Anda di halaman 1dari 49

Modul Praktikum Pengendalian

MODUL PRAKTIKUM
Mata Kuliah Pengendalian Mutu Hasil Perikanan

Disusun oleh:
TIM DOSEN

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro Semarang
2022
(E. Susanto) Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

MODUL V: Pengujian Produk Perikanan Secara Fisiko Kimia

Nama Mata Kuliah : Pengendalian Mutu Hasil Perikanan


Kode dan SKS mata kuliah : PMHP 403P / 3 SKS
Semester ke : V
Prasyarat Praktikum : Biokimia Hasil Perikanan, Kimia Pangan, gizi ikan, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional,
Diversifikasi dan Pengembangan Produk
Waktu yang diperlukan : 3 x 100 menit kegiatan
Kompetensi Mata Kuliah : Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa mampu menjelaskan tentang analisa dalam ikan dan
produk perikanan meliputi pengujian secara sensory, kimia, fisiko-kimia dan perencanaan variable control chart
Indikator Kinerja Praktikum : Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar:
pada Modul ke IV a) Pengujian pH pada ikan yang berbeda tingkat kesegarannya
b) Pengujian tekstur pada ikan yang berbeda tingkat kesegarannya
c) Pengujian oksidasi reduksi potensial pada ikan yang berbeda tingkat kesegarannya

hal. 2 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

KOMPETENSI DASAR TOPIK PRAKTIKUM MINGGU KE SUMBER DOSEN


POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
BACAAN PENGAMPU
1 2 3 4 5 6 7
Mahasiswa mampu melakukan pengujian pH Pengujian ikan 1. Pengujian pH pada ikan Topik I Pengujian pH X Lihat A. Suhaeli
pada ikan dengan tingkat kesegaran yang dan produk dan produk perikanan pada ikan dan produk bahan Fahmi, S.Pi.,
berbeda. perikanan secara perikanan bacaan M.Sc.
fisiko
Mahasiswa mampu melakukan pengujian pH Pengujian ikan 2. Pengujian pH pada ikan Topik I Pengujian pH XI A. Suhaeli
pada produk perikanan dengan tingkat dan produk dan produk perikanan pada ikan dan produk Fahmi, S.Pi.,
kesegaran yang berbeda. perikanan secara perikanan M.Sc
fisiko
Mahasiswa mampu melakukan pengujian Pengujian ikan 3. Pengujian tekstur pada Topik II Pengujian Lihat A. Suhaeli
tekstur pada ikan dan produk perikanan dan produk ikan dan produk perikanan tekstur pada ikan dan bahan Fahmi, S.Pi.,
XII
dengan tingkat kesegaran yang berbeda. perikanan secara produk perikanan bacaan M.Sc
fisiko
Mahasiswa mampu melakukan pengujian Pengujian ikan 4. Pengujian oksidasi reduksi Topik III Pengujian Lihat A. Suhaeli
oksidasi reduksi potensial pada ikan dan dan produk potensial pada ikan oksidasi reduksi bahan Fahmi, S.Pi.,
produk perikanan dengan tingkat kesegaran perikanan secara XIII bacaan M.Sc
potensial pada ikan
yang berbeda. fisiko dan produk perikanan
Mahasiswa mampu melakukan pengujian Pengujian ikan 5. Pengujian oksidasi reduksi Topik III Pengujian XIV A. Suhaeli
oksidasi reduksi potensial pada ikan dan dan produk potensial pada produk oksidasi reduksi Fahmi, S.Pi.,
produk perikanan dengan tingkat kesegaran perikanan secara perikanan potensial pada ikan M.Sc
yang berbeda. fisiko dan produk perikanan

BAHAN BACAAN

1. Gram, L. and Dalgaard, P. 2002. Fish spoilage bacteria – problems and solutions . Current Opinion in Biotechnology, 13:262–266.
2. Howgate, P. 2009. Traditional methods. In: Fishery products quality, safety, and authenticity. Edited by: Harmut Rehbein and Jörg
Oehlenschläger. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd, Publication, Chichester, UK. 19 – 41.
hal. 3 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
3. Huss, H.H. 1988. Fresh fish quality and quality changes.Food Agricultural Organization of The United Nation Danish International Development
Agency Rome. Pp. 134.
4. Huss, H.H. and Larsen. 1977. The post mortem changes in oxidation and reduction potentialof fish muscle and internal organs. In:
sebolenska_ceronik et al., (eds), ProceedingX Internatioanl Symposium IAMS. Polandia. Pp. 265 – 279.
5. Wijayanti, I., Swastawati, F. and Agustini, T. W., 2006 K-value dan Eh changes pattern in Katsuwonus pelamis on chilled storage. Jurnal Pasir
Laut, 2, (3): 1-12. (In Indonesia)
6. Agustini, T.W. Fronthea S., YS. Darmanto, and Eko Nurcahya Dewi. 2004. Uji mutu terpadu ikan dan produk perikanan di Indonesia. Research
Institute of Diponegoro University. (Research report). Unpublished.

hal. 4 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

MODUL V : PENGUJIAN PRODUK PERIKANAN Kelompok : 9


SECARA FISIKO KIMIA
Tgl : 20 Mei 2022
TOPIK I : PENGUJIAN pH PADA IKAN DAN PRODUK
PERIKANAN

Nama : Rania Salindita Salsabila NIM: 26060119140092 Ttd:

Pengantar Teori Praktikum

Ikan merupakan bahan pangan sebagai substrat yang cocok bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada ikan adalah
pH, Aw, kadar garam dan bahan pengawet, serta oksidasi reduksi potensial (Huss and
Larsen, 1977).
Potensial redoks didefinisikan sebagai hubungan O2 dengan mikroba yang hidup dan
mungkin digunakan khusus pada lingkungan mikroorganisme untuk menghasilkan energi.
Oksidasi adalah proses pelepasan elektron dari suatu bahan dan reduksi adaah penambahan
elektron dari suatu bahan (Brown and Finskiger, 1980). Dengan demikian, ORP didefinisikan
sebagai perbandinagn kuantitatif dari sejumlah oksidan yang bertindak sebagai penerima
elektron dan sejumlah reduktan yang bertindak sebagai pendonor elektron dalam suatu
sistem oksidasi reduksi. Potensial redoks akan semakin positif pada saat rasio antara oksidan
dan reduktan meningkat (Fruton and Smond, 1958). Potensial redoks ini banyak kaitanyya
dengan kemampuan medium untuk dapat menangkap dan melepas elektron (Winarno, 1995).

Tujuan

Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar
pengujian pH pada ikan dan produk perikanan.

Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum topik ini mahasiswa mampu:


1. melakukan preparasi pengujian pH pada ikan dan produk perikanan.
2. melakukan pengujian pH pada ikan dan roduk perikanan.
3. Mengetahui reaksi dan perubahan pH yang terjadi pada ikan dan produk perikanan.

Prosedur Kerja
a. Bahan
 Ikan kembung segar dan mundur mutu (@1 ekor per 20 praktikan)
 Ikan lele segar dan mundur mutu (@1 ekor per 20 praktikan)
 Ikan nila merah segar dan mundur mutu (@1 ekor per 20 praktikan)
 Ikan bandeng segar dan mundur mutu (@1 ekor 20 praktikan)
 Udang segar dan mundur mutu (@1 ekor per 20 praktikan)
 Aquadest (50 mL per 5 praktikan)

hal. 5 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

hal. 6 dari 49
b. Alat
 pH meter (1 buah per 20 praktikan)
 Beaker glass 20 mL (1 buah per 5 praktikan)
 Mortar (1 buah per 5 praktikan)
 Timbangan elektrik (1 buah per 20 praktikan)
 Piring sampel (1 buah per 5 praktikan)
 Kertas label (1 lembar per 5 praktikan)

c. Metoda
c.1. Preparasi sampel

Fillet daging ikan kemudian haluskan semua daging ikan (hasil fillet) dalam mortar
sampai halus.

c.2. Pengukuran pH ikan dan produk perikanan

1. Cek terlebih dahulu elektroda gelas dengan larutan standar.


2. Timbang sebanyak 2 gram sampel kemudian larutan ke dalam 18 mL aquadest.
3. Tempelkan langsung elektroda pada permukaan bahan uji yang akan diukur
sampai menembus kedalam kurang lebih setengah dari ketebalan cairan (Gambar 1).
4. Catat nilai pH sampel yang tertera pada elektrometer.
5. Lakukan pengukuran sebanyak 2 kali pada tiap sampel.
6. Setelah pengukuran sebaiknya elektroda dicuci dan direndam dalam aquades selama
beberapa menit sebelum dilakukan pengukuran berikutnya.
7. Lakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada masing-masing pengukuran.
Lembar Hasil pengamatan

a. Data hasil praktikum

Tabel 1. Data Hasil Pengujian pH pada Sampel Udang Vannamei

No Sampel Deskripsi sampel Jam ke pH

0 6,5

1 6,5
Suhu ruang, daging
1 Udang Vannamei
lembek, berlendir
2 6,6

3 6,7

0 6,9

1 6,9
Suhu dingin, daging
2 Udang Vannamei
lembek, berlendir
2 6,8

3 6,7

Pembahasan:

Udang vannamei atau udang putih merupakan spesies udang budidaya Indonesia

yang berasal dari perairan Amerika Tengah, tepatnya pada negara-negara Amerika Tengah

dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brazil, dan Meksiko yang sudah lama

membudidayakan jenis udang yang biasa disebut sebagai pacific white shrimp ini. Tubuh

udang vannamei dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan.

Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas,

yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri

dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang

beruas-ruas pula. Ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang

berbentuk runcing. Udang vannamei termasuk genus Penaeus dicirikan oleh adanya gigi

pada rostrum bagian atas dan bawah, mempunyai dua gigi di bagian ventral dari rostrum
dan gigi 8-9 di bagian dorsal serta mempunyai antena panjang. Udang vannamei meupakan

salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai

ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar tinggi (high demand

product). Menurut Amin et al. (2022), udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan

salah satu produk dengan nilai ekonomi tertinggi di dunia termasuk Indonesia. Udang putih

sudah dibudidayakan secara komersial di Indonesia sejak tahun 2000 untuk menggantikan

udang windu. Budidaya udang meningkat secara dramatis dan menjadi spesies krustasea

utama yang dapat dibudidayakan di industri perikanan budidaya Indonesia.

Hasil pengujian pH pada sampel udang vannamei sangat beragam. Perubahan pH

yang didapatkan di penyimpanan suhu ruang pada jam ke 0, 1, 2, dan 3 secara berurutan

adalah 6,5; 6,5; 6,6; dan 6,7. Kondisi daging udang vannamei yang didapatkan pada suhu

ruang yaitu lembek dan berlendir. Perubahan pH yang didapatkan di penyimpanan suhu

dingin pada jam ke 0,1,2, dan 3 secara berurutan adalah 6,9; 6,9; 6,8; dan 6,7. Kondisi

daging udang vannamei yaitu lembek dan berlendir. Berdasarkan hasil yang didapatkan

dapat diketahui bahwa semakin lama waktu penyimpanan akan berbanding lurus dengan

perubahan pH pada sampel yang disimpan. Apabila sampel yang disimpan dalam jangka

waktu yang lama, maka perubahan pH pada sampel akan semakin tinggi. Hal ini

dikarenakan pada saat proses penyimpanan, sampel akan mengalami fase kemunduran mutu

sehingga akan terjadi proses autolysis. Proses autolysis akan menyebabkan perombakan

kerbohidrat oleh mikroba yang menyebabkan keadaan awal yang bermula dengan suasana

asam akan berubah menjadi basa. Menurut Afrianto et al. (2014) , nilai pH ditentukan oleh

kemampuan dari enzim yang ada pada ikan atau mikroba yang hidup pada tubuhnya. Enzim

yang tidak terdenaturasi karena proses pemasakan akan mengubah karbohidrat menjadi

asam laktat yang dapat menjadi penyebab penurunan pH.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat perubahan pH pada sampel udang

vannamei yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Perubahan pH terjadi setiap

satu jam sekali dari jam ke-1 sampai jam ke-3. Sampel udang vannamei yang disimpan
pada suhu ruang pada jam ke-0 dan jam ke-1 mempunyai pH yang sama yaitu 6,5.

Penyimpanan udang vannamei pada jam ke-2, pH-nya yaitu 6,6 sedangkan pada jam ke-3,

pH-nya yaitu 6,7. Udang vannamei yang disimpan pada suhu ruang mempunyai daging

yang lembek dan berlendir. Sampel udang vannamei yang disimpan pada suhu dingin pada

jam ke-0 dan jam ke-1 mempunyai pH yang sama yaitu 6,9. Penyimpanan udang vannamei

pada jam ke-2, pH-nya yaitu 6,8 sedangkan pada jam ke-3, pH-nya yaitu 6,7. Udang

vannamei yang disimpan pada suhu dingin mempunyai ciri-ciri yang sama dengan udang

vannamei yang disimpan pada suhu ruang dagingnya dapat berubah menjadi lembek dan

berlendir. Menurut Qumairoh et al. (2021), nilai derajat keasamaan (pH) merupakan salah

satu indikator yang digunakan untuk menentukan kesegaran udang secara kimiawi. Udang

akan mengalami kematian dalam kondisi pH 6,4. Adanya aktivitas bakteri dan proses

autolisis dapat menyebabkan perubahan nilai pH tersebut.

Pengujian pH pada sampel dengan suhu yang berbeda yaitu suhu ruang dan suhu

rendah mendapatkan hasil yang berbeda. Nilai pH pada suhu rendah memiliki hasil lebih

tinggi sedangkan pada suhu ruang memiliki hasil lebih rendah. Nilai pH yang rendah

disebabkan oleh akumulasi asam laktat. Kandungan senyawa organik yang terdapat didalam

ikan mati akan terdekomposisi oleh senyawa enzim yang masih aktif. Karbohidrat

merupakan jenis senyawa yang mengalami perubahan paling cepat. karbohidrat yang

berbentuk glikogen dirombak menjadi asam laktat dan terakumulasi di dalam tubuh ikan

penyebab penurunan nilai pH. Menurut Bawinto et al. (2015), tinggi rendahnya pH

dipengaruhi beberapa faktor salah satunya suhu. Daging ikan yang mempunyai pH tinggi

disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti amoniak,

trimetilamin, dan senyawa- senyawa volatile lainnya, yang juga dapat menurunkan nilai

organoleptik dari produk. Nilai pH bahan pangan selama penyimpanan dapat berubah

karena adanya protein yang terurai oleh enzim proteolitik dan bantuan bakteri menjadi

asam karboksilat, asam sulfida, amoniak dan jenis asam lainnya.

Faktor yang mempengaruhi nilai pH pada produk perikanan salah satunya yaitu
proses kemunduran mutu ikan. Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan

untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. Perubahan pH pada ikan menunjukkan adanya

proses pembusukan. Pembusukan ikan terjadi karena adanya proses autolisis dan

pertumbuhan bakteri. Glikogen pada tubuh ikan akan diuraikan menjadi asam laktat melalui

proses glikolisis, sehingga terjadi penumpukan asam laktat. Penumpukan tersebut dapat

menurunkan pH pada ikan. Faktor lainnya yang mempengaruhi nilai pH pada ikan antara

lain jenis ikan, kondisi ikan, suhu lingkungan, cara penangkapan, dan kondisi lainnya. Jenis

ikan yang berbeda, mengandung senyawa yang berbeda serta pH yang dihasilkan akan

berbeda juga. Cara penangkapan yang kurang baik akan mengakibatkan ikan mengalami

kerusakan atau stress, dan mengakibatkan proses kemunduran mutu yang lebih cepat.

Kecepatan perubahan nilai pH dipengaruhi kondisi ikan sesaat sebelum mati. Kondisi ikan

yang stress menjelang kematian akan menyebabkan peningkatan aktivitas otot

dibandingkan kondisi ikan yang tidak stress. Menurut Fan et al. (2014), variasi antara nilai

pH dikarenakan spesies, musim, tingkat aktivitas, dan faktor lainnya. Penurunan nilai pH

awal mungkin disebabkan oleh dekomposisi glikogen, ATP, dan kreatin fosfat dalam otot

ikan, sedangkan peningkatan selanjutnya disebabkan oleh produksi zat basa yang

disebabkan oleh degradasi protein baik oleh enzim endogen maupun mikroba.

Berdasarkan hasil pengujian pH pada sampel udang vannamei didapatkan beberapa

hasil yang berbeda. Pengujian pH dilakukan dalam 4 waktu yaitu jam ke 0, 1, 2 dan 3.

Sampel pertama yaitu udang vannamei yang diletakkan pada suhu ruang memiliki daging

yang lembek dan berlendir. Nilai pH udang vannamei tersebut pada jam ke 0 dan 2 yaitu

6,5. Nilai pH udang vannamei tersebut pada jam ke 2 yaitu 6,6. Nilai pH udang vannamei

tersebut pada jam ke 3 yaitu 6,7. Udang vannamei yang diletakkan pada suhu ruang seiring

bertambahnya waktu, nilai pH nya semakin tinggi. Hal tersebut dikarenaka kerja enzim

metabolism yang cepat pada udang dan kandungan glikogen dalam daging ikan karena

proses kematian. Sampel kedua yaitu udang vannamei yang diletakkan pada suhu dingin

memiliki daging yang lembek dan berlendir. Nilai pH udang vannamei tersebut pada jam ke
0 dan 2 yaitu 6,9 Nilai pH udang vannamei tersebut pada jam ke 2 yaitu 6,8. Nilai pH

udang vannamei tersebut pada jam ke 3 yaitu 6,7. Udang vannamei yang diletakkan pada

suhu ruang seiring bertambahnya waktu, nilai pH nya semakin tinggi. Hal tersebut

dikarenakan adanya pembentukan amina oleh asam amino dekarboksilasi. Semakin lama

proses penyimpanan udang, maka semakin tinggi pH udang. Perubahan nilai pH terjadi

karena adanya proses autolisis dan aktivitas bakteri. Standar nilai pH dari udang segar

adalah sekita 7-8. Menurut Jannah et al. (2014), pH udang yang mengalami penurunan

selama penyimpanan dingin juga disebabkan oleh udang yang digunakan dalam penelitian

masih dalam keadaan segar langsung disimpan dalam suhu dingin, sehingga pH udang

mengalami penurunan pada saat memasuki masa rigor mortis. Efisiensi pengawetan dengan

pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan.

Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling

efektif jika disertai dengan teknik yang benar.


Kesimpulan

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diberikan pada modul V topik 1 tentang materi pengujian

pH yaitu dalam pengujian pH ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pertama yaitu

melakukan pengecekan elektroda gelas dengan larutan standar. Tahapan kedua yaitu

menimbang sebanyak 2 gram sampel kemudian larutan ke dalam 18 mL aquadest. Tahapan

ketiga yaitu menempelkan langsung elektroda pada permukaan bahan uji yang akan

diukur sampai menembus kedalam kurang lebih setengah dari ketebalan cairan.

Selanjutnya yaitu mencatat nilai pH sampel yang tertera pada elektrometer. Pengukuran

sebanyak 2 kali pada tiap sampel. Apabila proses pengukuran telah selesai sebaiknya

elektroda dicuci dan direndam dalam aquades selama beberapa menit sebelum dilakukan

pengukuran berikutnya. Untuk masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada Modul V Topik I: Pengujian pH pada Ikan dan

Produk Perikanan adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya, proses penyimpanan diberikan suhu spesifik dalam perlakuan;

2. Sebaiknya, diberikan sampel produk olahan untuk mengetahui perbedaan lain; dan

3. Sebaiknya, pengukuran pH juga dilakukan menggunakan kertas pH untuk

perbandingan.
Daftar Pustaka

Afrianto, E., E. Liviawaty, O. Suhara, dan H. Hamdani. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama
Blansing Terhadap Penurunan Kesegaran Filet Tagih Selama Penyimpanan Pada
Suhu Rendah. Jurnal Akuatika, 5(1):45-54.

