HN
MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK LEGISLASI
(Law Poli cs of Legisla on in Efforts
to Improve Quality Product Legisla on)
BP
M. Ilham F. Putuhena
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI
Jl. Mayjend Sutoyo – Cililitan Jakarta Timur
Email: ilham.bphn@gmail.com
Naskah diterima: 9 Desember 2012; revisi: 13 Desember 2012; disetujui: 15 Desember 2012
ing
Abstrak
Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera, campur tangan negara atau pemerintah terhadap berbagai aspek
kehidupan masyarakat dak dapat dihindari. Campur tangan pemerintah dirumuskan dalam bentuk hukum atau peraturan
ind
perundang-undangan yang bersifat memaksa, sehingga dalam praktek penyelenggaraan negara dak dapat lepas dari apa
yang disebut kebijakan-kebijakan, yang dirumuskan dalam Legislasi (peraturan perundang-undangan). Permasalahannya
adalah bagaimana membentuk peraturan perundang-undangan yang berkualitas dan efek f dalam mendorong poli k
pembangunan nasional, khususnya dalam aspek keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan menggunakan metode
peneli an yuridis norma f, dapat disimpulkan bahwa legislasi bukan semata-mata sebagai proses poli k, karena bila produk
hukum hasil proses tersebut buruk, maka akan selalu dapat berdalih bahwa memang demikianlah poli k. Legisprudence
melihat legislasi dari dua kaca mata, yaitu poli k dan dari kacamata hukum. Hukum yang dibentuk dengan dak demokra s
V
menunjukkan sebagai ”hukum yang dak relasional”. Hukum non-relasional juga bisa terjadi ke ka ada yang memaksakan
suatu kepen ngan/kehendak dalam proses argumentasi, entah karena posisi orang atau kelompok yang mengusulkan,
atau entah karena dipaksakan oleh kekuatan fisik. Kualitas legisasi dapat dilihat dari dua hal, yaitu kualitas materi sebuah
hts
Abstract
ec
In order to build a prosperous society, na on or government interven on on various aspects of community life can’t be
avoided. Government interven on is formulated in the form of laws or regula ons that are forcing, so that in prac ce the
implementa on of the state can not be separated from what is called the policies defined in the legisla on (legisla on).
The problem is how to establish a quality legisla on to keep the legisla on effec ve in promo ng na onal development
policy, especially in the aspect of jus ce and social welfare. Using norma ve research methods, it can be concluded that the
lR
legisla on is not merely a poli cal process, because the law of the process when the product is bad, it will always be able
to argue that it is so poli cal. Legisprudence see the legisla on of two glass eyes, from poli cs (which means the context
of the law) and the law of the glasses (or more technically known as the law). Formed law undemocra c show as "the
law does not rela onal" (law of non-rela onal). Non-rela onal law can also occur when there are compelling an interest
/ desire in the process of argumenta on, either because of the posi on of the person or group who propose, or whether
na
because enforced by physical force. Legisasi quality can be seen from two things: the quality of the material and the quality
of the legisla on process of forming a law.
Keywords: legisla on, law poli cs, quality
Jur
HN
perlengkapan negara (pemerintah, DPR, dan
Sebagai negara modern, Indonesia dalam
sebagainya) pada hukum. Campur tangan
kons tusi atau Undang-Undang Dasar Republik
negara dengan alat perlengkapannya pada
Indonesia Tahun 1945 telah berprinsip sebagai
hukum, dalam hal:3
negara demokrasi dan negara hukum yang
a. Penciptaan Hukum, dilatarbelakangi oleh
bertujuan untuk membangun kesejahteraan
BP
kewajiban negara memelihara keadilan dan
bagi rakyatnya,1 sehingga terdapat 2 (dua)
keter ban. Untuk memelihara keadilan dan
landasan pokok yang harus menjadi pilar dalam
keter ban tersebut negara menciptakan
pelaksanaan pembangunan hukum nasional,
hukum;
yaitu:2
b. Pelaksanaan Hukum, dilatarbelakangi
ing
a. Landasan Idiil, merupakan norma dasar
oleh kewajiban negara mengadakan alat-
kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu
alat perlengkapan negara yang bertugas
hukum yang berwatak Pancasila.
melaksanakan atau menegakkan hukum
b. Landasan Operasional, yaitu: 1) hukum
menurut cara tertentu yang ditentukan oleh
yang adil dan mensejahterakan; 2) hukum
yang memperkuat demokrasi; 3) hukum
ind negara, antara lain melalui pengadilan.
c. Perkembangan Hukum, yaitu bahwa
yang melindungi HAM; 4) hukum yang
hukum disusun berdasarkan kesadaran
memperkukuh NKRI; 4) hukum yang
hukum masyarakat. Negara berusaha
berbhineka tunggal ika; dan 5) hukum yang
mempengaruhi perkembangan kesadaran
V
melindungi bangsa dan tumpah darah
hukum masyarakat, sehingga negara
Indonesia.
mempengaruhi perkembangan hukum.
hts
1
Lihat Pembukaan UUD RI 1945 Alinea ke-empat.
2
Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional 2015-2019
na
menerjemahkan legislation sebagai (1) perundang-undangan; (2) pembuatan undang-undang, John M. Echols
dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm. 353. Jeremy Bentham dan John
L. Austin mengaitkan istilah legislation sebagai ”any form of law-making”, Jeremy Bentham, An Introduction to
the Principles of Morals and Legislation (Oxford: Clarendon Press, 1996) dan John L. Austin, The Province of
Jurisprudence Determined and the Uses of the Study of Jurisprudence (London: Weidenfeld and Nicolson, 1954).
Lihat juga Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 31-32.
menjadi sangat pen ng untuk mewujudkan ke Mahkamah Kons tusi (MK), dan undang-
HN
tujuan negara sebagai negara kesejahteraan undang itu bisa dijalankan atau dak.
(welfare state) sebagaimana diamanatkan Berdasarkan data Rekapitulasi
dalam kons tusi, sehingga menghasilkan produk Perkara Pengujian Undang-Undang
legislasi yang berkualitas menjadi tanggung di Mahkamah Kons tusi Republik Indonesia
jawab yang besar. Tahun 2003 s.d. 2012, menunjukan jumlah
BP
Dalam mewujudkan masyarakat yang undang-undang yang dimintakan pengujian
sejahtera, campur tangan negara atau dari tahun ke tahun semakin bertambah,
pemerintah terhadap berbagai aspek kehidupan sebagaimana ditunjukkan Tabel 1. Data
masyarakat dak dapat dihindari. Campur tersebut memperlihatkan jumlah total
tangan pemerintah tersebut dirumuskan dalam pembatalan undang-undang yang dikabulkan
ing
bentuk hukum atau peraturan perundang- dari 2003 hingga awal Desember 2012 masih
undangan yang bersifat memaksa baik memperlihatkan angka yang nggi, yaitu 111
peraturan perundangan di ngkat nasional undang-undang, walaupun undang-undang
maupun daerah. Dengan demikian dalam ind yang ditolak oleh MK juga banyak.
praktek penyelenggaraan negara dak dapat
lepas dari apa yang disebut kebijakan-kebijakan
yang dirumuskan dalam legislasi (peraturan
perundang-undangan), sebagai payung hukum
V
dalam mengimplementasikan kegiatan oleh
negara.
hts
5
Aan Eko Widiarto, ”Mengukur Kualitas Legislasi Dalam Perspektif Legisprudence” (makalah disampaikan pada
Konferensi Negara Hukum, Hotel Bidakara Jakarta Tahun 2012).
Tabel 1: Rekapitulasi Perkara Pengujian Undang-Undang Mahkamah Kons tusi Republik Indonesia
Tahun 2003 S.D Desember 2012
HN
JUMLAH
SISA SISA
TAHUN JUMLAH UU
YANG TERIMA JUMLAH AMAR PUTUSAN TAHUN
PUTUSAN YANG
LALU INI
DIUJI
BP
Kabul : 0
Tolak : 0
2003 0 24 24 4 20 16
Tidak Diterima : 3
Tarik Kembali: 1
Kabul : 11
Tolak : 8
2004 20 27 47 35 12 14
ing
Tidak Diterima : 12
Tarik Kembali: 4
Kabul : 10
Tolak : 14
2005 12 25 37 28 9 12
Tidak Diterima : 4
Tarik Kembali:0
Kabul : 8
2006 9 27 36
Tolak
Tidak
ind Diterima
:
:
8
11
29 7 9
Tarik Kembali: 2
Kabul : 4
Tolak : 11
2007 7 30 37 27 10 12
Tidak Diterima : 7
Tarik Kembali : 5
V
Kabul : 10
Tolak : 12
2008 10 36 46 34 12 18
Tidak Diterima : 7
Tarik Kembali : 5
hts
Kabul : 17
Tolak : 23
2010 39 81 120 61 59 58
Tidak Diterima : 16
Tarik Kembali : 5
Kabul : 21
Tolak : 29
2011 59 86 145 94 51 0
Tidak Diterima : 35
ec
Tarik Kembali : 9
Kabul : 30
Tolak : 31
2012 51 118 169 97 72 0
Tidak Diterima : 30
Tarik Kembali : 6
lR
Kabul : 111
Tolak : 136
Jumlah 207 454 661 Tidak Diterima : 125 409 -
Tarik Kembali :
37
na
BAPPENAS, yang telah mengiden fikasi bahwa ke daksesuaian asas; e) lemahnya efek vitas
permasalahan implementasi peraturan di implementasi; f) dak harmonis/ dak sinkron;
Indonesia antara lain adalah: a) mul tafsir; g) dak ada dasar hukumnya; h) dak adanya
b) potensi konflik, antar materi perundang- aturan pelaksanaannya; i) dak konsisten; dan
j) menimbulkan beban yang dak perlu, baik penguatan kewenangan DPD secara lebih
HN
terhadap kelompok sasaran maupun kelompok fungsional dan restrukturisasi DPR terdiri
yang terkena dampak. 6 atas 2 fraksi dan 3 komisi;
Dari hasil kajian BAPPENAS, penyebab 2. penguatan sistem presidensial dengan
permasalahan tersebut antara lain disebabkan menjamin perimbangan kekuatan
oleh:7 pemerintah dan DPR melalui penyederhanaan
BP
a. perumusan regulasi yang dak sistema k; jumlah parpol, restrukturisasi sistem
b. dak jelasnya acuan tools regulasi serta dua barisan di DPR, dan kemungkinan
dak memperha kan standar internasional diperkenalkannya mekanisme pencalonan
yang telah menjadi best prac ces dan capres melalui jalur perseorangan,
common prac ces terkait principles of good serta diadakannya Menteri Utama yang
ing
regula ons; bertanggungjawab kepada Presiden
c. pendekatan regulasi yang bersifat sektoral sebagaimana prinsip yang lazim berlaku
atau dipengaruhi kepen ngan ego sektoral; dalam sistem presidensial;
d. ke dak jelasan batas-batas kewenangan ind 3. penataan kembali sistem peradilan
kelembagaan termasuk mekanisme yang menjamin mutu peradilan dengan
koordinasinya; prinsip independensi yang diimbangi oleh
e. keterbatasan kapasitas sumber daya manusia akuntabilitas yang efek f dan menjamin
yang terkait dengan perumusan regulasi; keterpercayaan, disertai pembagian tugas
V
f. kurang memadainya proses konsultasi yang lebih produk f antara MK, MA dan KY
publik; dalam menyukseskan agenda penegakan
hts
undang-undang saja, namun juga terdapat meletakkan sistem otonomi daerah secara
permasalahan pada UUD RI 1945. Menurut serentak baik di ngkat provinsi maupun
Jimly Asshiddiqie, terdapat beberapa pokok- di ngkat kabupaten dan kota, dengan
lR
pokok pikiran pen ng untuk diperbaiki dalam menentukan k tolak otonomi di ngkat
materi muatan UUD 1945, antara lain:8 provinsi dan kota, dan dengan memperluas
1. penataan kembali struktur dan fungsi penger an daerah otonomi khusus atau
MPR, DPR, dan DPD, dengan kemungkinan is mewa yang dak hanya bersifat poli k,
na
Jur
6
Paper Penelitian ”Pemetaan Hasil Identiϔikasi Terhadap Undang-Undang Sektor Yang Berpotensi Bermasalah”,
Workshop Koordinasi Strategis Analisa Peraturan Perundang-Undangan, Direktorat Analisa Peraturan
Perundang-Undangan, BAPPENAS, Jakarta 5 Desember 2012, hlm. 16.
7
Ibid., hlm. 17.
8
Jimly Asshiddiqie, ”Tanggapan terhadap draf Rancangan Perubahan Kelima UUD 1945 usulan DPD-RI” (makalah
disampaikan dalam Rapat Koordinasi di Kantor Menko Polkam, Jakarta 7 Juli, 2011).
tetapi juga ekonomi dan kebudayaan, dak kuan tas anggota legisla f maupun ekseku f
HN
hanya di ngkat provinsi tetapi dapat pula di cukup banyak, sangat minim bahkan dak ada,
ngkat kabupaten/kota; orang-orang yang memiliki keahlian khusus
5. pengaturan kembali mengenai sistem dalam hal legisla f dra ing untuk merumuskan
kepartaian, pemilihan umum, dan pemilihan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat
presiden dan kepala daerah; menjadi norma-norma hukum yang baik,
BP
6. perbaikan kembali pelbagai aturan teknis sehingga yang terjadi, perda menjadi asal-asalan
yang dipandang dak produk f atau bahkan hanya melakukan cut and paste dari
berlebihan seper ketentuan mengenai peraturan-peraturan sejenisnya.
duta besar, ketentuan asli Pasal 28, dan lain Ke ga, pembuatan perda seringkali dak
sebagainya, ataupun ketentuan-ketentuan didasarkan pada skala prioritas isu dalam
ing
yang masih perlu ditambahkan sehingga masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum jika
sistem ketatanegaraan berdasarkan UUD banyak perda yang lahir secara prematur. Sebab
1945 menjadi lebih baik; dan yang mendasari lahirnya perda bukan sebuah
7. materi lainnya mulai dari ketentuan pasal- kebutuhan, tetapi lahir dari tarikan kepen ngan
pasal pada Bab II sampai dengan Bab XVI.
ind poli k melalui negosiasi ekseku f dan legisla f.
Kemudian pada level Peraturan Daerah Keempat, proses pembentukan perda
(Perda). Menurut Si Zuhroh terdapat lima masih kurang melibatkan par sipasi ak f
penyebab munculnya perda bermasalah:9 dari masyarakat dalam keseluruhan proses
Pertama, kurang fleksibelnya aturan pembuatannya. Par sipasi ak f masyarakat
V
hukum yang mendukung proses pembentukan seharusnya dak hanya terbatas dari proses
perda. Aturan hukum, khususnya dalam hal penyaringan aspirasi, namun juga harus
hts
ini seringkali menghambat karena kurang masyarakat hanya dijadikan objek sosialisasi
mengolaborasi kebutuhan-kebutuhan riil di draf raperda daripada diminta masukannya,
lapangan. sehingga, perda tersebut tetap dak mampu
lR
satu faktor yang menyebabkan hal ini adalah atasnya, dalam hal ini Undang-Undang pas lah
keterbatasan sumber daya manusia yang dibatalkan demi meminimalisasi kebingungan
berkompeten dalam merumuskan dan hukum. Dalam perspek f legisla f dan ekseku f,
Jur
9
Indonesian Corruption Watch, Panduan Public Review (Eksaminasi Publik Peraturan Perundangan), (Jakarta:
ICW, Agustus 2012), hlm. 8.
atau MA tentunya menjadi catatan serius bagi legislasi di Indonesia, dengan rumusan
HN
ins tusi yang bertugas membuatnya. permasalahan sebagai berikut:
Terdapatnya permasalahan dalam peraturan 1. Bagaimana proses pembentukan legislasi
perundang-undangan akan berdampak terhadap yang lebih berkualitas?
pencapaian pembangunan nasional, antara lain 2. Apakah perbaikan yang harus dilakukan
karena:10 dalam meningkatkan kualitas legislasi?
BP
1. Problema regulasi berdampak terhadap
efek vitas implementasi regulasi; C. Metode PeneliƟan
2. Tidak efek fnya implementasi regulasi Peneli an ini menggunakan metode
akan mengakibatkan hambatan terhadap peneli an yuridis norma f.11 Data diperoleh dari
pencapaian pembangunan nasional;
ing
studi kepustakaan dianalisis secara deskrip f
3. Hambatan terhadap pencapaian kualita f. Analisis deskrip f kualita f yaitu
pembangunan nasional akan berdampak metode analisis data yang mengelompokkan
terhadap tujuan nasional. dan menyeleksi data yang diperoleh menurut
Dari berbagai permasalahan yang terjadi ind kualitas dan kebenarannya, kemudian
dalam proses dan hasil dari legislasi tersebut dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan
di atas, tentu akan mempengaruhi dalam kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi
implementasi dan hasil yang ingin dicapai kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas
khususnya poli k pembangunan nasional permasalahan yang dirumuskan.
V
khususnya bidang hukum. Proses yang
bermasalah akan menghasilkan output yang D. Pembahasan
hts
10
Ibid., hlm. 18.
11
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode
penelitian hukum kepustakaan, lihat Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14.); Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan
dengan istilah metode penelitian hukum doktrinal, lihat Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode
Jur
dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta: Elsam dan Huma, 2002), hlm. 147. Sunaryati Hartono, menyebutkan dengan
istilah metode penelitian hukum normatif, lihat C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada
Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 139; dan Ronny Hanitjo Soemitro menyebutkan dengan istilah
metode penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang doktrinal, lihat Ronny Hanitijo
Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hlm.
10.
dengan legal dogma cs. Hal ini membawa bahwa se ap hukum merupakan keputusan
HN
pada kondisi seolah-oleh proses pembentukan poli k, sehingga hukum dapat dilihat sebagai
hukum seolah-olah terpisah dari proses poli k. kristalisasi dari pemikiran poli k yang saling
Memisahkan hukum dengan konteks poli k berinteraksi di kalangan para poli si, sehingga
justru berakibat buruk terhadap kualitas konfigurasi poli k akan melahirkan karakter
hukum itu sendiri, karena paradigma ini justru produk hukum tertentu pula. Konfigurasi poli k
BP
membuat pilihan-pilihan poli k yang dilakukan ini terbagi menjadi konfigurasi poli k demokra s
dalam pembuatan hukum yang dilakukan oleh dengan konfigurasi poli k otoriter. Konfigurasi
legislator menjadi tertutup.12 poli k yang demokra s akan melahirkan produk
Melihat legislasi semata-mata sebagai proses hukum yang berkarakter responsif atau otonom,
poli k juga berbahaya, karena bila produk hukum sedangkan konfigurasi poli k yang otoriter akan
ing
hasil proses tersebut buruk, maka akan selalu menghasilkan karakter hukum yang konserva f/
dapat berdalih bahwa memang demikianlah ortodoks atau menindas. 14
poli k. Legisprudence melihat legislasi dari dua Legislasi merupakan ak vitas dari lembaga
kaca mata ini, yaitu dari poli k (yang berar poli k, sehingga harus juga dipelajari dan
konteks dari hukum) dan dari kacamata hukum
ind dibedah terkait aktor pemegang peran tersebut.
(atau lebih dikenal dengan teknis hukum), Studi poli k dalam proses legislasi membantu
sehingga L.J. Wintgens kemudian berpendapat memahami sejauh mana rasionalitas dijadikan
bahwa Legalisme terdiri dari konjugasi dari pijakan dalam membuat keputusan diantara
lima karakteris k, yaitu representa onalism, berbagai pilihan poli k.15 HAS Natabaya
V
keabadian, instrumentalisme tersembunyi, menyatakan, untuk menilai kualitas peraturan
eta sm dan metode ilmiah peneli an hukum, perundang-undangan harus dilihat dari hulu
hts
yang kemudian Witgen menyebutnya sebagai sampai hilir, selain itu peraturan perundang-
bentuk legalisme "Legalisme yang kuat".13 undangan juga merupakan produk poli k yang
mengandung dua makna. Makna pertama adalah
2. Dua Dimensi Legislasi poli k dalam ar kebijakan, yakni peraturan yang
ec
12
Luc J. Wintgens, ”Legisprudence as A New Theory of Legislastion,” Ratio Juris (Vol. 19 No. 1 March 2006): 1.
Jur
13
LJ Wintgens, ”Legisprudence as a New Theory of Legislation”, (makalah disampakan pada the Discussion Group of
Jurisprudence di Oxford, 18 Mei 2004).
14
Moh. Mahfud M.D, Politik Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Raja Gra indo Persada, 2009), hlm 4-6.
15
Laica Marzuki, ”Membangun Undang-undang Yang Ideal”, Jurnal Legislasi Indonesia (Volume 4 No. 2 Juni 2007).
16
HAS Natabaya.”Peningkatan Kualitas Peraturan Perundangundangan (Suatu Pendekatan Input dan Output)”,
Jurnal Legislasi Indonesia (Volume 4 No. 2 Juni , 2007), hlm. 9.
kekuatan yang ada dalam masyarakat, maka yang memaksakan suatu kepen ngan/kehendak
HN
organ pembentuk hukum jelas mencerminkan dalam proses argumentasi, entah karena posisi
konfigurasi kekuatan dan kepen ngan yang ada orang atau kelompok yang mengusulkan, atau
dalam masyarakat tersebut.17 Kecenderungan entah karena dipaksakan oleh kekuatan fisik.20
pemikiran, pendidikan, asal-usul sosial dan Dua pola pemaksaan dalam legislasi tersebut
lain-lain dari para anggota badan pembuatan menjadi alasan adanya hukum non-relasional
BP
undang-undang akan turut menentukan yang bisa dikatakan sebagai hukum ad hominem
undang-undang yang dibuat.18 dan hukum ad baculum.
Dalam merumuskan putusan itulah Hukum ad hominem adalah hukum yang
konfigurasi kekuatan dalam badan pembuat antara lain terjadi ke ka dalam proses legislasi
undang-undang menjadi pen ng, kecuali ada kelompok yang disingkirkan atau dak
ing
ditentukan oleh susunan keanggotaan dalam diikutsertakan dengan alasan yang dak rasional.
badan pembuat undang-undang, intervensi- Diskriminasi terhadap kelompok tertentu,
intervensi dari luar badan pembuat undang- apakah karena alasan ideologis atau agamis
undang tersebut juga dak dapat diabaikan. ind contohnya, adalah hal yang sering melahirkan
Intervensi tersebut terutama hanya dapat hukum ad hominem.
dilakukan oleh golongan yang memiliki kekuasaan Sementara itu, hukum ad baculum adalah
dan kekuatan, baik secara sosial, poli k hukum yang hanya mengacu pada kekuasaan,
maupun ekonomi. Rakyat banyak dak memiliki baik yang bersandar pada kekuatan uang,
V
kemampuan untuk melakukan pendekatan atau kekuatan senjata, dan bahkan juga pada truth
lobi seper ”The haves”. Satu-satunya bahasa claim (klaim kebenaran mutlak) ajaran agama.
hts
intervensi yang mereka kenal adalah kekerasan. Hukum semacam ini juga dak memenuhi
Secara sosiologis dak ada perbedaan antara syarat kesejajaran relasi, sebab pihak yang satu
intervensi halus oleh golongan elit dan intervensi mendudukkan diri lebih nggi dari pihak yang
keras yang dilakukan oleh rakyat dalam proses lain.21
pembuatan undang-undang.19
ec
relasional). Hal ini terjadi karena dalam syarat- kegiatan dalam merumuskan norma-norma ke
syarat legislasinya dak terpenuhi dan produknya dalam teks-teks hukum yang dilakukan oleh
dak membangun kebersamaan. Di samping itu, sekelompok orang yang memiliki kewenangan
hukum non-relasional juga bisa terjadi ke ka ada
na
17
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode, dan Pilihan Masalah (Surakarta: Muhammadiyah
Jur
sampai pada pergulatan dan interaksi kekuatan peraturan.24 Hukum tata negara dogma k, ilmu
HN
sosial-poli k yang melingkupi dan berada di pengetahuan poli k dan ilmu perencanaan
sekitarnya. memainkan peranan pen ng dalam proses
Brian Z. Tamanaha dengan teori mirror dan prosedur pembentukan peraturan
thesis, mendiskusikan tesis besar dengan perundangundangan.25 A. Hamid S. A amimi
mengatakan bahwa: ”the idea that law is melihat proses legislasi dak semata-mata dari
BP
mirror of society and the idea that func on of kacamata hukum atau kacamata poli k akan
law is to maintain social order”.22 Hukum dak tetapi berupaya mengkaitkan antara hal-hal
lain merupakan pencerminan masyarakatnya teori k dan prak s baik dari sisi poli k,hukum
sekaligus berfungsi sebagai pemelihara ter b dan sosiologis.
masyarakat, sehingga T. Koopmans menyatakan Dari pandangan tersebut diatas, kualitas
ing
bahwa fungsi pembentukan hukum (peraturan legisasi dapat dilihat dari dua hal, yaitu kualitas
perundang-udangan) untuk saat ini semakin materi sebuah undang-undang dan kualitas
terasa pen ng dan sangat diperlukan. Hal ini proses pembentukan sebuah undang-undang.
dikarenakan dalam negara yang berdasar atas Kualitas materi sebuah undang-undang berkaitan
hukum modern (verzorgingsstaat), tujuan
ind dengan apakah pasal-pasal dalam sebuah
utama legislasi bukan sekedar menciptakan undang-undang sudah mencerminkan aspirasi
kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dan dapat menjadi k masuk
kehidupan yang sudah mengendap dalam bagi upaya perbaikan kehidupan masyarakat
masyarakat, namun tujuannya lebih luas dari dalam segala aspeknya. Sedangkan kualitas
V
itu yaitu untuk menciptakan modifikasi dalam proses pembentukan sebuah undang-undang
kehidupan masyarakat.23 berkaitan dengan apakah proses pembantukan
hts
Hamid A amimi, dalam disertasinya yang undang undang itu sudah memenuhi landasan
berjudul ”Peranan Keputusan Presiden Republik argumentasi, pilihan kebijakan, komperhensif,
Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintah serta membuka ruang par sipasi stake holder
Negara,” mengu p pandangan dari Burkhart masyarakat yang ada.
ec
kegiatan yang menyangkut pemenuhan bentuk yuridis. Dalam tahap sosiologis berlangsung
peraturan, metode pembentukan peraturan proses-proses untuk mematangkan suatu
dan proses serta prosedur pembentukan gagasan dan/atau masalah yang selanjutnya
na
22
Brian Z. Tamanaha, A General Jurisprudence of Law and Society (New York: Oxford University Press, 2006), hlm.
1.
Jur
23
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya (Yogyakarta:
Kanisius, 1998), hlm. 2.
24
A.Hamid S. Attamimi, ”Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintah
Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu
Pelita I – Pelaita IV”, Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta 1990, hlm. 318-319.
25
Ibid., hlm. 320.
akan dibawa ke dalam agenda yuridis. Apabila 2. Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966,
HN
gagasan itu berhasil dilanjutkan, bisa jadi bentuk Tentang Memorandum DPR-GR mengenai
dan isinya mengalami perubahan, yakni makin Sumber Ter b Hukum Republik Indonesia dan
dipertajam (ar culated) dibanding pada saat Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
ia muncul. Pada k ini, ia akan dilanjutkan ke Indonesia.
dalam tahap yuridis yang merupakan pekerjaan 3. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000,
BP
yang benar-benar menyangkut perumusan Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
atau pengkaidahan suatu peraturan hukum. Peraturan Perundang-Undangan.
Tahap ini melibatkan kegiatan intelektual yang 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003
murni bersifat yuridis yang niscaya ditangani tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
oleh tenaga-tenaga yang khusus berpendidikan Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
ing
hukum.26 Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Proses Legislasi 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Di Indonesia prinsip pembentukan undang- ind tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD undangan.
RI 1945, yaitu pemegang kekuasaan membentuk 6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
undang-undang adalah Dewan Perwakilan tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat , dan se ap rancangan undang-undang Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
V
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rakyat Daerah.
hts
undang-undang diatur dalam berbagai peraturan Undang No. 10 Tahun 2004, Undang-Undang
perundang-undangan baik yang secara khusus No. 12 Tahun 2011 memuat materi muatan baru
mengatur pembentukan undang-undang, yang ditambahkan, yaitu antara lain:27
lR
26
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Hukum di Indonesia (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003), hlm. 135.
27
Lihat Penjelasan UU Nomor 12 Tahun 2011, hlm 2 .
untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan Pembahasan RUU dan penulis tambahkan juga
HN
juga perencanaan Peraturan Pemerintah, mengenai Evaluasi Legislasi.
Peraturan Presiden, dan Peraturan
Perundang-undangan lainnya; a. Kualitas Tahapan Prolegnas.
3. pengaturan mekanisme pembahasan Pada tahapan perencanaan hukum, Prolegnas
Rancangan Undang-Undang tentang saat ini masih merupakan da ar permintaan
BP
Pencabutan Peraturan Pemerintah Penggan dari kementerian terkait, implikasinya adalah
Undang-Undang; banyaknya RUU dalam prolegnas. Apabila
4. pengaturan Naskah Akademik (NA) sebagai separuh dari 46 kementerian yang ada
suatu persyaratan dalam penyusunan mengajukan permintaan RUU, maka jumlah RUU
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
ing
sudah mencapai 23. Prolegnas saat ini belum
Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan mengatur dari segi kualitas, dimana sangat
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; memungkinkan terjadi peraturan perundang-
5. pengaturan mengenai keikutsertaan undangan yang berlebihan dan tumpang ndih,
Perancang Peraturan Perundang-undangan, walaupun sebenarnya telah ada mekanisme
peneli , dan tenaga ahli dalam tahapan
ind harmonisasi hukum dalam tahapan pengajuan
Pembentukan Peraturan Perundang- RUU oleh kementerian tersebut.
undangan; dan Prolegnas adalah sebuah manajemen
6. penambahan teknik penyusunan NA dalam perencanaan, ar nya ada arah yang ingin dituju
Lampiran I Undang-Undang ini.
V
dalam membentuk regulasi, ke ka metode
Tahapan pembentukan peraturan yang digunakan adalah hanya menerima
perundang-undangan adalah pembuatan
hts
dari segi penyiapan materi legislasi, tahapan RUU, hendaknya diubah juga sebagai kegiatan
perencanaan, penyusunan dan pembahasan yang dapat mengarahkan arah legislasi
merupakan tahapan yang menentukan dalam yang sesuai dengan Pancasila, UUD RI 1945,
penentuan materi. Penentuan materi legislasi dan RPJMN, sehingga da ar regulasi yang
na
juga akan membicarakan bagaimana poli k dibutuhkan, dimulai dari tahapan yang sudah
hukum dalam ranah perundang-undangan. dikaji dan terarah, begitupun lembaga-lembaga
Untuk itu konteks dimensi legislasi harus yang terkait yang akan membahasnya, bukan
Jur
dimasukkan dalam ke ga tahapan tersebut. Dari lagi hanya satu KL tertentu. Begitupun apabila
ke ga tahapan tersebut maka beberapa kegiatan terkait dengan beberap kementerian. Hal ini
krusial yang menentukan kualitas legislasi pen ng untuk mencegah beberapa perundang
adalah Kualitas Prolegnas, Kualitas NA, Kualitas undangan yang dak sinkron.
HN
atau pengharmonisasian peraturan yang
Pada tahapan penyusunan, terdapat dua ada, sedangkan NA diarahkan untuk
tahapan pen ng yang harus dilakukan, yaitu menindaklanju saran peneli an yang
tahapan peneli an dan tahapan NA, namun merekomendasikan bentuk aturan yang
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 akan digunakan khususnya undang-undang,
BP
hanya mengatur mengenai NA, sedangkan sehingga paparan NA akan lebih mengarah
peneli an dak dibahas, sehingga terlihat pada pilihan-pilihan kebijakan atau aturan
bahwa dalam undang-undang tersebut belum yang ada serta bentuk penormaan aturan
menempatkan peran strategis dari peneli an. tersebut.
2) Peneli an dilakukan sebelum terbentuknya
ing
NA adalah naskah hasil peneli an atau
pengkajian hukum dan hasil peneli an NA, sehingga kedua kegiatan ini adalah
lainnya terhadap suatu masalah tertentu rangkaian yang saling terkait .
yang dapat dipertanggungjawabkan secara 3) NA juga harus merasionalisasikan dan
ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut ind merumuskan beberapa bentuk aturan
dalam suatu Rancangan Undang-Undang, pendukung yang harus dibuat untuk
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau mendukung aturan tersebut, khususnya
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota melibatkan siapa saja yang akan dikaitkan
sebagai solusi terhadap permasalahan dan dengan pembentukan aturan tersebut,
V
kebutuhan hukum masyarakat. Dari penger an sehingga kebutuhan aturan ndak lanjut dari
NA tersebut, permasalahan yang mengemuka undang-undang tersebut sudah diketahui
hts
undangan yang lainnya, sedangkan tahapan rasional, maka aspek mul approach adalah
NA merupakan tahapan rasionalisasi norma prinsip yang harus dilakukan, mul approach
(ra onal rules) dan merupakan rangkaian dalam ini sesuai dengan pandangan beberapa pakar
lR
pembentukan Undang-Undang. yang tersebut di atas dan hal ini juga berar
Tahapan peneli an sebaiknya dijadikan harus menggunakan banyak bidang ilmu
instrumen awal sebelum tahapan NA, jadi dan juga kementerian terkait yang berbeda,
sehingga baik pada tahapan peneli an dan
na
baru serta bentuk pengaturannya baik mengan sipasi problem legislasi selama ini, baik
undang-undang ataupun peraturan tumpang ndih kewenangan, permasalahan
perundang-undangan lainnya, atau ke dak pas an hukum dalam pengaturan dan
peneli an dapat merekomendasikan beberpa masalah lainnya. Khususnya untuk
HN
implikasinya pada penentu kebijakan, dalam hal ataupun publikasi RUU yang krusial beserta
legislasi ini adalah DPR dan Pemerintah. pasal-pasalnya hingga saat ini belum maksimal
Untuk itu NA harus beranggotakan dilakukan. Transparansi dan akuntabilitas ini
pakar akademisi dan pak si yang berbeda dapat mendorong pilihan materi kebijakan akan
(termasuk LSM), juga terkait dengan beberapa lebih rasional dibandingkan transaksi poli k.
BP
kementerian dan lembaga yang terkait. Menjadikan kegiatan pembahasan legislasi
Proses akademik hendaknya memberikan menjadi sama pen ngnya dengan menonton
penjelasan yang luas baik arah kebijakan yang acara di televisi memang daklah mungkin, namun
mungkin dak direkomendasikan maupun harus dipahami bahwa tahapan pembahasan
yang direkomendasikan pada pembentuk tersebut merupakan tahapan interaksi sosial
ing
substansi aturan, hingga pada perbandingan yang sangat pen ng dalam mendorong
pilihan kebijakan di negara-negara lain beserta rasionalitas dan kualitas pembahasan, sehingga
implikasinya, untuk itu kepen ngan anggota perlu upaya untuk memudahkan akses bagi
DPR untuk studi banding dapat digan dengan kelompok diluar DPR atau Partai poli k dalam
pengkajian kebijakan di negara-negara lain pada
ind pembahasan pembentukan kebijakan.
NA tersebut.
Konsep NA RUU yang dak luas dalam 5. Evaluasi Legislasi.
memberikan pilihan kebijakan dan juga Dilihat dari segi subyek yang melakukan
perbandingan kebijakan tersebut, berdampak
V
pengujian, pengujian dapat dilakukan oleh
pada besarnya anggaran studi banding Anggota hakim (toetsingsrecht van de rechter atau
DPR.
hts
maka kegiatan yang menjadi pen ng adalah mengatur pengujian terhadap peraturan
pada saat perdebatan dan penentuan pilihan perundang-undangan di bawah undang-
dalam merumuskan kebijakan. Kualitas proses undang terhadap undang-undang merupakan
lR
kelompok kepen ngan yang terkait dengan Mahkamah Agung mempunyai wewenang
RUU yang akan dibahas, hal ini mungkin menguji hanya terhadap peraturan perundang-
sudah dilakukan, tetapi terhadap eksplorasi undangan di bawah undang-undang terhadap
Jur
dan publikasi terhadap isu tertentu belum undang-undang pada masa sebelum perubahan
dilakukan, alat pendukung tersebut seharusnya UUD 1945, menurut pandangan Padmo
dipublikasikan, seper rekaman proses Wahjono didasarkan pada pemikiran bahwa
persidangan yang dapat diakses diinternet, undang-undang sebagai konstruksi yuridis yang
maksimal untuk mencerminkan kekuasaan 2004) belum memasukkan satu tahapan yang
HN
ter nggi pada rakyat, sebaiknya diuji/digan / dak kalah pen ngnya dalam peningkatan
diubah oleh yang berwenang membuatnya, kualitas legislasi atau perbaikan hukum itu
yaitu MPR berdasarkan prak k kenegaraan yang sendiri, yaitu tahapan Evaluasi Legislasi atau
pernah berlaku. 28 Pengujian legislasi.
Pengujian juga dikenal lembaga ekseku f Manusia yang dak mungkin akan sempurna,
BP
(execu ve review). Di Indonesia dilakukan perubahan masyarakat tentu saling berkaitan
terhadap peraturan perundang-undangan dengan pengaturan hukum, sehingga perubahan
yang dibentuk oleh lembaga ekseku f. Salah atau perbaikan perundang undangan menjadi
satu contoh pengujian oleh lembaga ekseku f bagian proses pembentukan perundang-
(execu ve review) adalah dalam pengujian undangan yang dak terputus.
ing
Peraturan Daerah (Perda). Untuk melaksanakan Pengujian yang dilakukan sesudah Undang-
pemerintahan daerah, maka penyelenggara Undang disahkan, dinamakan Legisla f review
pemerintahan daerah (pemerintah daerah dan dan Ekseku f review, kemudian pengujian
DPRD) membentuk Perda, yang akan ditetapkan ind yang dilakukan sebelum Undang-Undang
oleh Kepala Daerah setelah mendapat disahkan dinamakan Legisla f preview dan
persetujuan bersama DPRD. Berdasarkan Pasal Ekseku f preview.29 Konsep Legisla f preview
136 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Ekseku f preview ini juga dapat diterapkan
tentang Pemerintah Daerah, Perda dilarang dalam konteks penataan Poli k Hukum Legislasi
V
bertentangan dengan kepen ngan umum dan/ Nasional atau terhadap peraturan dalam tata
atau peraturan perundang-undangan yang lebih urutan perundang-undangan yang berlaku yang
hts
nggi. Berdasarkan Pasal 145 Undang-Undang bertujuan untuk mencegah gugatan Judicial
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Review atau Kons tu onal Review. Selain
Daerah, Pemerintah dapat membatalkan Perda itu Review terhadap RUU atau UU bertujuan
yang bertentangan dengan kepen ngan umum untuk:
dan/atau peraturan perundang-undangan yang 1. Mengetahui produk hukum mana yang efek f
ec
lebih nggi, dan keputusan pembatalan Perda dan dak efek f dalam pelaksanaannya.
ditetapkan dalam Peraturan Presiden. 2. Mengetahui aturan yang saling tumpang
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ndih dan berbenturan, termasuk
lR
28
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Cet. 2, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 15.
Praktik ketatanegaraan yang dimaksud adalah dengan ditetapkannya Ketetapan MPRS RI Nomor XIX/MPRS/1966
tentang Peninjauan Kembali Produk-produk Legislatif Negara di luar Produk Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara yang Tidak Sesuai dengan UUD 1945. Tetapi saat ini belum pernah dilakukan legislatif review oleh
DPR/DPD terhadap produk yang dihasilkan, kebanyakan lansung di lakukan judicial review oleh MK.
Jur
29
Menurut Jimly Asshiddiqie Jika pengujian itu dilakukan terhadap norma hukum yang bersifat abstrak dan umum
(general and abstract norms) secara a posteriori, maka pengujian itu dapat disebut sebagai judicial review. Akan
tetapi jika pengujian itu bersifat a priori, yaitu terhadap rancangan undang-undang yang telah disahkan oleh
parlemen tetapi belum diundangkan sebagaimana mestinya, maka namanya bukan ”judicial review”, melainkan
”judicial preview”. Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, cet. 2, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2005), hlm. 6-7.
HN
kebutuhan regulasi. mul approach baik dari akademisi, prak si,
4. Memberikan solusi terhadap pilihan lintas kementerian, dan lain-lain.
kebijakan yang bermasalah.
5. Mengevaluasi konsistensi Undang-Undang E. Penutup
dan NA, dan implikasinya. Menurut Gustav Radbruch, potensi terjadi
BP
6. Menjadi bahan dalam melakukan perubahan hukum yang dak sempurna itu disebabkan
regulasi. adanya an nomi antar ga cita hukum yaitu:
Maka obyek yang diuji adalah peraturan keadilan, kepas an, dan kemanfaatan, yang
perundang-undangan yang diuji terbagi atas: niscaya sukar untuk dikonkritkan dalam satu
1). Peraturan perundang-undangan dalam
ing
rumusan hukum. Belum lagi cacat bawaan
bidang tertentu. Seper Bidang Ekonomi, hukum tersebut akibat dalam perumusan
atau Bidang Penegakan Hukum, dimana hukum terjadi pereduksian atas kebenaran dan
review dilakukan terhadap seluruh peraturan kenyataan yang penuh. Dalam is lah Satjipto
yang ada pada bidang tersebut. Rahardjo, hal ini dikarenakan merumuskan
2). Hanya Pada peraturan perundang-undangan
ind (dan menerapkan) hukum dak lebih sebagai
tertentu, review dilakukan dengan language game sebagaimana diuraikan
menjadikan perundangan tertentu sebagai sebelumnya.30
objek utama, sedangkan perundangan Meningkatkan kualitas legislasi tentunya
lainnya hanya sebagai perbandingan.
V
harus didukung oleh kualitas dimensi poli k
Evaluasi Legislasi menjadi rangkaian pen ng yang demokra s dan kualitas hukum yang
dan tak terpisahkan dalam pembentukan
hts
Hasil Evaluasi akan di ndak lanju dalam Proses masyarakat itu merupakan sebuah en tas
Perencanaan dan penyusunan RUU. Pelaksanaan yang hidup dan bergerak tetapi usaha untuk
Review sendiri bisa dilaksanakan karena: melakukan itu menjadi sangat pen ng bagi
lR
30
Aan Eko, Op Cit., hlm. 7.
HN
Buku Asshiddiqie, Jimly, ”Tanggapan terhadap draf
Rancangan Perubahan Kelima UUD 1945 usulan
Asshiddiqie, Jimly, Model-Model Pengujian
DPD-RI” (makalah disampaikan dalam Rapat
Kons tusional di Berbagai Negara, cet. 2,
Koordinasi di Kantor Menko Polkam, Jakarta 7
(Jakarta: Kons tusi Press, 2005).
Juli, 2011).
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang (Jakarta:
A amimi, A.Hamid S., ”Peranan Keputusan Presiden
BP
Kons tusi Press, 2006).
Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Aus n, John L., The Province of Jurisprudence
Pemerintah Negara: Suatu Studi Analisis
Determined and the Uses of the Study of
Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi
Jurisprudence (London: Weidenfeld and
Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelaita
Nicolson, 1954).
IV”, Disertasi Doktor Universitas Indonesia,
Bentham, Jeremy, An Introduc on to the Principles
Jakarta 1990.
ing
of Morals and Legisla on (Oxford: Clarendon
Bappenas, ”Pemetaan Hasil Iden fikasi Terhadap
Press, 1996).
Undang-Undang Sektor Yang Berpotensi
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Bermasalah”, Workshop Koordinasi Strategis
Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1995).
Analisa Peraturan Perundang-Undangan,
Hartono, C.F.G. Sunarya , Peneli an Hukum Di
Direktorat Analisa Peraturan Perundang-
Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994).
Indonesian Corrup on Watch, Panduan Public Review
ind Undangan ,BAPPENAS, Jakarta 5 Desember
2012.
Binawan, Al. Andang L., ”Merunut Logika Legislasi”.
(Eksaminasi Publik Peraturan Perundangan),
Jentera Jurnal Hukum (Edisi 10, Tahun III, Oktober
(Jakarta: ICW, Agustus 2012).
2005).
Mahfud M.D, Moh., Poli k Hukum Indonesia,
Marzuki, Laica, ”Membangun Undang-undang Yang
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009).
V
Ideal”, Jurnal Legislasi Indonesia (Volume 4 No.
Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional,
2 Juni 2007).
Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
Natabaya, HAS, ”Peningkatan Kualitas Peraturan
hts
php?page=web
(Yogyakarta: Kanisius, 1998).
Tamanaha, Brian Z., A General Jurisprudence of Law
and Society (New York: Oxford University Press, Peraturan
2006). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
Jur
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, Tentang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
HN
Perundang-Undangan. Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Jenis dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan Oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pemerintah Pusat. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang (menggan kan Undang-Undang Nomor 10
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tahun 2004).
BP
ing
V ind
hts
ec
lR
na
Jur