Anda di halaman 1dari 28

MODUL PRAKTIKUM

Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Hasil


Perikanan Tradisional

Disusun oleh:
Retno Ayu Kurniasih

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro
Semarang
2023
(Retno Ayu
Kurniasih)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

MODUL II: Teknologi Penggaraman Ikan

Nama Mata Kuliah : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional


Kode dan SKS mata kuliah : PKT 253P / 3 SKS
Semester ke : IV
Prasyarat Praktikum : Dasar-dasar THP
Waktu yang diperlukan : 3 x 100 menit kegiatan
Kompetensi Mata Kuliah : Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa mampu menjelaskan tentang proses pengolahan ikan secara
tradisional dengan metode pengeringan, penggaraman, pengasapan, pemindangan dan pengeringan.
Indikator Kinerja Praktikum : Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar:
pada Modul ke II a) Teknik penggaraman ikan;
b) Pengujian mutu produk penggaraman ikan.

KOMPETENSI DASAR TOPIK PRAKTIKUM MINGGU SUMBER DOSEN


POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
KE BACAAN PENGAMPU
1 2 3 4 5 6 7
Mahasiswa mampu melakukan proses Teknologi 1. Penggaraman ikan Topik : Teknologi X Lihat Retno Ayu
penggaraman ikan dan pengujian penggaraman dan pengujian mutu Penggaraman Ikan bahan Kurniasih
mutu produk penggaraman ikan. ikan ikan asin bacaan

hal. 2 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II
BAHAN BACAAN

1. Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan pengawetan ikan. Bumi Aksara . Jakarta.


2. Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan ikan. Kanisius, Yogyakarta.
3. Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Ikan. Liberty, Yogyakarta.
4. Irawan, A. 1995. Pengawetan ikan dan hasil perikanan (cara mengolah dan mengawetkan ikan secara tradisional
dan modern). Aneka. Solo.
5. Hall, G.M. 1997. Fish Procesing Technology. Blackie academic & Profssional.
6. Hall, G. 2011. Preservation by Curing (Drying, Salting, and Smoking). In: Fish Processing – Sustainability and New
Opportunities, Ed. by: George M. Hall. Blackwell Publishing Ltd: UK. Pp. 51-76.
7. Rodrigues., M.J., P. Ho., M.E. Lopez-Caballero, P. Vaz-Pirez, & Nunes, P.L., 2003. Characterization and identification
of microflora from soaked cod and respective salted raw materials. Food Microbiology 20 (2003) 471–481.
8. Clucas and Ward.1996. Post-harvest fisheries development: guide to Handling, preservation, processing and uality.
Chatham Maritime, Kent ME4 4TB, UK.

hal. 3 dari 24
(Retno Ayu Kurniasih)

MODUL II : TEKNOLOGI PENGGARAMAN IKAN Kelompok : 4


TOPIK : TEKNOLOGI PENGGARAMAN IKAN
Tgl : 4 November 2023

Nama : Citras Kautsar Purbadetra NIM: 26060122140056 Ttd:

Pengantar Teori Praktikum

Penggaraman merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan diberbagai


negara, termasuk Indonesia. Proses ini menggunakan garam sebagai media pengawet, baik
termasuk kristal maupun larutan.
Secara garis besar, selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam
ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan
konsentrasi. Ikan yang telah mengalami penggaraman sesuai dengan prinsip yang berlaku,
akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat dan
menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh
ikan.
Peranan garam sebenarnya tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germicidal).
Dalam konsentrasi rendah (1-3%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri. Bahan-bahan
yang berasal dari tempat-tempat pembuatan garam dipantai mengandung cukup banyak
bakteri yang akan merusak ikan asin. Beberapa bakteri yang dapat tumbuh pada garam
berkonsentrasi tinggi misalnya red balophilic bacteria yang menyebabkan warnaerah pada ikan
asin. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan asin
berwarna putih, kekuningan dan lunak.

Tujuan

Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar
teknik pengaraman ikan secara wet salting, dry slating, dan kench salting serta mahasiswa
mampu melakukan dengan benar teknik pengujian mutu ikan asin secara organoleptik.

Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum topik ini mahasiswa mampu:


1. Melakukan teknik penggaraman ikan dengan teknik yang berbeda.
2. Melakukan teknik pengaraman ikan dengan mutu bahan baku yang berbeda.
3. melakukan pengujian mutu ikan asin secara organoleptik.

Prosedur Kerja
a. Bahan
 Ikan Kembung segar

b. Alat
 Baskom
 Para-para
 Nampan
 Timbangan roti
 Pisau
 Talenan
 Thermometer

hal. 4 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II
c. Metoda

c.1. Teknik Wet Salting


1. Ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang melekat
pada ikan kemudian ditiriskan.
2. Ikan ditimbang, diukur dan dicatat berat serta panjang awal sampel.
3. Uji organoleptik sampel dilakukan serta analisa statistika pada selang kepercayaan
95%.
4. Larutan garam disiapkan berdasarkan perlakukan sesuai kelompok.
5. Ikan disusun pada wadah kedap air kemudian ditambahkan larutan garam hingga ikan
tenggelam.
6. Wadah ditutup dan biarkan selama 12 jam.
7. Volume sisa larutan garam pada penggaraman basah diukur.
8. Ikan dijemur dengan menggunakan para-para hingga kering.
9. Suhu pengeringan diukur setiap 1 jam dan ditimbang berat ikan setiap 1 jam.

