Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEGAWATDAURARATAN MATERNAL DAN

NEONATAL
Ruptur Uteri “Pengkajian Data, Diagnosa atau Masalah, Penatalaksanaan Asuhan Awal,
Pendokumentasian Asuhan dengan Metode SOAP”
Dosen pengampu: Melva Simatupang SST, M.Keb

Disusun oleh Kelompok 5B


Asryani Loveta Mangunsong (P07524420053)
Cici Suranika Br Sembiring (P07524420054)
Citra Esti Pebrina Ginting (P07524420055)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

TA. 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
dengan judul makalah yaitu Ruptur Uteri “Pengkajian Data, Diagnosa atau
Masalah,Penatalaksanaan Asuhan Awal, Pendokumentasian Asuhan dengan Metode SOAP”,
dan saya sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini saya dapat memberikan sedikit
gambaran dan memperluas wawasan ilmu yang kita miliki.

Terima kasih atas semua pihak yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Apabila ada saran dan kritik utuk memperbaiki makalah ini, saya bersedia menerima kritik
dan saran. Akhir kata saya ucapkan Terima Kasih.

Medan, 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2. Rumusan Maasalah...................................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
2.1. Ruptur Uteri...................................................................................................................2
2.1.1 Pengertian Ruptur Uteri.............................................................................................2
2.1.2 Penyebab Ruptur uteri...............................................................................................2
2.1.3 Klasifikasi Ruptur Uteri.............................................................................................4
2.1.4. Patofisiologi..............................................................................................................5
2.2. Mendiagnosa atau menentukan masalah....................................................................6
2.3. Penatalaksanaan Asuhan Awal....................................................................................8
2.4. Pendokumentasian Asuhan dengan Metode SOAP...................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat
umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Manifestasi perdarahan masih merupakan trias
penyebab kematian maternal tertinggi, di samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Angka
kematian ibu akibat perdarahan yang disebabkan ruptur uteri berkisar antara 17,9% sampai
62,6%. Saat persalinan kala I dan awal kala II batas antara segmen bawah rahim dan segmen
atas rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis, jika bagian terbawah tidak mengalami
kemajuan akan timbul retraksi patologis (Bandl’s ring). Apabila saat persalinan tetap tidak ada
kemajuan maka akan terjadi ruptur uteri dan menyebabkan komplikasi berupa kematian
maternal. Simpulan, ruptur uteri masih merupakan salah satu penyebab kematian maternal dan
janin dalam rahim paling tinggi di Indonesia. Untuk itu diperlukan ketepatan dalam
mendiagnosis terjadinya ruptur uteri dan melakukan penatalaksaaan dengan tepat dan cepat
sehingga angka kematian akibat komplikasi persalinan dapat menurun(Sari, 2015)

Ruptur uteri juga merupakan kasus yang jarang terjadi. Sebagian besar kasus ruptur uteri
terjadi saat proses persalinan, yang berhubungan dengan persalinan lama dan macet,
penggunaan obat-obatan untuk induksi atau augmentasi persalinan dan persalinan dengan
bantuan instrumentasi. Namun, pada pasien ini terjadi ruptur uteri spontan pada kehamilan
trimester dua. Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus serupa yang terjadi sebelumnya,
yakni ruptur uteri spontan pada usia kehamilan 16 minggu

Di Indonesia, ruptur uteri merupakan salah satu penyebab kematian maternal dan janin
dalam rahim paling tinggi. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka harus dapat
mendiagnosis adanya ruptur uteri sehingga dapat segera menatalaksana dengan cepat serta
meningkatkan kecermatan dan kehati-hatian dalam memimpin persalinan. Selain itu pula
tatalaksana yang baik terhadap syok dan infeksi sangat penting dalam penanganan ruptur
uteri.

1.2. Rumusan Maasalah


1. Apa yang dimaksud dengan Ruptur Uteri?
2. Bagaimana melakukan pengkajian data
3. Bagaimana mendiagnosa atau menentukan masalah?

1
4. Melakukan Penatalaksanaan Asuhan Awal
5. Pendokumentasian Asuhan dengan Metode SOAP

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ruptur Uteri?
2. Untuk mengetahui bagaimana melakukan pengkajian data
3. Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa atau menentukan masalah,
4. Melakukan Penatalaksanaan Asuhan Awal
5. Untuk mengetahui Pendokumentasian Asuhan dengan Metode SOAP

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Ruptur Uteri
2.1.1 Pengertian Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat
umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Ruptur uteri merupakan suatu kegawatan obstetri yang
sangat mengancam nyawa ibu maupun janin. Perkembangan pengetahuan di bidang obstetri
dan ginekologi berkontribusi besar dalam menganalisa dan mendiagnosis ruptur uteri yang
dapat dilihat dari angka kejadian ruptur uteri yang juga semakin meningkat. Meskipun dalam
beberapa kasus ruptur uteri dapat dicegah dengan asuhan antenatal dan asuhan persalinan
yang baik, namun dalam beberapa kasus kejadian ruptur uteri tersebut tidak dapat
terhindarkan.

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut
dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah.
Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22
minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah
perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. Penyebab kematian janin dalam rahim paling
tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes
melitus.

2.1.2 Penyebab Ruptur uteri


Ada beberapa penyebab ruptur uteri, di antaranya panggul ibu yang terlalu sempit,
sudah ada kelainan rahim sebelumnya, adanya tumor di jalan lahir, ibu pernah mengalami
operasi caesar, letak janin yang melintang, bayi terlalu besar(Ii & Pustaka, 2002)

Pada kehamilan 28 minggu isthmus uteri berubah menjadi segmen bawah rahim, dan
saat kehamilan aterm segmen bawah rahim berada 1-2 cm di atas simfisis. Saat persalinan
kala I dan awal kala II maka batas antara segmen bawah rahim dan segmen atas rahim
dinamakan lingkaran retraksi fisiologis. Saat persalinan kala II apabila bagian terbawah tidak
mengalami kemajuan sementara segmen atas rahim terus berkontraksi dan makin menebal,
maka segmen bawah rahim makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara
segmen bawah rahim dan segmen atas rahim akan naik ke atas. Apabila batas tersebut sudah
melampaui pertengahan antara pusat dan simfisis maka lingkaran retraksi fisiologis menjadi
retraksi patologis (Bandl Ring). Apabila persalinan tetap tidak ada kemajuan, segmen bawah

3
uterus makin lama makin teregang sehingga akhirnya pada suatu saat regangan yang terus
bertambah ini melampaui batas kekuatan jaringan miometrium sehingga terjadilah ruptur
uteri(Rajuddin et al., 2018)

2.1.3 Klasifikasi Ruptur Uteri


1. Menurut keadaan robek
a. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) Ruptur uteri yang hanya dinding uterus yang
robek sedangkan lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh.
b. Ruptur uteri komplit (transperitoneal) Rupture uteri yang selain dinding uterusnya
robek, lapisan serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat berada di rongga
perut.
2. Menurut kapan terjadinya
a. Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan oleh:
1) Bekas seksio sesaria
2) Bekas enukleasi mioma uteri
3) Bekas kuretase/ plasenta manual
4) Sepsis post partum
5) Hipoplasia uteri
b. Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/ turun
yang dapat disebabkan oleh:
1) Versi ekstraksi
2) Ekstraksi forcep
3) Ekstraksi bahu
4) Manual plasenta
3. Menurut etiologinya
a. Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena beberapa penyebab
yang menyebabkan persalinan tidak maju. Persalinan yang tidak maju ini dapat
terjadi karena adanya rintangan misalnya panggul sempit, hidrosefalus, makrosomia,
janin dalam letak lintang, presentasi bokong, hamil ganda dan tumor pada jalan
lahir. (Hadibrata et al., 2021)

4
b. Ruptur uteri traumatika (violent)
Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan sebagai
faktor trauma pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan
persalinan misalnya trauma pada abdomen. Tindakan berarti berhubungan dengan
proses kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat
embriotomi, manual plasenta, dan ekspresi/dorongan.
c. Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding uterus sebagai
akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus sebelumnya, enukleasi
mioma atau miomektomi, histerektomi, histerotomi, histerorafi dan lain-lain. Seksio
sesarea klasik empat kali lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut bekas
seksio sesaria profunda. Hal ini disebakan oleh karena luka pada segmen bawah
uterus yang merupakan daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat
sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat.

Ruptur uteri pada bekas seksio sesaria biasanya terjadi tanpa banyak menimbulkan
gejala, hal ini terjadi karena tidak terjadi robekan secara mendadak melainkan terjadi
perlahan-lahan pada sekitar bekas luka. Daerah disekitar bekas luka lambat laun makin
menipis sehingga akhirnya benar-benar terpisah dan terjadilah ruptur uteri. Robekan pada
bekas sayatan lebih mudah terjadi karena tepi sayatan sebelah dalam tidak berdekatan,
terbentuknya hematom pada tepi sayatan, dan adanya faktor lain yang menghambat proses
penyembuhan.

2.1.4. Patofisiologi
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dans ervik uteri. Batas
keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira
kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri,
maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang
pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2
sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan
adanya rupture uteri mengancam (RUM).

Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris resisten.
Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik
menjadi lunak (efacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju

5
(obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR
yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl
ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya
rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu
ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.

2.2. Mendiagnosa atau menentukan masalah

1. Anamnesis
a. Adanya riwayat partus yang lama atau macet
b. Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong.
c. Adanya riwayat multiparitas
d. Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio sesaria. enukleasi mioma atau
miomektomi, histerektomi, histeritomi, dan histeroraf
e. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps.
f. Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum
g. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur
h. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih kalau
bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
i. kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu
j. Kontraksi uterus biasanya hilang.
k. Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan
meteoristis (paralisis khusus).
2. Palpasi
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP.
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang
teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek
3. Auskultasi

6
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut.
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala-gejala ruptur uteri yang membakat,
yaitu didahului his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian
bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah, nadi dan pernapasan cepat. segmen bawah uterus
tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (Van Bandle Ring) meninggi sampai
mendekati pusat, dan ligamentum rotunda menegang. Pada saat terjadinya ruptur uteri
penderita dapat merasa sangat kesakitan dan seperti ada robek dalam perutnya. Keadaan
umum penderita tidak baik, dapat terjadi anemia sampai syok (nadi filipormis,
pernapasan cepat dangkal, dan tekanan darah turun).
5. Pemeriksaan Luar
a. Nyeri tekan abdominal
b. Perdarahan per vaginam
c. Kontraksi uterus biasanya akan hilang
d. Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu atau janin teraba
di samping uterus
e. Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi
f. Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negatif (bayi sudah meninggal)
g. Terdapat tanda-tanda cairan bebas
h. Jika kejadian ruptur uteri telah lama, maka akan timbul gejala-gejala meteorismus dan
defans muskular yang menguat sehingga sulit untuk meraba bagian-bagian janin
6. Pemeriksaan Dalam
Pada ruptur uteri komplit:
a. Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra abdomen sehingga didapatkan tanda
cairan bebas dalam abdomen.
b. Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba tinggi
dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian terbawah janin dengan mudah dapat
didorong ke atas hal ini terjadi akrena seringkali seluruh atau sebagian janin masuk ke
dalam rongga perut melalui robekan pada uterus.
c. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong
keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak

7
d. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus, omentum dan
bagian-bagian janin
e. Kadang-kadang kita dapat meraba robekan pada dinding rahim dan jika jari tangan
dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum, usus, dan bagian janin.
f. Pada kateterisasi didapat urin berdarah.
Pada ruptur uteri inkomplit:
a. Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah berkumpul di bawah peritoneum atau
mengalir keluar melalui vagina.
b. Janin umumnya tetap berada dalam uterus.
c. Pada kateterisasi didapat urin berdarah

2.3. Penatalaksanaan Asuhan Awal


Pada saat terdiagnosis ruptur uteri, stabilisasi kondisi ibu terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan operasi. Ketidakstabilan hemodinamik ditandai dengan tekanan sistolik
< 90 mmHg atau laju nadi < 50 kali/menit. Hipovolemik merupakan penyebab utama
kematian dari pasien dengan ruptur uteri. Selain itu, perhatikan tanda gawat janin dan anemia.
Apabila anemia, persiapkan darah untuk transfusi.

1) Perbaiki keadaan Umum


a. Atasi syok dengan pemberian cairan dan darah
b. Berikan antibiotika
c. Oksigen
2) Laparatomi
a. Histerektomi Histerektomi dilakukan, jika: Fungsi reproduksi ibu tidak diharapkan
lagi, Kondisi buruk yang membahayakan ibu
b. Repair uterus (histerorafi) Histerorafi dilakukan jika: Masih mengharapkan fungsi
reproduksinya, Kondisi klinis ibu stabil, Ruptur tidak berkomplikasi

2.4. Pendokumentasian Asuhan dengan Metode SOAP

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. P


Ny. P umur 30 tahun G2P1A0 datang ke PMB dengan keluhan ada pengeluaran darah
pervaginam sebanyak 3-4 kali ganti pembalut dengan sifat darah mereah dan segar, ibu
tampak lemas dan pucat.
Tanggal Masuk: 16 Juni 2022 Tanggal pengkajian: 16 Juni 2022

8
Jam Masuk : 10.00 wib Jam : 10.30 Wib
Tempat : PMB Pengkaji : Bidan

PENGKAJIAN DATA:
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama : Ny. P Nama suami : Tn. S
Umur : 30 tahun Umur : 33 Tahun
Agama : islam Agama : islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Tanjung Rejo Alamat : Tanjung Rejo
2. Status perkawinan
Umur kawin : 20 tahun
Lama kawin : 10 tahun
3. Alasan kunjungan: ingin memeriksakan kehamilan
4. Keluhan Utama
Ibu mengeluh keluar darah segar dalam jumlah banyak dari jalan lahir
kemudian perutnya terasa sangat nyeri , ibu tampak pucat dan gelisah , ibu keringatan

5. Riwayat kehamilan
a. Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus : 1 minggi/ Teratur/ ± 28 hari
Banyaknya : 2-3 softex
Warna : merah terkadang hitam
Baunya : khas, anyir
Keluhan : disminorhae
Flor albus : kadang kadang Ketika menjelang menstruasi

b. Riwayat persalinan dan nifas lalu

PerkawinKehamilan Persalinan Anak Nifas K


an Ke Usia Jenis Penol Tem Pen BBL JK PB L Peny ASI B
ong pat yulit ulit

9
1 1 36-37 SC Dokte RS Pree 3000 Pr 40  - Eks -
mgg r kla gr cm klus
msia if
1 2 H A M I L I N I

c. Riwayat kehamilan sekarang


HPHT : 13 Oktober 2021
TTP : 21 juli 2022
ANC : Trimester I =1x di bidan
: Trimester II = 2x di bidan
: Trimester III=2x di bidan dan dokter
Keluhan : Trimester I = Mual dan muntah
: Trimester II = sering BAK
: Trimester III = sering BAK, nyeri di perut
Imunisasi : -
6. Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu tidak memiliki Riwayat penyakit keturunan (Diabetes, hipertensi, paru paru)
Ibu tidak memiliki riwayat penyakit menular ( hepatitis, HIV/AIDS)
7. Riawayat kesehatan keluarga
Kelurga tidak memiliki Riwayat penyakit keturunan (Diabetes, hipertensi, paru paru)
Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit menular ( hepatitis, HIV/AIDS)
Keluarga tidak memiliki Riwayat keturunan kembar
8. Pola kebiasaan sehari hari
a) Pola nutrisi
1. Makan
Frekuensi : 3-4 kali sehari
Jenis : nasi setengah porsi, sayur , lauk pauk, daging dan makanan ringan
Jumlah : 1 porsi
Keluhan : mual saat makan nasi tidak suka buah
2. Minum
Frekuensi : 7-8 gelas
Jenis : air mineral, susu, jus
Jumlah : 1 porsi
Keluhan : tidak suka minum air putih
b) Pola eliminasi

10
1. BAK
Frekuensi : 4-5 kali sehari
Keluhan : tidak ada
2. BAB
Frekuensi : 1 kali sehari
Keluhan : BAB sulit (kadang kadang)
c) Pola aktifitas
Tidur / istirahat: tidur siang 2 jam, malam 7-8 jam
9. Data psikososial
Hubungan ibu dengan keluarga dan suami harmonis, dengan lingkungan sekitar baik
dan kehamilan diinginkan oleh keluarga
10. Data sosial budaya
Ibu melakukan selametan 7 bulanan

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : ibu tampak kesakitan
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda tanda vital
1) Tekanan darah : 90/60 mmhg
2) Pernapasan : 30 x/ menit
3) Nadi : 110x/ menit
4) Suhu : 36°C
2. Pemeriksaan fisik umum
a. Inspeksi
1) Kepala : Kulit kepala bersih, rambut hitam, tidak rontok
2) Wajah : Menyeringai, tampak pucat, tidak ada oedema
3) Mata : Bentuk simetris, konjungtiva pucat, sklera putih, palpebra tidak oedema
4) Hidung: Bentuk simetris, tidak ada polip dan cuping hidung
5) Telinga: Bentuk simetris, tidak ada kelainan
6) Mulut : Bentuk simetris, bibir lembab, tidak ada gigi palsu, tidak ada caries,
lidah kotor, tidak terdapat stomatitis

11
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan bendungan vena jugularis
8) Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar lymphe
9) Dada : Bentuk simetris, terdapat hiperpigmentasi, puting susu menonjol,
colostrum sudah keluar
10) Perut : Terdapat luka bekas operasi sesar melintang, tidak ada striae
gravidarum, pembesaran sesuai usia kehamilan, Nampak lingkaran bundl’s
ring melintang yang bertambah tinggi
11) genetalia eksterna : Tidak ada kelainan, tidak ada oedema, keluar darah segar
12) Anus : Tidak ada varises, tidak ada haemorhoid
13) Ekstremitas : Tangan dan kaki : Bentuk simetris, tidak ada varises, Tidak ada
oedema, ektremitas terasa dingin
b. Palpasi
1) Leher: Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid dan bendungan vena
jugularis
2) Mamae: Tidak ada tumor, colostrum sudah keluar
3) Perut :
L I : TFU 3 jari diatas px, bagian fundus teraba bulat, Lunak, tidak melenting
(bokong)
L II : Bagian kanan perut ibu teraba bagian tekecil janin (ekstremitas). Bagian
kiri perut ibu teraba bagian keras, memanjang, ada tahanan (punggung)
L III : Bagian terendah janin teraba bulat melenting (kepala)
L IV : -
c. Auskultasi
Abdomen : DJJ: (-) negatif
d. Perkusi
Refleks patella : Tidak terkaji
C. INTERPRETASI DATA DAN DIAGNOSA MASALAH
GII PI A0 inpartu kala II dengan Ruptur uteri
Dasar:
a. Ada pengeluaran darah pervaginam lebih dari 500 cc
b. Pada sat dipalpasi ibu mengatakan nyeri karena disentuh
c. Leopold I: teraba bulat lunak
d. Leopold II: teraba ekstremitas disebelah kanan
e. Leopold III: bagian terendah janin teraba bulat melenting (kepala)

12
f. Leopold IV: -

Masalah: gangguan rasa nyaman karena adaanya perdarahan pervaginam dengan


rupture uteri

D. TINDAKAN SEGERA
1) Menyampaikan hasil pemeriksaan (ibu sudah pembukaan lengkap tetapi ada
penyulit yang menyertai, menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan
dilakukan operasi)
2) Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
3) Memberi dukungan psikologis pada ibu dan memotivasi agar melahirkan bayinya
dengan selamat
4) Memberi cairan Ringer Laktat 28 tpm
5) Segera merujuk ibu dengan didampingi petugas agar dapat memberikan
pertolongan bersedia
E. INTERVENSI
1. Beritahu ibu dan keluarga hasil pe,eriksaan keadaan ibu saat ini
2. Kemudian memberitahu ibu dan keluarga tentang rupture uteri
3. Melakukan pemasangan infus RL
4. Minta persetujuan Tindakan (informed consent) untuk dirujuk
5. Memberi penjelasan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan persalinan
secara normal tetapi harus SC
6. Siapkan keperluan merujuk ke dokter obgyn
F. IMPLEMENTASI
Ibu dirujuk
G. EVALUASI
Ibu dirujuk

13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut
dan persalinan yaitu robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat
umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Faktor etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3
yaitu faktor trauma pada uterus, faktor jaringan parut pada uterus, dan faktor yang terjadi
secara spontan. Faktor prediposisi terjadinya ruptur uteri dipengaruhi oleh faktor uterus, ibu,
janin, plasenta, dan persalinan. Ruptur uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan
terutama untuk janin. Apabila ruptur uteri terjadi dirumah sakit dan pertolongan dapat
diberikan dengan segera, angka mortalitas ibu dapat ditekan sampai beberapa persen. Akan
tetapi di Indonesia, seringkali penderita dibawa ke rumah sakit dalam keadaan syok,
dehidrasi, atau sudah adanya infeksi intrapartum sehingga angka kematian ibu menjadi sangat
tinggi. Kematian ibu segera setelah terjadinya ruptur uteri umumnya karena perdarahan,
sedangkan kematian ibu yang terjadi kemudian umumnya karena infeksi (misalnya
peritonitis). Ruptur uteri inkomplit prognosisnya lebih baik daripada ruptur uteri komplit.
Prognosis yang lebih baik ini terjadi karena pada ruptur uteri inkomplit, cairan dari kavum
uteri tidak masuk ke rongga abdomen. (Dhani & Ardini, 2018)

14
DAFTAR PUSTAKA

Dhani, U., & Ardini, P. P. (2018). Ruptur Uteri Spontan Kehamilan Preterm
pada Trimester Ketiga. 1, 1–4.
Hadibrata, E., Wintoko, R., & ... (2021). Ruptur Buli Total, Ruptur Uterus dan
Ruptur Vagina Pasca Persalinan Spontan: Laporan Kasus Langka. Jurnal
Kedokteran …, 5(21), 151–155.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/2987
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2002). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. 1–64.
Rajuddin, R., Komalasari, K., & Roziana, R. (2018). Ruptur Uteri Sebagai
Komplikasi Tolac Pada Pasien Dengan Ketuban Pecah Dini. AVERROUS:
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 111.
https://doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1042
Sari, R. D. P. (2015). Ruptur Uteri. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung,
5(9), 110–114.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/juke/article/view/642

15

Anda mungkin juga menyukai