Anda di halaman 1dari 2

INSTRUMEN PEMERINTAHAN

Kuliah IX - Hukum Administrasi Negara

Instrumen Hukum Keperdataan dalam Pemerintahan

Pemerintah dalam melakukan kegiatannya sehari-hari tampil dengan dua


kedudukan, yaitu sebagai wakil dari badan hukum (pelaku hukum
keperdataan) dan wakil dari jabatan pemerintahan (pelaku hukum publik).

Selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan berbagai perbuatan


hukum keperdataan seperti mengikatkan perjanjian jual beli, sewa menyewa,
pemborongan dan sebagainya yang dijelmakan dalam kualitas badan hukum.
Dalam posisi ini kedudukan pemerintah tidak ada bedanya dengan seseorang
atau badan hukum perdata pada umumnya, yaitu diatur dan tunduk pada
ketentuan-ketentuan hukum keperdataan. Penggunaan instrumen hukum
keperdataan ini adalah untuk mengusahakan kesejahteraan (bestuurszorg),
dimana pemerintah terlibat dengan kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai
dimensi sejalan dengan tuntutan perkembangan kemasyarakatan.

Namun demikian, penggunaan instrumen hukum keperdataan oleh


pemerintah ini perlu dibatasi, yaitu:

1.Pemerintah tidak dapat melakukan hubungan keperdataan yang


berhubungan dengan hukum kekeluargaan;

2. Pemerintah tidak boleh membeli tanah untuk dijadikan hak milik;

3. Pemerintah tidak diperkenankan melakukan perbuatan hukum keperdataan


yang bertentangan dengan kepentingan umum atau dilarang oleh peraturan
perundangundangan

Hubungan hukum dalam bidang keperdataan bersifat dua pihak atau lebih
(meerzijdige), bersandar pada prinsip otonomi dan kebebasan berkontrak
(contractsvrijheid) dalam arti kemerdekaan atau kemandirian penuh bagi
subyek hukum untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum,
serta iktikad baik dalam berbagai persetujuan, yang menunjukkan kesetaraan
antarpihak tanpa salah satunya memiliki kedudukan khusus dan kekuatan
memaksa terhadap pihak lain.
Atas dasar ini pemerintah memiliki posisi sejajar dengan seseorang atau badan
hukum perdata dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum publik,
bukan dalam kapasitasnya selaku wakil jabatan pemerintahan yang memiliki
kedudukan istimewa.

Bentuk-bentuk perjanjian yang bisa dijalankan pemerintah dengan pihak lain


adalah:

1. Perjanjian perdata biasa; contoh: jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain


Perbuatan keperdataan ini dilakukan karena pemerintah memerlukan
berbagai sarana dan prasarana untuk menjalankan administrasi
pemerintahan, seperti: kebutuhan alat tulis menulis yang harus dibeli,
menyewa fasilitas dan lain sebagainya.

2. Perjanjian perdata dengan syarat-syarat standar, contoh: kontrak adhesie


Pemerintah dapat pula menggunakan instrumen hukum keperdataan untuk
membuat perjanjian dengan pihak swasta dalam rangka melakukan tugas-
tugas tertentu, misalnya tugas-tugas atau pekerjaan yang tidak sepenuhnya
dapat diselenggarakan sendiri oleh pemerintah. Bentuk dari perjanjian ini
dapat berupa kontrak adhesie, yaitu suatu perjanjian yang seluruhnya telah
disiapkan secara sepihak hingga pihak lawan berkontraknya tidak ada pilihan
lain, kecuali menerima atau menolaknya.

3. Perjanjian mengenai kewenangan public. Perjanjian mengenai kewenangan


publik adalah perjanjian antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan
warga masyarakat dan yang diperjanjikan adalah mengenai cara badan atau
pejabat tata usaha negara tersebut menggunakan wewenang
pemerintahannya.

4. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintahan. Kewenangan luas yang


dimiliki pemerintah atas dasar freies ermessen, yang kemudian melahirkan
kebijaksanaan dimungkinkan pula dijalankan dengan menggunakan
perjanjian. Dengan kata lain, pemerintah dapat menjadikan kewenangan luas
atau kebijaksanaan yang dimilikinya sebagai obyek dalam perjanjian.
Perjanjian seperti ini dikenal dengan perjanjian kebijaksanaan
(beleidsovereenkomst), yaitu perbuatan hukum yang menjadikan
kebijaksanaan publik sebagai obyek perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai