AMERIKA SERIKAT
Bentuk Negara
Kedaulatan di negara Federasi/Serikat berasal dari negara bagian. Di mana sebagian
kedaulatan tersebut diserahkan kepada negara federal. Sehingga pada hakikatnya kedaulatan
berada pada negara bagian. Adapun ciri-ciri negara serikat adalah sebagai berikut.
Mempunyai lebih dari satu kepala negara
Memiliki lebih dari satu konstitusi
Memiliki lebih dari satu kabinet
Memiliki lebih dari satu lembaga perwakilan.
Dan negara Amerikat Serikat sendiri adalah salah satu dari pemilik Negara
Federasi/serikat selain India dan Jerman. Negara ini juga memiliki pembagian wilayah
sebanyak, 50 Negara bagian dengan pusatnya Washington D.C yang berbentuk republik dan
sebuah distrik federal. Amerika Serikat diapit oleh Samudra Pasifik dan Atlantik di sebelah
barat dan timur, berbatasan dengan Kanada di sebelah utara, dan Meksiko di sebelah selatan.
Dua negara bagian lainnya, yaitu Alaska dan Hawaii, terletak terpisah dari dataran utama
Amerika Serikat. Negara bagian Alaska terletak di sebelah ujung barat laut Amerika Utara,
berbatasan dengan Kanada di sebelah timur dan Rusia di sebelah barat, yang dipisahkan oleh
Selat Bering. Sedangkan negara bagian Hawaii adalah sebuah kepulauan yang berlokasi di
Samudra Pasifik. Amerika Serikat juga memiliki beberapa teritori di Pasifik dan Karibia.
Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua model formasi negara,
yaitu model negara federal dan model negara kesatuan. Secara etimologis, kata “federal” berasal
dari bahasa Latin feodus, artinya liga. Liga negara-negara kota yang otonom pada zaman Yunani
Kuno dapat dipandang sebagai negara federal yang mula-mula. Bentuk model pemerintahan
federal berasal dari pengalaman konstitusional Amerika Serikat. Dapat dikatakan bahwa
pemerintahan federal merupakan salah satu sumbangan sejarah ketatanegaraan Amerika Serikat
terhadap dunia modern.
Model negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa negara federal dibentuk
oleh sejumlah negara atau wilayah yang independen, yang sejak awal memiliki kedaulatan atau
semacam kedaulatan pada dirinya masing-masing negara atau wilayah-wilayah itu kemudian
bersepakat membentuk sebuah federal. Negara dan wilayah pendiri federal itu kemudian berganti
status menjadi negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan
federal.
Pemerintah federal mempunyai kekuasaan dalam hal-hal kedudukan negara sebagai
subyek hukum internasional, misalnya kedudukan kewarganegaraan, naturalisasi, imigrasi,
emigrasi, transmigrasi, hubungan dan pertukaran perwakilan dengan negara lain, keselamatan
negara (pertanahan nasional), konstitusi dan organisasi pemerintahan federal, azas pokok hukum
serta organisasi peradilan sepanjang yang dipandang perlu diatur oleh pemerintah federal,
keuangan negara, bea-bea, pajak-pajak, hak-hak monopoli, pos dan telekomunikasi, statistik,
industri, perdagangan, penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain-lain yang dapat
disepakati bersama. Enumerasi kekuasaan ini tiap negara federasi tidak sama. Masing-masing
negara dapat merumuskan sendiri-sendiri, tidak ada pedoman yang standar. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat, enumerasi kekuasaan itu diatur pada Pasal 1 seksi 8 pada konstitusi. Dalam
merumuskan enumerasi ini, telah menimbulkan perdebatan seru antara kelompok enumerators
dan reservers. Sebagaian menghendaki agar pemerintah federal diberi kekuasaan yang luas agar
menjadi kuat sebagai sebuah negara federasi, dan dapat efektif menjalankan tugas-tugas
kenegaraan secara penuh guna mempertahankan hakikat negara persatuan (federasi). Di sisi lain
terdapat pendapat yang menginginkan agar sebanyak-banyaknya kekuasaan tetap dimiliki oleh
pemerintah negara-negara bagian, sebab kalau pemberian kekuasaan terlalu banyak kepada
pemerintah pusat, maka akan mengurangi hak-hak asasi negara- negara bagian yang akan sangat
merugikan kepentingan negara-negara bagian.
Berdasarkan sifat hubungan antara pemerintah negara federal dengan negara bagian,
maka negara federal dapat dibedakan menjadi dua jenis : negara serikat dan perserikatan negara.
Untuk melihat apakah negara federal itu negara serikat atau perserikatan negara-negara,
dipakailah dasar kriteria ada pada siapa kedaulatan itu. Jika kedaulatan ada pada negara federal
atau pemerintah gabungannya, negara federal disebut negara serikat. Sedangkan jika kedaulatan
masih tetap ada pada negara-negara bagian, negara federal itu disebut perserikatan negara.
Beberapa segi positif dari konsep negara federal antara lain.
1. Federalisasi merupakan strategi yang paling tepat untuk membuka kekuasaan yang
pada masa lalu amat tertutup. Masyarakat pada umumnya mendambakan
keterbukaan. Banyak mekanisme dan lembaga demokrasi yang dikembangkan
dalam rangka membuka kekuasaan itu, contohnya adalah perwakilan politik.
2. Federalisme dipandang sebagai usaha menyeimbangkan kekuatan budaya daerah,
Suku, atau etnis yang ada dalam suatu negara. Didalam sistem federal, ada unsur-
unsur yang dapat membantu menghindari kecendrungan kearah intensifikasi
ketimpangan ekonomi dan konflik-konflik politik dan budaya yang menyertai.
Bentuk Pemerintahan
Konsep demokrasi bukanlah hal yang baru. Bisa dikatakan bahwa konsep ini telah
menjadi konsumsi publik sehari-hari layaknya kebutuhan primer. Demokrasi menjadi kata kunci
untuk sebuah pranata dan peradaban social yang mapan.Demokrasi berarti mapan. Tidak
demokrasi artinya tidak mapan.Sebuah analogi sederhana yang memiliki spectrum luas.Bahkan
dewasa ini penerimaan demokrasi secara luas sebagai landasan legitimasi bagi tatanan politik
merupakan fenomena zaman modern di seluruh dunia.
Hingga akhir abad kedelapan belas sebagian besar sistem politik utama tidak
berdasarkan prinsi-prinsip demokrasi. Hak para raja merupakan isu yang ramai diperdebatkan
dalam kancah politik Eropa sepanjang zaman modern awal dan zaman pencerahan. Amerika
Serikat menjadi contoh bentuk pemerintahan dengan menggunakan demokrasi ini.
Munculnya Amerika Serikat (AS) sebagai adidaya tunggal pascaperang dingin
berkorelasi terhadap perkembangan demokrasi di dunia. Hal ini dimungkinkan karena selama
perang dingin, AS telah tampil sebagai negara champion of democracy dan the guardian of
democracy, menjadi negara yang senantiasa mensponsori penyebarluasan demokrasi di berbagai
belahan bumi. Usainya perang dingin yang ditandai dengan tumbuhnya komunisme yang
menjadi momentum bagi AS untuk lebih meningkatkan peranannya dalam menyebarluaskan
nilai-nilai demokrasi (Huntington, 1995 : 130).
Keberpihakan AS pada demokrasi tidak dapat dilepaskan dari munculnya keyakinan
yang besar dalam diri bangsa AS bahwa demokrasi merupakan prinsip dasar pembangunan
watak bangsa (Cipto, 2003 :6). Demokrasi telah menjadi American Ethos dan menjadi nilai-nilai
pengatur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang senantiasa ada dalam kehidupan
masyarakat AS selama ratusan tahun. Demokrasi telah menjadi tradisi yang kokoh sejak
diproklamasikannya Deklarasi Kemerdekaan AS 4 Juli 1776. Dalam bahasa Thomas Jefferson,
demokrasi telah terefleksi dalam life, freedom, and pursuit of happiness sebagai nilai-nilai yang
senantiasa mengilhami para imigran yang datang ke AS (Jatmika, 2000 :9). Demokrasi menjadi
tumpuan dalam mengangkat keagungan manusia yang hadir atas peran setiap individu dalam
pembentukan nilai-nilai yang mengatur kehidupan masyarakat.
Praktek demokrasi yang telah lama mengakar di tengah masyarakat AS tersebut, telah
dijelaskan oleh de Tocqueville dalam bukunya Democracy in America yang terbit tahun 1835.
Dijelaskan bahwa tidak hanya dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan saja terdapat praktek
demokrasi, namun telah mengkristal dala filosofi bangsa, agama, pluralism cultural, sampai pada
kehidupan keluarga sebagai unit terkecil kehidupan kelompok (de Tocqueville, 1961 : 2). Disini
demokrasi mendapatkan ruang dan gerak yang sangat luas. Walau demikian, perkembangan
kehidupan demokrasi di AS tidak selamanya menunjukkan grafik yang terus stabil, tetapi juga
mengalami pasang surut, hambatan, dan dianggap tidak taat asas dalam melaksanakan
demokrasi.Dipertahankannya sistem perbudakan yang berlangsung lama dan baru dihapuskan
tahun 1865. Adanya Civil Rights Movement pada tahun 1960-an yang menggambarkan
perjuangan hak-hak orang-orang kulit hitam AS, pengakuan hak pilih wanita baru di tahun 1920,
dan baru disahkannya undang-undang untuk melindungi hak-hak warga negara minoritas di
tahun 1954, serta kurang diberikannya persamaan hak dan keadilan kepada penduduk asli AS
(yang dikenal sebagai bangsa Indian), menunjukkan berfluktuasinya perkembangan demokrasi di
AS (Bradley dan Lubis, 1991 : XVII).
Terlepas dari semua cacat sejarah tersebut, dewasa ini AS dapat dianggap sebagai
negara dengan kualitas demokrasi terbesar di dunia. Hal tersebut kemudian menjadi salah satu
faktor yang membuat kuatnya posisi demokrasi sebagai isu penting dalam politik luar negeri AS
saat ini, disamping faktor-faktor lain seperti dinamika kesejarahan dalam mempraktekkan nilai-
nilai demokrasi selama ratusan tahun dan kemunculannya sebagai kekuatan unilateral
pascaperang dingin.
Hanya saja ukuran demokrasi yang dijadikan indikator oleh AS terhadap satu negara
dengan negara lainnya dapat berbeda. Kadangkala terjadi pembiasan karena unsur kepentingan
nasional kerap kali lebih mengemuka dibandingkan mengutamakan mendeteksi
pelanggaranpelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi yang terjadi. Hal ini terjadi pada proses
yang diambil AS dalam aksi politik luar negerinya. Bisa demokratis dan juga bisa tidak
demokratis.Kasus invasi AS ke Irak April 2003 yang lalu menjadi contoh kongkrit. Alasan invasi
AS tersebut karena Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein menjadi negara yang tidak
demokratis dengan tingkat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tinggi, represif,
mendukung terorisme internasional, dan mengembangkan persenjataan pemusnah massal.
Melalui laporannya yang diberi judul A Decade of Deception and Defiance, Presiden George W.
Bush mengungkapkan bahwa :
“For more than a decade, Saddam Hussein has deceived and defide the will and
resolution of the United Nations Security Council by among other things : continuing to
seek develop biochemical, biological and nuclear weapons, and prohibited long-range
missiles; brutalizing the Iraqi people, including commiting gross human tights
violations and crimes against humanity; supporting international terrorism; refusing to
release or account for prisoners of war and other missing individuals from the Gulf War
era; refusing to return stolen Kuwaity properti; and working to circumvent the UN’s
economic sanction” (www.whitehouse.gov, 2002).
Pernyataan tersebut di atas menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah AS untuk
menginvasi Irak dan mengabaikan tentangan-tentangan yang muncul dari dalam negeri AS
sendiri maupun dari masyarakat internasional yang menginginkan proses damai dan demokratis
dalam menyelesaikan kasus Irak.
Buku
H. Rozali Abdullah. 2000. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu
Alternatif, Jakarta : Raja Gravindo Persada
Bagir, Manan. 1993. Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945. Karawang : UNISKA
Sudjijono, Budi dan Doddy Rudianto. 2003. Manajemen Pemerintahan Federal, Perspektif
Indonesia Masa Depan. Jakarta : Citra Mandala Pratama
Jatmika, Sidik. 2000. AS Penghambat Demokrasi : Membongkar Politik Standar Ganda Amerika
Serikat. Yogyakarta : Bigraf Publishing
Bradley, William L., dan Mochtar Lubis. 1991. Dokumen-Dokumen Pilihan tentang Politik Luar
Negeri Amerika Serikat dan Asia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Polsby, Nelson W dkk. 2012. Presidential Election : Strategies and Structures of American
Politics. Maryland : Rowman & Littlefeld Publishers, Inc
Jurnal
Afif, Naufal Azmi, dan Arina Aulia Wafa. (2019). ANALISIS KEBIJAKAN GLOBAL WAR
ON TERROR (GWOT) DI ERA DONALD TRUMP. JURNAL HUBUNGAN
INTERNASIONAL.
Berita
Diakses:https://www.mediasulsel.com/ini-penyebab-konflik-amerika-iran, pada 10
April 2020
Diakses:https://www/.kompas.com/tren/read/2019/12/20/210500665/5-fakta-terkait-
pemakzulan-Donald-Trump, pada 10 April 2020
Diakses:https://m.repbulika.co.id/berita/internasional/global/16/11/13/ogjztv301-
gelombang-demonstrasi-antitrump-masuki-hari-keempat, pada 10 April 2020