Amin, M., R. R. C. Kumala, A. T. Mukti, M. Lamid dan D. D. Nindarwi. 2022.


Metagenomic of Core and Signature Bacteria in The Guts of White Shrimp,
Litopenaeud vannamei, with Different Growt Rates. Aquaculture, 550 :1-11.

Bawinto, A. S., E. Mongi dan B. E. Kaseger. 2015. Analisa Kadar Air, pH, Organoleptik
dan Kapang pada Produk Perikanan Ikan Tuna (Thunnus Sp.) Asap di Kelurahan
Girian Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Media Teknologi Hasil
Perikanan, 3(2): 55-65.

Fan, H., Y. Luo, X. Yin, Y. Bao dan L. Feng. 2014. Biogenic Amine and Quality Changes
in Lightly Salt-and Sugar-Salted Black Carp (Mylopharyngodon piceus) Fillets
Stored at 4°C. Food Chemistry, 159: 20-28.

Jannah, M., W. F. Ma'ruf dan T. Surti. 2014. Efektivitas Lengkuas (Alpinia galanga)
Sebagai Pereduksi Kadar Formalin pada Udang Putih (Penaeus merguiensis) selama
Penyimpanan Dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(1) :
70-79.

Qumairoh, U., Sudarti dan T. Prihandono. 2021. Pengaruh Paparan Medan Magnet ELF
(Extremely Low Frequency) Terhadap Derajat Keasamaan (pH) Udang Vaname.
Jurnal Fisika Unand (JFU), 10(1): 55-61.
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Pertanyaan:

1. Jelaskan proses perubahan pH pada ikan dan produk perikanan dari keadaan segar hingga
mundur mutu?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan pH pada ikan dan produk
perikanan? Jelaskan?
3. Mengapa perubahan pH pada ikan dan produk perikanan selalu dikaikan dengan mutu suatu
produk?
4. Apakah terdapat perbedaan perubahan pH antara ikan yang berdaging putih dan berdaging
merah? Jelaskan? Cantumkan pustaka yang anda pakai?
5. Apakah terdapat perbedaan perubahan pH dengan perbedaan metode
pemotongan/penyembelihan ikan? Jelaskan? Cantumkan pustaka yang anda pakai?
6. Jelaskan kaitan nilai pH, nilai organoleptik, dan nilai tvbn ikan segar dan mundur mutu!
Cantumkan pustaka yang Anda pakai?

Jawaban:

1. Proses perubahan Eh pada ikan dan produk perikanan akan terjadi penurunan dari

ikan yang segar hingga ikan yang mengalami kemunduran mutu. Ikan yang sudah busuk

memiliki nilai Eh yang negatif karena aktivitas dari enzim yang telah bekerja pada bahan,

mikroorganisme yang berada didalam bahan serta proses dari oksidasi yang juga tidak bisa

dihindari selama masa penyimpanan. Menurut Hasanah et al. (2019), Ikan yang masih

dalam keadaan segar umumnya memiliki nilai pH netral. Hal ini dikarenakan ikan berada

pada fase pre-rigor dengan pH netral.

2. Ikan dan produk perikanan merupakan bahan yang memiliki sifat sangat mudah

membusuk (perishable food). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan

pH pada ikan adalah autolisis sedangkan pada produk perikanan adalah aktivitas

mikroorganisme. Reaksi autolisis yang terjadi pada ikan akan menghasilkan glikogen dan

dihidrolisa menjadi asam laktat yang akumulasinya didalam otot ikan menyebabkan

penurunan pH, besarnya penurunan pH tergantung pada otot ikan. Mikroorganisme yang

berperan dalam proses perubahan pH pada produk perikanan adalah bakteri. Sumber

keberadaan bakteri pada produk perikanan terdapat di permukaan produk. Dekomposisi

protein yang terkandung dalam ikan dan produk perikanan akan merubah komponen

didalamnya menjadi asam-asam amino. Tahap selanjutnya, asam-asam amino mengalami

deaminasi dan dekarboksilasi membentuk senyawa yang lebih sederhana. Senyawa tersebut

hal. 15 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
yang berperan dalam perubahan pH. Menurut Jiang et al. (2020), senyawa nitrogen volatil

merupakan gas alkalin yang dapat menyebabkan peningkatan pH pada sampel ikan.

senyawa nitrogen yang mudah menguap pada ikan setelah penangkapan, meningkat karena

dekomposisi enzimatik trimetilamina oksida oleh organisme pembusuk tertentu. Warna

film indicator secara progresif berubah dari kuning menjadi hijau sebagai respon terhadap

peningkatan senyawa nitrogen yang mudah menguap dan menyebabkan peningkatan pH

sampel ikan.

3. Nilai pH sebagai indikator tingkat kesegaran ikan, maka perubahan pH pada ikan

dan produk perikanan sangat berkaitan dengan mutu produk. Ikan segar memiliki nilai pH

yang netral. pH pada ikan dapat mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan nilai

pH karena enzim yang berasal dari daging dan mikroba melakukan perombakan terhadap

protein dan lemak sehingga menghasilkan senyawa-senyawa bersifat basa yang sudah

mundur mutu pH berubah menjadi asam. Menurut Liviawaty dan Eddy (2014), penurunan

pH merupakan salah satu indikator mulai masuknya fase rigor mortis. Fase rigor mortis

berlangsung singkat, yaitu sekitar satu hingga tujuh jam setelah ikan mati. Penurunan nilai

pH masih berlangsung karena perombakan oleh enzim masih menghasilkan senyawa

bersifat asam, pada suhu rendah enzim masih tetap aktif.

4. Terdapat perbedaan perubahan pH antara ikan yang berdaging putih dengan ikan

yang berdaging merah. Ikan yang berdaging putih memiliki nilai pH yang lebih tinggi

dibandingkan dengan ikan yang berdaging merah. Ikan berdaging merah memiliki

kandungan glikogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan berdaging putih. Kadar

glikogen sangat menentukan fase rigormortis pada proses kemunduran mutu, dimana makin

rendah kadar glikogen ikan, akan semakin pendek fase rigormortis dan semakin cepat

pembusukan. Hal ini disebabkan karena asam laktat yang terbentuk dari glikogen kadarnya

sangat rendah dan pHnya tinggi. Menurut Poernomo et al. (2013), lkan layaran termasuk

ikan berdaging merah yang mempunyai kandungan glikogen tinggi yang digunakan untuk

berenang dan bermigrasi dalam waktu lama. Ikan berdaging merah pada umumnya

hal. 16 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
memiliki pH yang rendah hingga mencapai pH 5,6 – 5,8, sedangkan ikan berdaging putih

memiliki pH yang lebih tinggi antara 6,1 – 6,5.

5. Perbedaan metode pemotongan dan penyembelihan ikan menyebabkan perbedaan

perubahan pH. Ikan yang disembelih secara cepat akan mengalami penurunan pH lebih

lambat dibandingkan dengan ikan yang tidak disembelih atau dibiarkan mati sendiri. Ikan

yang dibiarkan mati sendiri akan beresiko menyebabkan luka dan kerusakan yang lebih

banyak sehingga dapat mempercepat terjadinya proses degedrasi protein sehingga

menghasilkan asam laktat dan mengalami penurunan nilai pH. Ikan yang telah

disembelih akan menghentikan sirkulasi darah pada ikan. Hal ini akan menyebabkan

fungsi darah sebagai pembawa oksigen terhenti. Berhentinya proses respirasi maka akan

terjadi reaksi glikolisis yang anaerobik dan menghasilkan produksi asam laktat, sehingga

dilanjutkan dengan serangkaian perubahan biokimia dan kimia seperti perubahan pH

daging. Produksi asam laktat ini akan menyebabkan penurunan pH daging yang terjadi

bertahap dari pH normal menjadi pH akhir. Menurut Salim dan Rahmi (2017), penurunan

nilai pH dapat disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri asam laktat. Berkurangnya

kandungan oksigen menyebabkan pertumbuhan bakteri asam laktat meningkat sehingga

akumulasi asam laktat pada ikan membuat pH menurun.

6. Nilai organoleptik, nilai pH, dan nilai TVBN memiliki hubungan dan

keterkaitan antar satu sama lain. Apabila penyimpanan semakin lama, maka nilai pH juga

akan meningkat khususnya pada suhu ruang. Hal ini akan memicu peningkatan dari

aktivitas bakteri pada sampel sehingga akan membuat senyawa volatil. Nilai organoleptic

akan menurun apabila senyawa basa volatile meningkat, karena aroma yang dihasilkan dari

sampel akan menyengat dan kurang sedap. Nilai TVBN juga mengalami peningkatan

berbandingan lurus dengan lama penyimpanan. Menurut Suradi (2012), semakin lama

penyimpanan pada suhu ruang akan semakin banyak basa yang dihasilkan akibat semakin

meningkatnya aktivitas mikroorganisme yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya

hal. 17 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
pembusukan. Proses pembusukan akan diikuti dengan peningkatan pH, dan keadaan ini

akan diikuti pula dengan peningkatan pertumbuhan bakteri.

hal. 18 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

Daftar Pustaka

Hasanah, F., N. Lestari, dan Y. Adiningsih. 2019. Pengendalian Senyawa Trimetilamin


(TMA) dan Amonia Dalam Pembuatan Margarin Dari Minyak Patin. Journal of
Agro-based Industry, 34(2):72-80.

Jiang, G., X. Hou., X. Zeng., C. Zhang., H. Wu., G. Shen., S. Li., Q. Luo., M. Li., X. Liu.,
A. Chen., Z. Wang dan Z. Zhang. 2020. Preparation and Characterization of
Indicator Films from Carboxymethyl-cellulose/Starch and Purple Sweet Potato
(Ipomea batatas (L). lam) Anthocyanins for Monitoring Fish Freshness.
International Journal of Biological Macromolecules, 143: 359-372.

Liviawaty, E dan E. Afrianto. 2014. Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila Merah
(Oreochromis Niloticus) Berdasarkan Pola Perubahan Derajat Keasaman. Jurnal
Akuatika, 5(1): 40-44.

Poernomo, D., S.H. Suseno dan B.P. Subekti. 2013. Karakteristik Fisika Kimia Bakso dari
Daging Lumat Ikan Layaran (Istiophorus orientalis). JPHPI, 16(1): 58-68.

Salim, R. dan N. Rahmi. 2017. Pengaruh Asap Cair Kayu Galam (Malaleuca leucadendra)
dalam Bentuk Biodegradable Film terhadap Pengawetan Ikan Gabus. Jurnal Riset
Industri Hasil Hutan, 9(2): 75-90.

Suradi, K. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu Ruang terhadap Perubahan Nilai
pH, TVB dan Total Bakteri Daging Kerbau. Jurnal Ilmu Ternak. 12(2): 9-12.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
…………………………………………………………
…………………………………………………………

hal. 19 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

MODUL V : PENGUJIAN PRODUK PERIKANAN Kelompok : 9


SECARA FISIKO KIMIA
Tgl : 20 Mei 2022
TOPIK II : PENGUJIAN TEKSTUR PADA IKAN DAN
PRODUK PERIKANAN

Nama : M. Syamsu Rizal NIM: 26060119130030 Ttd:……………………

Pengantar Teori Praktikum

Sifat tekstur telah didefinisikan sebagai "bahwa kelompok karakteristik fisik yang timbul
dari unsur-unsur struktural makanan, yang dirasakan terutama oleh rasa sentuhan, terkait
dengan disintegrasi, deformasi, dan flow pangan dan diukur secara objektif dengan fungsi
massa, waktu dan jarak (Bourne 2002). Tekstur juga didefinisikan sebagai 'manifestasi sensori
dan fungsional dari struktur dan mekanikal makanan yang dapat dideteksi melalui indera
penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan kaum kinestesis (Szczesniak 1963, 2002).
Kualitas sensoris ikan tergantung pada karakteristik tekstur, yang akhirnya akan
berhubungan dengan struktural ikan (Howgate 1977). Perubahan mutu ikan juga akan
mempengaruhi tekstur ikan.

Tujuan

Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar
pengujian tekstur pada ikan dan produk perikanan.

Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum topik ini mahasiswa mampu:


1. Melakukan pengujian tekstur pada ikan dan produk perikanan.
2. Mengaitkan tingkat kesegaran ikan dengan tekstur ikan.

Prosedur Kerja
a. Bahan
 Ikan salmon (1 ekor per 20 praktikan)
 Ikan tuna (1 ekor per 20 praktikan)
 Ikan asap (3 buah per 20 praktikan)
 Terasi (3 buah per 20 praktikan)

hal. 20 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

b. Alat
 Texture Analizer TA-TX (1 buah per 20 praktikan)
 Talenan (1 buah per 5 praktikan)
 Tisu (1 buah per 5 praktikan)
 Wadah (1 buah per 5 praktikan)
 Pisau (1 buah per 5 praktikan)
 Penggaris (1 buah per 5 praktikan)
 Timbangan (1 buah per 5 praktikan)

c. Metoda

c.1. Persiapan sampel

1. Siapkan sampel dengan ukuran 3 x 3 cm (ukuran sampel harus seragam).


2. Berikan kode pada masing-masing sampel tersebut.
3. Letakkan pada tempat yang telah disediakan.

c.2. Persiapan Operasional Texture Analyzer (SNI 2372.6-2009)


1. Pasang kabel stabilisator pada top kontak.
2. Nyalakan berturut-turut, Stabilisator, Komputer, kemudian Texture Analyser TA-TX,
dengan menekan tombol hitam pada belakang alat.
3. Klik Start pada komputer, pilih program , pilih texture expert.
4. Klik Texture Expert English.

c.3. Program Metode (SNI 2372.6-2009)


1. Pilih salah satu user name.
2. Pilih T, kemudian klik TA setting:
a. Pilih test mode : Measure Force in Compression
b. Option : Return to Starat
c. Pre test speed : 1,0 mm/s
d. Test speed : 1,1 mm/s
e. Post test speed : 10,0mm/s
f. Distance = 15 mm
g. Triger : type ---- Auto
h. Force : 10 g
i. Stop plot at ...... final
j. Auto tare ......... X
k. Break ....... Detect off
l. Sensitivity 500 g atau sesuai sifat alat
m. Unit : force : gram Distance : milimeter
3. Kemudian klik Save “ tulis nama file misal :ikan.
4. Pilih tempat simpan file :tek-uk-contoh kemudian klik OK.
5. Klik update untuk keluar ke TA setting.

c.4. Pembuatan Grafik (SNI 2372.6-2009)


1. Klik new, pilih graph window ..... klik .... ok
2. Klik File, pilih Preference, klik Graph.
3. Isi parameter graph preferences:
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

a. X axis = type distance ........ Auto rang X


b. Axis = type force
c. Force = From ...... = 0; to ....... = 1000
d. Unit ...... gram, T-Hold ..... = 10.0 gr
e. Distance = from .... = 0; to : 15 mm
Unit ................. centimeter, T-hold ....... 1.0 mm
f. Plot “every” end point ..... Negatif disesuaikan dengan contoh
4. Yakinkan bahwa semua parameter sudah terisi, kemudian “Save: tulis nama
file misalnya ikan tongkol (sesuaikan dengan nama sampel anda).
5. Pilih tempat simpan file : di Te-Uk contoh. Klik Ok, kemudian klik close.

c.5. Prosedur Pengujian (SNI 2372.6-2009)


1. Pasang special probe (P0.25 S).
2. Letakkan contoh tepat ditengah plate alat (dibawah probe).
3. Pilih TA, klik Run a test
a. Pilih archive as:
a. Klik Auto Save
b. Tulis tanggal pada batch
c. Buat nama file di File Id
d. File no. 1
e. Pilih Drive dan Folder tempat penyimpanan (Drive C:\..... Folder te-uk)
f. Ketik Titles, tulis nama grafik file, klik Ok
g. Klik Note, kemudian Tulis judul pengujiannya
h. Pada Pre-Test : delay start tida perlu diketik
i. Pada Post-Test : Run Macro
j. Acqusisition Rate : Pilih PPS 200.00
k. Pada Probe and Product Data :
Klik Probe dan Product Data, kemudian pilih probe P. 0.25S ¼ “spherical stainless.
4. Saat pebacaan klik OK (biarkan alat bekerja sampai selesai).
5. Bila ingin mengulang pembacaan, klik T.A pilih Quick Test Run (tekan tombol kontrol
Q).

c.6. Menyimpan fiel hasil dan mencetak hasil


1. Untuk membaca Tabel hasil klik gambar diujung kiri atas disamping judul graph.
Klik next.
2. Edit data yang tidak diinginkan: blok kode data yang tidak diinginkan, klik mouse
bagian kanan klik delete, pilih yes.
3. Jika ingin mencetak hasil tabel, klik File, pilih Print
a. Isi Page Header : judul analisa ..... / Position .... Pilih center
b. Isi Page Footer : jenis contoh ...... / Position .... Pilih center
c. Print : bagian colour jangan diklik
d. Klik OK
4. Menyimpan hasil tabel: klik File pilih save as kemudian tulis nama file yang akan
disimpan di C:/te-uk, kemudian untuk menyimpan klik OK. Kemudian klik close
keluar.
5. Edit grafik yang tidak diinginakn: blok kode grafik yang tidak diinginlan, klik
mouse bagian kanan, pilih delete selected files, klik yes.
6. Jika ingin mencetak hasil tabel, klik File, pilih Print
7. Menyimpan grafik hasil, klik close, pilih yes to all untuk semua grafik atau yes
untuk salah satu grafik.
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
c.7. Cara mematikan alat

1. Kembali ke program awal.


2. Lepas probe.
3. Klik fie, klik exit, matikan program komputer.
4. Matikan alat, matikan komputer.
5. Lepas/cabut aliran listrik dari alat.

Lembar Hasil Pengamatan

Gambar teknis Texture Analyzer ....... (bukan foto)


Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

Keterangan :

Tabel ....... ..........................................................................................................................

No Sampel
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

Gambar grafik texture analyzer


Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan IV
Keterangan :

Pembahasan:

Sampel yang digunakan oleh kelompok 9 pada praktikum pengujian tekstur ikan dan

produk perikanan masing-masing adalah ikan kembung dan ikan asap. Ikan kembung

digunakan sebagai sampel pada pengujian tekstur karena ikan kembung mempunyai tekstur

daging yang bermacam-macam, mulai dari lembut sampai lebih padat sehingga penggunaan

ikan kembung dapat digunakan untuk mengetahui variasi atau perbedaan pada hasil tekstur.

Ikan kembung merupakan salah satu ikan yang termasuk kedalam kelompok epipelagis dan

neritik di daerah pantai dan laut. Ikan kembung dibagi menjadi dua spesies yaitu ikan

kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta) dan ikan kembung perempuan (Rastrelliger

brachysoma). Ikan kembung termasuk ikan pelagis yang memiliki nilai ekonomis rendah.

Hal tersebut menjadikan ikan kembung terhitung sebagai komoditas yang cukup penting

bagi perikanan tangkap. Ikan asap digunakan sebagai sampel pada pengujian tekstur karena

ikan asap umumnya memiliki tekstur yang berbeda baik sebelum diasap maupun setelah

diasap. Ikan yang belum diasap memiliki tekstur yang bervariasi seperti lembut atau padat

sedangkan ikan yang telah diasap memiliki tekstur yang lebih padat dan kering keras yang

disebabkan oleh proses pengasapan. Menurut Yu et al. (2020), tekstur ikan dan produk

perikanan merupakan atribut penting yang mempengaruhi kualitas sensorik serta

pengolahan produk. Ikan dan produk perikanan juga sensitif terhadap kerusakan tekstur
hal. 26 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan IV

bahkan dengan pendinginan. Pelunakan tekstur terjadi pada tahap awal penyimapanan

sedangkan pemrosesan menggunakan Tekanan Hidrostatik Tinggi atau High Hidrostatic

Pressure (HHP) dalam berbagai tahap memiliki dampak yang berbeda terhadap tekstur.

Metode yang dilakukan pada topik 2 menggunakan texture analyzer. Pertama

siapkan sampel dengan ukuran 3x3 cm. Ukuran sampel yang digunakan harus seragam.

Berikan kode pada masing-masing sampel kemudian letakkan sampel pada wadah. Langkah

selanjutnya mengoperasikan texture analyzer yaitu pasang kabel stabil isator pada stop

kontak. Nyalakan berturut-turut stabilisator, computer, kemudian texture analyzer TA-TX

dengan menekan tombol hitam pada belakang alat. Lanjut klik start dan texture expert.

Amati hasil tekstur pada sampel. Pengujian sampel ini harus dilakukan agar mengetahui

keadaan sampel yang baik. Menurut Chandra dan Shamasundar (2015), tekstur

didefinisikan sebagai manifestasi sensorik dan fungsional dari struktur, mekanik, dan sifat

permukaan makanan yang dapat dirasakan oleh indera penglihatan (tekstur visual), suara

(pendengaran), sentuhan, dan kinestetik. Analisis profil tekstur adalah yang pertama

dilakukan dengan menggunakan texturometer General Food Corporation. TPA mencakup

penerapan kekuatan terkontrol untuk produk dan merekam responsnya dengan waktu. TPA

adalah teknik yang umum digunakan dalam industri untuk evaluasi perilaku tekstur

makanan, karena dapat memberikan indikasi sensorik.

Tekstur dari daging ikan dipengaruhi oleh kualitas dari ikan tersebut. Ikan yang

masih segar memiliki tekstur daging yang masih kenyal, hal tersebut ditandai saat daging

ikan ditekan maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang telah mati setelah

beberapa jam memiliki tekstur tubuh yang kaku ataupun elastis. Tekstur daging ikan yang

keras dikarenakan energi atau ATP pada tubuh ikan sudah mulai menipis dan terdapat

kerusakan pada jaringan dagingnya sehingga tidak dapat mempertahankan tekstur dari

tubuhnya dan daging kehilangan kekenyalan tekstur. Ikan yang telah mengalami

kemunduran mutu dapat memicu pertumbuhan mikrobia pembusuk. Degradasi protein dan

hal. 27 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan IV

derivatnya adalah penyebab pembentukan basa volatil yang mudah menguap yaitu amoniak,

histamin dan H2S sehingga memicu pertumbuhan bakteri yang menimbulkan bau busuk, hal

tersebut mengakibatkan tekstur daging yang kembali menjadi elastis tetapi tidak seperti saat

ikan segar. Menurut Kalista et al. (2018), pada fase pre rigor terjadi, otot ikan masih dalam

keadaan lembut dan lentur disebabkan adanya sisa ATP sehingga otot ikan masih bisa

melakukan relaksasi. Fase rigormortis ditandai dengan menghilangnya kelenturan tubuh

ikan karena menurunnya ATP sehingga energi yang tersisa tidak cukup merombak

aktomiosin menjadi aktin dan miosin yang ditandai dengan tekstur yang mengeras dan kaku.

Fase post rigor terjadi pada awal pembusukkan ditandai dengan otot ikan menjadi kurang

elastis disebabkan oleh proses autolisis yang menghasilkan senyawa media pertumbuhan

mikroba.

Texture analyzer adalah alat yang menilai karakteristik mekanis suatu materi, alat ini

menentukan kekuatan materi dalam bentuk kurva. Alat texture analyzer  digunakan untuk

menentukan sifat-sifat bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu

bahan terhadap tekanan. Prinsip kerja texture analyzer adalah daya tahan produk oleh

adanya gaya tekan dari alat atau kemampuan kembalinya bahan pangan yang ditekan ke

kondisi awal setelah beban tekanan dihilangkan. Langkah dalam menggunakan texture

analyzer yaitu pertama-tama perangkat komputer dan texture analyzer dihidupkan terlebih

dahulu. Program texture prolite yang terhubung dengan alat texture analyzer dioperasikan.

Sampel yang telah disiapkan diukur ketebalannnya dengan penggaris. Nilai ukur ketebalan

pada sampel akan digunakan sebagai patokan target value. Target value diberi nilai

setengah dari ketebalan sampel yang akan diuji teksturnya agar probe tidak menembus

sampel hingga ke meja benda. Setelah semua telah selesai diatur pada program texture

prolite. Probe dipasang sesuai dengan jenis sampel dan kalibrasi pada ketinggian probe.

Probe dibiarkan turun hingga menyentuh permukaan atas meja objek untuk menentukan

titik nol setelah itu probe akan naik kembali. Sampel diletakkan di atas meja sampel dan

program dioperasikan. Probe akan menyentuh permukaan sampel lalu naik kembali sebagai
hal. 28 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan IV

persiapan. Probe kemudian turun kembali dan melakukan gaya deformasi pada sampel, gaya

yang dibutuhkan untuk melakukan penetrasi akan tercatat dan ditampilkan dalam kurva

texture prolite. Setelah proses selesai, probe akan kembali ke tempat semula sehingga kurva

akan berhenti berfluktuasi. Menurut Damayanti dan Hersoelistyorini (2020), analisis

kekerasan diperlukan untuk menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya

tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan. Analisis ini menggunakan alat yaitu

texture analyzer. Texture analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari

karakteristik mekanis suatu materi, dimana alat tersebut diperlakukan untuk menentukan

kekuatan materi dalam bentuk kurva.

Hasil yang didapatkan dari pengujian tekstur kesegaran ikan menggunakan alat

texture analyzer menggunakan sampel ikan kembung yaitu 1540,0 gf. Produk perikanan

ikan asap yang digunakan pada praktikum mendapatkan hasil tekstur kesegaran ikan sebesar

544,40 gf. Hasil tersebut didapatkan dari percobaan menggunakan TA-TX atau texture

analyzer. Daging ikan yang digunakan dalam proses pembuatan ikan asap sangat

mempengaruhi hasil akhir dari pengujian tekstur. Apabila daging ikan dalam keadaan segar,

maka akan memicu hasil yang tinggi pada hasil akhir, sehingga apabila daging ikan yang

digunakan dalam kondisi telah memasuki fase mundur mutu maka akan mendapatkan hasil

yang rendah. Selain itu, kandungan kadar air pada proses pengasapan juga mempengaruhi

tekstur. Menurut Agustina et al. (2013), tekstur suatu bahan pangan erat kaitannya dengan

kandungan air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kandungan airnya

maka teksturnya semakin lunak atau lembek. Semakin rendah kandungan air maka

teksturnya semakin tinggi. Hal ini dikarenakan daging ikan akan semakin padat atau keras

seiring menurunnya kadar air dalam ikan tersebut.

Berdasarkan pengujian tekstur terdapat perbedaan antara hasil kelompok 9 dan hasil

kelompok lain. Sampel ikan kembung 1 yang digunakan oleh kelompok 9 (kelompok ganjil)

memiliki tekstur sebesar 1540,0 gf sedangkan sampel ikan kembung 1 yang digunakan oleh

kelompok genap memiliki tekstur sebesar 544,40 gf. Sampel produk perikanan yang
hal. 29 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan IV

digunakan oleh kelompok 9 yaitu ikan asap memiliki tekstur sebesar 1473,4 gf, sampel ikan

asap yang digunakan oleh kelompok 18 memiliki tekstur yang sama dengan sampel yang

digunakan oleh kelompok 9. Sampel yang digunakan oleh kelompok 1 dan 10 yaitu terasi

merek “Ennak” memiliki tekstur sebesar 4525,4 gf. Sampel yang digunakan oleh kelompok

2 dan 11 yaitu terasi merek “Juana” memiliki tekstur sebesar 2195,2 gf. Sampel yang

digunakan oleh kelompok 3 dan 12 yaitu bakso ikan merek “Bumifood” memiliki tekstur

sebesar 1707,3 gf. Sampel yang digunakan oleh kelompok 4 dan 13 yaitu bakso ikan merek

“So Good” memiliki tekstur sebesar 1840,8 gf. Sampel yang digunakan oleh kelompok 5

dan 14 yaitu pindang 1 memiliki tekstur sebesar 430,47 gf. Sampel yang digunakan oleh

kelompok 6 dan 15 yaitu pindang 2 memiliki tekstur sebesar 1036,7 gf. Sampel yang

digunakan oleh kelompok 7, 8, 16 dan 17 yaitu naget dengan merek yang sama “So Good”

dengan tekstur sebesar 994,79 gf yang dimiliki oleh kelompok 7 dan 16 serta sebesar 896,72

gf yang dimiliki oleh kelompok 8 dan 17. Perubahan tekstur pada produk perikanan dapat

terjadi karena penggaraman dan pengasapan. Menurut Sasongko et al. (2020), penggaraman

menyebabkan terjadinya penarikan air dan penggumpalan protein dalam daging ikan

sehingga mengakibatkan tekstur ikan menjadi lebih kompak. Perubahan tekstur yang terjadi

akibat pengasapan karena bereaksinya komponen asap dengan protein permukaan. Daerah

dibawah permukaan tetap tidak terasapi akan menjadi lunak dan cepat rusak karena

degradasi, sementara di bagian luar terjadi pengkerasan.

hal. 30 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Modul V Topik II mengenai

Pengujian Tekstur pada Ikan dan Produk Perikanan adalah sebagai berikut. Sampel ikan dan

produk perikanan disiapkan dengan ukuran 3 × 3 × 3 cm kemudian kabel stabilisator

dipasang pada kontak. Stabilisator, komputer dan texture analyzer TA-TX dihidupkan

dengan menekan tombol hitam pada bagian belakang alat. Klik start pada komputer, pilih

program, texture lalu klik texture expert english. Atur file program dan grafik dibuat.

Lakukan pemasangan probe dan letakkan sampel tepat ditengah plate alat. TA dipilih

kemudian klik run a test, klik OK saat pembacaan dan tunggu alat hingga selesai bekerja,

apabila akan melakukan pengulangan pada pembacaan klik TA kemudian pilih quick test

run. File hasil disimpan dan dicetak serta grafik hasil disimpan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada Modul V : Pengujian Produk Perikanan Secara

Fisiko Kimia Topik II : Pengujian Tekstur pada Ikan dan Produk Perikanan adalah sebagai

berikut:

1. Sebaiknya sampel yang digunakan diperhatikan ulang karena ukurannya harus

seragam semua;

2. Sebaiknya alat yang sebelum digunakan pada pengujian di cek terlebih dahulu agar

mendapatkan hasil yang baik; dan

3. Sebaiknya dilakukan pengulangan beberapa kali pada pengujian agar mendapatkan

hasil yang maksimal.

hal. 31 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Daftar Pustaka

Agustina, R., H. Syah, dan M. Ridha. 2013. Kajian Mutu Ikan Lele (Clarias batrachus)
Asap Kering. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 5(3): 6-11.

Chandra, M. V dan B. A. Shamasundar. 2015. Texture Profile Analysis and Functional


Properties of Gelatin from the Skin of Three Species of Fresh Water Fish.
International Journal of Food Properties, 18(1): 572-584.

Damayanti, M. dan W. Hersoelistyorini. 2020. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang


Kepok Putih terhadap Sifat Fisik dan Sensori Stik. Jurnal Pangan dan Gizi, 10(1) :
24-33.

Kalista, A., A. Redjo dan U. Rosidah. 2018. Analisis Organoleptik (Scoring Test) Tingkat
Kesegaran Ikan Nila Selama Penyimpanan. Jurnal FishtecH, 7(1): 98-103

Sasongko, L. W., A. Nofreeana dan L. Lasmi. 2020. Kajian Mutu dan Umur Simpan Produk
Pengasapan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) dengan Aplikasi Asap Cair.
MANFISH JOURNAL, 1(3): 168-173.

Yu, D., L. Wu., J. M. Regenstein., Q. Jiang., F. Yang., Y. Xu dan W. Xia. 2020. Recent
Advances in Quality Retention of Non-frozen Fish and Fishery Products: a Review.
Critical Reviews in Food Scince and Nutrition, 60(10): 1747-1759.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
…………………………………………………………
…………………………………………………………

hal. 32 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Kelompok : 9
MODUL V : PENGUJIAN PRODUK PERIKANAN
SECARA FISIKO KIMIA Tgl : 20 Mei 2022
TOPIK III : PENGUJIAN OKSIDASI REDUKSI POTENSIAL
PADA IKAN DAN PRODUK PERIKANAN

Nama : Bella Widya Ramadhanti NIM: 26060119120010 Ttd:

Pengantar Teori Praktikum

Ikan merupakan bahan pangan sebagai substrat yang cocok bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada ikan adalah
pH, Aw, kadar garam dan bahan pengawet, serta oksidasi reduksi potensial (Huss and
Larsen, 1977).
Potensial redoks didefinisikan sebagai hubungan O2 dengan mikroba yang hidup dan
mungkin digunakan khusus pada lingkungan mikroorganisme untuk menghasilkan energi.
Oksidasi adalah proses pelepasan elektron dari suatu bahan dan reduksi adaah penambahan
elektron dari suatu bahan (Brown and Finskiger, 1980). Dengan demikian, ORP didefinisikan
sebagai perbandinagn kuantitatif dari sejumlah oksidan yang bertindak sebagai penerima
elektron dan sejumlah reduktan yang bertindak sebagai pendonor elektron dalam suatu
sistem oksidasi reduksi. Potensial redoks akan semakin positif pada saat rasio antara oksidan
dan reduktan meningkat (Fruton and Smond, 1958). Potensial redoks ini banyak kaitanyya
dengan kemampuan medium untuk dapat menangkap dan melepas elektron (Winarno, 1995).

Tujuan

Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar
pengujian ORP (Eh) pada ikan dan produk perikanan.

Kompetensi

Setelah
menyelesaikan praktikum topik ini mahasiswa mampu:
1.melakukan preparasi pengujian ORP (Eh) pada ikan dan produk perikanan.
2.melakukan pengujian ORP (Eh) pada ikan dan roduk perikanan.
3.mengetahui reaksi dan perubahan ORP (Eh) yang terjadi pada ikan dan produk
perikanan.
4. mengetahui hubungan antara pH dan ORP

Prosedur Kerja
c. Bahan
 Ikan nila merah (1 ekor per 20 praktikan)
 Kerang (25 g per 20 praktikan)
 Cumi (1 ekor per 20 praktikan)
 Udang (5 ekor per 20 praktikan)

hal. 33 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

hal. 34 dari 49
d. Alat
 Eh meter (1 buah per 20 praktikan)
 Beaker glass 20 mL (3 buah per 5 praktikan)
 Mortar (1 buah per 5 praktikan)
 Timbangan elektrik (1 buah per 20 praktikan)
 Piring sampel (1 buah per 5 praktikan)
 Lemari pendingin (1 buah per 20 praktikan)
 Kertas label (1 lembar per 5 praktikan)

c. Metoda

c.1. Preparasi sampel

Fillet daging ikan kemudian haluskan semua daging ikan (hasil fillet) dalam mortar sampai
halus. Setelah halus, letakkan semua sampel pada tempat yang telah disediakan baik
pada suhu ruangan maupun suhu dingin.

c.2. Pengukuran ORP

1. Elektroda platinum dicek terlebih dahulu dengan larutan standar quinhidron, yang
memiliki ORP: 0,26 Volt.
2. Timbang sebanyak 2 gram sampel kemudian larutan ke dalam 8 ml air. Tempelkan
langsung elektroda platinum pada permukaan bahan uji yang akan diukur sampai
menembus kedalam kurang lebih setengah dari ketebalan cairan (gambar 1).
3. Selama proses pengukuran, letakkan beaker glass diatas ...... dan masukkan magnetic
stirer sehingga kondisi larutan menjadi homogen.
4. Catat nilai ORP sampel yang tertera pada electrometer. Perhitungan ORP dinyatakan
sebagai berikut:

Dimana ORPo adalah potensial redoks pada pH 7, R adalah konstan gas (8,314
J/K.mol), T adalah temperature absolute (K), F adalah bilangan farady (96,496 J/volt),
n adalah jumlah electron yang dipindahkan di dalam proses, oksidant adalah bahan
yang bertindak sebagai penerima electron, reduktan adalah bahan yang bertindak
sebagai pelepas electron.
5. Kemudian cari nilai ORP dengan perhitungan sebagai berikut: (219,36 – 0,74 x suhu
terukur) + ORP terukur
6. Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali pada tiap sampel.
7. Setelah pengukuran sebaiknya elektroda dicuci dan direndam dalam aquades selama
beberapa menit sebelum dilakukan pengukuran berikutnya.
8. Ukur nilai ORP tiap 2 jam sekali.
9. Buatlah grafik perubahan nilai ORP pada ikan dan produk perikanan.
Lembar Hasil pengamatan

Data hasil praktikum

Tabel 1. Hasil Pengukuran nilai ORP dan pH Sampel Udang Windu (Panaeus monodon) pada Suhu
Ruang
Jam ke- Deskripsi sampel ORP pH
0 Tidak ada bintik hitam, berwarna putih, tekstur 199 mV 6,5
cukup padat, aroma spesifik udang
1 Tidak ada bintik hitam, berwarna putih, tekstur 156 mV 6,5
cukup padat, sedikit aroma spesifik udang
2 Berwarna kusam, tekstur kurang padat, sedikit 152 mV 6,6
aroma spesifik udang
3 Berwarna abu kusam, tekstur kurang padat, 141 mV 6,7
berlendir, aroma netral

Tabel 2. Hasil Pengukuran nilai ORP dan pH Sampel Udang Windu (Panaeus monodon) pada
Suhu Rendah
Jam ke- Deskripsi sampel ORP pH
0 Tidak ada bintik hitam, berwarna putih, tekstur 157 mV 6,7
cukup padat, aroma spesifik udang
1 Berwarna putih kusam, tekstur cukup padat, 155 mV 6,8
sedikit aroma spesifik udang
2 Berwarna keabuan, tekstur kurang padat, aroma 145 mV 6,9
netral
3 Berwarna keabuan, tekstur kurang padat, aroma 143 mV 6,9
netral
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

Grafik perubahan Eh pada ikan dan produk perikanan dengan


penyimpanan yang berbeda

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Gambar 1. Grafik Perubahan Nilai ORP Udang Windu ( Panaeus monodon ) pada
Suhu Ruang dan Suhu Rendah

Tabel 3. Hasil pengukuran nlai Eh dan pH sampel Udang Windu


(Penaeus monodon) pada penyimpanan yang berbeda
No Jam Ulangan Eh pH
ke- Suhu ruangan Suhu dingin Suhu ruangan Suhu dingin
1 0 199 mV 157 mV 6,5 6,7
2 1 156 mV 155 mV 6,5 6,8
3 2 152 mV 145 mV 6,6 6,9
4 3 141 mV 143 mV 6,7 6,9

hal. 38 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Grafik perubahan Eh pada ikan dan produk perikanan dengan
penyimpanan yang berbeda

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gambar 2. Grafik Perubahan Nilai ORP dan pH Udang Windu ( Panaeus
monodon) pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah

Pembahasan:

Udang merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang banyak ditemukan di

Indonesia. Udang memiliki nama latin Penaeus sp, binatang yang hidup di berbagai

perairan. Udang biasa ditemukan di sungai, danau, dan laut. Udang memiliki berbagai jenis,

contohnya ada udang galah, udang vaname, dan udang windu. Udang windu merupakan

jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada)

dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Udang windu

adalah makanan berasal dari laut yang sangat digemari masyarakat. Udang windu memiliki

kandungan protein tinggi namun kandungan airnya juga tinggi sehingga udang mudah

rusak. Udang windu merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan dengan masa

simpan yang terbatas karena adanya pembentukan melanin selama penanganan dan

penyimpanan, walaupun udang mudah mengalami kerusakan namun daya minat pada

hal. 39 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
udang sangat tinggi, oleh karena itu udang memilki nilai ekonomis penting di Indonesia.

Udang windu banyak diekspor untuk memenuhi perekonomian Indonesia. Banyaknya

permintaan pada udang, udang dibudidaya agar memenuhi kebutuhan permintaan. Menurut

Millard et al. (2020), pertumbuhan industri udang yang pesat dan intensifikasi metode

budidaya dibarengi dengan munculnya penyakit yang merusak, yang timbul sebagai akibat

dari interaksi yang kompleks antara inang, patogen dan lingkungan. Kerugian yang

signifikan di wilayah hingga 70% dari panen udang laut telah diperkirakan terjadi akibat

penyakit.

Metode pengukuran oksidasi reduksi potensial atau ORP pada praktikum kali ini

diawali dengan menyiapkan sampel dengan melumatkan sampel udang dalam mortar

hingga halus. Proses pengukuran nilai ORP dilakukan dengan menggunakan alat Eh meter.

Sebelum menggunakan alat Eh meter, dilakukan proses kalibrasi terlebih dahulu pada

elektroda platinum dengan menggunakan larutan standar quinhidron dengan nilai 0,26

milivolt. Setelah proses kalibrasi selesai, sampel lumatan dagin diletakkan kedalam gelas

beaker sebanyak 2 gram dan dihomogenkan dengan aquades sebanyak 8 mililiter.

Pengukuran nilai ORP pada sampel dilakukan dengan meletakkan probe Eh meter kedalam

larutan sampel. Pengukuran nilai ORP dilakukan 3 kali pengulangan. Setiap melakukan

pengukuran kembali pada sampel, probe pada Eh meter direndam dalam aquades selama

beberapa menit sebelum dilakukan pengukuran berikutnya. Catat nilai ORP dan buat grafik

perubahan nilai ORP sampel yang telah diukur. Menurut Tantra et al. (2012), potensial

redoks diukur menggunakan ORP Tester. Sebelum digunakan, elektroda dikalibrasi terlebih

dahulu dalam air keran bersih selama 30 menit dan dibilas dengan air suling. Saat

melakukan pengukuran, elektroda ditempatkan dalam botol berisi sampel, harus terdapat

sampel cairan yang cukup untuk menutupi elektrode. Output sinyal dibiarkan selama 5

menit sebelum pembacaan, "potensial medan". Pada titik ini, sinyal stabil dan tidak berubah

yang akan diamati dalam beberapa menit. Setelah pengukuran, elektroda dibersihkan

dengan air keran dan dibilas dengan air suling.


hal. 40 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V

Berdasarkan hasil pengujian nilai ORP dan pH sampel udang windu yang disimpan

pada suhu ruang dan rendah memberikan hasil yang berbeda. Pengamatan dilakukan pada 4

waktu yaitu jam ke 0, 1, 2 dan 3. Pertama yaitu untuk sampel udang windu yang diletakkan

di suhu ruang pada jam ke 0 tidak memiliki bintik hitam, berwarna putih, tekstur cukup

padat, aroma spesifik udang dengan nilai ORP 199 mV dan pH 6,5. Sampel udang windu

yang diletakkan di suhu ruang pada jam ke 1 tidak memiliki bintik hitam, berwarna putih,

tekstur cukup padat, sedikit aroma spesifik udang dengan nilai ORP 156 mV dan pH 6,5.

Sampel udang windu yang diletakkan di suhu ruang pada jam ke 2 berwarna keabuan,

tekstur kurang padat, sedikit aroma spesifik udang dengan nilai ORP 152 mV dan pH 6,6.

Sampel udang windu yang diletakkan di suhu ruang pada jam ke 3 berwarna abu kusam,

tekstur kurang padat, berlendir, aroma netral dengan nilai ORP 141 mV dan pH 6,7. Kedua

yaitu untuk sampel udang windu yang diletakkan di suhu rendah pada jam ke 0 tidak

memiliki bintik hitam, berwarna putih, tekstur cukup padat, aroma spesifik udang dengan

nilai ORP 157 mV dan pH 6,7. Sampel udang windu yang diletakkan di suhu rendah pada

jam ke 1 berwarna putih kusam, tekstur cukup padat, sedikit aroma spesifik udang dengan

nilai ORP 155 mV dan pH 6,8. Sampel udang windu yang diletakkan di suhu rendah pada

jam ke 2 berwarna keabuan, tekstur kurang padat, aroma netral dengan nilai ORP 145 mV

dan pH 6,9. Sampel udang windu yang diletakkan di suhu rendah pada jam ke 3 berwarna

keabuan, tekstur kurang padat, berlendir, aroma netral dengan nilai ORP 143 mV dan pH

6,9. Menurut An et al. (2013), oxidation reduction potential (ORP) merupakan tegangan

ketika oksidasi terjadi pada anoda (positif) dan reduksi terjadi pada katoda (negatif) pada

sel elektrokimia. ORP diukur dengan satuan volt (V) atau millivolt (mV). Meningkatnya

nilai ORP, reaksi oksidasi semakin mudah terjadi dan semakin banyak membran sel dari

mikroorganisme yang rusak dan mati.

Hasil yang diperoleh dari pengujian oksidasi reduksi potensial pada ikan dan produk

perikanan dengan sampel udang windu (Panaeus monodon) sangat beragam. Nilai ORP
hal. 41 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
pada suhu ruang jam ke-0 adalah 199 mV dan pH sebesar 6,5 dengan kondisi sampel tidak

ada bintik hitam, berwarna putih, tekstur cukup padat, aroma spesifik udang. Hasil yang

didapatkan pada suhu ruang jam ke-2 yaitu nilai ORP 156 mV dan pH sebesar 6,5 dengan

kondisi sampel tidak ada bintik hitam, berwarna putih, tekstur cukup padat, sedikit aroma

spesifik udang. Hasil yang didapatkan pada suhu ruang jam ke-3 yaitu nilai ORP 141 mV

dan pH sebesar 6,7 dengan kondisi sampel berwarna abu kusam, tekstur kurang padat,

berlendir, aroma netral. Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai ORP pada penyimpanan

suhu ruang dan suhu rendah akan semakin menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini akan

memicu dari fase kemunduran mutu ikan karena penurunan nilai ORP tersebut. Terjadinya

proses oksidasi pada proses penyimpanan akan lebih tinggi daripada proses reduksi meski

dikarenakan disimpan pada suhu rendah. Hal tersebut juga dikarenakan pertumbuhan

bakteri akan tetap berjalan. Selain pertumbuhan bakteri yang tetap berjalan, kenaikan pH

yang terjadi karena adanya kandungan asam laktat pada proses glikolisis juga akan

menyebabkan tingkat keasaman dari daging ikan menjadi naik. Menurut Srihari dan

Lingganingrum (2021), metode ORP meter dengan pengukuran yang dinyatakan dalam

skala mV memiliki tanda apabila ORP positif maka terdapat cairan yang telah teroksidasi.

Cairan yang bersifat asam akan mengandung radikal bebas yang menyebabkan adanya

reaksi oksidasi yang terjadi pada saat pengukuran menggunakan metode ORP.

Oksidasi reduksi potensial atau disebut juga dengan ORP adalah perbandingan

kuantitatif potensial dari substansi yang teroksidasi dengan substansi yang tereduksi dalam

suatu sistem reaksi. Adanya pengukuran ORP pada dapat digunakan untuk mengetahui

mutu pada sampel ikan dan produk perikanan. Ikan yang telah mati mengalami glikolisis,

menjadikan asam laktat menurun sehingga reaksi oksidasi reduksi NAD dan NADPH

terjadi. Bentuk hasil reduksi NAD dan NADP berupa NAD dan NADPH yang besar dalam

jaringan ikan menyebabkan kenaikan nilai ORP. Mutu sampel ikan dan produk perikanan

dapat diketahui dengan tinggi rendahnya nilai ORP. Sampel ikan dan produk perikanan

dengan mutu yang baik memiliki nilai ORP yang rendah sedangkan sampel yang telah
hal. 42 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
mengalami kemunduran mutu memiliki nilai ORP yang tinggi. Menurut Saubaki (2021),

potensial oksidasi-reduksi dapat mempengaruhi kecepatan pembusukan. Hasil pemecahan

protein yang terkandung dalam ikan yaitu peptide-peptida dan asam-asam amino bebas

yang selanjutnya terjadi pembongkaran menjadi metabolit-metabolit penyebab bau busuk.

Proses pembusukan pada ikan segar yang dipengaruhi oleh nilai ORP disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu kontaminasi dengan bakteri pembusuk dan terjadinya perkembangan

populasi bakteri secara cepat.

hal. 43 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diberikan pada Modul V Topik III : Pengujian Oksidasi

Reduksi Potensial pada Ikan dan Produk Perikanan yaitu mahasiswa mampu melakukan

dengan benar pengujian ORP (Eh) pada ikan dan produk perikanan. Metode pengukuran

ORP diawali dengan menyiapkan sampel udang dengan melumatkannya dalam mortar

hingga halus. Proses pengukuran nilai ORP dilakukan dengan menggunakan alat Eh meter.

Proses kalibrasi pada elektroda platinum dengan menggunakan larutan standar quinhidron

dengan nilai 0,26 milivolt. Setelah proses kalibrasi selesai, sampel lumatan dagin

diletakkan kedalam gelas beaker sebanyak 2 gram dan dihomogenkan dengan aquades

sebanyak 8 mililiter. Pengukuran nilai ORP pada sampel dilakukan dengan meletakkan

probe Eh meter kedalam larutan sampel. Proses pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

pengulangan. Probe pada Eh meter direndam dalam aquades selama beberapa menit

sebelum dilakukan pengukuran berikutnya. Catat nilai ORP dan buat grafik perubahan nilai

ORP pada sampel yang telah diukur.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada Modul V Topik III : Pengujian Oksidasi Reduksi

Potensial pada Ikan dan Produk Perikanan adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya pada praktikum topik ini juga menggunakan sampel dari produk

perikanan agar mengetahui perbedaannya.

2. Sebaiknya penggunaan suhu rendahnya dijelaskan lebih spesifik lagi.

3. Sebaiknya saat praktikum, praktikan diberi penjelasan mengenai cara perhitungan

ORP pada sampel.

hal. 44 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Daftar Pustaka

AN, B. S., S. Nurjanah, S. dan A. Syakur. 2013. Peningkatan Kualitas Air Pantai menjadi
Air Bersih dengan Penerapan Teknologi Plasma Non-Thermal dan Multi-Step Filter.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Undip, 1(1) : 20-24.

Millard, R. S., R. P. Ellis, K. S. Bateman, L. K. Bickley, C. R. Tyler, R. V. Aerle dan E. M.


Santos. 2020. How do Abiotic Environmental Conditions Influence Shrimp
Susceptibility to Disease? A Critical Analysis Focussed on White Spot Disease.
Journal of Invertebrate Pathology, 1(1): 1-13.

Saubaki, M. Y. 2021. Aplikasi Asap Cair Metode Pencelupan untuk Memperpanjang Masa
Simpan Ikan Segar. Jurnal Vokasi Ilmu-Ilmu Perikanan (JVIP), 2(1): 14-20.

Srihari., E. M. dan F. S. Lingganingrum. 2021. Teh Hijau Bubuk Dari Daun Ashitaba
Mengggunakan Proses Spray Drying. Jurnal Teknik Kimia, 16(1): 22-28.

Tantra, R., A. Cackett, R. Peck, D. Gohil dan J. Snowden. 2012. Measurement of Redox
Potential in Nanoecotoxicological Investigations. Journal of Toxicology, 2012: 1-7.

hal. 45 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Pertanyaan:

1. Jelaskan proses perubahan Eh pada ikan dan produk perikanan dari keadaan segar hingga
mundur mutu?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan Eh pada ikan dan produk
perikanan? Jelaskan?
3. Apa kaitan antara perubahan Eh dan pH pada ikan dan produk perikanan? Jelaskan!
4. Apakah terdapat perbedaan perubahan Eh antara ikan yang berdaging putih dan berdaging
merah? Jelaskan? Cantumkan pustaka yang anda pakai?
5. Apakah ada hubungan antara Eh dan Aw? Jelaskan?

Jawaban:
1. Pengukuran nilai potensial redoks (ORP) merupakan metode yang dilakukan untuk

menunjukkan tingkat kesegaran ikan. Faktor utama yang mengakibatkan terjadinya

perubahan nilai potensial redoks (ORP) atau Eh adalah adanya proses kemunduran mutu

dari ikan. Ikan yang mengalami kemunduruan mutu akan mengalami proses oksidasi.

Meningkatnya nilai ORP, reaksi oksidasi semakin mudah terjadi dan semakin banyak

membran sel dari mikroorganisme yang rusak dan mati. Nilai ORP pada ikan dan produk

perikanan akan tergantung pada proses oksidasi dan reduksi. Nilai potensial redoks akan

semakin positif apabila rasio antara oksidan dan reduktan meningkat. Menurut LV et al.

(2019), potensi reduksi oksidasi (ORP) adalah parameter yang banyak digunakan untuk

pemantauan karakteristik yang mencerminkan banyak bahan kimia. Selain itu, nilai ORP ini

juga menunjukkan adanya proses oksidasi biologis pada produk.

2. Perubahan yang terjadi pada nilai Eh meter akan berpengaruh terhadap nilai akhir

pada pH. Produk ikan segar dengan Eh 0,1 – 0,3 volt akan memiliki pH asam dan

cenderung akan mendekati netral. Semakin kecil nilai Eh maka nilai pH akan semakin

meningkat. Kenaikan pH akan dapat menunjukan sebagai tanda adanya proses autolysis

pada produk perikanan. Proses tersebut akan menghasilkan senyawa bersifat basa akibat

adanya enzim proteolitik dari bakteri pembusuk yang ada di suatu sampel. Enzim

proteolitik akan mengubah senyawa protein menjadi amoniak yang menimbulkan bau yang

kurang sedap dan bersifat basa. Semakin banyak amoniak yang dihasilkan, akan menaikan

nilai pH dan dapat dijadikan tanda bahwa sampel tersebut telah mengalami fase

kemunduran mutu. Menurut Botutihe (2016), oksidasi anaerob menyebabkan terbentuknya


hal. 46 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
asam laktat yang menyebabkan turunnya pH odari kisaran 6,8 hingga 6,5 yang bergantung

pada spesies dan komposisi dari ikan tersebut. Umumnya saat setelah ikan mati maka pH

akan mendekati netral kisaran 6,8 hingga netral.

3. Eh atau potensi reduksi-oksidasi adalah ukuran yang menunjukkan proses oksidasi

dan reduksi pada suatu reaksi. Ikan yang hidup di air laut mempunyai dua warna daging

yang berbeda, umumnya digolongkan menjadi daging putih dan daging merah. Daging

putih pada ikan memiliki kandungan lemak yang sedikit sebaliknya ikan berdaging merah

memiliki kandungan yang lebih banyak. Ikan berdaging putih tidak mengalami perubahan

Eh yang begitu signifikan karena memiliki kandungan lemak yang sedikit sehingga

terjadinya oksidasi tidak terlalu lama. Ikan berdaging merah akan mengalami perubahan Eh

secara signifikan oleh adanya kandungan lemak yang lebih banyak daripada ikan berdaging

putih sehingga oksidasi akan berlangsung lebih lama. Oksidasi yang terus berjalan akan

menjadikan perubahan Eh sehingga meningkatkan nilai potensial redoks pada ikan.

Menurut Kurniawan dan Mustikasari (2021), nilai potensial redoks (Eh) berkaitan erat

dengan nilai pH asam. Nilai Eh menunjukkan proses reduksi oksidasi dan aktivitas ion

hydrogen (H+) atau proton. Nilai Eh yang semakin tinggi menunjukkan aktivitas oksidasi,

sedangkan nilai Eh rendah menunjukkan aktivitas reduksi.

4. Nilai ORP (Eh) pada ikan segar lebih besar dibandingkan nilai ORP pada ikan yang

telah mundur mutu. Ikan yang sudah mati mengalami penurunan pasokan oksigen pada

tubuhnya hingga terhenti sehingga proses metabolisme terjadi secara anaerob. Proses

glikolisis pada ikan yang telah mati akan mengakibatkan nilai pH menurun karena adanya

pembentukan asam laktat. Proses katepsin yang aktif akan menurunkan kadar asam laktat

sehingga menaikkan nilai pH yang menyebabkan reaksi oksidasi reduksi NAD dan NADP

berkurang. Berkurangnya reaksi oksidasi reduksi tersebut menyebabkan nilai ORP pada

ikan menurun. Saat proses pembusukan ikan terjadi, bakteri pembusuk akan mereduksi

TMAO menjadi TMA. Reaksi oksidai reduksi akan terhenti setelah TMAO habis

terekduksi, sehingga nilai ORP akan semakin menurun. Nilai ORP sendiri merupakan suatu
hal. 47 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
nilai untuk mengetahui kemampuan oksidasi suatu bahan. Menurut Cutter et al. (2012),

oksidasi-reduksi potensial (ORP) substrat dapat didefinisikan sebagai seberapa mudah

substrat kehilangan atau memperoleh elektron. Ketika suatu zat dioksidasi, zat akan

kehilangan elektron dan harus menerima elektron dari zat lain, yang kemudian menjadi

tereduksi. Mikroba aerobik membutuhkan nilai ORP positif (oxidized), maka dapat

menurunkan ORP lingkungannya. Mikroba anaerob membutuhkan nilai ORP negatif

(reduced), maka tidak dapat menurunkan ORP lingkungannya.

5. Hubungan Eh dengan Aw adalah adanya keterkaitan antara pertumbuhan bakteri

dengan salah satu faktor kemunduran mutu ikan dan produk perikanan. Nilai Eh akan

menjadi mundur seiring dengan meningkatnya pertumbuhan bakteri. Hal tersebut

menunjukkan bahwa Aw ikan dan produk perikanan semakin tinggi seiring dengan

penurunan nilai Eh karena Aw tinggi meningkatkan pertumbugan dari bakteri yang ada.

Menurut Romawati et al. (2014), mikroba tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam

substrat yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam istilah water activity

(aw). Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aw tertentu oleh karena itu untuk

mencegah pertumbuhan mikroba, nilai aw bahan pangan harus diatur.

hal. 48 dari 49
Modul Praktikum Pengendalian Mutu Hasil Perikanan V
Daftar Pustaka

Botutihe, F. 2016. Penilaian Mutu Organoleptik dan pH Ikan Roa (Hemirhampus sp.)
sebagai Bahan Baku Ikan Asap. Jurnal Agropolitan, 3(3): 27-31.

Cutter, R.N. Senevirathne, V.P. Chang, R.B. Cutaia, K.A. Fabrizio, A.M. Geiger, A.M.
Valadez and S.F. Yoder. 2012. Major Microbiological Hazards Associated with
Packaged Fresh and Processed Meat and Poultry. Woodhead Publishing Series in
Food Science, 1(1): 1-8.

Kurniawan, A. dan D. Mustikasari. 2021. Review tentang Kemampuan Ikan Ekstremofil


untuk Hidup di Perairan Asam dan Terkontaminasi Logam Berat Pascapenambahan
Timah. Jurnal Ilmu Lingkungan, 19(3): 541-554.

Lv, Y., K. Xiao, J. Yang, Y. Zhu, K. Pei, W. Yu, S. Tao, H. Wang, S. Liang, H. Hou, B.
Liu dan J. Hu. Correlation Between Oxidation-Reduction Potential Values and
Sludge Dewaterability During Pre-Oxidation. Water Research, 155 : 96-105.

Romawati, M. D., W. F. Ma'ruf. dan R. Romadhon. 2014. Pengaruh Kadar Garam


Terhadap Kandungan Histamin, Vitamin B12 Dan Nitrogen Bebas Terasi Ikan Teri
(Stolephorus sp.). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(1) : 80-
88.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
…………………………………………………………

hal. 49 dari 49

Anda mungkin juga menyukai