Anda di halaman 1dari 14

Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN

HN
UNDANG-UNDANG YANG RESPONSIF
(Community Par cipa on in order to Create the Responsive Law)

Rahendro JaƟ

BP
Badan Pembinaan Hukum Nasional - Kementerian Hukum dan HAM RI
Jalan Mayjen Sutoyo Nomor 10 Jakarta Timur
Email: rahendroja @yahoo.com

Naskah diterima: 5 Desember 2012; revisi: 11 Desember 2012; disetujui: 13 Desember 2012

ing
Abstrak
Par sipasi masyarakat merupakan wujud adanya relasi antara masyarakat dengan DPR dan Pemerintah dalam proses
pembentukan undang-undang. Agar hubungan tersebut dapat memberikan manfaat bagi penciptaan undang-undang
yang responsif, maka par sipasi masyarakat harus ada pada se ap tahapan pembentukan undang-undang. Tidak hanya
ind
berupa hak yang diformalkan dalam bentuk aturan saja, tetapi penyampaian aspirasi masyarakat tersebut secara nyata
harus dapat dilaksanakan dan direspon oleh pembentuk undang-undang. Tulisan ini akan membahas mengapa para sipasi
masyarakat diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan; serta bagaimana proses pembentukan
undang-undang yang melibatkan par sipasi masyarakat sehingga melahirkan undang-undang yang responsif. Dengan
menggunakan pendekatan sosio-legal dengan metode juridis norma f terlihat bahwa par sipasi masyarakat merupakan
wujud dari pelaksanaan asas keterbukaan yang merupakan salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-
V
undangan yang akan memberikan manfaat pen ng dalam hal efek vitas pemberlakuan peraturan perundang-undangan
di dalam masyarakat. Secara formal, proses untuk mewujudkan produk undang-undang yang responsif ini sudah
memungkinkan, tetapi penerimaan aspirasi masyarakat secara substansi oleh para pembentuk undang-undang untuk
hts

mewujudkan undang-undang yang responsif sangat tergantung pada sikap dan cara pandang pembentuk undang-undang
dengan berbagai kepen ngan yang ada didalamnya. Untuk itu perlu adanya kesadaran dari masyarakat dan pembentuk
undang-undang mengenai relasi yang terjadi diantara keduabelah pihak dalam pembentukan undang-undang.
Kata kunci: par sipasi masyarakat, pembentukan peraturan perundang-undangan, undang-undang responsif.
ec

Abstract
Community Par cipa on is a form of the rela onship between the public with Parliament and the Government in the
legisla ve process. In order to create the benefit of responsive law, then there should be public par cipa on at every
stage of legisla ve process. It’s not only formalized the rights in the form of rules, but also delivery of real aspira ons
lR

to be feasible and responded to by the legislators. This paper will discuss why public par cipa on is necessary in the
process of forma ng legisla on, as well as how the process of establishing laws that involve community par cipa on to
make responsive laws. By using a socio-legal approach and norma ve juridical method shows that public par cipa on
is a form of implementa on of the principle of openness that is one of the principles in the forma ng legisla on. It will
provide significant benefits in terms of the effec veness of the applica on of laws in society. Formally, the process to create
na

responsive legisla on products is already possible, but the acceptance of the people’s aspira ons in substance by the law
makers to realize the responsive legisla on is highly depend on the a tudes and perspec ves of legislators. For that it need
the awareness of the public and legislators about the rela onships that occur between the two par es in the forma ng
legisla on.
Keywords: community par cipa on, establishment of legisla on, responsive laws.
Jur

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 329


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

A. Pendahuluan. tetapi tujuan utama pembentukan undang-

HN
undang adalah menciptakan modifikasi atau
Sebagai negara hukum, segala aspek
perubahan dalam kehidupan masyarakat.3
kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
Yuliandri menyatakan bahawa ”legal policy”
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
yang dituangkan dalam undang-undang,
pemerintahan harus berdasarkan atas hukum
menjadi sebuah sarana rekayasa sosial, yang
yang sesuai dengan sistem hukum nasional.1

BP
memuat kebijaksanaan yang hendak dicapai
Karena prinsip negara hukum yang dianut
pemerintah, untuk mengarahkan masyarakat
Indonesia adalah negara hukum modern, yaitu
menerima nilai-nilai baru.4 Sedangkan Ha u
Negara Hukum Pancasila, maka maka fungsi
menyatakan bahwa dalam negara hukum
peraturan perundang-undangan bukanlah
modern memerlukan pembentukan peraturan

ing
hanya memberi bentuk kepada endapan nilai-
perundang-undangan yang berfungsi sebagai
nilai dan norma-norma yang hidup dalam
instrumen untuk memberi, mengatur,
masyarakat dan juga bukan hanya sekedar fungsi
membatasi sekaligus mengawasi pelaksanaan
negara di bidang pengaturan, namun peraturan
tugas dan wewenang Pemerintah dan menjamin
perundang-undangan adalah salah satu
metoda dan instrumen ampuh yang tersedia
ind hak-hak masyarakat.5
Dengan cara pembentukan hukum melalui
untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan
modifikasi, menurut Maria Farida terdapat
masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan.
beberapa keuntungan antara lain bahwa
Dalam negara hukum modern, peraturan
pembantukan hukum dak memakan waktu
V
perundang-undangan diharapkan mampu
yang lama dan hukum dapat selalu berada
untuk ”berjalan didepan” memimpin dan
di depan. Walaupun menurutnya kadang-
hts

membimbing perkembangan serta perubahan


kadang hukum yang dirumuskan dengan cara
masyarakat.2 Maria Farida menyatakan bahwa
modifikasi tersebut kurang sesuai dengan
di dalam negara yang berdasar atas hukum
kehendak masyarakat, akan tetapi apabila
modern, tujuan utama dari pembentukan
pembentukan undang-undangnya dilakukan
undang-undang bukan lagi menciptakan
ec

dengan cara modifikasi yang baik dan disertai


kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai yang
dengan kajian yang mencukupi, maka hukum
sudah mengendap dalam masyarakat, akan
lR

1
Penjelasan Umum UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
2
Tim Pengajar Teori Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesa, Teori Perundang-Undangan,
dalam laporan akhir Penyusunan Naskah akademik RUU Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 2004 tentang
na

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2009, hlm. 12.
3
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2002), hlm. 2. Terhadap hal ini Hamid S. Attamimi menyatakan bahwa untuk menghadapi perubahan dan
perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin cepat, sudah bukan saatnya mengarahkan pembentukan
hukum melalui penyusunan kodi ikasi. Karena pemikiran tentang kodi ikasi hanya akan menyebabkan hukum
Jur

selalu berjalan dibelakang dan bukan tidak mungkin selalu ketinggalan zaman.
4
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-
Undang Berkelanjutan, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm. 1.
5
Hendrik Hattu, Tahapan Undang-Undang Responsif, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 23, No. 2, Juni 2011, hlm. 406,
diakses dari http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/tahapan-undang-undang-responsif.
pdf

330 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

tersebut akan dapat menjadi pedoman dan mampu dilaksanakan; kedua, dapat ditegakkan;

HN
menjadi panglima serta dapat berlaku sesuai ke ga, sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan
dengan perkembangan masyarakat.6 Walaupun hukum dan persamaan hak-hak sasaran yang
lebih cocok dengan perkembangan saat ini, akan diatur; dan keempat, mampu menyerap
tetapi pendapat Maria Farida mengenai kurang aspirasi masyarakat.8 Kondisi ini menunjukkan
sesuainya perumusan hukum dengan kehendak bahwa pembentukan undang-undang dak

BP
masyarakat melalui mekanisme modifikasi hanya sebatas melaksanakan proses formal,
dalam pembentukan undang-undang harus tetapi juga harus berpedoman pada asas-asas
disikapi secara bijaksana. Sebagai pihak yang pembentukan peraturan perundang-undangan
akan merasakan pelaksanaan undang-undang, yang baik sehingga kualitas undang-undang yang
kehendak masyarakat dalam perumusan dibentuk sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

ing
substansi dan norma dalam penyusunan undang- Salah satu elemen yang pen ng untuk
undang harus mendapat mendapat perha an menghasilkan produk hukum yang responsif
yang lebih dari pembentuk undang-undang. Hal adalah par sipasi masyarakat. Menurut Nonet
ini karena dalam pelaksanaan berlakunya suatu ind dan Selznick, pen ngnya peran masyarakat dalam
norma, selain didasarkan karena adanya daya pembentukan produk hukum harus terlihat
laku (validity) juga didasarkan karena adanya pada proses pembentukannya yang par sipa f
daya guna (efficacy) dari norma tersebut. dengan mengundang sebanyak-banyaknya
Dalam hal ini dapat dilihat apakah suatu par sipasi semua elemen masyarakat, baik dari
V
norma yang ada dan berdaya laku itu berdaya segi individu ataupun kelompok masyarakat.
guna secara efek f atau dak. Atau dengan Selain itu juga harus bersifat aspira f yang
hts

kata lain apakah norma itu ditaa atau dak.7 bersumber dari keinginan atau kehendak
Hal ini menjadi pen ng karena dalam proses dari masyarakat. Ar nya produk hukum
pembentukan undang-undang, terjadi usaha tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk
untuk mentransformasikan norma-norma yang melegi masikan kekuasaannya.9 Pembahasan
diinginkan oleh lembaga pembentuk undang- tentang par sipasi publik berkaitan erat dengan
ec

undang kepada masyarakat dalam suatu bentuk hubungan atau relasi masyarakat dengan negara
aturan hukum. Pembentuk undang-undang dalam pembentukan kebijakan yang akan
sejak awal proses perancangan, telah dituntut dikeluarkan negara untuk mengatur warganya.
lR

agar undang-undang yang dihasilkan mampu Lothar Gundling10 mengemukakan beberapa


memenuhi berbagai kebutuhan. Pertama, alasan tentang perlunya peran serta masyarakat
dalam penyusunan suatu kebijakan, yaitu:
na

6
Maria Farida, Op.Cit. hlm. 6.
7
Ibid.
8
Lihat Saifuddin Proses Pembentukan UU: Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UU,
Jur

Jurnal Hukum No. Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009, hlm. 96, diakses dari http://law.uii.ac.id/images/stories/
Jurnal%20Hukum/5%20Saifudin.pdf
9
Nonet dan Selznick, Law and Society in Transition: Toward Rensponsive Law, dalam A. Ahsin Thohari, Reorientasi
Fungsi legslasi Dewan Perwakilan: Upaya Menuju Undang-Undang Responsif, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8
No. 4, (Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, 2011), hlm. 569.
10
Yuliandri, Op.Cit, hlm. 188.

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 331


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

1. memberi informasi kepada pemerintah. Hanya saja dalam pelaksanaannya, hak ini belum

HN
2. meningkatkan kesediaan masyarakat untuk dapat dijalankan secara baik. Keterbatasan akses
menerima keputusan. masyarakat dan keengganan dari pembentuk
3. membantu perlindungan hukum. undang-undang untuk memberi ruang baik
4. mendemokrasikan pengambilan keputusan. secara formal maupun substansi kepada
Sedangkan tujuan dasar dari peran serta masyarakat tampaknya masih menjadi kendala

BP
masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dalam pelaksanaan par sipasi masyarakat.
dan persepsi yang berguna dari warga negara
dan masyarakat yang berkepen ngan (publik B. Permasalahan.
interests) dalam rangka meningkatkan kualitas Dari uraian diatas dirumuskan permasalahan
pengambilan keputusan. Hal ini karena dengan

ing
sebagai berikut:
melibatkan masyarakat yang terkena dampak 1. Mengapa para sipasi masyarakat
akibat kebijakan dan kelompok kepen ngan diperlukan dalam pembentukan peraturan
(interest grups), maka para pengambil keputusan perundang-undangan?
akan dapat menangkap pandangan, kebutuhan 2. Bagaimana proses pembentukan
dan penghargaan dari masyarakat dan kelompok
ind undang-undang yang melibatkan par sipasi
tersebut, untuk kemudian menuangkannya ke masyarakat sehingga melahirkan undang-
dalam satu konsep.11 undang yang responsif?
Dalam proses pembentukan undang-undang
yang par sipa f, terkandung dua hal yang
V
C. Metode PeneliƟan.
saling mengkait, yaitu proses dan substansi.
Proses adalah mekanisme dalam pembentukan Berdasarkan permasalahan diatas, peneli an
hts

undang-undang yang harus dilakukan secara ini merupakan suatu peneli an yuridis norma f12
transparan sehingga masyarakat dapat dengan cara meneli bahan pustaka atau data
berpar sipasi memberikan masukan-masukan sekunder dan dimaksudkan untuk menjelaskan
dalam mengatur suatu persoalan. Substansi berbagai peraturan perundang-undangan
ec

adalah materi yang akan diatur harus ditujukan yang terkait dengan par sipasi masyarakat
bagi kepen ngan masyarakat luas sehingga dan pembentukan peraturan perundang-
menghasilkan suatu undang-undang yang undangan. Sedangkan pendekatan yang dipakai
adalah pendekatan sosio hukum sehingga
lR

demokra s berkarakter responsif.


UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan dapat memiliki prespek f yang lebih luas
Peraturan Perundang-Undangan telah memberi dengan melihat par spasi masyarakat dalam
hak secara lisan dan/atau tertulis kepada hubungannya dengan sistem sosial, poli k dan
na

masyarakat untuk ikut berpar sipasi dalam ekonomi masyarakat.


pembentukan peraturan perundang-undangan.
Jur

11
Mahendra Putra Kurnia, dkk. Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif (Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi
Pembentukan Perda yang Baik). (Yogyakarta, Kreasi Total Media (KTM), 2007). hlm. 71.
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali,
1990), hlm. 15.

332 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

D. Pembahasan. Dalam konteks hubunganya dengan tata

HN
1. PenƟngnya ParƟsipasi Masyarakat pemerintahan yang baik ((good governance),
dalam pembentukan peraturan maka par sipasi merujuk pada keterlibatan
perundang-undangan. ak masyarakat dalam pengambilan keputusan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan
Par sipasi dalam kamus besar bahasa
pemerintahan. Par sipasi masyarakat mutalk
Indonesia adalah perihal turut berperan serta

BP
diperlukan agar penyelenggara pemerintahan
dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran
dapat lebih mengenal warganya berikut cara
serta. Sedangkan masyarakat adalah sejumlah
pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang
manusia dalam ar seluas-luasnya dan terikat
dihadapinya, cara atau jalan keluar yang
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
disarankan, apa yang dapat disumbangkan

ing
sama.13 Masyarakat dalam penger an UU No.
dalam memecahkan maslaha yang dihadapi.18
12 Tahun 2011 adalah orang perseorangan atau
Masih dengan konteks yang sama, UNDP
kelompok orang yang mempunyai kepen ngan
mengar kan par sipasi sebagai keterlibatan
atas substansi rancangan undang-undang.14
masyarakat dalam pembuatan keputusan baik
Is lah par sipasi masyarakat banyak
dijumpai dalam beberapa terminologi,
ind secara langsung maupun dak langsung melalui
lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
beberapa diantaranya menyebutkan peran
aspirasinya. Par sipasi tersebut dibangun atas
serta masyarakat atau par sipasi public.15
dasar kebebasan bersosialisasi dan berbicara
Oleh Hu ngton dan Nelson, par sipasi publik
V
serta berpar sipasi secara konstruk f.19
didefinisikan sebagai ac vity by private ci zens
Seringkali mbul anggapan bahwa dalam
designed to influence government decision
hts

suatu negara yang telah menganut sistem


making (par sipasi publik menjadi salah
perwakilan dak ada keharusan untuk
satu alat dalam menuangkan nilai-nilai yang
melaksanakan bentuk-bentuk par sipasi
berkembang dimasyarakat untuk dituangkan
masyarakat karena para wakil rakyat telah
dalam suatu peraturan).16 Pusat Studi Hukum
ber ndak untuk kepen ngan rakyat. Menurut
dan Kebijakan mendefinisikan par sipasi
ec

Gibson,20 pemikiran semacam ini dapat dideka


sebagai keikutsertaan masyarakat, baik secara
dengan dua teori yaitu teori demokrasi elit (elite
individual maupun kelompok, secara ak f dalam
democracy) dan teori demokrasi par sipa f
penentuan kebijakan publik atau peraturan.17
lR

13
lihat http://www.kbbi.web.id/
na

14
Lihat UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 96 ayat (3) beserta penjelasannya.
15
Yuliandri, Op.Cit. hlm. 185.
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahah yang baik, Kementerian Perencanaan
Jur

Pembangunan Nasional/Bappenas, Penerapan Tata Keperintahan yang Baik, Jakarta, 2007 diakses dari http://
goodgovernance.bappenas.go.id/gg/ ile/publications/buku_hijau.pdf
19
Hetifah Sj Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, dalam Griadhi dan Sri Utari, Partisipasi
Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah, http://ojs.unud.ac.id/ index.php/kerthapatrika/article/
view/3257/2336
20
R.B Gibson, The Value Participation, dalam Yuliandri, Op.Cit, hlm. 188-190.

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 333


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

(par cipatory democracy). Teori demokrasi elit dalam keadaan konflik kepen ngan, tetapi
sebaliknya berpandangan bahwa hakikat dari

HN
(elite democracy) menjelaskan bahwa:
kepribadian manusia adalah saling melengkapi
”...ruang lingkup demokrasi adalah sebatas
dalam kehidupan bersama (collec ve life)
keikutsertaan warga dalam pemilihan umum
sehingga orang satu sama lain mampu
yang bebas dan jujur untuk mengisi jabatan
menyelaraskan antara kepen ngan pribadi
poli s di pemerintahan dan badan legisla f.
(individual interests) dengan kepen ngan
Jika warga telah melaksanakan hak pilihnya
bersama (social interests) melalui cara-cara

BP
dalam pemilihan umum yang bebas dan jujur,
yang dapat diterima. Menurut penganut teori
maka untuk seterusnya warga mempercayakan
demokrasi par sipasi, hakikat demokrasi
penyelenggaraan pemerintahan kepada
adalah untuk menjamin bahwa keputusan-
mereka yang terpilih, sedangkan pengawasan
keputusan yang dibuat oleh pemerintah
terhadap pemerintahan dilakukan oleh
dengan menyertakan warga yang mungkin
mereka yang terpilih menjadi anggota badan

ing
terkena dampak dari keputusan-keputusan
legisla f. Teori elit demokrasi mengutamakan
itu. Oleh sebab itu, penger an demokrasi
kestabilan dan kewenangan pemerintah.
adalah memberi dorongan untuk berperan
Adalah tugas anggota-anggota badan
serta dalam pembuatan keputusan-
legisla f untuk mengawasi pemerintah
keputusan yang mempengaruhi kehidupan
dalam membuat kebijakan dan keputusan
mereka. Dengan demikian, teori ini dak
adminsitrasi sehingga dak menyimpang
dari kepen ngan umum para warga pemilih.
ind hanya ingin mewujudkan pemerintahan
yang demokra s (democra c governments)
Terbatasnya peran serta (masyarakat) menurut
tetapi juga masyarakat yang demokra s
padangan teori elit demokrasi didasarkan
(democra cs socie es).
pada asumsi, bahwa warga cenderung
lebih memikirkan diri sendiri (selfish) guna Terkait dengan hal tersebut, Koesnadi
V
memenuhi kepuasan (sa sfac on) dirinya Hardjasoemantri21 menyatakan bahwa:
sehingga dalam masyarakat seringkali
1. demokrasi dengan sistem perwakilan
terjadi perbedaan kepen ngan yang dapat
hts

menimbulkan gangguan sosial. Oleh sebab itu adalah satu bentuk demokrasi, bukan satu-
pemerintahlah yang mempunyai le gimasi satunya;
untuk ber ndak atasnama masyarakat 2. sistem perwakilan dak menutup bentuk-
dan menghindari konflik tuntutan dan
ke dakstabilan masyarakat.” bentuk demokrasi langsung; dan
3. bukanlah warga masyarakat, sekelompok
ec

Sebaliknya menurut teori demokrasi


warga masyarakat atau organisasi yang
par sipa f (par cipatory democracy), dalam
sesungguhnya mengambil keputusan.
kaitannya dengan keberadaan peran serta
Mereka hanya berperan serta dalam tahap-
masyarakat, menyatakan:
lR

tahap persiapan pengambilan keputusan.


”...warga baik secara perorangan maupun
secara kelompok bukanlah semata- Par sipasi masyarakat dalam pembentukan
mata konsumen kepuasan (consumers peraturan perundang-undangan adalah
of sa sfac on), tetapi membutuhkan merupakan wujud dari pelaksanaan asas
na

kesempatan dan dorongan untuk


pengungkapan dan pengembangan diri (self keterbukaan yang merupakan salah satu asas
expression and development). Para penganut dalam pembentukan peraturan perundang-
teori ”par cipatory democracy” monolak undangan yang baik. Penjelasan Pasal 5 huruf
Jur

asumsi bahwa warga satu sama lain selalu


g UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa

21
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, dalam Yuliandri, Ibid, hlm. 190.

334 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

”Yang dimaksud dengan ”asas keterbukaan” berhasil guna. Selain itu, par sipasi masyarakat

HN
adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan akan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif
Perundang-undangan mulai dari perencanaan, dan equitable serta memperkuat lembaga
penyusunan, pembahasan, pengesahan demokrasi. Manfaat yang akan diperoleh dengan
atau penetapan, dan pengundangan bersifat par sipasi masyarakat dalam pembentukan
transparan dan terbuka. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan adalah24: 1)

BP
seluruh lapisan masyarakat mempunyai meningkatkan le gimasi dan kualitas peraturan
kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan perundang-undangan yang dihasilkan; 2)
masukan dalam Pembentukan Peraturan meningkatkan peluang untuk keberhasilan
Perundang-Undangan. Sejalan dengan hal dalam penerapannya; 3) meningkatkan ketaatan
tersebut Hadjon mengemukakan bahwa konsep terhadap pelaksanaan peraturan perundang-

ing
par sipasi masyarakat berkaitan dengan konsep undangan tersebut secara sukarela; dan 4)
keterbukaan. Dalam ar an, tanpa keterbukaan memperluas bentuk partnership dengan warga
pemerintahan dak mungkin masyarakat dapat negara. Sedangkan dalam konteks pembuatan
melakukan peranserta dalam kegiatan-kegiatan ind kebijakan publik, Sad Dian Utomo menyatakan
pemerintahan. Lebih lanjut Hadjon menyatakan bahwa manfaat par sipasi adalah25:
bahwa keterbukaan, baik ”openheid” maupun 1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk
”openbaar-heid” sangat pen ng ar nya bagi pembuatan kebijakan publik.
pelaksanaan pemerintahan yang baik dan 2. Memas kan adanya implementasi yang
V
demokra s.22 lebih efek f karena warga mengetahui dan
Sebagai prasyarat untuk membentuk terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.
hts

peraturan perundang-undangan yang baik, 3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada


par sipasi masyarakat akan memberikan ekseku f dan legisla f.
manfaat pen ng yaitu peraturan perundang- 4. Efisiensi sumber daya, sebab dengan
undangan akan memiliki kelebihan dalam hal keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
efek vitas keberlakuan di dalam masyarakat. kebijakan publik dan mengetahui kebijakan
ec

Koesnadi Hardjasoemantri23 berpendapat bahwa publik, maka sumber daya yang digunakan
peran serta masyarakat dapatlah dipandang dalam sosialisasi kebijakan publik dapat
untuk membantu negara dan lembaga- dihemat.
lR

lembaganya guna melaksanakan tugas-tugas


dengan cara yang lebih dapat diterima dan
na

22
M. Hadjon, Keterbukaan Pemerintahan dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Demokratis”, Pidato, diucapkan
dalam Lustrum III Ubhara Surya dalam Griadhi dan Sri Utari, Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan
Jur

Peraturan Daerah, http://ojs.unud.ac.id/ index.php/kerthapatrika/ article/view/3257/2336.


23
Yuliandri, Op.Cit.
24
Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan, Panduan Pengharmonisasian, Pembulatan, dan
Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, (Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM dan
UNDP: Cappler Project, 2010), hlm. 69.
25
Sad Dian Utomo, Partisipasi Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan, dalam Griadhi dan Sri Utari, Loc.Cit.

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 335


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

2. ParƟsipasi Masyarakat dalam dapat dimanipulasi oleh kekuasaan poli k dan


Pembentukan Undang-Undang yang

HN
ekonomi, serta memiliki otoritas eksklusif untuk
Responsif. mengadili pelanggaran hukum baik oleh pejabat
Karakter produk hukum dalam sebuah negara umum maupun individu-individu27. Sedangkan
dapat dibedakan menjadi ga pe, yaitu produk hukum responsif berorientasi pada hasil,
hukum yang represif, otonom dan responsif. pada tujuan-tujuan yang akan dicapai diluar

BP
Menurut Nonet dan Selznick mengemukakan hukum. dalam hukum responsif, tatanan hukum
teori mengenai ga pe dasar hukum dalam dinegosiasikan, bukan dimenangkan dengan cara
masyarakat, yaitu sebagai pelayan kekuasaan sub ordinasi. Ciri-ciri hukum responsif adalah
represif (hukum represif), hukum sebagai mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam
peraturan dan kebijakan28. Hukum responsif

ing
ins tusi tersendiri yang mampu menjinakkan
represi dan melindungi integritas dirinya menawarkan lebih dari sekadar procedural
(hukum otonom), dan hukum sebagai fasilitator jus ce, namun lebih berorientasi pada keadilan
dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan dengan memperha kan kepen ngan umum.
aspirasi sosial (hukum responsif)26. Hukum Teori ini lebih menekankan pada substan al
represif adalah hukum yang mengabdi kepada
ind jus ce. Persoalan keadilan lebih dipahami
kekuasaan dan ter b sosial yang represif, banyak sebagai quid ius, bukan quid iuris.29
mengandalkan penggunaan paksaan tanpa Adapun tolak ukur untuk melakukan evaluasi
memikirkan kepen ngan yang ada dipihak rakyat. terhadap peraturan hukum responsif adalah
asas atau prinsip serta tujuan yang ada dalam
V
Perha an utama hukum represif adalah dengan
dipeliharanya atau diterapkannya tata ter b, peraturan tersebut. Walaupun terlihal ideal dan
posi f, akan tetapi sebenarnya terdapat sisi
hts

ketenangan umum, pertahanan, otoritas dan


penyelesaian per kaian. Hukum otonom adalah nega f yang harus diwasapadai. LM. Gandhi
hukum yang berorientasi pada pengawasan menyatakan segi nega f yang harus disadari
kekuasaan represif. Ar nya, hukum otonom dari hukum responsif adalah bertumpuknya
merupakan an tesa dari hukum represif. Sifat- berbagai lembaga hukum dengan tujuan yang
ec

sifat yang paling pen ng dari hukum otonom saling berbenturan dimana masing-masing
adalah pertama, penekanan pada aturan-aturan lembaga tersebut memen ngkan diri sendiri
hukum sebagai upaya utama untuk mengawasi dengan visi dan sikap yang kaku sehingga
lR

kekuasaan resmi; kedua, adanya pengadilan menyulitkan dalam upaya harmonisasi. Kondisi
yang dapat didatangi secara bebas, yang dak ini akan dapat mengakibatkan pemerintah
na

26
A. Ahsin Thohari, Reorientasi Fungsi legislasi Dewan Perwakilan: Upaya Menuju Undang-Undang Responsif, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 8 No. 4, (Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, 2011) hal. 569
27
M. Husni, Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Upaya Penegakan Hukum, Jurnal Eqiuty, Vol 11, No. 2 Agustus
2006, hal.88-89 diakses dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/112068693.pdf
Jur

28
A. Ahsin Thohari, Loc. Cit.
29
Rizal Mustansyir, Landasan Filoso is Mazhab Hukum Progresif: Tinjauan Filsafat Ilmu, http://progresif-lshp.
blogspot.com/
30
L.M.Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Responsif, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 14 Oktober 1995, hlm. 3, diakses dari http://www.digilib.ui.ac.id digital_
iles_disk1_222_jkptuipp-gdl-publ-1995-lmgandhi-11054-p19956a

336 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

menjadi dak berdaya, prioritas pembangunan penyelenggara negara yang berwenang

HN
dak dapat ditentukan dan kepen ngan umum merumuskan poli k hukum.
menjadi terabaikan.30 3. Penyelenggara negara yang berwenang
Menurut Mahfud MD, indikator produk merumuskan dan menetapakan poli k
hukum responsif adalah 1) pembuatannya hukum; dan
par sipa f, 2) muatannya aspira f, dan 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan

BP
3) rincian isinya limita f. Pembuatannya menentukan suatu poli k hukum , baik yang
par sipa f mengandung ar bahwa dalam akan, sedang, dan telah ditetapkan.
proses pembantukan undang-undang sejak Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata
perencanaan, pembahasan, penetapan Keperintahan yang baik menyatakan bahwa
hingga evaluasi pelaksanaannya memerlukan indikator minimal dalam proses par sipasi

ing
keterlibatan masyarakat secara ak f. Muatannya masyarakat adalah 1) adanya pemahaman
aspira f mengandung ar bahwa materi atau penyelenggara negara tentang proses/metode
substansi norma dalam undang-undang harus par sipa f dan 2) adanya pengambilan
sesuai dengan aspirasi masyarakat. Sedangkan ind keputusan yang didasarkan konsensus bersama.
rinciannya isinya limita f mengandung ar Adapun perangkat pendukung idikator tersebut
bahwa segala peraturan perundang-undangan adalah 1) pedoman pelaksanaan proses
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari par sipa f, 2) mekanisme/peraturan untuk
undang-undang yang dibentuk harus sesuai mengakomodasi kepen ngan yang beragam,
V
dengan makna dari norma dasar yang terkandung 3) forum konsultasi dan temu publik, termasuk
dalam undang-undang tersebut31. Sedangkan A forum stakeholders, dan 4) media mass nasional
hts

Thohari menyatakan bahwa hukum responsif maupun media lokal sebagai sarana penyaluran
hanya bisa dicapai melalui responsivitas di aspirasi masyarakat.33
seluruh tahapannya, yaitu:32 Dengan mendasarkan pada hubungan antara
1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi par sipasi masyarakat dan produk hukum
yang berkembang dalam masyarakat oleh yang responsif tersebut, maka untuk syarat
ec

penyelenggara negara yang berwenang utama untuk mendapatkan produk hukum


merumuskan poli k hukum. yang responsip adalah membuka ruang untuk
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai- par sapsi masyarakat pada se ap tahapan
lR

nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk pembentukan peraturan perundang-undangan.


sebuah rancangan undang-undang oleh Dengan kata lain harus ada par sipasi masyarakat
na

30
L.M.Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Responsif, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 14 Oktober 1995, hlm. 3, diakses dari http://www.digilib.ui.ac.id digital_
Jur

iles_disk1_222_jkptuipp-gdl-publ-1995-lmgandhi-11054-p19956a
31
Hendrik Hattu, Loc.Cit.
32
A. Ahsin Thohari, Loc.Cit.
33
Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahah yang Baik, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas, Indikator Good Public Governance, 2007, diakses dari http://goodgovernance.
bappenas.go.id/gg/ ile/ publications/ buku_indikator.pdf

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 337


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

pada tahapan perencanaan, penyusunan, memberikan masukan secara lisan/dan

HN
pembahasan, pengesahan atau penetapan dan atau terlulis melalui rapat dengar pendapat
pengundangan.34 Secara formal, par sipasi umum, kunjungan kerja, sosialisasi dan atau
masyarakat dalam proses pembentukan undang- seminar, lokakarya dan atau diskusi.36
undang dapat kita temukan dalam: Dengan mendasarkan pada tahapan
1) Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011. Apabila pembentukan undang-undang yang dimulai

BP
dibandingkan dengan ketentuan mengenai dari tahap perencanaan sampai dengan
par sipasi masyarakat yang terdapat pengundangan, maka par sipasi masyarakat
dalam UU No. 10 Tahun 2004, ketentuan dalam pembentukan undang-undang dapat
yang tercantum dalam Pasal 96 UU No. 12 dilakukan dengan tahapan:
Tahun 2011 memang terlihat lebih rinci

ing
dan dapat berlaku pada se ap tahapan
pembentukan undang-undang. Pengaturan
dalam UU No. 10 Tahun 2004 menyatakan
bahwa par sipasi masyarakat dilakukan
dalam rangka penyiapan atau pembahasan
ind
rancangan undang-undang. Selain itu, untuk
memperlancar proses par sipasi masyarakat
tersebut, aturan dalam UU No. 12 Tahun
2011 memerintahkan agar se ap rancangan
V
peraturan perundang-undangan harus dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat.
hts

2) Pasal 41 Perpres No. 68 Tahun 2005, dan


3) Pasal 208 sampai dengan Pasal 211 Peraturan
DPR No. 1/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata
ter b.35 Ketentuan dalam Pasal 96 UU No. 12
ec

Tahun 2011 menggambarkan bahwa bentuk


par spasi masyarakat dilakukan dengan
lR

34
Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011 yang menyatakan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
adalah pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
na

35
Selain mengatur tentang partisipasi masyarakat, Peraturan DPR No. 1/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata tertib
tersebut juga mengatur mengenai Representasi Rakyat yang diatur dalam Pasal 203 sampai dengan Pasal
207. Dengan kerangka representasi rakyat tersebut, maka anggota dewan dalam satu daerah pemilihan dapat
membentuk rumah aspirasi yang berfungsi untuk menerima dan menghimpun aspirasi masyarakat.
36
Merujuk Peraturan DPR No. 1/DPR RI/I/2009-2010, yang dimaksud dengan Rapat Dengar Pendapat Umum
Jur

adalah rapat antara komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, atau panitia khusus dengan
perseorangan, kelompok, organisasi atau badan swasta, baik atas undangan pimpinan DPR maupun atas
permintaan yang bersangkutan, yang dipimpin oleh pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan
Badan Legislasi, pimpinan Badan Anggaran atau pimpinan panitia khusus (Pasal 239). Sedangkan kunjungan
kerja dilakukan untuk melaksanakan representasi rakyat yang dilakukan untuk menyerap aspirasi rakyat di
daerah pemilihan anggota (Pasal 203-204).

338 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

Tabel I: Par sipasi Masyarakat dalam Tahapan Pembentukan Undang-Undang

HN
Tahapan Mekanisme Pihak Yang Terlibat Hasil
Perencanaan • Prolegnas Jangka BALEG DPR, Menteri Hukum dan HAM. Keputusan DPR
Undang-Undang Menengah Berdasarkan usulan Kementerian/LPNK, tentang Prolegnas RUU
• Prolegnas Prioritas fraksi, komisi, DPD dan masyarakat Prioritas
Tahunan

BP
Penyusunan • Penyusunan Naskah • RUU Prakarsa Pemerintah: Naskah Akademik
Undang-Undang Akademik Kementerian/LPNK dengan pelibatan
unsur ahli, instansi terkait, perguruan
nggi dan masyarakat disertai dengan
kegiatan sosialisasi untuk mendapat
masukan dari masyarakat
• RUU Prakarsa DPR: Anggota, komisi,

ing
gabungan komisi, Badan Legislasi
dibantu badan fungsional dan
akademisi
• Penyusunan RUU • RUU Prakarsa Pemerintah: Pani a Dra RUU
Antarkementerian yang terdiri dari
unsur kementerian/LPNK yang terkait
ind
dengan substansi RUU dan ahli hukum
disertai dengan kegiatan sosialisasi
untuk mendapat masukan dari
masyarakat
• RUU Prakarsa DPR :Pani a kerja yang
terdiri dari Anggota, komisi, gabungan
V
komisi atau Badan Legislasi dibantu
badan fungsional dan meminta
masukan dari masyarakat
hts

• Hormonisasi • RUU Prakarsa Pemerintah: Dra RUU hasil


Dikoordinasikan oleh Menteri Hukum harmonisasi
dan HAM
• RUU Prakarsa DPR: Dikoordinasikan
oleh BALEG
Pembahasan • Pembahasan TK. I Komisi, gabungan komisi, BALEG, pani a Dra RUU hasil
ec

khusus atau Badan Anggaran dalam rapat pembahasan Tk. I


bersama Menteri yang mewakili Presiden
dan DPD untuk RUU tertentu. Masyarakat
dapat memberikan masukan dengan
lR

menyampaikan pokok-pokok materi yang


diusulkan baik secara tertulis maupun
dalam RDPU
• Pembahasan Tk. II Seluruh anggota DPR dan Menteri yang RUU yang sudah
ditugasi Presiden disetujui DPR
na

Pengesahan Presiden Undang-Undang


yang sudah disahkan
Presiden
Pengundangan Menteri Hukum dan HAM Pengundangan dengan
penempatan dalam
Jur

Lembaran Ngara dan


Tambahan Lembaga
Negara agar se ap
orang mengetahuinya
Sumber: diolah dari berbagai peraturan perundang-undangan

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 339


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

Dari tabel tersebut diatas, kecuali untuk E. Penutup

HN
proses pengesahan dan pengundangan, dapat 1. Kesimpulan.
terlihat bahwa masyarakat dimungkinkan untuk
Par sipasi masyarakat dalam pembentukan
melibatkan dirinya dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan adalah
undang-undang. Dengan demikian sebenarnya
merupakan wujud dari pelaksanaan asas
proses formal untuk mewujudkan produk

BP
keterbukaan yang merupakan salah satu asas
undang-undang yang responsif sudah
dalam pembentukan peraturan perundang-
memungkinkan untuk dilaksanakan. Yang perlu
undangan yang akan memberikan manfaat
disikapi selanjutnya apakah secara substansi,
pen ng dalam hal efek vitas pemberlakuan
aspirasi masyarakat tersebut dapat diterima
peraturan perundang-undangan di dalam
atau dak oleh para pembentuk undang-

ing
masyarakat. Dalam suatu dalam suatu negara
undang. Pengambilan keputusan terkait dengan
yang telah menganut sistem perwakilan,
substansi hukum tersebut sangat tergantung
par sipasi masyarakat tetap diperlukan karena
pada sikap dan cara pandang pembentuk
selain untuk mewujudkan pemerintahan yang
undang-undang dengan berbagai kepen ngan
yang ada didalamnya. Pada tahapan inilah
ind demokra s juga diperlukan untuk mewujudkan
masyarakat yang demokra s.
sebenarnya kualitas suatu undang-undang akan
Secara formal, proses untuk mewujudkan
terlihat, apakah produk tersebut hanya akan
produk undang-undang yang responsif
dapat berlaku sebentar dan berguna untuk
melalui wujud par sipasi masyarakat sudah
kepen ngan sekelompok golongan saja ataukah
V
memungkinkan untuk dilaksanakan karena
mempunyai daya laku yang lama dan daya guna
beberapa peraturan perundang-undangan yang
yang efek f untuk kepen ngan seluruh lapisan
hts

mengatur mengenai tatacara pembentukan


masyarakat.
undang-undang sudah mengatur hal tersebut.
Par sipasi masyarakat tersebut dimung-
Akan tetapi penerimaan aspirasi masyarakat
kinkan terjadi apabila didahului dengan langkah
secara substansi oleh para pembentuk undang-
awal berupa ketersediaan akses informasi yang
ec

undang untuk mewujudkan undang-undang yang


cukup terkait hal-hal yang diuraikan pada tabel
responsif sangat tergantung pada sikap dan cara
diatas. Oleh karena itulah ketentuan dalam
pandang pembentuk undang-undang dengan
Pasal 96 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2011 yang
berbagai kepen ngan yang ada didalamnya.
lR

berbunyi ”untuk memudahkan masyarakat


dalam memberikan masukan secara lisan dan/
2. Saran.
atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), se ap Rancangan Peraturan Perundang- Perlu adanya kesadaran dari masyarakat dan
na

Undangan harus dapat diakses dengan pembentuk undang-undang mengenai relasi


mudah oleh masyarakat” menjadi sangat yang terjadi diantara keduabelah pihak dalam
pen ng. Ketersediaan sarana komunikasi dan pembentukan undang-undang. Masyarakat dak
hanya ditempatkan sebagai obyek pengaturan
Jur

informasi menjadi faktor penentu utama untuk


mewujudkan hal tersebut. suatu undang-undang, tetapi harus menjadi
aktor yang terlibat dalam pembentukan undang-
undang. Akan tetapi masyarakat juga dak boleh

340 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

menjerumuskan pembentuk undang-undang yang Baik) (Yogyakarta: Kreasi Total Media


(KTM), 2007).

HN
untuk semata-mata memenuhi aspirasi atau
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Peneli an Hukum
kehendak kelompoknya karena pada akhirnya Norma f, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: CV.
undang-undang akan berlaku untuk semua Rajawali, 1990).
lapisan dan kelompok masyarakat.
Perlu adanya kemauan yang kuat dari Internet

BP
pembentuk undang-undang untuk melaksanakan
Gandhi, L.M, 1995, Harmonisasi Hukum
mekanisme par sipasi masyarakat. Kesadaran
Menuju Hukum Responsif, Pidato Pengukuhan
untuk membentuk undang-undang yang
Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas
responsif yang mempunyai daya laku yang
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, diakses
lama dan daya guna yang efek f untuk

ing
dari h p://www.digilib.ui.ac.id digital_files_
kepen ngan seluruh lapisan masyarakat harus
disk1_222_jkptuipp-gdl-publ-1995-lmgandhi-
menjadi landasan bagi sikap dan cara pandang
11054-p19956a
pembentuk undang-undang.
Griadhi dan Sri Utari, Par sipasi Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA
ind dalam Pembentukan Peraturan Daerah,
diakses dari h p://ojs.unud.ac.id/ index.php/
Buku kerthapatrika/ar cle/ view/3257/2336
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Ha u, Hendrik, Tahapan Undang-Undang
Hukum dan HAM, 2009, Laporan akhir Responsif, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 23, No.
V
Penyusunan Naskah akademik RUU Perubahan
2, Juni 2011, Hal 406, diakses dari h p://dosen.
Atas UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/
hts

Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang- Tahapan-Undang-Undang-Responsif.Pdf


Undangan, Direktorat Jenderal Paraturan Husni, M, 2006, Pemberdayaan Masyarakat
Perundang-Undangan Kementerian Hukum
dan HAM dan UNDP: Cappler Project, 2010, Sebagai Upaya Penegakan Hukum, Jurnal Eqiuty,
Panduan Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Vol 11, No. 2 Agustus 2006 diakses dari h p://
Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan
ec

isjd.pdii.lipi. go.id/admin/jurnal/112068693.
Perundang-Undangan, , Jakarta.
pdf
Indra , Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan:
Jenis, Fungsi dan Materi Muatan (Yogyakarta: Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari
Penerbit Kanisius, 2002). h p://www.kbbi.web.id/
lR

Thohari, A. Ahsin, Reorientasi Fungsi legslasi Dewan Mustansyir, Rizal, Landasan Filosofis Mazhab
Perwakilan: Upaya Menuju Undang-Undang
Responsif, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8 No. Hukum Progresif: Tinjauan Filsafat Ilmu, h p://
4, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang- progresif-lshp.blogspot.com/
na

Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Saifuddin, Proses Pembentukan UU: Studi
Jakarta.
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Tentang Par sipasi Masyarakat dalam Proses
Perundang-Undangan yang Baik: Gagasan Pembentukan UU, Jurnal Hukum No. Edisi Khusus
Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan Vol. 16 Oktober 2009 diakses dari h p://law.uii.
Jur

(Jakarta: Rajawali Pers, 2011). ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/5%20


Kurnia, Mahendra Putra Kurnia, dkk, Pedoman
Naskah Akademik PERDA Par sipa f (Urgensi, Saifudin. pdf
Strategi, dan Proses Bagi Pembentukan Perda Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan
Nasional Tata Kepemerintahah yang baik,

ParƟsipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan … (Rahendro JaƟ) 341


Volume 1 Nomor 3, Desember 2012

Kementerian Perencanaan Pembangunan Peraturan

HN
Nasional/Bappenas, 2007, Penerapan Tata
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Keperintahan yang Baik, diakses dari h p:// Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
goodgovernance.bappenas. go.id/ gg/file/ Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang
publica ons/buku_hijau.pdf Tata Cara Mempersiapkan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah Penggan
__________, 2007, Indikator Good Undang-Undang, Rancangan Peraturan

BP
Public Governance, diakses dari h p:// Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
goodgovernance.bappenas.go.id/gg /file/ Presiden.
Peraturan DPR No. 1/DPR RI/I/2009-2010 tentang
publica ons/ buku_indikator.pdf Tata Ter b.

ing
V ind
hts
ec
lR
na
Jur

342 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 3, Desember 2012, hlm. 329-342

Anda mungkin juga menyukai