Anda di halaman 1dari 3

A Time to Kill 

adalah isu rasial Amerika yang dikembangkan dalam alur ceritanya. Setiap kasus
hukum tentu diperkarakan dalam sebuah sidang demi mencari kebenaran dan keadilan, namun
bagaimana bila kasus tersebut mengancam struktur sosial sebuah masyarakat? Di satu sisi pasti
kita semua setuju bahwa siapapun yang melakukan tindak kejahatan berdasarkan peraturan yang
berlaku perlu dijatuhi hukuman. Tetapi rupanya wajah hukum tidak seabsolut itu, ada sisi lain di
mana hukum dapat ditegakkan, yaitu dengan menggunakan hati nurani para penegak keadilan.
Premis seperti itulah yang dikisahkan dalam A Time to Kill.

Carl Lee Hailey (Samuel L. Jackson), seorang kulit hitam sangat terpukul ketika mengetahui
gadis kecilnya, Tonya (Rae'Ven Larrymore Kelly) yang masih berusia 10 tahun diperkosa,
dianiaya, dan menjadi korban percobaan pembunuhan oleh dua warga kulit putih rasis. Sebagai
ayah, hatinya hancur berkeping-keping melihat anaknya sekarat dengan rahim rusak dan tubuh
penuh darah. Perasaan marah luar biasa berkecamuk dalam diri Carl Lee dan berujung pada
aksinya menembak dua pemerkosa Tonya hingga mereka tewas. Kini kasus hukum menjadi
berubah haluan, menjadi kasus pemidanaan Carl Lee ke muka pengadilan. Kasus ini pun mulai
mencuri perhatian media massa.

Dengan bermodalkan pengharapan simpati daripada upah besar, Carl Lee menyewa Jake Tyler
Brigance (Matthew McConaughey) sebagai kuasa hukumnya. Sedari awal Jake mengetahui
kasus pemerkosaan Tonya, ia langsung terbakar dalam kecamuk emosi, hatinya sebagai seorang
ayah dari gadis kecil juga ikut merasakan penderitaan dan perasaan marah Carl Lee. Diperkuat
dengan Ellen Roark (Sandra Bullock), seorang mahasiswi hukum yang jenius dan ambisius dan
Harry Rex Vonner (Oliver Platt), pengacara spesialis perceraian sekaligus sahabat karib, Jake
berusaha agar timnya ini mampu mengalahkan jaksa penuntut Rufus Buckley (Kevin Spacey)
yang terkenal licik dan haus akan publisitas.

Dipimpin oleh hakim Omar Noose (Patrick McGoohan) yang sempat disuap oleh Rufus agar
persidangan tetap dilakukan di Canton, tempat terjadinya perkara, persidangan demi persidangan
pun dijalani Car Lee beserta tim kuasa hukumnya. Selama itu pula, kasus yang semakin
menyedot perhatian massa ini menyulut datangnya kembali gelombang rasisme setelah beberapa
waktu terpendam. Ku Klux Klan mulai ambil bagian dalam masalah ini dan meneror keluarga
Jake yang dianggap berkhianat pada sesama kulit putih. Di satu titik, Jake mulai merasa kasus ini
merenggut hidupnya, tenaganya, keluarganya, uangnya, waktunya, keselamatan keluarganya, dan
terlalu berat serta membahayakan baginya. Jake benar-benar berada dalam posisi sulit. Ia bahkan
sempat menyarankan Carl Lee untuk mengaku bersalah dan menerima hukuman penjara seumur
hidup. Ia putus asa membela seorang negro yang jelas-jelas menjadi kaum marginal, yang
barangkali hanya memiliki kesempatan menang satu banding satu juta dalam peradilan itu.
Namun, dengan mengejutkan Carl Lee secara terus terang berkata bahwa alasannya menyewa
Jake adalah justru karena Jake seorang kulit putih, ia dapat membuka mata hati para juri yang
semuanya juga berkulit putih. Dengan memosisikan dirinya sebagai sesama kulit putihlah ia bisa
mengubah pandangan orang-orang yang diskriminatif. Di sinilah titik bailk Jake. Ditambah lagi,
guru sekaligus sahabatnya, Lucien Wilbanks (Donald Sutherland) selalu mengingatkannya
bahwa ia tak bisa mundur begitu saja. Menjadi pengacara adalah pekerjaan yang terhormat,
mencari keadilan bagi semua orang, dan itu harus diperjuangkan hingga tetes darah terakhir.

Terseok-seok setelah istrinya marah karena kasus ini begitu menyita perhatian, Jake tetap
melanjutkan pembelaannya terhadap Carl Lee. Dibumbui dengan romantisme yang terjalin
antara dirinya dan Roark, Jake mencoba mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk membuat
pernyataan akhir yang sangat menentukan dalam persidangan. Pada akhirnya, semangatnya
sebagai seorang ayahlah yang mendorong Jake kembali optimis.

Sutradara Joel Schumacher (Phone Booth, The Number 23) sangat sukses merancang penutup
film ini, di mana Jake bermonolog ketika mengutarakan pandangan akhirnya dalam ruang
sidang. Semua orang dalam ruang itu tertegun dan tegugah dengan setiap kata yang keluar dari
mulut Jake, dan membuat saya merinding meresapi kalimat demi kalimatnya. McConaughey
sangat baik membawakan perannya sebagai pengacara yang lelah, pasrah, sekaligus optimis. Ia
berbicara dengan mata berkaca-kaca, suara begetar, helaan napas panjang yang dapat membuat
setiap orang terenyak. Ada beberapa kailmat yang benar-benar membuatnya indah untuk
dikanang bagi saya:

"What is it in us that seeks the truth? Is it our minds? Or is it our hearts? I set out to prove a
black man could receive a fair trial in the South, that we're all equal in the eyes of the law.
That's not the truth. Because the eyes of the law are human eyes, yours, and mine and until we
can see each other as equals, justice is never going to be evenhanded. It will remain nothing
more than a reflection of our own prejudices. So until that day, we have a duty under God to
seek the truth not with our eyes and not with our minds where fear and hate turn commonality
into prejudice, but with our hearts where we don't know better..."

A time to Kill mengingatkan saya bahwa hukum itu perlu dicari, karena ia terkadang
tersembunyi, jauh dari kemampuan kita sebagai manusia untuk melihatnya. Oleh karena itu
kebenaran dan keadilan tidak bisa ditegakkan dengan akal pikiran dan segunung peraturan
hukum semata. Hati nurani manusia perlu digunakan untuk mencapai hukum yang setara bagi
semua orang, and when that law is settled, then we result nothing but a wondeful world. Melihat
Hollywood yang telah sering mengangkat legal thriller ke dalam film, saya sangat
mengharapkan Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama, mengingat hukum di negara kita
ini sering kali masih carut marut. Membela yang salah, menghukum yang kecil, membebaskan
yang berbuat tindak kejahatan besar. Jadi, mungkin ini saatnya industri film Indonesia mulai
merintis upaya untuk membantu suksesnya sistem hukum negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai