Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KE-NU AN
MATERI MAKESTA

Disusun Oleh :
SALMA ANNISATUS SOLIKHAH

SMA TAKHASUS AL-QUR’AN


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Nahdlatul Ulama (NU) lahir setidaknya mempunyai tiga motivasi.
Pertama, menegakkan nilai-nilai agama dalam setiap lini kehidupan. Kedua,
membangun nasionalisme. KH Hasyim Asy’ari mengatakan, agama dan
nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling memperkuat untuk
mewujudkan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin. Motif ketiga,
mempertahankan paham Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam perkembangannya,
NU tidak sedikit menghadapi resistensi yang tinggi terutama dari kelompok
penjajah dan kelompok yang mengatasnamakan permurnian akidah (puritan),
namun berupaya memberangus tradisi dan budaya Nusantara yang merupakan
identitas kebangsaan. Hingga masa orde baru pun, NU masih terdiskriminasi
oleh rezim. Walau demikian, NU justru makin besar, berkembang, dan
mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Tugas yang diemban NU
dari masa ke masa akan terus mengalami tantangan yang tidak mudah.
Namun, berkaca pada dinamika internal organisasi, akan lebih baik jika warga
NU memahami dan mengetahui titik awal perkembangan NU. Titik awal
sejarah perkembangan NU terjadi ketika perhelatan Muktamar ke-9 NU di
Banyuwangi, Jawa Timur pada 1934. Menurut Choirul Anam (1985),
setidaknya ada sejumlah alasan kenapa Muktamar di Banyuwangi tersebut
dijadikan titik awal perkembangan sejarah NU di Banyuwangi. Berbagai
macam upaya sudah dilakukan NU untuk meningkatkan Silaturahmi antar
ulama, meningkatkan pendidikan dan pengkajian islam,meningkatkan taraf
hidup masyarakat , meningktakan penyiaran agama islam, serta membetuk
berbagai macam badan/lembaga untuk menjalankan tugas tersebut.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah :
1. Tantangan NU dari masa ke masa ?
2. Ikhtiar yang dilakukan NU untuk melakukan peningkatan secara nyata ?
3. Apa saja yang sudah dicapai atas ikhtiar tersebut ?
BAB II PENINGKATAN SILATURAHMI / INTERAKSI ANTAR ULAMA
A. Penjelasan tentang Silaturahmi Menurut Hadist
Silaturahmi berasal dari kata shilah yang artinya hubungan dan rahim artinya
kerabat. Rahim sendiri juga bersal dari Ar Rahmah yang berarti kasih sayang,
sehingga sering disebut dengan berkasih sayang atau menjalin kekerabatan pada
istilah silaturahmi.
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda bahwa,
ِ َ‫صالَةَ َوتَُؤ تِ ْي ال َّز َكاةَ َوت‬
«‫ص ُل ال َّر ِح َم‬ َّ ‫ش ْيًئا َوتُقِ ْي ُم ال‬ ْ ُ‫»تَ ْعبُ ُد هللاَ الَ ت‬
َ ‫ش ِر ُك بِ ِه‬
“Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi”. (HR Bukhari).
Menyambung silaturahmi menurut hadist di atas juga termasuk ke dalam bagian dari
ajaran islam. Untuk itu Rasulullah memerintahkan agar umat islam menjaga dan
menyambung kekerabatan khususnya bagi sesama muslim.
Di hadist yang lain juga disbeutkan bahwa,
«‫»الَ يَد ُْخ ُل ا ْل َجنَّةَ قَا ِط ُع َر ِح ٍم‬
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan” (HR Bukhari
dan Muslim). Hal ini berarti sangat penting hubungan silaturahmi dilakukan dan
dengan itulah umat islam bisa kuat dan saling menyokong satu sama lain. Jika tidak
maka akan bercerai berai.

B. Hikmah Silaturahmi
Pertama adalah bisa merekatkan tali persaudaraan. Ya, tentunya sebagai
manusia tidak terlepas dari yang namanya salah dan khilaf. Pasti ada saja masalah
dan konflik yang terjadi, bahkan sering kali tanpa sadar kamu menyakiti hati
seseorang. Nah, dengan silaturahmi memberikan hikmah untuk merekatkan ukhuwah
dan juga kekerabatan yang mulai pupus atau berkurang.
Kedua memperbanyak rezeki Di dalam beberapa hadis mengatakan bahwa
dengan bersilaturahmi bisa memperbanyak rezeki. Tentu saja rezeki ini bisa bersifat
langsung ataupun efek yang tidak langsung. Misalnya saja, dengan bertemu sahabat,
kamu bisa menawarkan produk bisnis, membangun bisnis bersama, atau mendapatkan
berkah lainnya dari bersilaturahmi.
Ketiga menambah empati dan menjauhi sikap egois Hikmah dan keutamaan
silaturahmi lainnya adalah bisa menambah empati dan menjauhi sikap egois. Ya, saat
sedang bersilaturahmi, kamu dibiasakan untuk menghargai orang lain, menghormati
mereka, mendengarkan cerita dan masalahnya dan hal-hal lainnya. Untuk itu,
silaturahmi secara tidak langsung, kalau dijalankan secara konsisten akan membentuk
empati dan menjauhi sikap egois.

Keempat menambah kekuatan dan kesatuan islam di dalam islam, Rasulullah


sering kali menyuruh umat Islam untuk saling bersatu agar tidak bercerai berai. Tentu
saja, efek silaturahmi kekuatan umat Islam bisa bersatu dan saling bahu membahu.
Bayangkan saja kalau umat Islam hidup individualis dan tidak saling membantu,
maka umat Islam bisa bercerai berai dan kesatuan Islam akan terancam. Untuk itulah
dibutuhkan untuk saling bersilaturahmi.

Kelima memperluas persaudaraan selain itu, dengan bersilaturahmi kamu juga


bisa saling mengenal dan memperluas persaudaraan. Awalnya hanya mengenal satu
orang, kemudian akan banyak mengenal sahabat-sahabat atau saudara yang lainnya.
Tanpa adanya silaturahmi, tentu hal ini sulit terjadi. Kamu tidak akan mengenal
keluarga, sahabat yang lainnya, padahal diketahui bahwa semua umat Islam adalah
saudara. Inilah salah satu fungsi dari silaturahmi.

Keenam merupakaan konsekuensi iman kepada Allah SWT silaturahmi


merupakan tanda-tanda seseorang beriman kepada Allah SWT sebagaimana yang
dijelaskan di dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Rasulullah
bersabda:
ِ َ‫آلخ ِر فَ ْلي‬
ُ‫ص ْل َر ِح َمه‬ َ ‫َمنْ َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَ ْو ِم ْاآل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
ِ ‫ َو َمنْ َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَ ْو ِم ْا‬,ُ‫ض ْيفَه‬
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”.

Ketujuh dipanjangkan umur dan diluaskan rezekinya kalau kamu termasuk ke


dalam orang yang suka mengunjungi sanak saudaranya, serta menjalin silaturahmi
akan dipanjangkan umurnya di diluaskan rezekinya. Hal ini sbagaimana yang telah
dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW yang berbunyi,
ِ ‫ فَ ْليَت‬،‫سَأ لَهُ فِي َأ َجلِ ِه‬
ِ َ‫ َو ْلي‬،َ ‫َّق هَّللا‬
ُ‫ص ْل َر ِح َمه‬ َ ‫ب َأنْ يُ ْب‬
َ ‫ َويُ ْن‬،‫سطَ لَهُ فِي ِر ْزقِ ِه‬ َّ ‫َمنْ َأ َح‬
“Barangsiapa yang senang diluaskan rezeqinya dan dipanjangkan umurnya, maka
hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”.

Kedelapan penyebab masuk surga dan dijauhkan dari neraka hikmah dan
keutamaan silaturahmi berikutnya adalah didekatkan dengan surga dan dijauhkan dari
api neraka. Sebagaimana yang tertera di dalam hadis berikut ini,
ِ َ‫صالَةَ َوتُْؤ تِ َي ال َّز َكاةَ َوت‬
‫ص ُل ال َّر ِح َم‬ َّ ‫ش ْيًئا َوتُقِ ْي ُم ال‬ ْ ُ‫تَ ْعبُ ُد هللاَ َوالَ ت‬
َ ‫ش ِر ُك بِ ِه‬
“Engkau menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dan dalam satu riwayat:
َ‫ك بِ َما َأ َمرْ تُهُ بِ ِه دخَ َل َْالجَّنََّة‬
َ ‫ِإ ْن تَ َم َّس‬
“Jika dia berpegang dengan apa yang Kuperintahkan kepadanya niscaya ia masuk
surga.”

Kesembilan merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT menyambung tali


silatrahmi merupakan salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT. Maka
dengan menjalankan perintahnya, maka kamu taat kepada Allah SWT, Menjalin
silaturahmi juga merupakan salah satu cara meningkatkan akhlak yang terpuji. Allah
SWT pun berfirman,
‫ب‬
ِ ‫سا‬ َ ُ‫صلُونَ َمآَأ َم َر هللاُ بِ ِه َأن ي‬
ُ َ‫وص َل َويَخش َْونَ َربَّ ُه ْم َويَ َخافُون‬
َ ‫سو َء ا ْل ِح‬ ِ َ‫َوالَّ ِذينَ ي‬
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supata
dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk”.
(QS. Ar-Ra’d : 21).

Kesepuluh terhubung dengan Allah SWT menyambung tali silaturahmi sama


dengan menyambung hubungan dengan Allah SWT. Sebagaimana disebutkan di
dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda:
َ ‫ َأ َما ت َْر‬,‫ َن َع ْم‬:‫ قَا َل‬.‫ َه َذا َمقَا ُم ا ْل َعاِئ ُذ بِكَ ِمنَ ا ْلقَ ِط ْي َع ِة‬: ْ‫ت ال َّر ِح ُم فَقَالَت‬
َ‫ضيْن‬ ِ ‫ق َحتَّى ِإ َذا فَ َر َغ ِم ْن ُه ْم قَا َم‬
َ ‫ق ا ْل َخ ْل‬
َ َ‫َإنَّ هللاَ َخل‬
‫ فَ َذلِ َك لَ َك‬:‫ قَا َل‬.‫ بَلَى‬: ْ‫صلَكَ َوَأ ْقطَ َع َمنْ َقطَ َعكَ؟ قَالَت‬ َ ‫ص َل َمنْ َو‬ ِ ‫َأنْ َأ‬
“Sesungguhnya Allah SWT menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari
(menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang
yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan. Dia berfirman: “Benar, apakah
engkau ridha jika Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan
memutuskan orang yang emmutuskan engkau?” Ia menjawab: Iya. Dia berfirman:
“Itulah untukmu”.
BAB III UPAYA PENINGKATAN DI BIDANG KEILMUAN, PENGKAJIAN,
PENDIDIKAN
A. Upaya NU Meningkatkan Pendidikan Di Daerah Tertinggal
Indonesia adalah negara yang tersusun dari beragam suku, ras, dan agama.
Sebagaimana mafhum, Indonesia tergolong pada negara maritim yang penduduknya
tak hidup dalam satu bentangan tanah luas yang mudah diakses. Mereka, warga
Indonesia yang terpencar di 17.504 kepulauan dari Sabang sampai Merauke
terpisahkan oleh lautan, selat, bahkan pegunungan yang kesemua masyarakatnya
memiliki suku, ras, dan agama beranika ragam. Teritori Indonesia yang tercecer dan
terpisahkan menjadi pulau-pulau kecil adalah tantangan tersendiri bagi pemerintah
dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pemerintah mesti mampu memperlakukan
mereka serta memberi haknya secara sama-rata, termasuk dalam pendidikan. Sebab,
hal itu telah menjadi amanat besar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1.
Sejauh usaha pemerintah memberi akses pendidikan yang sama-rata kepada seluruh
warganya, riset Balai Litbang Agama (BLA) Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama, tahun 2018 menemukan beberapa fakta kendala serta juga faktor pendukung
dalam proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kawasan timur Indonesia.
Temuan itu adalah sebagaimana berikut: Pertama, pelaksanaan Pendidikan Agama,
khususnya Pendidikan Agama Kristen di Provinsi Maluku, Kabupaten Buru, belum
berjalan secara maksimal. Salah satu faktor kendalanya adalah tidak adanya guru
agama Kristen di sejumlah sekolah yang menjadi objek penelitian. Tenaga pengajar
yang ada hanyalah seorang guru yang beragama Islam. Dan, itu pun hanya
berdasarkan instruksi dan penunjukan oleh kepala sekolah. Dalam proses
pembelajaran yang dipraktikkan, beberapa guru agama di Kabupaten Buru masih
menggunakan pendekatan dan metode yang konvensional. Proses pengajaran ilmu
agama masih menggunakan fasilitas keagamaan yang serba kekurangan. Selain itu,
kendala berikutnya adalah peran orang tua dalam pembinaan keagamaan yang masih
rendah. Namun demikian, bersamaan dengan kendala tersebut, pendidikan
keagamaan masih terus berjalan hingga hari ini. Beberapa faktor pendukungnya
meliputi: kondisi sosial masyarakat yang kondusif, keterlibatan tokoh agama dan
tokoh masyarakat, kegiatan keagamaan di luar sekolah, peran 'Guru Garis Depan', dan
dukungan masyarakat dan pemerintah turut mendukung keberlangsungan kegiatan
belajar mengajar selama ini. Kedua, pelaksanaan Pendidikan Agama di Kabupaten
Talaud Provinsi Sulawesi Utara belum stabil. Kondisi ini dapat terlihat dari
keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran, kurangnya tenaga pengelola (guru)
agama serta ruang pembelajaran yang masih sangat terbatas sekali. Selin kendala
sarana dan prasarana, juga terdapat hambatan faktor kesejahteraan tenaga pengajar
yang masih minim. Karier dan kesejahteraan guru agama (PAK dan PAI) masih
banyak yang berstatus honorer. Selain di Kabupaten Buru, Maluku dan di Kabupaten
Talaud, Sulawesi Utara, riset juga dilakukan di Kecamatan Klaomono, Kabupaten
Sorong. Di kawasan ini, tim riset Balitbang mendapati fakta bahwa mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, Kristen, dan Katolik masih menggunakan kurikulum KTSP
dan K13 baik pada satuan pendidikan dasar maupun menengah yang masih
mengalami banyak hambatan. Beberapa di antaranya adalah kurangnya tenaga
pendidik dan kependidikan; media pembelajaran (buku pegangan bagi guru, buku
paket bagi peserta didik, dan alat belajar; dan akses sekolah untuk memperoleh
berbagai informasi, telepon maupun akses internet. Bersamaan dengan ini, tim riset
juga mendapati sejumlam faktor pendukung yang mestinya perlu terus ditingkatkan.
Beberapa faktor perdukung tersebut di antaranya adalah adanya dana BOS
penggunaannya agar disesuaikan dengan kebutuhan; motivasi dan semangat para
pendidik yang terus berupaya agar peserta didik dapat memperoleh pengetahua;
animo peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selanjutnya, di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara tim riset BLA
Makassar menemukan tenaga pengajar, guru yang ditugaskan mengajar ilmu agama,
sebenanrya tidak memiliki kompetensi Pendidikan Agama yang cukup. Naifnya, guru
tersebut berstatus PNS. Itu artinya pemilihan tenaga pengajar Pendidikan Agama
yang dilakukan oleh pemerintah tidak tepat sasaran.
Tawaran Solusi Menyikapi hal tersebut, tim peneliti merekomindasikan empat
hal yang mesti dipenuhi untuk meningkatkan pendidikan di daerah 3T yang telah
disebutkan. Pertama, Guru Pendidikan Agama harus mengenal peserta didik secara
mendalam terutama karakter dan latar belakang orang tua mereka dalam pendidikan
agama dan keagamaan di keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
keseriusan pengawasan dan bimbingan dari lembaga sekolah kepaa peserta didiknya.
Kedua, Guru Pendidikan Agama diharapkan menguasai secara baik bidang studi
pendidikan agama yang bersifat ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam
kurikulum sekolah. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada guru agama untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan, dan pola
pandangnya melalui diklat peningkatan kompetensi tim pengajar dan berbagai
kegiatan ilmiah lainnya. Rekomindasi dan tawaran solusi ini berkaitan dengan
Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama
untuk melakukan koordinasi dalam rangka mengadakan program peningkatan SDM
tenaga pengajar serta pengangkatan guru Pendidikan Agama baru di berbagai sekolah
yang masih dinilai kurang mampu. Ketiga, Guru Pendidikan Agama harus
melaksanakan dengan penuh tanggung jawab dalam penyelenggaraan pembelajaran
yang mendidik. Tahap ini meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan
mesti dilakukan dengan serius. Rekomindasi dan solusi ini berkaitan erat dengan
pengadaan dan pendistribusian buku-buku bahan ajar secara merata, peningkatan
sarana dan prasarana sekolah serta peningkatan honor guru agama untuk menjamin
kesejahteraannya. Keempat, pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara
berkelanjutan. Karena hanya guru yang memiliki kompetensi tinggi yang dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional. Untuk melaksanakan rekomendasi ini
perlu pelibatan sarjana atau guru yang berlatar belakang disiplin ilmu Kependidikan
Agama pada program SM-3T dan program GGD harus ditingkatkan.[1]
B. Melakukan Pendataan
Program pendataan telah berlangsung hampir tiga tahun, mulai tahun 2000
sampai akhir tahun 2003. Ada kendala teknis pendataan itu sendiri dan kendala
komunikasi/hubungan pusat-wilayah yang menyebabkan hasilnya tertunda-tunda.
Secara nasional, hingga kini baru 11 wilayah yang tergarap, dan ini pun dalam tahap
finishing pengerjaannya. Sebagian besar wilayah lainnya masih dalam data mentah.
Data yang lengkap diharapkan dapat membantu lembaga pendidikan Ma’arif untuk
memperoleh dana dengan cara mensosialisasikanya. Dalam hal ini, Ma’arif
melakukan asistensi dan fasilitasi terhadap langkah-langkah fund-rising –yang tidak
terbatas pada “konsumen” madrasah (para orang tua siswa), tetapi terbuka ke luar dari
itu seperti kepada para pengusaha, lembaga donor/funding asing dan pemerintah
negara-negara sahabat.

C. Penggunaan Bahasa Inggris Dan Kerja Sama Dengan Universitas Luar


Negeri
Penguatan bahasa asing untuk pertama kalinya memilih bahasa.Untuk
gelombang I, program telah berakhir 2003, selama 6 bulan.Rancangan pelaksanaan
program telah selesai, dan kini sedang mensosialisasi program ini ke wilayah seluruh
Indonesia. Bertujuan untuk menunjang program pengiriman mahasiswa ke luar
negeri. Direncanakan biaya ditanggung oleh Ma’arif/PBNU dan biaya konsumsi
ditanggung oleh peserta. Pelaksanaan seleksi dan pembelajaran akan disentralkan di
Unisma, Malang.[2]
D. Penulisan Buku/Bahan Ajar Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dan Ke-NU
an dan Revisi Kurikulum Ma’arif Tahun 1983
Materi pembelajaran Aswaja dan Ke-NU-an telah ditulis oleh beberapa
wilayah, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Lampung,
berdasarkan kurikulum tahun 1983. Sudah saatnya substansi materi mengalami
pembaruan, dan diharapkan ada buku/bahan ajar berstandar nasional. Kini sudah
disusun tim kerja dan rancangan kerjanya yang akan bekerja mulai bulan Mei. Selain
Aswaja dan Ke-NU-an, juga saatnya dilaksanakan revisi kurikulum (semua mata
pelajaran) untuk sekolah/marasah di lingkungan Nahdlatul Ulama.
E. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Peningkatan Mutu
Pendidikan
Salah satu pedoman organisasi yang dihasilkan oleh Rakernas di Malang
tahun 2002 adalah pedoman MBS dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Pedoman ini
belum diimplementasikan sama sekali, antara lain karena kendala pembiayaan yang
besar, yakni menyangkut pembiayaan untuk pelatihan MBS dan pembiayaan untuk
membantu kelengkapan sarana-prasana sekolah/Madrasah Ma’arif. Ribuan sekolah
Ma’arif seperti yang sering disampaikan oleh wilayah-wilayah mengaku kekurangan
pembiayaan operasional pendidikanya, baik untuk peningkatan mutu manajemen,
mutu tenaga pendidikan maupun untuk memenuhi standar sarana-prasarana
pendidikan.
F. Konsolidasi Organisasi melalui Silaturrahim, Jurnal Cetak dan Website
Pola relasi keoganisasian di lingkungan Ma’arif dan NU pada umumnya
dirasakan belum efektif. Hanya kekuatan kultural yang “mengefektifkan” hubungan
nahdliyyin dengan organisasinya. Untuk itu, sistem organisasi yang ada (dan
perangkat-perangkat yang sebetulnya sudah cukup baik) perlu diberdayakan. Atau
perlu “dibina”. Tahun ini, Ma’arif telah melaksanakan program kunjungan kerja
untuk konsolidasi pengurus wilayah dan seluruh lembaga penyelenggara pendidikan.
Selain itu, konsolidasi organisasi juga telah ditempuh melalui penerbitan media cetak
dan digital. Ma’arif kini mempunyai jurnal 6 bulanan dan website yang akan
difungsikan sebagai “portal” informasi pendidikan dilingkungan NU.
G. Pembenahan Manajemen Pendidikan
Fokus pembenahan manajenemn Pendidikan Ma’arif yang bias dilakukan
setidak tidaknya pada dua kegiatan penting. Pertama, penataan manajemen kantor
Ma’arif –artinya kantor pengurus Ma’arif yang idealnya menjadi sentra manajemen
pendidikan sekolah/madrasah dan perguruan tinggi NU, berikut dengan segala hal
teknis-operasional yang terkait; Kedua, perbaikan mutu manajamen Pendidikan di
tingkat sekolah/madrasah atau perguruan tinggi yang kini tengah dalam penyesuaian
dengan perubahan-perubahan kebijakan baik di pusat maupun daerah. Dalam dua
tugas ini, Ma’arif akan berfungsi sebagai pendamping atau tim asistensi
pengembanan pendidikan NU. Bentukbentuk kegiatan yang bisa laksanakan,
misalnya: sosialisasi buku-buku terbitan internal yang terkait dengan pengembangan
Pendidikan NU, monitoring dan pembinaan mutu manajemen sekolah/madrasah,
pendataan kelembagaan, dan kegiatan lain sejenisnya.
H. Olimpiade Mutu Guru dan Siswa
Selain meningkatkan mutu guru dan siswa yang dilakukan secara regular
melalui proses pembelajaran di kelas, pendidikan keahlian dan pelatihan-pelatihan,
Ma’arif melakukan juga olimpiade yang bersifat kompetitif antarguru dan siswa
secara nasional untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pendidikan yang
berlangsung selama ini. Olimpiade (akan) dilaksanakan secara bertahap, mulai tingkat
kecamatan, kabupaten, propinsi hingga pusat. Penyelenggaranya adalah
masingmasing pengurus struktural Ma’arif di setiap tingkatannya. Mereka yang
mendapatkan peringkat terbaik akan memperoleh penghargaan dari PP LP Ma’arif
NU dan PBNU, baik yang bersifat hadiah maupun penghargaan non-material.
I. Penataan Aset Pendidikan NU
Sebagai organisasi pendidikan yang telah bergerak lebih dari 40 tahun,
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU memiliki banyak aset dalam berbagai bentuk,
terutama tanah dan bangunan. Seiring dengan penataan organisasi pada setiap
tingkatan, sekarang aset organisasi tersebut sedang didata dengan baik. Langkah ini
merupakan pengejawantahan dari sikap amanah organisasi terhadap wakaf yang telah
diterima, dan sebagai upaya untuk mengoptimalisasi pemanfaatan aset tersebut
sebesarbesarnya bagi kepentingan umat Islam (nahdliyyîn). Melalui pendataan aset
diharapkan tidak terjadi “penguapan” aset organisasi sebagaimana telah banyak
terjadi di lingkungan organisasi kita. Bila perlu, kasus-kasus penguapan yang telah
terjadi ditangani lagi sehingga aset yang telah hilang dapat kembali ke pangkuan
organisasi.
J. Aktif dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di berbagai tingkatan telah dihimbau oleh
PBNU melalui PP LP Ma’arif NU untuk bersikap proaktif terhadap proses
penyusunan bentuk-bentuk peraturan yang berada di pusat (UU atau PP, dan
turunannya) maupun di daerah (Perda dan sejenisnya) khususnya yang menyangkut
bidang Pendidikan. Tahun silam Ma’arif merasa bersyukur telah turut serta dalam
proses panjang lahirnya UU No. 20 tentang Sisdiknas Tahun 2003 yang merupakan
momentum pelaksanaan reformasi Pendidikan, dan akhir-akhir ini Ma’arif (juga
PBNU, RMI, Muslimat, dan lain-lain) ikut memberikan kontribusi terhadap proses
penyusunan RPP bidang Pendidikan. Secara internal, Ma’arif Pusat melakukan
penyusunan, pengadaan dan pengiriman perangkat peraturan organisasi dan pola
manajemen pendidikan Ma’arif untuk pengurus struktur di daerah dan
madrasah/sekolah, serta lembaga penyelenggara Pendidikan.
K. Pengembangan Perguruan Tinggi
Sebuah asosiasi perguruan tinggi bernama ‘APTINU’ (Asosiasi Perguruan
Tinggi Nahdlatul Ulama) sebagai perangkat organisasi Ma’arif di bidang perguruan
tinggi- telah mulai diberdayakan. Pusatnya di Unisma Malang, Jawa Timur, dengan
anggota dari berbagai wilayah yang terbagi dalam 6 koordinator wilayah. bagi
pemberdayaan NU secara umum. Telah menjadi pemikiran bahwa perguruan tinggi
NU akan dapat membina sekolah/madrasah di lingkungan Ma’arif, sehinga usaha
penciptaan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas dapat segera terwujud.

BAB IV PENINGKATAN PENYIARAN ISLAM PEMBANGUNAN SARANA


PERIBADATAN DAN PELAYANAN SOSIAL
A. Penyiaran Islam
Penyiaran atau penyebaran agama (mission) merupakan salah satu
kesunyataan dalam kehidupan umat beragama, karena agama merupakan pesan
kebaikan yang harus dijalankan oleh umat manusia sepanjang kehidupannya.1 Dalam
ajaran Islam, dakwah dipandang suatu kewajiban yang dibebankan agama kepada
umatnya, baik yang sudah memeluk Islam maupun yang belum dengan cara-cara
(methode) sesuai yang ajarkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah nabi saw. Sehingga
dengan demikian, dakwah bukanlah semata-mata timbul dari pribadi atau golongan,
namun sudah menjadi bagian dari doktrin agama.
Istilah-istilah dakwah dalam al-Qur’an yang dipandang paling populer adalah
yad‟uuna ila al-khairaat, ya‟ muruna bi al-ma‟ruf dan yanhauna „an al-mungkar.
Dalam konteks ini, seorang muslim secara khusus mempunyai tanggung jawab moral
untuk hadir di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakatnya sebagai figur bukti dan
saksi bagi kehidupan yang islami (syuhada „ala al-nas), umat pilihan (khairu ummah)
yang mampu merealisasikan nilai-nilai ilahi, yaitu menyatakan dan menyerukan al-
khair sebagai kebenaran prinsipil dan universal.
Sehingga secara terminologi dakwah mencakup pengertian sebagai berikut :
 Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau
mengajak orang untuk mengamalkan ajaran Islam.
 Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara
sadar dan sengaja.
 Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan
berbagai cara atau metode.
 Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari
kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah.
B. Unsur-Unsur Dakwah
1. Da’i (Juru Dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan maupun
perbuatan yang dilakukan baik itu dilakukan secara individu, kelompok atau lewat
organisasi atau lembaga. Atau pengertian yang lain da’i adalah muslim dan muslimat
yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama
2. Mad’u (Mitra Dakwah)
Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima
dakwah. Baik sebagai individu maupun kelompok, atau manusia yang telah beragama
Islam maupun tidak. Jadi sasaran dakwah dalam Islam adalah semua umat manusia.
Bagi mereka yang belum memeluk agama Islam, dakwah diarahkan agar mereka
menjadi muslim dan mengakui kebenaran ajaran Islam. Sedangkan bagi mereka yang
telah menjadi muslim dakwah bertujuan untuk meningkatkan iman, islam, dan ihsan.
Sehingga secara umum mad’u dalam al-Qur’an dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar, yaitu Mukmin, kafir dan munafik
3. Maddah (Materi Dakwah)
Maddah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan juru dakwah dalam
melaksanakan kegiatan dakwahnya. Dan secara umum materi dakwah dapat
diklasifikasikan kedalam empat masalah pokok :
 Masalah Aqidah (keimanan). Masalah pokok yang menjadi materi dakwah
adalah aqidah islamiyah. Aspek aqidah inilah yang akan membentuk
kepribadian seorang muslim dalam kehidupannya.
 Masalah Syari’ah. Materi dakwah yang bersifat syari’ah8 ini sangat luas dan
mengikat seluruh umat Islam. Di samping mengandung dan mencakup
kemaslahatan sosial dan moral, maka materi dakwah dalam bidang syri’ah ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar, pandangan yang
berrnih dan cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam melihat semua
persoalan pembaharuan, sehingga umat tidak terperosok ke dalam kesalahan.
 Masalah Mu’amalah Islam merupakan agama yang menekankan urusan
mu’amalah lebih besar porsinya dari pada urusan ibahah.9 Islam lebih banyak
memperhatikan aspekm kehidupan sosial dari mpada aspek kehidupan ritual.
 Masalah Akhlak Materi akhlak ini diorientasikan untuk dapat menentukan
baik dan buruk, akal, dan kalbu berupaya untuk menemukan standar umum
melalui kebiasaan masyarakat. Karean ibadah dalam Islam sangat erat
kaitannya dengan akhlak.
4. Washilah (Media Dakwah)
Wasihlah adalah alat atau media yang digunakan untuk menyampaikan materi
dakwah kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah
dapat menggunakan berbagai wasilah atau media. Menurut Hamzah Ya’qub,
membagi washilah dakwah menjadi lima macam yaitu : lisan, tulisan,
lukisan,audiovisual, dan akhlak.
5. Thariqah (Metode Dakwah)
Kata metode berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari dua kata yaitu
“metodos” berarti cara atau cara bekerja; dan “logos” yang berarti ilmu. Maka
metodologi adalah ilmu cara bekerja.11 Kemudian kata itu telah menjadi bahasa
Indonesia yang memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan siatu tujuan, rencana
sistem, tata pikir manusia”
6. Atsar (Efek Dakwah)
Atsar sering disebut dengan fidback (umpan balik) dari proses dakwah ini
sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian pada da’i. Kebanyakan mereka
menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah.
C. Jenisi-Jenis Dakwah
1. Dakwah Bi Al-Lisan
Pengertian dakwah bi al-lisan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, di
antaranya sebagaimana dikemukakan bawah ini :
Ahmad Dimyati, mengatakan bahwa dakwah bi al-lisan adalah dakwah dengan
menggunakan media komunikasi berupa ucapan dalam forum pengajian, ceramah
atau seminar

 Metode Ceramah
Ceramah adalah suatu teknik atau metode yang banyak diwarnai oleh ciri
karakteristik bicara oleh seorang da’i/ mubaligh pada suatu aktivitas dakwah.
Ceramah dapat pula bersifat propaganda, berpidato (retorika), khutbah, sambutan,
mengajar dan sebagainya
 Metode diskusi (Mujaddalah)
Mujaddalah atau diskusi atau debat adalah mempertahankan pendapat dan
nideologinya agar pendapat dan ideologinya itu diakui kebenaran dan kehebatannya
oleh orang lain.
 Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara
mendorong sasarannya (objek dakwah) untuk menyatakan suatu masalah yang dirasa
belum dimengerti dan da’i atau muballig penjawabnya.
 Dakwah Bi al-Hal
pada dasarnya dakwah bi al-hal23 selain menuntut adanya contoh dan karya
nyata, juga menuntut keterlibatan yang intens dari para pelaku dakwah terhadap
permasalahan objek dakwah dan merumuskan jawaban dari permasalahan tersebut
kedalam bentuk mkegiatan, dengan cara mana aktifitas dakwah dapat
diselenggarakan, dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
sebagai sasaran dakwah.
BAB V PENINGKATAN HIDUP DAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT
MELALUI KEGIATAN YANG TERARAH
A. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) merupakan perangkat atau
lembaga yang bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan
ekonomi warga Nahdlatul Ulama. Program penguatan ekonomi umat mulai dari
pendirian koperasi dan kebijakan kemitraan atau kelembagaan bagi nahdliyin atau
anggota nahdlatul ulama.
“Wahai pemuda putra bangsa yang cerdik pandai dan para ustaz yang mulia.
Mengapa kalian tidak mendirikan saja suatu badan usaha ekonomi yang beroperasi,
dimana setiap kota terdapat satu badan usaha yang otonom” ( KH. Hasyim Asy’ari
“Deklarasi Nahdlatut Tujjar 1918” ).
B. Sejarah Mengenal Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama
Nahdhutul Ulama sebagai ormas keagamaan yang pada awal berdirinya
ditujukan untuk membendung gerakan Islam pembaruan yang hendak menghabisi
kelompok tradisionalis Islam. Meski NU baru lahir pada tahun 1926, namun
sebenarnya telah didahului dengan berdirinya lembaga-lembaga milik para ulama.
Baik di bidang pemikiran maupun ekonomi. NU tidak bisa dipisahkan tiga tiang
penyangga kelahirannya, yaitu Nahdlatul Wathan yang berdiri pada tahun 1914,
Nahdlatut Tujjar (1918) dan Tashwirul Afkar (1918) yang juga didirikan oleh para
ulama pendiri NU. Sebagai organisasi ekonomi NU, Nahdlatut Tujjar sesungguhnya
kurang begitu populer dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Nahdlatut Tujjar
jarang sekali termaktub dalam catatan sejarah resmi. Ini terjadi karena tiga alasan.
Pertama, sejarah Nahdlatut Tujjar tidak pernah terdokumentasikan secara rapi, baik
oleh para pendiri ataupun penerusnya. Kedua, ketidaktahuan kalangan peneliti
mengenai keberadaan Nahdlatut Tujjar dan pengaruhnya terhadap perekonomian
nasional saat itu. Ketiga, kemungkinan adanya distorsi penulisan sejarah. Setelah
beberapa waktu NU berdiri di tengah kondisi perjuangan dan makin banyaknya
persoalan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, Nahdlutut Tujjar tidak lagi
memiliki peranan penting sebagaimana di awal berdirinya. Hingga banyak persoalan
kesejahteraan umat terabaikan. Untuk mengantisipasi problem ekonomi umat ketika
itu, sebenarnya telah dikembangkan ekonomi kerakyatan berupa koperasi. Pada tahun
1937 Ketua Tanfidz NU, KH. Mahfoedz Siddiq mendirikan Koperasi Syirkah
Mu’awwanah. Kehadiran koperasi ini berupaya membuka jaringan perdagangan antar
pesantren yang banyak menghasilkan produk-produk pertanian dan usaha-usaha kecil
lainnya.
C. Usaha Dan Bisnis Nahdlatul Ulama
Pada saat itu, terdapat satu departemen dari lima departemen yang ada yang
secara khusus mengurusi masalah bisnis di dalam NU. Para anggota yang
memproduksi barang-barang sederhana seperti pakaian, rokok, sajadah, dan lain-lain
diperkenankan memasarkan barangnya dengan nama “Nahdlatul Ulama”, dengan
menggunakan lambang resmi NU. Sebagai imbalannya mereka harus memberikan
persentase keuntungannnya kepada organisasi. Semua label harus dicetak di
percetakan milik NU sendiri. Kiai didorong mendirikan toko sendiri, dengan logo
NU, untuk menjual barang-barang yang diperlukan di pesantren. Departemen ini akan
membantu mereka mengembangkan keterampilan bisnis mereka, dan para usahawan
didorong menjual barang-barang mereka dengan persyaratan yang lebih mudah.
Namun pada kenyataannnya Syirkah Mu’awwanah dan departemen yang mengurusi
bisnis di NU ini tidak mampu berperan secara maksimal dalam mengangkat
perekonomian umat. Meski telah memiliki BMT SM NU dan usaha-usaha lain seperti
Koperasi An-Nisa, Koperasi Bintang Sembilan dari kelanjutan Syirkah Muawwanah.
Namun hingga kini manfaatnya belum dapat dirasakan secara maksimal oleh warga
NU.
D. Kiprah Pesantren
Selain itu, banyak pesantren NU yang berhasil memperkuat basis ekonominya
dengan mendirikan koperasi-koperasi pesantren. Lihat saja, Koperasi Pesantren
Sidogiri di Pasuruan bahkan sudah memiliki lebih dari 10 cabang. An Nuqoyah di
Guluk-guluk Sumenep, Nurul Jadid di Paiton-Probolingga, Pesantren Drajat di
lamongan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di antara pesantren itu bahkan telah
memiliki produk unggulan masing masing. Namun koperasi-koperasi dan unit-unit
usaha produksi yang berdiri kuat di pesantren ini masih belum memiliki jaringan
ekspansi pasar yang kuat dan berjalan sendiri-sendiri, sehingga pengembangannya
menjadi agak terhambat. Selain itu aspek permodalan juga masih sangat kurang,
disamping sklill dalam menangani bisnis juga masih perlu terus ditingkatkan.
Secara struktural, sebenarnya telah diadakan upaya-upaya membangun perekonomian
ini. Pada juni 1990 NU menandatangani kesepakatan dengan Bank Summa (milik
grup Astranya William Soerjadjaya) dan membentuk bank Nusumma. Kehadiran
bank Nususmma ini sebenarnya adalah upaya menjembatani kebutuhan permodalan
bagi pengembangan usaha-usaha warga NU, selain secara khusus juga dimaksudkan
sebagai badan usaha untuk menopang kebutuhan NU. Namun keberadaan Nusumma
sendiri tidak mampu bertahan setelah kelompok usaha William Surjadjaja tersandung
masalah dan terpaan badai krisis ekonomi 1997. Setelah Nusumma tidak lagi punya
likuiditas dan pemerintah tidak lagi membantu meningkatkan likuiditasnya, akhirnya
Nusumma turut dilikuidasi bersama bank-bank nasional lainnya.
E. Masa Reformasi
Setelah masa reformasi bergulir, NU pun turut dalam program-program
peningkatan kesejahteraan khususnya petani dan pengusaha kecil. NU juga dipercaya
sebagai salah satu penyalur dana dari program Kredit Usaha Tani (KUT), namun
karena minimnya SDM dan banyak faktor lain, seperti fluktuasi harga dan gagal
panen, banyak dari peminjam dana KUT tidak mengembalikan, termasuk yang
disalurkan melalui NU kepada warganya. Akhirnya program KUT dinyatakan gagal
dan Pemerintah membebaskan dari pengembalian utang KUT. Secara kelembagaan,
NU memiliki Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), akan tetapi dari
latar belakang diatas LPNU belum mengambil peranan penting untuk pengawasan
dan menggerakan ekonomi secara organisasi, ini dikarenakan LPNU terjebak pada
gerakan-gerakan non-economic, sehingga LPNU hanya sebagai pelengkap penderita
dalam organisasi. Pengembangan ekonomi nahdliyah tidak saja akan memberdayakan
warga NU, namun juga dapat memberdayakan ekonomi NU secara organisatoris
bahkan umat pada umumnya. Oleh karenanya kerjasama semua pihak sangat
dibutuhkan dalam upaya ini. sinergitas peran secara sistemik yang harus menjadi
komitmen bersama. Inilah saatnya mengentas kemiskinan umat dan kembali
mengangkat Islam dan umat Islam pada posisi yang kuat, sehingga tidak hanya secara
normative Islam disebut sebagai ya’lu wala yu’la alaihi, namun juga secara riil
menunjukkan bahwa umat Islam berdiri pada posisi yang terhormat dan sejahtera.
Inilah tujuan yang sesungguhnya dari upaya pengembangan ekonomi melalui basis
keumatan.
F. Prinsip Dasar Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama
Secara umum prinsip dasar mengacu pada prinsip-prinsip dasar adalah sebagai
berikut:
1. Kemitraan
Semua pihak yang berkepentingan didorong untuk mewujudkan kemitraan
dan kerjasama sinergi dalam rangka optimalisasi dalam mencapai tujuan
2. Kewirausahaan
Dalam pelaksanaannya memerlukan jiwa pelaku usaha yang kuat, kukuh,
kreatif dan tidak mudah terguncang dalam menghadapi berbagai persoalan yang
menghalangi usahanya, sehingga dapat lebih produktif, tumbuh dan berkelanjutan.
3. Kelembagaan
Mengukuhkan pranata social yang memperteguh kebersamaan dalam
memperjuangkan tujuan dan kepentingan anggota serta memperkokoh kemandirian
dalam mengembangkan kapasitas social ekonomi jama’ah.
4. Kearifan Lokal
Pelaksanaanya didasarkan pada optimalisasi sumber daya setempat yang ada
di wilayah maupun sekitarnya, baik sumber daya manusia, sumber daya pendanaan,
dan sumber daya lainnya dalam rangka mendukung usaha yang akan
dikembangkannya.
5. Keberlanjutan
Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan
peningkatan kesejahteraan jamaah, tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
G. Strategi Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama
Dalam rangka mencapai tujuan, menerapkan 3 (tiga) strategi dasar yang satu
sama lain merupakan satu kesatuan, yaitu:
1. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan
Fokus orientasinya dititikberatkan pada penguatan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang berhubungan dengan pengembangan kelembagaan, kapasitas
organisasi.
2. Meningkatkan Kapasitas Kelompok bisnis yang sudah ada
Kapasitas yang dimaksud mencakup dimensi moral, intelektual, material, dan
manajerial. Kelompok bisnis yang sudah ada pada dasarnya telah memiliki asset
berupa: asset keuangan, asset social (nilai-nilai kebajikan/jaringan social), asset fisik
lingkungan, asset sumber daya manusia, maupun asset yang berkaitan dengan akses
terhadap sumber daya alam dan informasi.
3. Meningkatkan Pelayanan
Secara umum, layanan berupa penyediaan akses infrastruktur, akses ekonomi,
terutama dukungan dana bergulir untuk usaha produktif. Tata Kelola Mengenal
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama Lembaga adalah perangkat departementasi
organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul
Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang tertentu. Lembaga Perekonomian
Nahdlatul Ulama disingkat LPNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul
Ulama di bidang perekonomian. Peran LPNU dalam upaya pemberdayaan ekonomi
melaksanakan peran fasilitatif dengan mengadakan diskusi dan dialog kepada
masyarakat dan membantu kebutuhan kelompok masyarakat. Peran edukasional atau
mendidik dengan memberikan pelatihan, peran representasional menjalin kemitraan
dengan perbankan dan lembaga lain serta peran teknis dengan pelayanan masyarakat
melalui koperasi simpan pinjam.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan kegiatan yang dipilih oleh NU pada awal berdiri dan khidmahnya
menunjukkan pandangan dasar yang peka terhadap pentingnya terus menerus di bina
hubungan dan komunikasi antara para ulama sebagai pimpinan masyarakat serta ada
keprihatinan atas nasib manusia yang terjerat oleh keterbelakangan kebodohan dan
kemiskinan. Sejak semula NU melihat ini sebagai bidang garapan yang harus segera
dilaksanakan melalui kegiatan kegiatan yang nyata. Pilihan akan ikhtiar yang
dilakukan mendasari kegiatan NU dari masa kemasa dengan tujuan untuk melakukan
perbaikan perubahan dan pembaharuan masyarakat terutama dengan mendorong
swadaya masyarakat sendiri NU sejak semula meyakini bahwa persatuan para ulama
dan pengikutnya masalah pendidikan da’wah islamiyah kegiatan sosial serta
perekonomian adalah masalah yang tidak bisa dipisahkan untuk merubah masyarakat
yang maju sejahtera berakhlaq mulia Pilihan kegiatan NU tersebut sekaligus
menumbuhkan sikap partisipasi terhadap setiap usaha yang bertujuan membawa
masyarakat kepada kehidupan yang maslahah. Setiap kegiatan NU untuk
kemaslahatan manusia dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan
paham keagamaan yang dianutnya. Dalam rangka melaksanakan ikhtiar ikhtiarnya
NU membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu yang berfungsi sebagai
alat untuk melaksanakan koordinasi bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan
baik tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan. Karena pada dasarnya
NU adalah jamiyah diniyahyang membawa faham keagamaan maka paraulama
sebagai mata rantai pembawa faham Ahlusunnah wal jamaah selalu ditempatkan
sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan bimbingan utama jalannya organisasi.
Untuk melaksanakan kegiatan kegiatannya, NU menempatkan tenaga yang sesuai
dengan bidangnya untuk menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] L. Kemenag, “Upaya Peningkatan Pendidikan Agama di Kawasan 3T,” 2019,
2019. [Online]. Available: https://www.nu.or.id/post/read/112605/upaya-
peningkatan-pendidikan-agama-di-kawasan-3-t.
[2] Muttaqin, “Pemikiran Dan Manajemen Pendidikan Nu Dan Muhammadiyah,”
NUR EL-ISLAM J. Pendidik. dan Sos. Keagamaan, vol. 4, no. 1, pp. 1–39,
2017.

Anda mungkin juga menyukai