Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT:

KONSEP UNTUK MENGATASI MASALAH PENDIDKAN DENGAN

KONSEP GLOBAL

Al Muhlis, S.Pd.

Pascasarjana Institut Madani Nusantara Sukabumi

almuhlismuhlis@gmail.com

Abstrak

Tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs)


merupakan cita-cita mulia dari hampir semua negara di dunia yang dituangkan
ke dalam deklarasi milenium (Millenium Declaration). Cita-cita ini didasari
kenyataan bahwa pembangunan yang hakiki adalah pembangunan manusia. ini
merupakan paradigma yang harus menjadi landasan pelaksanaan pembangunan
negara-negara di dunia yang telah menyepakati deklarasi milenium perserikatan
bangsa-bangsa tersebut. Cita-cita pembangunan manusia mencakupi semua
komponen pembangunan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat.

Education for all merupakan suatu konsep yang idealistik dalam konteks
pendidikan, mengapa karena tidaklah mungkin untuk dapat diwujudkan secara
sempurna dan maksimal. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya diantaranya
faktor budaya, faktor kesadaran masyrakat, faktor teknologi dan
sebagainyaSebenarnya Pendidikan untuk semua di indonesia merupakan suatu
upaya untuk mewujudkan amanah para pendiri negara yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 alinea Iv yang kemudian ditindaklanjuti dengan pasal 31
UUD 1945 dan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

Pendidikan yang berorientasi pada lingkungan alam dan sosial disebut sebagai
education for sustainable development, disingkat ESD. Berbeda dengan
pendidikan yang hanya dipahami sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah
dan mendapatkan kesejahteraan dan status sosial, maka ESD bertujuan
meningkatkan kapasitas dan komitmen yang dibutuhkan dalam membangun
masyarakat yang sustainabel, dimana pengambilan keputusan individu maupun
kelompok mempertimbangkan penghematan dan proses ekologis alam sehingga
kualitas kehidupan meningkat baik saat ini maupun di masa yang akan datang.

Kata kunci: Millennium Development Goals (MDGs) Tujuan Pembangunan


Milenium, Education for all, pendidikan untuk semua, education for sustainable
development,(ESD).

A. PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs)
merupakan cita-cita mulia dari hampir semua negara di dunia yang dituangkan ke
dalam deklarasi milenium (Millenium Declaration). Cita-cita ini didasari
kenyataan bahwa pembangunan yang hakiki adalah pembangunan manusia. ini
merupakan paradigma yang harus menjadi landasan pelaksanaan pembangunan
negara-negara di dunia yang telah menyepakati deklarasi milenium perserikatan
bangsa-bangsa tersebut. Citacita pembangunan manusia mencakupi semua
komponen pembangunan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang dapat menikmati kemakmuran
secara utuh, tidak miskin, tidak menderita kelaparan, menikmati pelayanan
pendidikan secara layak, mampu mengimplementasikan kesetaraan gender, dan
merasakan fasilitas kesehatan secara merata. Kehidupan sejahtera ditandai pula
dengan berkurangnya penyakit berbahaya dan menular, masyarakat hidup dalam
kawasan lingkungan yang lebih ramah dan hijau, memiliki fasilitas lingkungan
dan perumahan yang sehat, dan senantiasa mempunyai mitra dalam menjaga
keberlanjutannya.
Mencermati interaksi antara pembukaan UUD 1945 alinea keempat, UUD 1945
pasal 31 dan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5, maka sangat jelas dan tegas bahwa
eksistensi pendidikan itu untuk semua artinya untuk seluruh warga negara indonesia
tanpa kecualinya. Namun bagaimana realitanya apakah para pejabat negara, para
pembuat kebijakan, para pengelola lembaga – lembaga pendidikan formal, dan juga
para guru sudah melaksanakannya secara terbuka dan bertanggung jawab. Jawabnya
sederhana belum, karena dalam realitanya banyak ditemukan berbagai kasus baik di
kalangan masyarakat kota, masyarakat tengahan dan yang memprihatinkan pada
masyarakat pedalaman.

Aktifi tas manusia telah mer usak habitat makhluk hidup,


mengeksploitasi lingkungan, menghasilkan polusi dan penyakit, serta
mengubah iklim global (Schipper et al., 2008; The IUCN Species Survival
Commission, 2004). Millennium Ecosystem Assessment (MA), sebuah
lembaga yang didanai oleh PBB, World Bank, dan Global Environment
Facility, mencatat bahwa aktifitas manusia dalam 8 ribu tahun terakhir telah
menyebabkan kerusakan ekosistem, yang menyebabkan kepunahan spesies
dan mengancam kualitas hidup manusia (Reid et al., 2005; The IUCN Species
Survival Commission, 2004). Lebih dari 15 ribu spesies tumbuhan dan
hewan yang terdiri dari antara lain 32% amfibi, 24% mamalia, 12% spesies
burung, dan 52% tumbuhan primitif, terancam punah. Tingkat CO2 telah
mencapai 400ppm tahun 2013 (National Geographic Indonesia, 2013) dan
terus meningkat menjadi 409,8 ppm tahun 2019 (Lindsey, 2020), angka
tertinggi dalam 800 ribu tahun terakhir.
B. Konsep Millennium Development Goals (MDGs)
Millennium Development Goals
(disingkat MDGs) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan
Pembangunan Milenium (TPM). Tujuan Pembangunan Milenium merupakan
paradigma pembangunan global yang disepakati secara internasional oleh 189
negara anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa (PPB) dalam Konfrensi Tingkat
Tinggi (KTT) Milenium PBB bulan September 2000 silam.
Lahirnya Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang Negara
negara berkembang dan sebagian Negara maju. Deklarasi ini menghimp
komitmen para pimpinan dunia, yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk
menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan
fundamental dalam satu paket. Negera- negera anggota PBB kemudian
mengadopsi MDGs. Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target berikut
indikatornya. MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai focus utama
pembangunan serta memiliki target waktu dan kemajuan terukur. MDGs
didasarkan atas konsensus dan kemitraan global, sambil menekan tanggung
jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka,
sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.
kesapakatan-kesepakatan dan menjadi target MDGs, serta menjadi instrumen
dalam pencapaiannya adalah sebagai berikut : (1) adanya pengurangan
kemiskinan dan kelaparan; (2) pencapaian pendidikan dasar untuk semua; (3)
mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan
angka kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) memerangi HIV/
AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; (7) memastikan kelestarian
lingkungan hidup; dan (8) membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Indikator-Indikator MDGs
Ada beberapa indikator dalam pencapaian MDG’s pada tahun 2015, yakni
(1) adanya pengurangan kemiskinan dan kelaparan; (2) pencapaian pendidikan
dasar untuk semua; (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5) meningkatkan
kesehatan ibu; (6) memerangi HIV/ AIDS, malaria, dan penyakit menular
lainnya; (7) memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan (8) membangun
kemitraan global untuk pembangunan.
C. Konsep Pendidikan Untuk Semua Dan Karakteritiknya
Konsep Education for All merupakan sebuah ide atau rancangan
yang sudah terbentuk dalam pikiran manusia berkenaan dengan
pemerataan dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pendidikan tanpa memandang latar belakang dan status sosial
seseorang . Education For All atau pendidikan untuk semua
merupakan salah satu konsep pendidikan yang seharusnya tidak
hanya dijadikan sebagai selogan ketika ada kegiatan kampanye atau
bangsa saja, tapi merupakan sebuah solusi atau alternatif dalam
mengatasi masalah pendidikan. Education for All merupakan
penjabaran UUD 1945 mengenai pendidikan untuk warga negara