c.2. Teknik Dry Salting

1. Ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang melekat
pada ikan kemudian ditiriskan.
2. Ikan ditimbang, diukur dan dicatat berat serta panjang awal sampel.
3. Uji organoleptik sampel dilakukan serta analisa statistika pada selang kepercayaan
95%.
4. Ikan disusun pada wadah dan ditaburi dengan garam hingga ikan tertutup oleh garam.
5. Pemberat diletakkan pada tumpukan ikan tersebut.
6. kotak tersebut ditutup dan biarkan selama 12 jam.
7. Sisa garam pada penggaraman kering ditimbang.
8. Ikan dijemur dengan menggunakan para-para hingga kering.
9. Suhu pengeringan diukur setiap 1 jam dan ditimbang berat ikan setiap 1 jam.

c.3. Teknik Kench Salting

1. Ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang melekat
pada ikan kemudian ditiriskan.
2. Ikan ditimbang, diukur dan dicatat berat serta panjang awal sampel.
3. Uji organoleptik sampel dilakukan serta analisa statistika pada selang kepercayaan
95%.
4. Ikan disusun pada suatu bidang datar lalu ditaburi garam secukupnya sambil terus
diaduk hingga rata dan seluruh tubuh ikan tertutup oleh garam.

hal. 5 dari 24
(Retno Ayu
Kurniasih)
5. Tumpukan ikan tersebut ditutup dengan sebuah papan yang telah diberi pemberat agar
cairan di dalam tubuh ikan cepat keluar.
6. Tumpukan ikan dibiarkan selama 12 jam yang ditandai dengan berubahnya tekstur
daging ikan menjadi lebih kencang padat.
7. Tumpukan tersebut dibongkar dan ikan dicuci dengan air bersih agar kotoran yang
masih melekat dapat dibersihkan.
8. Sisa garam pada kench salting ditimbang.
9. Ikan dijemur dengan menggunakan para-para hingga kering.
10.Suhu pengeringan diukur setiap 1 jam dan ditimbang berat ikan setiap 1 jam.

Tabel 1. Perlakuan kelompok

Kel Garam (%)


1 20%
2 20%
3 20%
4 30%
5 30%
6 30%
7 20%
8 20%
9 20%
10 30%
11 30%
12 30%
13 20%
14 20%
15 20%
16 30%
17 30%
18 30%
19 20%
20 20%
21 20%
22 30%

hal. 6 dari 24
(Retno Ayu
Lembar Hasil pengamatan Kurniasih)

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Segar Metode Dry Salting 30%
Nilai organoleptik
No Panelis Xi (Xi-X)2
Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
1. I 8 9 9 9 8 8 8,5 0,01

2. II 8 8 8 9 7 8 8 0,16

3. III 9 8 9 9 8 8 8,5 0,01

4. IV 9 8 9 9 8 8 8,5 0,01

5. V 9 9 9 9 8 7 8,5 0,01

X = 8,4 ∑ = 0,2

1
Simpangan baku: S=
2
n
∑ ¿¿
2 1
S = .0 , 2
5
2
S =0 ,04
S= √ S2
S= √ 0 ,04
S = 0,2
S S
Selang Kepercayaan : X− .1 ,96 < μ< X + .1 , 96
√n √n
0,2 0,2
8 , 4− .1 , 96< μ<8 , 4+ .1 , 96
√5 √5
8 , 5−0 ,15< μ< 8 ,5+ 0 ,15
8 , 25< μ< 8 ,55
Kesimpulan:

Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung ( Rastrelliger sp.) segar didapat selang
kepercayaan 8,25 < µ < 8,55 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan layak dijadikan bahan
baku.

hal. 7 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Segar Metode Wet Salting 30%
Nilai organoleptik
No Panelis Xi (Xi-X)2
Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
1. I 8 9 9 7 7 9 8,1 0,0256

2. II 8 8 9 9 8 8 8,3 0,0016

3. III 9 9 9 9 7 8 8,5 0,0576

4. IV 9 8 9 9 7 8 8,3 0,0016

5. V 9 7 9 9 8 7 8,1 0,0256

X = 8,26 ∑ = 0,112

1
Simpangan baku: S =
2
n
∑ ¿¿
2 1
S = .0 , 112
5
2
S =0,0112
S= √ S2
S= √ 0,0112
S = 0,149
S S
Selang Kepercayaan : X− .1 ,96 < μ< X + .1 , 96
√n √n
0,149 0,149
8 , 26− .1 ,96 < μ<8 , 26+ .1 , 96
√5 √5
8 , 26−0 ,11< μ<8 , 26+0 ,11
8 , 15< μ<8 ,3 7
Kesimpulan:

Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung ( Rastrelliger sp.) segar didapat selang
kepercayaan 8,15 < µ < 8,37 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan layak dijadikan bahan
baku.

hal. 7 dari 24
(Retno Ayu
Kurniasih)

Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Segar Metode Kench Salting 30%
Nilai organoleptik
No Panelis Xi (Xi-X)2
Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
1. I 8 9 8 9 7 8 8,1 0,0256

2. II 8 8 9 9 8 8 8,3 0,1296

3. III 6 7 8 9 8 7 7,5 0,1936

4. IV 5 7 8 9 8 7 7,3 0,4096

5. V 9 9 9 9 8 7 8,5 0,3136

X = 7,94 ∑ = 1,072

1
Simpangan baku: S =
2
n
∑ ¿¿
2 1
S = .1,072
5
2
S =0,2144
S= √ S2
S= √ 0,2144
S = 0,46
S S
Selang Kepercayaan : X− .1 ,96 < μ< X + .1 , 96
√n √n
0 , 46 0 , 46
7 , 94− .1 , 96< μ <7 , 94+ .1 , 96
√5 √5
7 , 94−0 , 39< μ<7 ,94 +0 , 39
7 , 55< μ<8 ,33
Kesimpulan:

Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung ( Rastrelliger sp.) segar didapat selang
kepercayaan 7,55 < µ < 8,33 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan layak dijadikan bahan
baku.

hal. 7 dari 24
(Retno Ayu
Kurniasih)

Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Asin Metode Dry Salting 30%
Nilai organoleptik
No Panelis Xi (Xi-X)2
Kenampakan Bau Rasa Tekstur Jamur
1. I 7 9 9 7 9 8,2 0,3136

2. II 5 9 7 7 9 7,4 0,7290

3. III 5 7 7 7 9 7 0,4096

4. IV 5 9 7 7 9 7,4 0,7290

5. V 7 9 9 7 9 8,2 0,3136

X = 7,64 ∑ = 2,4948

1
Simpangan baku: S =
2
n
∑ ¿¿
2 1
S = .2,4948
5
2
S =0,498
S= √ S2
S= √ 0,498
S = 0,705
S S
Selang Kepercayaan : X− .1 ,96 < μ< X + .1 , 96
√n √n
0,705 0,705
7 , 64− .1 , 96< μ<7 ,64 + .1 , 96
√5 √5
7 , 64−0,619< μ<7 ,64 +0,619
7 , 021< μ<8 , 259
Kesimpulan:

Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung ( Rastrelliger sp.) segar didapat selang
kepercayaan 7,021 < µ < 8,259 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan layak dijadikan bahan
baku.

hal. 8 dari 24
(Retno Ayu
Kurniasih)

Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Asin Metode Wet Salting 30%
Nilai organoleptik
No Panelis Xi (Xi-X)2
Kenampakan Bau Rasa Tekstur Jamur
1. I 9 9 9 7 9 8,6 0,2304

2. II 7 9 9 7 9 8,2 0,0064

3. III 9 7 7 7 9 7,8 0,1024

4. IV 9 9 9 7 9 8,6 0,2304

5. V 7 7 7 7 9 7,4 0,5184

X = 8,12 ∑ = 1,088

1
Simpangan baku: S=
2
n
∑ ¿¿
2 1
S = .1,088
5
2
S =0,2176
S= √ S2
S= √ 0,2176
S = 0,466
S S
Selang Kepercayaan : X− .1 ,96 < μ< X + .1 , 96
√n √n
0,466 0,466
8 , 12− .1 , 96< μ <8 , 12+ .1 , 96
√5 √5
8 , 12−0 , 40 < μ<8 , 12+0 , 40
7 , 72< μ<8 , 52
Kesimpulan:

Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung ( Rastrelliger sp.) segar didapat selang
kepercayaan 7,72 < µ < 8,52 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan layak dijadikan bahan
baku.

hal. 9 dari 24
(Retno Ayu
Kurniasih)

Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Asin Metode Kench Salting 30%
Nilai organoleptik
No Panelis Xi (Xi-X)2
Kenampakan Bau Rasa Tekstur Jamur
1. I 9 7 9 9 9 8,6 0,014

2. II 9 7 9 9 9 8,6 0,014

3. III 7 9 9 7 9 8,2 0,078

4. IV 9 9 7 7 9 8,2 0,078

5. V 8 9 9 9 9 8,8 0,102

X = 8,48 ∑ = 0,28

1
Simpangan baku: S =
2
n
∑ ¿¿
2 1
S = .0 , 28
5
2
S =0,056
S= √ S2
S= √ 0,056
S = 0,23
S S
Selang Kepercayaan : X− .1 ,96 < μ< X + .1 , 96
√n √n
0 ,23 0 , 23
8 , 48− .1 , 96< μ<8 , 48+ .1 , 96
√5 √5
8 , 48−0 , 10< μ<8 , 48+ 0 ,10
8 , 38< μ<8 ,58
Kesimpulan:

Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung ( Rastrelliger sp.) segar didapat selang
kepercayaan 8,38 < µ < 8,58 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan layak dijadikan bahan

hal. 10 dari
24
(Retno Ayu
baku. Kurniasih)

hal. 11 dari
24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II

Tabel 8. Hasil Perhitungan Randemen Ikan Kembung ( Resrelliger sp.) dengan Berbagai Metode
No Nama sampel Berat Rendemen
Awal (g) Akhir (g) (%)
1. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Dry 66 gr 43 34,84
Salting
2. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Wet 53 gr 41 22,64
Salting
3. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 68 gr 43 22,05
Salting

Tabel 9. Perubahan Berat Ikan Kembung (Restrelliger sp.) dengan Metode Dry Salting
No Sampel Jam ke- Berat (g)
1. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Dry 0 43
Salting
2. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Dry 1 41
Salting
3. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Dry 2 39
Salting
4. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Dry 3 37
Salting
5. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Dry Hari 3 23,9
Salting

Tabel 10. Perubahan Berat Ikan Kembung (Restrelliger sp.) dengan Metode Wet Salting
No Sampel Jam ke- Berat (g)
1 Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Wet 0 41
Salting
2 Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Wet 1 35
Salting
3 Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Wet 2 33
Salting
4 Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Wet 3 26
Salting

hal. 17 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II

Tabel 11. Perubahan Berat Ikan Kembung (Restrelliger sp.) dengan Metode Kench Salting
No Sampel Menit ke- Berat (g)
1. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 0 43
Salting
2. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 30 42
Salting
3. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 60 39
Salting
4. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 90 30
Salting
5. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 120 29
Salting
6. Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Kench 150 23,6
Salting

Tabel 12. Perbandingan Berat Garam Sebelum dan Setelah Penggaraman dengan Berbagai Metode
Jenis penggaraman Volume (ml) / berat (g)
Sebelum penggaraman Setelah penggaraman
Dry salting 19,8 g 4g
Wet salting 500 ml 233 ml
Kench salting 20,4 g 5g

hal. 18 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II

Tabel 13. Perbandingan Waktu dan Suhu Ikan Kembung ( Restrelliger sp.) Asin dengan Metode Dry Salting
No Nama Sampel Jam ke Suhu (oC)
1. Ikan Kembung 0 31,9
(Restrelliger sp.)
2. Ikan Kembung 1 35,3
(Restrelliger sp.)
3. Ikan Kembung 2 34,1
(Restrelliger sp.)
4. Ikan Kembung 3 35,1
(Restrelliger sp.)
5. Ikan Kembung 3 Hari 32,1
(Restrelliger sp.)

Dry Salting
50
45
40
35
30
Berat (g)

25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 3 hari
Jam ke-

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Waktu Pengeringan dan Berat Ikan pada Metode Dry Salting

hal. 19 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II

Tabel 14. Perbandingan Waktu dan Suhu Ikan Kembung ( Restrelliger sp.) Asin dengan Metode Wet Salting
No Nama Sampel Jam ke Suhu (oC)
1. Ikan Kembung 0 30,2
(Restrelliger sp.)
2. Ikan Kembung 1 33,7
(Restrelliger sp.)
3. Ikan Kembung 2 31,9
(Restrelliger sp.)
4. Ikan Kembung 3 33,5
(Restrelliger sp.)

Wet Salting
45
40
35
30
Berat (g)

25
20
15
10
5
0
0 1 2 3
Jam ke-

Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Waktu Pengeringan dan Berat Ikan pada Metode Wet Salting

hal. 20 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II

Tabel 15. Perbandingan Waktu dan Suhu Ikan Kembung ( Restrelliger sp.) Asin dengan Metode Kench Salting
No Nama Sampel Menit ke Suhu (oC)
1. Ikan Kembung 0 34,9
(Restrelliger sp.)
2. Ikan Kembung 30 35,6
(Restrelliger sp.)
3. Ikan Kembung 60 34,2
(Restrelliger sp.)
4. Ikan Kembung 90 35,2
(Restrelliger sp.)
5. Ikan Kembung 120 32,6
(Restrelliger sp.)
6. Ikan Kembung 150 32,7
(Restrelliger sp.)

Kench Salting
50
45
40
35
30
Berat (g)

25
20
15
10
5
0
0 30 60 90 120 150
Menit ke-

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Waktu Pengeringan dan Berat Ikan pada Metode Kench Salting

hal. 21 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional II

Tabel 16. Hasil Karakteristik Ikan Kembung (Restrelliger sp.) Asin Berbagai Metode
Karakteristik ikan asin
No Karakteristik
Metode dry salting Metode wet salting Metode kench salting
Warna daging kusam, bersih Warna daging kusam, bersih Warna kusam, kering
1 Kenampakan

Padat Kering Padat, kurang kering Padat, kering


2 Tekstur

Daging padat, kompak dan utuh Lunak, sedikit kompak dan masih Daging padat, kompak dan utuh
3 Daging utuh

Spesifik ikan asin, dan kuat Spesifik ikan asin, sedikit berbau Spesifik ikan asin, dan kuat
4 Bau tengik

hal. 18 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II
Gambar 4. Dokumentasi Proses Teknologi Penggaraman Ikan Kembung ( Restrelliger sp.)

Gambar Sampel Ikan Gambar Pengujian Organoleptik Ikan

Gambar Proses Dry Salting Gambar Proses Wet Salting

Gambar Proses Kench Salting Gambar Hasil Penggaraman

hal. 19 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Pembahasan: Tradisional II
Penggaraman dry salting adalah salah satu metode pengawetan ikan dengan menggunakan
garam. Metode ini menggunakan garam berbentuk kristal yang ditaburkan atau disebarkan secara
merata di atas permukaan ikan. Garam akan menarik air keluar dari tubuh ikan, sehingga kadar air
dalam ikan berkurang. Jumlah garam yang digunakan harus cukup untuk menyerap kelembaban dari
bahan makanan dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang dapat
merusak makanan sehingga ikan menjadi awet. Garam bekerja sebagai pengawet karena mengurangi
ketersediaan air yang dibutuhkan oleh bakteri dan jamur. Penggaraman dry salting dapat dilakukan
pada ikan berukuran kecil maupun besar. Ikan yang berukuran kecil dapat langsung ditaburi garam,
sedangkan ikan yang berukuran besar sebaiknya dibelah dua atau dipotong-potong agar garam dapat
meresap lebih merata. Proses penggaraman dry salting dapat dilakukan dalam waktu yang bervariasi,
tergantung pada ukuran ikan, kadar garam yang digunakan, dan kondisi lingkungan, pada umumnya
ikan berukuran kecil membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk diasinkan, sedangkan ikan berukuran
besar membutuhkan waktu sekitar 5-7 hari. Menurut Kasozi et al. (2016), dry salting adalah metode
pengawetan tradisional yang sering digunakan untuk mengawetkan ikan. Dry salting berfungsi untuk
menurunkan air dalam daging. Garam mengandung ion klorin yang toksik bagi mikroba. Garam akan
membentuk membran pada jaringan otot ikan yang mampu menghambat mikroba.
Penggaraman dry salting merupakan metode pengggaraman kering yang menggunakan kristal
garam yang dicampurkan dengan ikan. Metode penggaraman dry salting diawali dengan pencucian
ikan menggunakan air untuk menghilangkan lendir dan kotoran kemudian ditiriskan. Ikan ditimbang,
diukur, dan dicatat berat awal sampel. Ikan kemudian diuji organoleptic pada selang kepercayaan
95%. Sampel ikan disusun pada wadah dan ditaburi dengan garam sampai ikan tertutup dengan
garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah merupakan lapisan garam. Hasil uji organoleptik
terhadap ikan kembung (Rastrelliger sp.) asin dengan metode dry salting dengan konsentrasi garam
30% didapatkan selang kepercayaan sebesar 7,021 < µ < 8,259 pada tingkat kepercayaan 95%
berarti ikan kembung asin layak dikonsumsi. Menurut Kamariah dan Loupatty (2015), metode
penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Proses
penggaraman ikan ditempatkan didalam wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis
demi selapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah
merupakan lapisan garam.
Sampel ikan kembung dengan proses penggaraman dry salting memiliki berat awal 66 gram,
setelah proses penggaraman dry salting dengan konsentrasi garam 30% terjadi susut bobot menjadi
43 gram. Susut bobot yang didapatkan pada sampel ikan kembung dengan proses penggaraman dry
salting yakni sebesar 34,84%. Proses penggaraman pada dasarnya adalah proses pengeringan ikan
dengan menggunakan garam sebagai pengering. Garam bekerja sebagai osmokonsernan, yang berarti
ia menarik air keluar dari sel-sel ikan. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kadar air dalam
daging ikan, sehingga terjadi susut bobot. Proses ini membantu mencegah pertumbuhan bakteri dan
mikroorganisme lainnya yang membusukkan ikan. Ikan mengalami susut bobot setelah proses

hal. 20 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional
penggaraman, ikan yang telah diawetkanIIdengan cara ini dapat bertahan lebih lama dan lebih mudah
diangkut karena kadar airnya yang rendah. Menurut Zega et al. (2017), susut bobot pada ikan
merupakan penurunan berat ikan yang terjadi setelah melalui suatu proses tertentu. Penurunan bobot
pada ikan umumnya disebabkan oleh hilangnya kandungan air pada daging ikan selama proses
pengawetan. Penyusutan berat selama pengawetan dapat disebabkan karena kelembaban yang ada
pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke udara disekitarnya melalui proses
kondensasi uap air. Peningkatan susut terjadi karena semakin lama waktu pengawetan, sehingga
menyebabkan kehilangan air (dehydration) pada pada ikan.
Tingkat keberhasilan proses penggaraman dan kualitas yang didapatkan pada ikan dengan
metode penggaraman dry salting yaitu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama pada
karakteristik garam dan dari dalam ikan itu sendiri. Karakteristik garam yaitu seperti konsentrasi
berapa persen, kualitas dan ukuran garam yang digunakan. Konsentrasi berperan penting pada proses
penetrasi garam ke dalam ikan, jumlah garam yang tinggi mengakibatkan peluang proses penetrasi
pada ikan lebih banyak dan cepat namun konsentrasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
kerusakan pada produk yang disebut salt burn dengan ciri yaitu bagian luar ikan yang sudah kering
namun di dalamnya masih lembab atau basah. Proses dry salting yang menerapkan garam berbentuk
kristal secara langsung pada ikan mengakibatkan kualitas dan ukuran garam berperan penting dalam
proses penggaraman, kualitas garam yang baik memberikan kenampakan ikan asin lebih menarik dan
cerah selain itu ukuran garam yang berupa kristal dapat menyerap air pada daging ikan kemudian
mencair dan menghasilkan larutan pekat sehingga dapat merendam ikan untuk proses penggaraman
lebih lanjut. Proses penggaraman metode kering juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran ikan, kadar
lemak, suhu dan ketebalan daging ikan. Kesegaran ikan dan kadar lemak yang rendah dengan suhu
yang tinggi serta tingkat ketebalan daging yang tipis mengakibatkan proses penetrasi lebih cepat dan
memengaruhi tingkat keberhasilan proses penggaraman. Menurut Moniharapon et al. (2022), garam
akan menurunkan kadar air dan berat ikan, namun berpotensi meningkatkan protein. Hal tersebut
disebabkan oleh tertariknya air dan denaturasi larutan koloid protein yang berkoagulasi dan
menyebabkan air keluar dari daging. Susut bobot ikan akibat keluarnya air mampu menyebabkan
hilangnya kandungan vitamin pada daging ikan.
Wet salting adalah metode konservasi yang umumnya digunakan dalam pengolahan kulit
mentah atau kulit hewan. Metode ini melibatkan perendaman kulit dalam larutan garam atau sodium
klorida (NaCl) untuk mencegah pembusukan dan menjaga keawetan kulit. Selama proses perendaman
ini, kulit melepaskan limbah berupa air yang mengandung tingkat salinitas tinggi, yang sering kali
menjadi masalah lingkungan karena dapat mencemari air limbah dengan garam-garam yang tinggi.
Metode penggaraman basah atau wet salting memanfaatkan proses dari penggabungan dari 2 metode
yaitu penggaraman dan pengeringan. Wet salting adalah langkah awal dalam proses pengolahan kulit
mentah sebelum proses selanjutnya seperti pengeringan, pengawetan, dan penyamakan kulit. Metode
ini menjadi sorotan karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya, dan beberapa penelitian
berusaha mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Menurut Hashem et al. (2021), Pengawetan

hal. 21 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional
dengan pengasinan basah adalah metodeIIumum untuk mengawetkan kulit/kulit mentah, namun hal ini
mengakibatkan keluarnya air limbah dengan kadar garam tinggi selama proses perendaman. Air
limbah ini menimbulkan masalah pencemaran lingkungan yang signifikan. Untuk mengatasi masalah
ini, pendekatan nabati baru menggunakan pasta daun tanaman Ficus hispida dan sedikit garam
dikembangkan untuk pengawetan kulit kambing.
Penggaraman basah atau wet salting adalah salah satu metode pengawetan makanan yang
dilakukan dengan cara merendam bahan makanan dalam larutan garam pekat selama beberapa
waktu. Proses penggaraman basah pada ikan kembung ini dilakukan dengan cara, yaitu yang pertama
melakukan persiapan sampel ikan kembung yang akan digarami. Ikan dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan kotoran dan lendir yang melekat pada ikan. Langkah selanjutnya membuat larutan
garam pekat dengan mencampurkan garam sesuai konsentrasi yang dianjurkan yaitu 30% dan air
dalam jumlah yang sesuai. Langkah selanjutnya merendam ikan kembung dalam larutan garam pekat
selama 12 jam dengan wadah tertutup, setelah direndam, ikan kembung dicuci dengan air bersih
untuk menghilangkan garam yang berlebihan. Ikan dijemur dengan menggunakan para-para hingga
kering. Hasil yang didapatkan dari uji organoleptik sampel ikan kembung segar untuk proses
penggaraman wet salting, yaitu 8 , 15< μ<8 ,37 , hal ini menunjukkan bahwa sampel ikan kembung
layak untuk digunakan sebagai bahan baku. Hasil yang didapatkan dari uji organoleptik sampel ikan
kembung kering asin, yaitu 7 , 7 2< μ<8 , 52, hal ini menunjukkan bahwa sampel ikan kembung kering
asin layak untuk dikonsumsi. Menurut Indrastuti et al. (2019), pengolah biasanya menerapkan teknik
penggaraman basah untuk ikan berukuran kecil, yaitu dilakukan dengan merendam ikan di dalam
larutan garam selama 12-48 jam. Ukuran ikan menentukan jumlah garam yang digunakan serta lama
waktu penggaraman yang dibutuhkan. Ikan yang berukuran memerlukan konsentrasi garam yaitu
25% dengan lama waktu penggaraman selama 12 jam. Ikan yang berukuran sedang membutuhkan
waktu penggaraman selama 24 jam dengan konsentrasi garam yaitu 30%. Ikan dengan ukuran besar
cenderung memiliki data yang menyebar, hal ini disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan diolah,
jika ukuran tubuh ikan sangat besar, maka garam yang digunakan dapat mencapai 75-100% dengan
lama waktu penggaraman selama 72 jam
Susut bobot pada pengujian metode wet salting memperoleh hasil sebesar 22,64%.
Pemakaian konsentrasi NaCl menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam proses penggaraman
karena dari masing-masing konsentrasi menghasilkan kualitas ikan kembung asin yang berbeda. Perlu
diketahui tingkat efektivitas metode dan konsentrasi NaCl yang optimal agar tercipta produk ikan
kembung asin kering yang berkualitas tinggi. Perlakuan NaCl 30% memiliki laju penurunan kadar air
yang tinggi, sehingga jumlah air yang diuapkan lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan
perlakuan lain yang memiliki laju lebih lambat. Menurut Suardi et al. (2019), standar mutu ikan asin
kering menurut SNI 8273:2016 antara lain: kadar air maksimum 40 %, kadar garam maksimum 12-20
%, dan ALT maksimum 1 x 105 koloni/g, dan kadar abu tidak larut asam 0,3%. Konsentrasi garam
dan waktu perendaman yang terbaik adalah 6 jam pada konsentrasi garam 40%. Konsentrasi garam
yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses denaturasi protein pada ikan.

hal. 22 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Faktor-faktor yang Tradisional
memengaruhiII metode penggaraman basah ( wet salting) pada ikan
kembung yaitu suhu, konsentrasi garam, ketebalan ikan, dan kadar air dalam ikan. Faktor utama yaitu
suhu yang semakin tinggi dengan perlakuan terbaik dalam pengeringan akan menghasilkan ikan asin
yang kering lebih cepat. Faktor kedua yaitu konsentrasi garam yang digunakan akan meningkatkan
kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Faktor yang ketiga ketebalan ikan, hal ini
berpengaruh karena semakin tebal daging maka garam yang terserap ke dalam daging ikan
membutuhkan waktu lama. Faktor yang terakhir yaitu banyaknya kadar air yang terkandung dalam
ikan dapat menghambat proses pengeringan karena tubuh ikan akan terus mengeluarkan cairannya
ketika terjadi perendaman dalam larutan garam yang terdapat pada ikan dan perbedaan tekanan
osmosis dalam tubuh ikan. Menurut Muhtadi et al. (2019), penggaraman basah atau biasa disebut
juga dengan wet salting adalah jenis metode penggaraman dengan cara merendam ikan pada air yang
sudah dilarutkan garam dengan konsentrasi tertentu. Penurunan kadar air pada ikan selama proses
penggaraman basah disebabkan karena saat penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam. Air
akan bergerak dari konsentrasi garam rendah ke konsentrasi garam tinggi karena perbedaan tekanan
osmosis.
Penggaraman kench salting adalah penggaraman yang hampir serupa dengan penggaraman
kering. Bedanya, cara ini menggunakan kedap air dan tidak menggunakan bak. penggaraman kench
salting biasanya dilakukan secara langsung di kapal penangkapan ikan yang memiliki tempat geladak
yang luas. penggaraman metode kench salting dilakukan dengan menaburkan garam pada permukaan
ikan lalu ditumpuk dan ditutup rapat. Air garam yang keluar dari tubuh ikan selama proses
penggaraman dibiarkan mengalir begitu saja. Penggaraman yang dilakukan dengan metode ini
memerlukan lebih banyak garam dikarenakan banyak larutan garam yang terbuang. Metode kench
salting yang tergolong dalam jenis penggaraman kering namun memiliki perbedaan dengan metode
penggaraman kering. Proses penggaraman yang dilakukan hampir mirip dengan dry salting, namun
terdapat proses pencucian setelah perendaman selama 12 jam. Menurut Ram et al. (2017), kench
salting biasanya dilakukan secara spontan oleh penangkap ikan di kapal tanpa menggunakan wadah
dan hanya memanfaatkan geladak kapal. Perbedaan antara kench salting dengan dry salting terletak
pada penggunaan tempat untuk melakukan penggaraman, kench salting dilakukan tanpa
menggunakan wadah. Larutan garam yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang.
Kench salting merupakan metode yang berbeda dengan metode penggaraman wet salting
tetapi memiliki kemiripan dengan dry salting. Metode penggaraman campuran ( kench salting) dapat
dilakukan dengan cara yang pertama, yaitu mencuci ikan hingga bersih dan ditimbang, diukur, serta
dicatat berat panjang awal sampel, kemudian ikan diuji organoleptik. Langkah selanjutnya ikan
disiangi dan dibuang isi perutnya serta insangnya. Ikan yang telah disiangi disusun dalam wadah atau
bidang datar dan taburi garam secukupnya sampai seluruh tubuh ikan tertutup garam. Kadar garam
yang digunakan yaitu 30% dari bobot ikannya. Ikan tersebut kemudian dimasukkan dalam wadah
tertutup dan dibiarkan selama 24 jam, setelah 24 jam ikan dalam wadah di ambil dan dicuci. Sisa
garam yang ada pada wadah kemudian ditimbang. Ikan kemudian dijemur diatas para-para hingga

hal. 23 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional
kering. Suhu pengeringan diukur II menit dan ditimbang berat ikan setiap 30 menit. Hasil yang
setiap 30
diperoleh dari uji organoleptik ikan kembung asin sebesar 8,38 < µ < 8,58 di mana ikan tersebut
layak untuk dikonsumsi. Menurut Jeyasanta et al. (2016), kadar air dalam penggaraman wet salting
akan menurun dengan meningkatnya persentase air garam dalam penggaraman wet salting.
Penyerapan garam pada ikan tergantung dengan konsentrasi dan pelepasan kadar air. Berkurangnya
kadar air dipengaruhi oleh kesegaran dan kualitas ikan yang digunakan.
Penurunan berat pada ikan kembung yang diawetkan dengan tiga metode penggaraman
berbeda menghasilkan hasil yang bervariasi. Metode penggaraman kench, tercatat penurunan berat
ikan kembung asin sebesar 22,05%, dimana berat awalnya 68 gram berkurang menjadi 43 gram. Hal
tersebut menandakan bahwa kandungan kadar air dalam ikan dengan penggaraman metode kench
salting cukup banyak berkurang apabila dibandingkan dengan metode wet salting maupun dry salting.
Perubahan susut bobot ini berubah dan ditentukan dari konsentrasi garam yang digunakan dan bahan
aktif yang terkandung pada tubuh ikan. Menurut Warkoyo dan Zuhriansyah (2014), susut bobot filet
ikan berpelapis edible aktif selama penyimpanan mengalami peningkatan, dan peningkatan semakin
kecil dengan adanya konsentrasi bahan aktif yang semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena
meningkatnya konsentrasi bahan aktif. Perubahan susut bobot dipengaruhi oleh konsentrasi bahan
aktif.
Faktor-faktor yang memengaruhi metode kench salting dalam pengawetan ikan mencakup
sejumlah aspek kunci. Kesegaran ikan adalah faktor penting yang memengaruhi hasil metode ini. Ikan
yang segar memiliki otot daging yang lebih kuat dan elastis, yang membantu dalam mempertahankan
kadar air selama proses pengawetan. Sebaliknya, ikan yang kehilangan kesegaran cenderung memiliki
otot daging yang lebih lemah dan rentan kehilangan kadar air. Ini berarti otot daging pada ikan segar
memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempertahankan kadar airnya, sedangkan ikan yang
kehilangan mutunya lebih rentan kehilangan kadar air. Ikan yang kehilangan mutunya cenderung
memiliki otot daging yang lebih lemah dan kurang elastis, karena otot daging mereka telah mengalami
proses post mortem yang mengakibatkan denaturasi protein. Kehalusan kristal garam dan kandungan
lemak dalam ikan juga memengaruhi proses kench salting. Semakin halus kristal garam, semakin
cepat garam akan larut dan meresap ke dalam daging ikan. Namun, jika larutannya terlalu cepat,
permukaan daging ikan dapat mengeras dan menghambat pelepasan air dari dalam ikan. Lemak
dalam ikan tidak larut dalam air karena sifatnya yang non-polar. Ketika ikan memiliki kandungan lemak
yang tinggi, air cenderung menghindari lemak, sehingga proses pelepasan air menjadi lebih lambat.
Konsentrasi garam juga berpengaruh dalam metode kench salting. Semakin tinggi konsentrasi garam,
semakin cepat proses osmolisis berlangsung, sementara konsentrasi garam yang rendah akan
mengakibatkan proses osmolisis berjalan lebih lambat. Konsentrasi garam juga berpengaruh ke
pertumbuhan halofilik. Menurut Anggraeni et al. (2021), penggunaan garam 2,5% dapat
mengakibatkan pertumbuhan bakteri patogen yang dapat menyebabkan pembusukan. Konsentrasi
garam diatas 10% dapat menyebabkan munculnya potensi tumbuhnya bakteri halofilik. Bakteri
halofilik merupakan bakteri yang dapat tumbuh pada konsentrasi garam yang tinggi.

hal. 24 dari 24
Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional II
Kesimpulan dan saran:
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan praktikum Modul II: Teknologi
Penggaraman Ikan yaitu proses penggaraman adalah proses pengolahan sekaligus pengawetan
pada hasil perikanan. Hasil penggaraman dapat disebut dengan ikan asin atau ikan asin kering.
Metode penggaraman dibagi menjadi tiga, yaitu dry salting, wet salting, dan kench salting. Dry
salting dilakukan dengan menaburkan garam secara langsung ke sampel ikan hingga seluruh
permukaan tubuh ikan tertutupi oleh garam dan ikan didiamkan selama 12 jam. Metode wet
salting dilakukan dengan melarutkan garam pada aquades dengan konsentrasi tertentu,
kemudian sampel ikan direndam selama 12 jam di dalam toples atau wadah berisi air larutan
garam yang telah disiapkan. Kench salting merupakan metode kombinasi antara dry dan wet
salting yaitu dengan menaburkan garam ke permukaan tubuh ikan, kemudian ikan ditindih
dengan papan datar dan diberi pemberat. Ikan kench salting yang telah dibiarkan semalaman
kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kadar garam yang melekat. Hasil
rendemen pada ikan dry salting, wet salting, dan kench salting berturut-urut menunjukkan angka
sebesar 34,84%, 22,64%, dan 22,05%. Ikan yang telah melalui proses penggaraman kemudian
dikeringkan untuk mendapatkan hasil akhir produk ikan asin kering. Ikan hasil pengeringan perlu
dilakukan uji organoleptik meliputi kenampakan, rasa, tekstur, daging, dan jamur untuk
menentukan kualitas dan kelayakannya. Hasil uji organoleptik pada sampel ikan kembung metode
dry salting 30% adalah sebesar 7,021 < μ < 8,259 yang berarti layak konsumsi. Hasil uji
organoleptik pada sampel ikan kembung metode wet salting 30% adalah sebesar 7,72 < μ < 8,52
yang berarti layak konsumsi. Hasil uji organoleptik pada sampel ikan kembung metode kench
salting 30% adalah sebesar 8,38 < μ < 8,58 yang berarti layak konsumsi.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan setelah melakukan praktikum Modul II: Teknologi Penggaraman Ikan
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, garam yang digunakan harus memiliki mutu yang baik supaya menghasilkan
produk ikan asin dengan mutu baik.
2. Sebaiknya, proses penimbangan sampel dan garam harus dilakukan secara teliti supaya
menghasilkan data yang valid.
3. Sebaiknya, diversitas sampel ikan yang digunakan dapat lebih ditingkatkan supaya mampu
dijadikan acuan mengenai hubungan antara jenis ikan dan hasil penggaraman.

hal. 20 dari 24
(Retno Ayu
Daftar Pustaka Kurniasih)
Anggraeni, L., N. Lubis, N dan E. C. Junaedi. 2021. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Produk
Fermentasi Sayuran: Review: Effect of Salt Concentration on Fermented Vegetable Products .
Jurnal Sains dan Kesehatan, 3(6):891-899.

Hashem, M. A., M. A. Hasan, M. M. Islam, M. N. Arman dan M. H. R. Sheikh. 2021. Ficus Hispida Leaf
Paste for Goatskin Preservation: Pollution Reduction in Tannery Wastewater. Environmental
Progress & Sustainable Energy, 40(5):1-10.

Indrastuti, N. A., N. Wulandari dan N. S. Palupi. 2019. Profil pengolahan ikan asin di wilayah
pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) Muara Angke. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 22(2):218-28.

Jeyasanta, K. I., S. Prakash dan J. Patterson. 2016. Wet and Dry Salting Processing of Double Spotted
Queen Fish Scomberoides lysan (Forsskål, 1775). International Journal of Fisheries and
Aquatic Studies, 4(3):330-338.

Kamariah dan M. Loupatty. 2015. Pemanfaatan Uap Panas pada Air Conditioner (AC) untuk
Pengeringan Ikan Asin. Magistra, 2(3):282-288.

Kasozi, N., V. T. Namulawa., G. I. Degu., C. D. Kato and J. Mukalazi. 2016. Bacteriological and
Physicochemical Qualities of Traditionally Dry-Salted Pebbly Fish (Alestes baremoze) Sold in
Different Markets of West Nile Region, Uganda. African Journal of Microbiology Research,
10(27):1024-1030.

Moniharapon, T., F. Pattipeilohy dan E. Moniharapon. 2022. Pengaruh Perendaman Bertingkat Garam
dan Atung (Parinarium glaberimum, Hassk) terhadap Kualitas Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis, Linn.) Asin Kering. Jambura Fish Processing Journal, 4(1):12-24.

Muhtadi Z., W. Pancapalaga dan M. Wachid. 2019. Kualitas Ikan Lele Dumbo ( Clarias Gariepinus) Asin
Kering Menggunakan Metode Dry Salting dan Wet Salting dengan Konsentrasi NaCl yang
Berbeda. Food Technology and Halal Science Journal, 2(2):239-255.

Ram, R., R. V. Chand., A. Forrest dan P. C. Southgate. 2017. Effect of Processing Method on Quality,
Texture, Collagen and Amino Acid Composition of Sandfish (Holothuria scabra). Food Science
and Technology, 1(86):261-269.

hal. 24 dari 24
(Retno Ayu
Gurami (Osphronemus
Kurniasih)
Suardi, S., A. H. Mukarromah dan S. N. Ethica. 2019. Profil Protein Ikan
gouramy) Sebelum dan Sesudah Penggaraman Berbasis SDS-PAGE. Gorontalo Journal of
Public Health, 2(1): 126-131.

Warkoyo, W. dan N. Zuhriansyah. 2014. Peningkatan Umur Simpan Filet Ikan dengan Pelapis Edible
yang Diinkorporasi Ekstrak Kasar Ovocleidin-17. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada,
16(2):59-65.

Zega, O., A. Baehaki dan Herpandi. 2017. Pengaruh Ekstrak Apu-Apu ( Pistia stratiotes) terhadap Daya
Simpan Fillet Ikan Patin (Pangasius sp.) yang Disimpan pada Suhu Dingin. Jurnal Teknologi
Hasil Perikanan, 6(1):69-79.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
…………………………………………………………

hal. 25 dari 24

Anda mungkin juga menyukai