antara
koefisien DAU dengan koefisien PAD, sehingga dapat difungsikan jika b1 > b2
b1
atau > 1 maka hal ini menunjukan bahwa terjadinya Flypaper Effect pada
b2
50
BAB IV
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Sumatera yang
memiliki luas wilayah 87.421,17 Km2 dan terletak pada 1 0 - 4 0 Lintang Selatan
dan 1020 - 1060 Bujur Timur. Secara administrasi wilayah Provinsi Sumatera
51
Lampung di Sebelah Selatan dan wilayah sebelah Barat berbatasan dengan
provinsi Bengkulu.
iklim tropis dengan suhu rata-rata bulanan tidak kurang dari 180C, dan suhu rata-
daerah antara 400 meter sampai dengan 1700 meter diatas permukaan laut (dpl).
mulai dari dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Wilayah pantai timur
sebagian besar merupakan daerah rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, dan di wilayah bagian barat merupakan dataran yang luas, namun
daerah perbukitan dan daerah lembah. Bagian barat dari bukit barisan merupakan
lereng, dengan sepanjang wilayah ini terdapat daerah daerah perkebunan karet,
perkebunan teh, perkebunan kelapa sawit, kopi, dan berbagai macam sayuran
yang menjadi salah satu hasil sumber daya alam Provinsi Sumatera-Selatan
52
4.1.2 Pemerintah Provinsi Sumatera-Selatan
Sama halnya dengan Provinsi lain yang terdapat di Indonesia, dengan adanya
pemberlakuaan otonomi daerah pada tahun 1999, Provinsi sumatera selatan terus
kabupaten/kota induk, antara lain: Pada tahun 2001, Kota Pagaralam dimekarkan
dari Kabupaten Lahat, Kota Prabumulih dimekarkan dari Kabupaten Muara Enim,
dan Kota Lubuklinggau yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas,
pemekaran menjadi Kabupaten OKU Timur dan OKU Selatan dan di tanggal yang
sama Kabupaten Ogan Komering Ilir dimekarkan menjadi Kabupaten Ogan Ilir,
mekarkan dari Kabupaten Lahat. Setelah 5 tahun tidak terjadi pemekaran wilayah
induk Muara Enim, kemudian ditahun berikutnya, pada tahun 2013 Kabupaten
Rawas.
53
Pemerintah Kabupaten dan Kota membawahi Pemerintah Kecamatan,Kelurahan,
jumlah kecamatan dan desa terbanyak adalah Kabupaten Lahat dengan total
kecamatan berjumlah 22 kecamatan dan 360 desa. Kabupaten Ogan Komering ilir
54
16.62%, sedangkan wilayah yang terkecil adalah Kota Lubuklinggau yang hanya
sebesar 365,49 Km2 yang senilai dengan 0.42% dari keseluruhan wilayah provinsi
Sumatera-Selatan.
rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum diukur dari jumlah
penerimaan transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat. Dana Alokasi Umum
55
Grafik 4.1.1 Rata-Rata Pertumbuhan Dana Alokasi Umum Daerah
Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan Tahun 2007- 2016 :
Pagar Alam
Lahat
Musi Rawas
Empat lawang
Palembang
Musi Banyuasin
Lubuklinggau
Ogan Komering Ulu
Prabumulih
Banyuasin
Oku Selatan
Ogan Komering Ilir
Ogan Ilir
Oku Timur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lawang, yaitu senilai 16.47 %. Hal ini dikarenakan Empat Lawang merupakan
wilayah terakhir yang dimekarkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yang
Dana Alokasi Umum terendah adalah Kabupaten Musi Rawas yang hanya sebesar
4.57% yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Musi Banyusasin dengan selisih
56
cukup baik bagi kemampuan keuangan daerah, hal ini menunjukan bahwa
fiskal yang didalamnya terdapat fungsi dan kewenangan daerah yang harus
yang cukup dalam melaksanakan tugas nasional dan asas dekonsentrasi serta tugas
Daerah rendah, disebabkan oleh karena daerah tersebut masih tertinggal dan
dari wilayah yang bersangkutan. Berikut adalah data rata – rata persentase
2016 :
57
Grafik. 4.1.2 Rata-Rata Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah per
Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan Tahun 2007- 2016 :
Pagar Alam
Lahat
Musi Rawas
Palembang
Empat lawang
Musi Banyuasin
Prabumulih
Lubuklinggau
Banyuasin
Oku Selatan
Ogan Komering Ilir
Oku Timur
Ogan Ilir
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
selama periode tahun 2007- 2016 adalah Kabupaten Empat Lawang dengan
Pendapatan Asli Daerah yang cukup minim bahkan terendah dalam beberapa
terakhir Pendapatan Asli Daerah terendah adalah Kabupaten Muara Enim dengan
58
4.1.5 Perkembangan Belanja Daerah
Belanja Daerah merupakan realisasi belanja yang tertuang dalam APBD pemerintah
Pagar Alam
Lahat
Empat lawang
Musi Rawas
Palembang
Musi Banyuasin
Prabumulih
Lubuklinggau
Banyuasin
Oku Selatan
Ogan Komering Ilir
Ogan Ilir
Oku Timur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Daerah terendah adalah Kabupaten Musi Banyuasin yang hanya senilai 4.33%.
Hal ini menunjukan bahwa kabupaten Empat Lawang yang dalam hal ini
yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena Kabupaten Empat Lawang sedang
59
dalam proses pembangunan, sehingga rata-rata pertumbuhan Belanja Daerah
Hasil estimasi pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
Dependent Variable: BD
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 02/27/18 Time: 18:54
Sample: 2007 2016
Periods included: 10
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 150
Swamy and Arora estimator of component variances
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
melihat pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap
60
Belanja Daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera-Selatan yang diperoleh
untuk memilih model Commond effect, Fixed Effect, atau Random effect yang
yaitu model commond effect, fixed effect dan random effect. Setelah dilakukan
pengujian terhadap 3 model yang telah di estimasi tersebut, maka akan dipilih
model mana yang paling tepat atau yang paling sesuai dengan penelitian.
digunakan untuk memilih model regresi data panel ( CE,FE,RE), yaitu: F test (
61
4.2.1.1 Uji Chow (Chow Test)
Uji Chow ialah pengujian yang bertujuan untuk menentukan model Fixed
Effect atau Common Effect yang lebih tepat digunakan dalam mengestimasi data
Jika probabilitas chi square > 0.05 maka terima Ho, namun apabila probabilitas
Berdasarkan hasil estimasi output uji chow diatas, dapat dinyatakan model
FE lebih tepat dari CE karena nilai Prob. cross section < 0.05 atau kurang dari
taraf signifikasi alpha 5%. Karena nilai probabilitas cross section F statistik
0,00000 < 0,05 maka menolak Ho yang berarti model Fixed Effect lebih tepat
62
4.2.1.2 Uji Haustman (Haustman Test)
Setelah dilakukan uji chow terhadap estimasi data panel, maka dilanjutkan
dengan uji haustman, uji hausmant adalah pengujian statistik untuk memilih
apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang lebih tepat digunakan dalam
regresi data panel. Uji ini dikembangkan oleh Hausman dengan berdasarkan ide
bahwa LSDV di dalam model Fixed Effect tidak tepat dan dalam hal ini GLS
adalah efesien sedangkan model OLS adalah tidak efesien, sedangkan di lain
pihak, kemungkinan alternatifnya adalah metode OLS efesien dan GLS tidak
efisien.
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
0.3373 , yang nilainya > dari 0,05 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
Effect ( RE). Hal ini sejalan dengan pendapat Nachrowi (2006: 318) yang
63
menyatakan bahwa jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T)
lebih kecil dibandingkan jumlah individu (N) maka akan digunakan metode
di analisis lebih lanjut, maka perlu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel (Priyastama, 2017: 122).
regresi pada penelitian ini maka dapat dilihat dari nilai koefisien matriks korelasi
variabel-variabel bebas. Apabila koefisien > 0.85, maka di dalam model regresi
terjadi multikolinearitas.
Adapun nilai korelasi variabel dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
PAD DAU
1.000000 0.723451
0.723451 1.000000
Sumber: Output Eviews 8, Diolah 2018.
64
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai lebih
besar dari 0.85 yang berarti bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas antar
variabel bebas
(Priyastama, 2017: 125). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya heteroskedastisitas pada model adalah dengan melakukan uji glejser. Uji
residual absolut. Berikut ini adalah hasil uji glejser pada penelitian:
Karena nilai probabilitas variabel-variabel bebas pada uji glejser > 0.05, yaitu
PAD sebesar 0.657 dan Variabel DAU 0.6732 maka, dapat disimpulkan bahwa
pada model penelitian tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas.
65
Autokorelasi terjadi apabila terdapat korelasi antara observasi satu dengan
observasi yang berlainan waktu (untuk data time series) dan runtut ruang( untuk
data cross section) . Untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam model regresi
dapat dilakukan melalui pengujian terhadap nila Durbin Watson (DW) dengan
a. Tidak terjadi autokorelasi apabila D-W test berkisar 2, yaitu terletak antara
du dan 4-du, pada umumnya nilai D-w yang berkisar antara 1,5 – 2.5
b. Terjadi masalah autokorelasi apabila D-W < DL, atau D-W mendekati 0
berarti pada model mengalami autokorelasi positif, dan apabila D-W >
c. Ragu –ragu / tanpa keputusan, yaitu jika DL < D-Wtest < Du atau 4-du <
d-w test < 4-dl. Oleh karena itu kita harus membandingkan nilai Durbin
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.2 , nilai Durbin Watson Statistik
adalah senilai 2.006445 dengan n sebesar 150 sampel, dan nilai k = 2. Nilai D L
pada tabel Durbin Watson untuk n=150 sampel dan k=2 adalah 17062,
sedangkan nilai Du adalah 17602, setelah dihitung nilai 4-Du adalah 2.2398 dan
4-DL adalah 2.2938. Maka pengujian autokorelasi dapat diliat pada gambar
dibawah ini:
66
Autokorelasi Autokorelasi
Ragu -ragu Tidak Ada Ragu -ragu
Postif Negatif
Autokorelasi
DL 1.760 2
Du 1 .7 602
4- Du 1.760 2
4- DL 1 .7 602
2.0064
0 1 .7 602 1.7062 1.7602 2.2398 2.2938 4
Du dan 4-Du, maka pada model penelitian dinyatakan bebas dari gangguan
autokorelasi.
model ini.
terhadap variabel dependen dengan cara mencari nilai T-tabel dan F-tabel dengan
dependen yang dalam hal ini adalah variabel Belanja Daerah (BD). Pengujian ini
67
dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel. Berikut ini
Ho : Tidak ada pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
Ha : Ada pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Daerah
Kriteria pengujian :
dan df= n-k-1 = 147 maka diperoleh F-tabel sebesar 3.06, maka dapat disimpulkan
bahwa terima Ha dan menolak Ho yang berarti secara bersama-sama variabel PAD
dan DAU memiliki pengaruh yang nyata terhadap besar kecilnya Belanja Daerah
68
4.2.3.2 Uji T statistik ( Uji parsial )
Effects Specification
S.D. Rho
Adapun hipotesis yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah sebagai
berikut:
Ho : Variabel Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah tidak memiliki
(BD)
69
Dengan kriteria pengujian , Ho akan diterima jika Fhitung < Ftabel dan Ha diterima
jika Fhitung > Ftabel (α = 5%). Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.8, dapat
diketahui bahwa:
Pengaruh variabel Dana Alokasi Umum dilhat dari nilai t-statistik sebesar
8.604 dan nilai t-tabel untuk n= 150 sampel k=2, df= n-k-1=147 adalah 1.655, hal
ini menunjukan nilai t-statistik > dari t-tabel (8.604 > 1.655) yang berarti menolak
Ho dan menerima Ha, artinya variabel Dana Alokasi Umum secara parsial
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Belanja Daerah diterima pada taraf
signifikasi 5%.
sebesar 4.218 dan nilai t-tabel adalah 1.655, hal ini menunjukan nilai t-statistik >
dari t-tabel (4.218 > 1.655) yang berarti menolak H o dan menerima H1, artinya
70
Gambar 4.3 Diagram Hasil Uji T
Untuk melihat apakah terjadi flypaper effect atau tidak dapat dilihat dari
perbandingan antara koefisien DAU dan koefisien PAD, atau dapat difungsikan
b1
jika b1 > b2 atau > 1 maka terjadi flypaper effect (Tresch, 2002:924).
b2
effect atau tidak di suatu daerah, maka dapat dilakukan dengan dua (2) cara yaitu:
dengan melihat pengaruh dari besarnya variabel PAD, apabila PAD tidak
dikatakan bahwa telah terjadi flypaper effect, cara yang kedua adalah dengan
melihat nilai koefisien dari variabel independent, yaitu DAU dan PAD. Jika nilai
koefisien yang dimiliki oleh PAD lebih besar dari nilai koefisien yang dimiliki
oleh DAU maka dapat dikatakan tidak terjadi flypaper effect. Sedangkan
sebaliknya jika nilai koefisien yang dimiliki oleh salah satu yang berasal dari
71
transfer daerah yaitu DAU lebih besar daripada nilai koefisien dari PAD maka
selama periode 2007-2016. Hal ini dikarenakan koefiesien Dana Alokasi Umum
lebih besar daripada koefisien Pendapatan Asli Daerah , dengan nilai koefisien
Pendapatan Asli Daerah yang hanya sebesar 1,679038 atau lebih kecil 0.33874
4.3 Pembahasan
Pengujian Flypaper effect dapat dilihat dari besarnya nilai Dana Alokasi Umum
Asli Daerah yang dihasilkan oleh kabupaten/kota itu sendiri. Berdasarkan hasil
estimasi regresi data panel diatas, meskipun variabel Dana Alokasi Umum dan
Daerah, namun besarnya nilai koefisien dana transfer yang diberikan oleh
Daerah daripada dana yang berasal dari PAD, sehingga dapat disimpulkan bahwa
periode tahun 2007 hingga 2016. Hal ini dikarenakan koefisien Dana Alokasi
Umum lebih besar daripada koefisien Pendapatan Asli Daerah, dengan nilai
koefisien Pendapatan Asli Daerah yang hanya sebesar 1,679038 atau lebih kecil
72
0.33874 apabila dibandingkan dengan nilai koefisien Dana Alokasi Umum.
Indikasi Flypaper Effect juga dapat dilihat dengan membandingkan nilai DAU
terhadap koefisien PAD yang dihitung dengan pendekatan Flypaper Effect yaitu
1.712912
senilai =1 .02. Angka tersebut menunjukan besarnya perbandingan
1679038
variabel DAU dan PAD yang lebih besar dari 1 yang berarti tingkat
cukup tinggi terhadap dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam
karena suatu daerah harus mampu menciptakan kondisi daerah yang mandiri
Selatan ini juga memperkuat teori ‘’money sticks where it hits’’ yang dapat
diartikan bahwa dana transfer hanya berpindah tangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah tanpa memberikan efek yang berarti, karena tujuan awal dari
yang terjadi saat ini, Provinsi Sumatera-Selatan sedang giat dalam melakukan
Daerah yang telah direncanakan. Adanya fenomena flypaper effect yang terjadi di
73
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera-Selatan ini mengisyaratkan bahwa didalam
memang menjadi prioritas dan tidak memperbesar anggaran biaya untuk suatu
pengeluaran keuangan daerah, hal ini juga merujuk pada model wewenang
birokratik atau yang dikenal dengan The bureaucratic model. dimana model
yang dalam hal ini merupakan salah satu komponen terbesar dari PAD. Adapun
menurut hukum Wagner, pengeluaran sektor publik akan tumbuh sejalan dengan
mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state
sehingga didalam teori ini menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas
Provinsi Sumatra-Selatan yang terdapat pada penelitian ini juga terjadi dibeberapa
daerah, sehingga penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
74
Salawi dan Lapian (2015) dan Oktavia (2014) yang menyimpulkan bahwa
flypaper effect terjadi pada daerah-daerah yang belum mandiri dalam kemampuan
Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel, koefisien variabel Dana Alokasi
Umum sebesar 1.72919 dengan t sebesar 8.60447 dan probabilitas 0,000. Hal ini
karena diterima pada alpha atau taraf signifikasi < 5%. Nilai Koefisien Dana
Alokasi Umum adalah sebesar 1,712912, artinya apabila variabel lain tidak
berubah atau dianggap konstan, maka jika Dana Alokasi Umum meningkat
Alokasi Umum yang signifikan terhadap Belanja Daerah juga dapat dilihat dari
bahkan apabila dibandingkan dengan dana yang berasal dari penerimaan lokal
daerah. Hal ini sejalan dengan hasil uji parsial/uji statistik dimana Dana Alokasi
semakin tinggi Dana Alokasi Umum yang diterima oleh pemerintah daerah maka
75
di tahun berjalan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Belanja Daerah, akan tetapi hasil dari penelitian ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widodo ( 2007) yang menyatakan bahwa besarnya
pengaruh DAU tidak signifikan terhadap perkembangan Belanja Daerah. Hal ini
berbeda dalam hal potensi sumber-sumber kekayaan daerah dan perbedaan dalam
signifikan karena nilai probabilitas variabel PAD 0.0000 atau < 0.05 (alpha 5%).
Nilai koefisien Pendapatan Asli Daerah sebesar 1,679038, artinya apabila variabel
lain tidak berubah atau dianggap konstan (cateris paribus) , maka jika Pendapatan
Asli Daerah meningkat sebesar 1 % maka hal ini akan mempengaruhi peningkatan
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil uji parsial/uji statistik dimana Pendapatan
76
dominan dalam menentukan penyusunan, perencanaan dan pelaksanaan
cukup baik, akan tetapi besarnya komponen Pendapatan Asli Daerah yang
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekawarna (2017) dan
potensi lokal sehingga terciptanya tujuan dari asas desentralisasi dan otonomi
daerah.
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Variabel Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara bersama-sama
dan Pendapatan Asli Daerah juga berpengaruh positif signifikan secara parsial,
namun meskipun variabel Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
tetap terjadi pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah di
5.2 Saran
Belanja yang sesuai (rasional) dalam hal ini tidak terlalu besar untuk setiap
diintensifkan.
78
bergantung dari dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk
yang diterima.
79
Daftar Pustaka
Adiputra, I Made Pradana. 2014. “Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah di
Kabupaten Karangasem”. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika
JINAH, Vol. 3 No. 2 Singaraja, Bali.
Afrina dan Shidieqy Hasnan. 2013. “ Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah
Pada Kota dan Kabupaten di Pulau Kalimantan’’. Stie Nasional
Banjarmasin,Dinamika Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6.No.2
September 2013
Amalia, Fitri. 2015. “Analisis Flypaper Effect pada Belanja Daerah Kabupaten
dan Kota di Provinsi Banten’’. Jurnal Organisasi dan Manajemen,
Volume 11, Nomor 1, Maret 2015.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Publikasi Pendapatan Asli Daerah Dana
Alokasi Umum dan Belanja Daerah . https://www.bps.go.id/ (diunduh
14 Agustus , 2017)
80
Provinsi Jambi) . Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan
Daerah Vol. 4 No. 3. ISSN: 2338-4603 . Maret 2017
Listiorini. 2012. ‘’Flypaper Effect Pada Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota di Sumatera-
Utara’’. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol 4. No.2 Juli 2012.
Maddah, Majid dan Tabbar Fozieh. 2016. ’’Studying the Flypaper Effect in the
Provinces of Iran (2000-2013)’’. Jurnal Iran. Econ. Rev. Vol. 20, No. 3,
2016. pp. 339-354
Mulya, Rahmatul. Dan Brastaman. 2016. ‘’Pengaruh Flypaper Effect pada dana
alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kota Banda Aceh (Studi Empiris pada
Pemeritah Kota Banda Aceh Tahun 2008-2014)’’. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA) Vol. 1, No. 2, (2016)
Nabilah,NA, Sulistyo, dan Kusuma. 2014. ‘’ Analisis Flypaper Effect PAD dan
DAU Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Kalimantan Timur Tahun
2010-2014’’. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi pembangunan UMM.
81
Oktavia, Deni. 2014. ‘’Flypaper Effect: Fenomena serial waktu dan lintas
Kabupaten/Kota Di jawa Timur 2003 – 2013’’. Jurnal Organisasi dan
Manajemen, Volume 11, Universitas Jember.
Penthury, M.A. 2011. “ Flypaper Effects Anomaly Of West Papua Capital Public
Expenditure “. Economic Journal Of Emerging Markets, 3(3), pp: 289-
297.
Pramuka, A. Bambang, 2010. ‘’Flypaper effect pada pengeluaran pemerintah
daerah di Jawa’’.Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1,
Juni 2010.
Priyastama, Romie. 2017. Buku Sakti Kuasai SPSS. STRAT UP. PT. Anak hebat
Indonesia. Bantul
Salawali, dan Lapian . 2015. ‘’Flypaper effect Dana Alokasi Umum, Pendapatan
Asli Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Daerah
Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tengah’’. Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Magister Ilmu Ekonomi Universitas Sam Ratulangi, Manado
Susetyo, Bashir, dkk. 2018. “Impact of Capital Expenditure and Public Utility
Custumers to Economic Development of District-City in Sumatera-
Indonesia’’. International Journal of Economics and Financial Issue .
ISSN: 2146-4138
82
Tresch, R. 2002. ‘’Finance public Anormative theory’’. Department of economic,
Boston College Chestnut Hill, Massachusetts.
Widodo, Pambudi Tri. 2007. ‘’Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada
Kabupaten / Kota di Bali’’. UII, Yogyakarta.
83
Daerah Penerimaan
Ho
Ha Ha
-1.655 0 1.655
84
Gambar: Kurva uji T statistik, diolah 2018
85