Indonesia.
Pendidikan Untuk Semua Saat Ini
Benni Setiawan (2008) Berkenaan dengan Education for All,
buku ini berusaha mengkritisi tentang sempitnya pemahaman
masyarakat mamaknai pendidikan itu sendiri, yang mana dalam
pandangan masyarakat, pendidikan itu identik dengan sekolah,
pesantren dan Perguruan Tinggi, sehingga jika ada orang yang tidak
pernah mengalami itu semua dianggap tidak berpendidikan. Selain itu
buku ini juga mengkritisi pendidikan Indonesia yang banyak meniru
model sekolah barat, sehingga hal tersebut membutuhkan biaya
yang tidak sedikit dan mengakibatkan kalangan bawah tidak mampu
untuk menjangkaunya. buku ini mengkaitkannya dengan; dana
BOS tidak diselewengkan, reorientasi sekolah unggul, bisnis
pendidikan, sekolah mahal, eksistensi sekolah dan pendidikan
sebagai anak tiri. Dalam mewujudkan pendidikan untuk semua Benni
juga menyarankan agar semua pihak harus berperan aktif baik itu
pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi dan masyarakat itu
sendiri
Education for All yang sudah menjadi impian anak-anak yang sudah
seharusnya memenuhi paket wajib belajar. Buku yang ditulis Dewi Salma
Prawiradilaga & Eveline Siregar yang berjudul Mozaik Teknologi Pendidikan.
Dalam buku ini bahasan tentang Education for All ditulis oleh W.P
Napitupulu dengan sub bab Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk
Pendidikan. Ia menjelaskan bahwa istilah Education for All digunakan pada
waktu kawasan Asia Pasifik menyusun program yang disebut APPEAL
(Asia Pacifik Programme of Education for All).
diinginkan oleh semua pihak memang tidak semudah membalikan
telapak tangan , hal ini diperlukan proses yang panjang dan sistematis.
Keterlibatan semua unsur sangat diperlukan dmikina juga kesadaran
masyarakat menjadi daya dukung untuk terwujudnya maksud tersebut.
Memang diakui munculnya kendala- kendala dalam mewujudkan EFA
sangat dipengaruhi dengan banyaknya permasalahan di bidang pendidikan
yang dihadapi oleh Indonesia. empat masalah pokok pendidikan yang telah
menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya,masalah yang dimaksud yaitu: Masalah pemerataan
pendidikan. Masalah mutu pendidikan. Masalah efisiensi pendidikan.dan
Masalah relevansi pendidikan.
D. Education For Sustainable Development,(ESD)
Pendidikan yang berorientasi pada lingkungan alam dan sosial disebut
sebagai education for sustainable development, disingkat ESD. Berbeda
dengan pendidikan yang hanya dipahami sebagai sarana untuk
menyelesaikan masalah dan mendapatkan kesejahteraan dan status sosial,
maka ESD bertujuan meningkatkan kapasitas dan komitmen yang dibutuhkan
dalam membangun masyarakat yang sustainabel, dimana pengambilan
keputusan individu maupun kelompok mempertimbangkan penghematan dan
proses ekologis alam sehingga kualitas kehidupan meningkat baik saat ini
maupun di masa yang akan datang (Lavanya & Saraswathi, 2014).
ESD ini sangat penting mengingat kesadaran akan pentingnya
aktifitas ramah dan pemberdayaan lingkungan tidak dapat ditumbuhkan
dalam waktu singkat, melalui sekali atau dua kali pemberian penyuluhan atau
pelatihan (Nasibulina, 2015).
ESD adalah program pendidikan yang mengajarkan individu sejak usia
dini untuk mengurangi ketergantungan individu pada sumber daya alam dan
sosial (Siraj-Blatchford et al., 2005). Pengetahuan siswa terkait lingkungan
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku siswa terhadap lingkungannya
karena keterampilan dan pengetahuan tanpa nilai mendatangkan potensi
bencana masa kini dan yang akan datang. Tujuan dari ESD adalah untuk
mendorong siswa sebagai warga belajar yang berhasil, percaya diri
bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi nilai- nilai kesejahteraan dan
keharmonisan (Osman et al., 2017).

Secara umum, pengetahuan tentang ESD dapat ditinjau melalui dua


perspektif yaitu perspektif sosial budaya dan lingkungan. Perspektif
sosial budaya meliputi hak asasi manusia, perdamaian, keamanan,
kesetaraan gender, keragaman budaya, dan pemahaman antar budaya,
kesehatan, HIV/AIDS, pemerintahan. Perspektif lingkungan meliputi
sumber daya alam (energi, air, pertanian, dan keanekaragaman hayati),
perubahan iklim, pembangunan pedesaan, komunitas perkotaan
berkelanjutan, pencegahan bencana, dan mitigasi. (Michalos et al., 2011).
Muatan-muatan implementasi ESD diantaranya dapat dimasukkan dalam
kategori-kategori berikut: 1. Pendidikan kesehatan; 2. Pendidikan
ekologi, 3. Pendidikan lalu lintas, 4. Pendidikan olah raga, 5. Pendidikan
tanggap bahaya, 6. Pendidikan kewarganegaraan, 7. Pendidikan
demokrasi, dan lainnya. Kategori-kategori di atas menunjukkan bahwa ESD
tidak semata-mata menekankan pada kepedulian atas lingkungan alam,
namun juga elemen sosial, yaitu sesama manusia.

Kesimpulan
1. Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang Negara negara
berkembang dan sebagian Negara maju.
2. Deklarasi ini menghimp komitmen para pimpinan dunia, yang belum pernah
terjadi sebelumnya, untuk menangani isu perdamaian, keamanan,
pembangunan, hak asasi, dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Negera-
negera anggota PBB kemudian mengadopsi MDGs.
3. Konsep Education for All merupakan sebuah ide atau rancangan yang sudah
terbentuk dalam pikiran manusia berkenaan dengan pemerataan dan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan tanpa memandang latar
belakang dan status sosial seseorang.
4. Konsep education for sustainable development program pendidikan yang
mengajarkan individu sejak usia dini untuk mengurangi ketergantungan
individu pada sumber daya alam dan sosial.
5. Tujuan dari ESD adalah untuk mendorong siswa sebagai warga belajar
yang berhasil, percaya diri bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi nilai-
nilai kesejahteraan dan keharmonisan

Daftar pustaka
Bappenas, 2010. Ringkasan Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium Indonesia , Jakarta. Kementrian Perencanaan
Pembangun Nasional/BAPPENAS
Bappenas, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium di Indonesia, Jakarta. Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS.
Bappenas dan United Nations, 2008. Kita Suarakan MDGs Demi
Pencapaiannya di Indonesia, Jakarta.
Al-Abrasyi, Muhammad „Athiyyah. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar
Pendidikan
Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Arifin. 1996. Ilmu Pendiidkan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Assegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru
Pendidikan
Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif.
Jakarta: Rajawali Pers. Bakar, Usman
Abu & Surohim. 2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam (Respon Kreatif
Terhadap Undang-Undang SISDIKNAS). Yogyakarta: Safiria Insania Press.
2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam (Respon Kreatif Terhadap
Undang-Undang SISDIKNAS). Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Abdurrahmat, I. (2013). Berkah Kemuning Bagi SMKN 2 Kota Bekasi.


Republika.
Adams, S., & Klobodu, E. K. M. (2017). Urbanization, democracy,
bureaucratic quality, and environmental degradation. Journal of Policy
Modeling, in press, 1–30. https://doi.org/10.1016/j. jpolmod.2017.04.006
Dampaknya Pada Kesehatan. Teknobuga, 1(1), 53–65.
Alexander, K. A., Carzolio, M., Goodin, D., & Vance, E. (2013). Climate Change is
Likely to Worsen the Public Health Threat of Diarrheal Disease in Botswana.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 10(1),
1202–1230. https://doi. org/10.3390/ijerph10041202
Sutopo, A., Arthati, D. F., dan Rahmi, U. A. 2014. Kajian Indikator Sustainable
Development Goals (SDGs). Badan Pusat Stastitik, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai