Anda di halaman 1dari 126

PENGELOLAAN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

DI RSUD SAPTOSARI GUNUNGKIDUL

Tinjauan Terhadap Sistem Rekam Medis, Hukum Kesehatan, Manajemen Unit


Kerja (MUK), ICD-10 dan ICD-9-CM

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN


SEMESTER V TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Disusun Oleh :

Arifah Khoirunnisa’ 200205174


Dhito Ardhian Permana 200205177
Ibtisa Karimah 200205183
Meisya Kurniasari 200205189
Pricilia Diva Aiswarya 200205196
Romedo Adhi Saputra 200205201

PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA
SURAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama :
Arifah Khoirunnisa’ 200205174
Dhito Ardhian Permana 200205177
Ibtisa Karimah 200205183
Meisya Kurniasari 200205189
Pricilia Diva Aiswarya 200205196
Romedo Adhi Saputra 200205201

Mata Kuliah : Praktik Lapangan


Semester : V/ Tahun Akademik 2022/2023
Judul : Pengelolan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di RSUD
Saptosari Gunungkidul Tinjauan Terhadap Sistem Rekam Medis,
Hukum Kesehatan, Manajemen Unit Kerja (MUK), ICD-10 dan
ICD-9-CM.

Mengesahkan,
Pembimbing Akademik Pembimbing Laporan

(Nopita Cahyaningrum,S.KM., M.K.M) (Nur Fitria Dwi R, Amd.Perkes)

Mengetahui,
Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta

(Warsi Maryanti, S.KM., MPH)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun Laporan Praktik

Lapangan dengan judul “Pengelolan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di

RSUD Saptosari Gunungkidul Tinjauan Terhadap Sistem Rekam Medis, Hukum

Kesehatan, Manajemen Unit Kerja (MUK), ICD-10 dan ICD-9-CM”. Laporan

Praktik Lapangan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat agar dapat

melanjutkan ke tingkat selanjutnya pada Program Studi D3 Rekam Medis dan

Informasi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesheatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.

Laporan ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Eko Darmawan, M.Sc., Sp.PD selaku Direktur Utama di RSUD Saptosari

Gunungkidul .

2. Dr. H. Singgih Purnomo, MM selaku Rektor Universitas Duta Bangsa

Surakarta.

3. Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Duta Bangsa Surakarta.

4. Linda Widyaningrum, S.KM., MPH selaku Ketua Program Prodi Rekam

Medik dan Informasi Kesehatan.

5. Nur Fitria Dwi Rahmawati, Amd.Perkes selaku pembimbing lapangan RSUD

Saptosari Gunungkidul .

iii
6. Nopita Cahyaningrum,S.KM., M.K.M selaku Pembimbing Akademik di

Universitas Duta Bangsa Surakarta.

7. Staf dan karyawan RSUD Saptosari Gunungkidul .

8. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Duta Bangsa Surakarta,

Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan praktik lapangan ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar dalam pembuatan laporan selanjutnya dapat lebih baik. Terima

kasih, semoga laporan praktik lapangan ini dapat bermanfaat serta menambah

wawasan ilmu bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, 24 Desember 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
DAFTAR SINGKATAN.........................................................................................x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
D. Manfaat.........................................................................................................5
E. Ruang Lingkup..............................................................................................5
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Rumah Sakit..................................................................................................7
B. Analisis Pelaksanaan yang Berkaitan dengan Hukum Kesehatan................8
C. Manajemen Unit Kerja (MUK)...................................................................14
D. ICD-10 dan ICD-9-CM Pada Sistem Genitourinari, Reproduksi,
Neoplasma, dan Mortalitas.................................................................................20
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Alur dan Prosedur pelepasan informasi medis di RSUD Saptosari
Gunungkidul.......................................................................................................93
B. Analisis Beban Kerja berdasarkan Metode ABK di RSUD Saptosari
Gunungkidul.......................................................................................................93
C. Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan Kode Tindakan ICD-
9-CM pada Sistem Genitourinarii, Reproduksi, Neoplasma, dan Mortalitas di
RSUD Saptosari Gunungkidul...........................................................................93
BAB V : PENUTUP

v
A. Kesimpulan...............................................................................................107
B. SARAN.....................................................................................................107
DAFTAR PUSTAKA 110

LAMPIRAN 111

vi
DAFTAR TABEL
3.1 Waktu Kerja Tersedia 75

3.2 Komponen Beban Kerja Dan Norma Waktu 75

3.3 Kegiatan Penunjang 76

3.4 Standar Beban Kerja 76

3.5 Standar Tugas Penungjang 77

3.6 Kebutuhan SDM 78

3.7 Kasus Diagnosa Sistem Genitourinary 79

3.8 Tindakan Penyakita Sistem Genitourinary 81

3.9 Kasus Diagnosa Sistem Reproduksi 82

3.10 Tindakan Penyakit Sistem Reproduksi 84

3.11 Kasus Diagnosa Sistem Neoplasma 85

3.12 Tindakan Penyakit Sistem Neoplasma 86

4.1 Waktu Kerja Tersedia 93

4.2 Komponen Beban Kerja Dan Norma Waktu 94

4.3 Kegiatan Penunjang 95

4.4 Standar Beban Kerja 96

4.5 Standar Tugas Penungjang 97

4.6 Kebutuhan SDM 98

4.7 Diagnosa Kasus Sistem Genitourinary 99

4.8 Tindakan Penyakit Sistem Genitourinary 100

4.9 Diagnosa Kasus Sistem Reproduksi 100

4.10 Tindakan Penyakit Sistem Reproduksi 101

4.11 Diagnosa Kasus Sistem Neoplasma 101

4.12 Tindakan Penyakit Sistem Neoplasma 102

vii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Sertifikat Kematian 32

3.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari Gunung Kidul 72

3.2 Struktur Organisasi Rekam Medis Di Rsud Saptosari Gunung Kidul 73

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Struktur Organisasi Instalasi Rekam Medis Dan Penjaminan Di


RSUD Saptosari Gunung Kidul 109

Lampiran 1.2 Loket Pendaftaran Rawat Jalan Di RSUD Saptosari Gunung Kidul

109

Lampiran 1.3 Kartu Identitas Berobat Di RSUD Saptosari Gunung Kidul 110

Lampiran 1.4 Rak Penyimpanan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap 110

Lampiran 1.5 Jam Pelayanan Pendaftaran Instalasi Rawat Jalan Di RSUD


Saptosari Gunung Kidul 111

ix
DAFTAR SINGKATAN

MUK : Manajemen Unit Kerja

ABK : Analisis Beban Kerja Kesehatan

UU : Undang – Undang

SDM : Sumber Daya Manusia

PERMENKES: Peraturan Mentri Kesehatan

SPO : Standar Pelayanan Operasional

WKT : Waktu Kerja Tersedia

SDMK : Sumber Daya Manusia Kesehatan

SBK : Standar Beban Kerja

STP : Standar Tugas Penunjang

FTP : Faktor Penunjang

UcoD : Underlying Cause of Death

ICD : International Statisticaal Classification of Diseases and Related

Health Problems

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

DEPKES : Departemen Kesehatan

WHO : World Health Organization

DS : Direct Sequlae

DSC : Direct Sequlae Combine

IDDC : III Defined Direct Combine

SENMEC : Senility Mentioin Combine

SENDC : Senility Due to Combine

LMP : Underlying with Mention of Preffered

LMC : Underlying with Mention of Combine

x
LDP : Underlying in the Due to Mention of Position

LDC : Underlying in the Due to Mention of Combine

SMP : Selection Modification Prefered

SMC : Selection Modification Combine

SDC : Selection in the Due Position Combine

MMDS : Medical Mortality Data System

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan instalasi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Peran

rekam medis dirumah sakit tidak kalah penting dibanding unit lain baik medis

maupun non medis, dimana informasi dari data rekam medis yang merupakan

salah satu informasi penting untuk membantu dalam menetapkan kebijakan

dan pengambilan keputusan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,

pengelolaan dan evaluasi.

RSUD Saptosari Gunungkidul terletak di Dukuh Karang, Desa Jetis,

Kecamatan Saptosari, yang diresmikan operasionalnnya pada tanggal 12

November 2020 dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan masyarakat,

yang mana sebelum adanya layanan ini warga harus menempuh jarak yang

jauh untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai. Selain itu letak

RSUD Saptosari Gunungkidul sangat berdekatan dengan daerah pesisir yang

banyak wisatawan, jadi ketika ada kecelakaan pada saat berwisata korban bisa

segera dapat ditangani tanpa harus ke RSUD Wonosari yang letaknya cukup

jauh.

1
Rekam medis mempunyai pengertian sangat luas tidak hanya sekedar

kegiatan pencatatan akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem

penyelenggaraan suatu instansi atau unit kegiatan. Sedang kegiatan

pencatatannya sendiri hanya merupakan salah satu bentuk kegiatan yang

tercantum didalam uraian tugas pada unit atau instalasi rekam medis. Tujuan

rekam medis adalah tercapainya tertib pelayanan administrasi dalam rangka

pelayanan kesehatan rumah sakit. Sistem rekam medis bertujuan memberikan

pelayanan terbaik kepada pasien rumah sakit.

Terdapat beberapa bagian sistem dan sub sistem rekam medis yang

terdiri dari sistem penamaan, sistem penomoran, sistem penyimpanan, sistem

penjajaran dan sistem penyusutan dan pemusnahan. Dengan adanya sistem

dan sub sistem rekam medis pekerjaan petugas menjadi lebih mudah, efisien,

dan terkoordinasi dengan baik sesuai dengan bagiannya masing - masing

sehingga mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien dan

pihak - pihak yang membutuhkan pelayanan rekam medis lainnya.

Peranan petugas rekam medis, dokter dan perawat dalam menjaga

kerahasiaan rekam medis sesuai dengan standar prosedur operasional yang

ditetapkan. Berdasarkan Undang-Undang RI No.29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran Pasal 47 ayat 2 rekam medis harus disimpan dan dijaga

kerahasiaanya oleh dokter dan dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan

kesehatan. Untuk menjaga kerahasiaan rekam medis pasien, diperlukan ruang

penyimpanan rekam medis yang memenuhi ketentuan dalam menjaga

keamanan dan kerahasiaan. Ruang rekam medis dapat dikatakan baik apabila

2
ruangan tersebut menjamin keamanan dan terhindar dari ancaman kehilangan,

kelalaian, bencana dan segala sesuatu yang dapat membahayakan rekam

medis tersebut.

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dapat

melakukan manajemen unit kerja yaitu perencanaan kebutuhan SDM

bertujuan untuk menghasilkan rencana kebutuhan SDM yang tepat meliputi

jenis, jumlah, dan kualifiasi sesuai kebutuhan organisasi berdasarkan metode

perencanaan yang sesuai. Salah satu metode perencanaan kebutuhan tenaga

kerja yaitu Analisis Beban Kerja Kesehatan (ABK).

Menurut Hatta (2017), International Statistical Classification of Diseases

and Related Health Problems (ICD) dari WHO adalah sistem klasifikasi yang

komprehensif dan diakui secara internasional. Sistem klasifikasi penyakit

adalah sistem yang mengelompokkan penyakit-penyakit dan prosedur-

prosedur yang sejenis ke grup nomor kode penyakit dan tindakan yang

sejenis. fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait

kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan

mortalitas. Dalam pengelolaan rekam medis terdapat proses penetapan kode

diagnosa menggunakan ICD-10 dan penetapan kode tindakan menggunakan

ICD-9CM. Kode penyakit diantaranya adalah Sistem Genitourinary, Sistem

Reproduksi, dan Sistem Neoplasm.

Berdasarkan uraian diatas penulis membuat laporan praktik lapangan

siklus 4 dengan judul Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di

3
RSUD Saptosari Gunungkidul Tinjauan Terhadap Sistem Rekam Medis,

Hukum Kesehatan, Manajemen Unit Kerja (MUK), ICD-10 dan ICD-9-CM.

B. Rumusan Masalah

Penyusunan laporan ini dapat kita ambil rumusan masalah tentang,

bagaimana “Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Tinjauan

terhadap Hukum Kesehatan, Manajemen Unit Kerja, Pengkodean Sistem

Genitourinary, Sistem Reproduksi, Sistem Neoplasma dan Penyebab Dasar

Kematian atau Mortalitas di RSUD Saptosari Gunungkidul ? ”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi

Kesehatan Tinjauan terhadap Sistem Rekam Medis, Hukum Kesehatan,

Manajemen Unit Kerja, Serta Pengkodean Sistem Genitourinary, Sistem

Reproduksi, Sistem Neoplasma dan Penyebab Dasar Kematian atau

Mortalitas di RSUD Saptosari Gunungkidul.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami sistem rekam medis di

RSUD Saptosari Gunungkidul.

b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hukum kesehatan

tentang pelepasan informasi medis yang ada di RSUD Saptosari

Gunungkidul .

4
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Manajemen Unit

Kerja di bagian pendaftaran instalasi gawat darurat yang ada di RSUD

Saptosari Gunungkidul .

d. Mahasiswa mampu menganalisis keakuratan kode diagnosis penyakit

berdasarkan ICD-10 dan kode tindakan ICD-9 CM pada Sistem

Genitourinary, Reproduksi dan Neoplasma yang ada di RSUD

Saptosari Gunungkidul.

e. Mahasiswa mampu meganalisis penyebab dasar kematian atau

mortalitas yang ada di RSUD Saptosari Gunungkidul.

D. Manfaat

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukkan dan pertimbangan dalam meningkatkan pelayanan

kesehatan bagi pasien di rumah sakit.

2. Bagi Akademik

Menambahkan referensi bagi perpustakaan dan sebagai masukkan untuk

meningkatkan mutu pendidikan dan kelulusannya.

3. Bagi Mahasiswa

Menambahkan pengalaman dan dapat membandingkan antara teori yang

diajarkan dengan keadaan dilapangan, menambahkan wawasan keilmuan

rekam medis lebih luas dengan melihat kondisi yang ada di lapangan.

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup keilmuan

Rekam medis dan informasi kesehatan

5
2. Lingkup materi

Pengelolaan dan pelayanan rekam medis kesehatan tentang sistem rekam

medis, hukum kesehatan, manajemen unit rekam medis, ICD-10 dan ICD

9 CM dan Penyebab Dasar Kematian atau Mortalitas di RSUD Saptosari

Gunungkidul .

3. Lingkup lokasi

Lokasi praktik kerja lapangan di RSUD Saptosari Gunungkidul

4. Lingkup objek

Sistem rekam medis, hukum kesehatan, manajemen unit kerja, sistem

genitourinary, reproduksi dan neoplasma dan penyebab dasar kematian

atau mortalitas.

5. Lingkup waktu

28 November sampai 24 Desember 2022.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan

kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna

(komperhensif), penyembuhan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Berdasarkan UU RI Pasal 1 No.44 Tahun 2009 Tentang rumah sakit,

rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit

bertanggung jawab untuk melindungi informasi yang ada didalam rekam

medis terhadap kemungkinan hilangnya keterangan ataupun

memalsukkan data yang ada dalam rekam medis atau digunakan oleh

pihak yang tidak berwenang (Susanto dan Sugiharto, 2017).

2. Tujuan Rumah Sakit

Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit menurut UU RI Pasal 3

No. 44 tahun 2009, rumah sakit bertujuan untuk :

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

7
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah

sakit.

d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber

daya manusia rumah sakit.

B. Analisis Pelaksanaan yang Berkaitan dengan Hukum Kesehatan

Terdapat beberapa pelepasan antara lain; prosedur pelepasan informasi

medis, informed consent dan kerahasiaan informasi medis.

1. Prosedur pelepasan informasi medis

Pelepasan informasi medis merupakan ringkasan rekam medis

yang diberikan kepada pihak ketiga jika atas persetujuan tertulis dari

pasien. Informasi medis ini berguna untuk keperluan pendidikan,

asuransi maupun kepolisian. Dalam pelepasan informasi medis harus

mengikuti peraturan yang ada. Jika tidak sesuai aturan, maka

informasi medisbisajatuh ketangan yang salah dan bisa merugikan

pasien maupun rumah sakit. Maka, tenaga kesehatan wajib bertanggung

jawab atas segala sesuatu seperti pemalsuan, hilang, maupun akses yang

tidak sah yang bisa terjadi pada rekam medis. Persetujuan tertulis dan izin

dari pasien dalam pelepasan informasi medis merupakan cara untuk

mencegah hal tersebut terjadi. Pada PERMENKES RI No 36 Tahun

2012 tentang rahasia kedokteran, segala hal yang dapat membuka

rahasia kedokteran seperti untuk kepentingan kesehatan pasien,

perawatan, pengobatan, penyembuhan administrasi atau pembayaran

asuransi dan lain-lain harus atas persetujuan dari pasien.

8
Pelepasan informasi medis pada pendidikan, asuransi, kepolisian

harus mengikuti prosedur yang berlaku dan harus berdasarkan persetujuan

dokter yang bersangkutan. Pelepasan informasi medis dalam keperluan

pendidikan tidak diperlukan persetujuan tertulis dari pasien namun

harus mendapatkan persetujuan tertulis dari rumah sakit. Lalu,

pelepasan informasi medis untuk keperluan asuransi, informasi dapat

diberikan apabila ada surat kuasa atau persetujuan tertulis yang

ditanda tangani oleh pasien yang bersangkutan (Depkes, 2006).

Menurut Hatta (2017), Pengungkapan informasi kesehatan seseorang

pasien kepada pihak lain hanya dapat dilakukan apabila :

a. Dengan persetujuan atau otorisasi pasien, misalnya informasi

kesehatan untuk kepentingan asuransi kesehatan, perusahaan, pemberi

kerja dan lain-lain. Dalam hal ini harus diingat prinsip minimal,

relevan dan cukup, yaitu bahwa infrmasi kesehatan yang diberikan

harus minimal tetapi harus relevan dengan yang dibutuhkan serta

cukup dalam menjawab pertanyaan.

b. Dengan perintah undang-undang , misalnya :

1) UU Wabah dan UU Karantina

2) UU acara pidana: visum et repertum, surat/dokumen, keterangan

ahli di persidangan, keterangan ahli di depan penyidik/penuntut

umum

9
c. Untuk kepentingan pasien, misalnya pada waktu konsultasi medis

antar tenaga, kesehatanatau medis, terutama dalam hal pasien berada

dalam keadaan darurat dan tidak bisa memberikan persetujuan.

Lebih lanjut dapat ditambahkan bahwa informasi kesehatan yang tidak

mencantumkan ciri identitas pasien dapat dipergunakan untuk tujuan yang

lebih luas, seperti kepentingan statistik kesehatan dan kesakitan,

kepentingan audit medisatau klinis dan audit ulity, penelitian , dan lain-

lain (Permenkes 749a).

Masalah dapat saja timbul pada saat keluarga pasien meminta

informasi kesehatan pasien. Pada umumnya keluarga inti terutama pada

budaya timur, dianggap secara implied memiliki hak akses atas informasi

kesehatan, namun menjadi tidak berlaku apabila pasien secara eksplisit

melarangnya.

Pengecualian juga dapat diberlakukan, yaitu pada informasi tentang

psikoterapi informasi yang dikumpulkan dalam rangka untuk kepentingan

penyidik atau pengadilan, informasi yang dapat membahayakan jiwa atau

fisik pasien atau orang lain, yang dapat disimpan dengan lebih ketat

sebagai rahasia, bahkan kadang-kadangjuga bagi pasien itu sendiri.

Dalam hal upaya pembuatan surat-menyurat, pengiriman dokumen

atau hal lain sebagaimana diuraikan di atas yang membutuhkan biaya,

maka biaya tersebut dapat dibebankan kepada peminta informasi.

Di amerika, dikeluarkan suatu peraturan yang bersifat nasional atau

federal tentang hal-hal yang berkaitan dengan hak privasi dalam HIPAA

10
(Health Insurance Portability and Accountability Act), namun tidak

meniadakan peraturan negara bagian yang lebih ketat, sehingga

profesional MIK harus hati-hati untuk memahami peraturan negara bagian

yang harus diikutinya.

HIPAA menguraikan syarat autorisasi yang sah yaitu yang

mengandung unsur :

a. Deskripsi informasi yang dapat digunakan untuk diungkapkan secara

spesifik dan mudah dimengerti.

b. Nama atau identitas spesifik lainnya dari seseorang, atau jabatan

seseorang, yang berwenang untuk meminta penggunaan atau

pengungkapan IK.

c. Nama atau identitas spesifik lainnya dari seseorang, atau jabatan

seseorang, yang kepadanya coveres entity (institusi penanggung) dapat

meminta penggunaan atau pengungkapan.

d. Batas waktu berlaku atau kejadian yang berkaitan dengan si individu

atau tujuan penggunaan dan pengungkapan.

e. Batas waktu berlaku atau kejadian yang berkaitan dengan si individu

atau tujuan penggunaan dan pengungkapan.

f. Pernyataan hak individu untuk pencabutan, bersama dengan deskripsi

bagaimana individu tersebut dapat mencabutnya

g. Pernyataan bahwa informasi yang digunakan atau diungkapkan oleh

peminta otoritasi dapat diungkapkan kembali oleh si

11
penerimainformasi dan informasi tidak lagi terlindungi oleh peraturan

tersebut.

h. Tanda tangan dari si individu dan tangga ditandatanganinya

i. Bila otorisasi ditandatangani oleh wali si individu, maka perlu

dideskripsikan otoritas wali tersebut untuk bertindak atas nama si

individu.

Sebuah otorisasi dianggap tidak sah bila tidak terdapat salah satu saja

unsur yang disebutkan diatas atau bila terdapat kesalahan sebagai berikut:

a. Batas waktu berlaku telah habis atau kejadian yang dikaitkan dengan

habisnya masa berlaku telah terjadi.

b. Otorisasi belum lengkap diisi berkaitan dengan unsur yang telah

disebutkan di atas

c. Otorisasi telah diketahui oleh covered entity sudah dicabut.

d. Otorisasi melanggar ketentuan compound authorization

e. Ada salah satu saja informasi yang terdapat dalam otorisasi yang

diketahui palsu oleh covered entity

2. Kerahasiaan rekam medis

Rekam medis dalam rumah sakit merupakan dokumen yang sangat

penting bagi keseluruhan kerja. Rekam medis dalam Rumah sakit adalah

berkas catatan yang berisi dokumen identitas pasien, hasil pemeriksaan,

pengobatan yang diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain pada pasien.

Catatan tertulis dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-

tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan

12
kesehatan, lebih lanjut rekam medis berkenaan dengan kerahasiaan seperti

informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat

pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga oleh dokter,

tenaga kesehatan dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan

(PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008).

Peranan petugas rekam medis, dokter dan perawat dalam menjaga

kerahasiaan rekam medis sesuai dengan standar prosedur operasional yang

ditetapkan. Berdasarkan Undang-Undang RI No.29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran Pasal 47 ayat 2 rekam medis harus disimpan dan

dijaga kerahasiaanya oleh dokter dan dokter gigi dan pimpinan sarana

pelayanan kesehatan. Untuk menjaga kerahasiaan rekam medis pasien,

diperlukan ruang penyimpanan rekam medis yang memenuhi ketentuan

dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan. Ruang rekam medis dapat

dikatakan baik apabila ruangan tersebut menjamin keamanan dan terhindar

dari ancaman kehilangan, kelalaian, bencana dan segala sesuatu yang

dapat membahayakan rekam medis tersebut.

Dalam perkembangan teknologi informasi menjadikan Rekam

medis/rekam kesehatan (kertas) atau rekam kesehatan elektronik

digunakan untuk menyimpan data dan informasi pelayanan pasien. Rekam

medis dikembangkan secara selektif seperti dengan melaksanakan ataupun

mengembangkan sejumlah sistem, kebijakan, dan proses pengumpulan dan

berusaha menyimpannya supaya mudah diakses serta memiliki sistem

keamanan (Hatta, 2013). Bahkan untuk menghilangkan data penting dalam

13
rekam medis, ada pedoman yang harus diikuti, hal ini seperti yang

dilakukan dengan cara cara membakar habis semua berkas rekam medis,

ada 13 jenis formulir rekam medis yang tidak dimusnahkan dan berkas

rekam medis yang bernilai guna disimpan permanen dengan cara di scan

dan disimpan pada hardisk supaya dapat menjaga keutuhan berkas rekam

medis dari kerusakan dan menghemat ruangan penyimpanan inaktif

(Maimun, 2017).

Dalam hal kepentingan kesehatan pasien, ada hak dari pasien untuk

meminta berkas rekam medis tersebut dengan melalui pengadilan ataupun

permintaan pasien sendiri, Permintaan institusi, untuk kepentingan

penelitian, pendidikan, audit medis, dengan ketentuan dan batas-batas

tertentu sepanjang tidak merugikan orang lain. Permintaan rekam medis

dilakukan secara tertulis dan ditujukan kepada pimpinan sarana pelayanan

kesehatan. Rekam medis merupakan bagian penting dari pelayanan

perawatan pasien di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan. Karena

data merupakan informasi tentang perawatan kesehatan pasien. Lebih

lanjut dalam menangani pasien yang meninggal duniapun memerlukan

prosedur yang tepat dan efisien, seperti yang dipaparkan Sunaryo dan

Sugiarsi (2014).

C. Manajemen Unit Kerja (MUK)

1. Pengertian Unit Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Unit rekam medis dan informasi kesehatan adalah ruang kerja atau

perkantoran yang menyelenggarakan pekerjaan dan pelayanan rekam

14
medis dan informasi kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 48 tahun 2016 tentang standar keselamatan dan kesehatan kerja

perkantoran bahwa perkantoran adalah bangunan yang berfungsi sebagai

tempat karyawan melakukan kegiatan perkantoran baik yang bertingkat

maupun tingkat bertingkat.

Tugas dan fungsi dari unit rekam medis dan informasi kesehatan

dikelompokkan menjadi tiga pekerjaan, yaitu pekerjaan dasar, pekerjaan

kedua dan pekerjaan tingkat ketiga. Pekerjaan dasar meliputi sistem-

sistem rekam medis dan informasi kesehatan. Sistem dimulai dari

pendaftaran, pendistribusian, penataan, analisis, klasifikasi diagnose dan

tindakan, statistik dan pelaporan, penyimpanan rekam medis,

pengambilan kembali, penyusutan dan pemusnahan.

Pekerjaan kedua meliputi statistik dan pelaporan diantaranya dari

sensus harian pasien hingga harus menghitung pengisian tempat tidur,

hari rawat, lama perawatan, kematian dan kelahiran yang harus disajikan

dalam bentuk laporan indikator rumah sakit. Pekerjaan tingkat ketiga

meliputi pekerjaan yang lebih profesional diantaranya lebih kearah

manajemen informasi kesehatan secara professional.

2. Beban Kerja Rekam Medis

Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus

diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam 1 (satu) tahun di

fasilitas pelayanan kesehatan. Semua kegiatan menjadi beban unit kerja

dalam periode tertentu. Beban kerja meliputi kegiatan pokok yang

15
dilaksanakan yaitu, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

tiap kegiatan pokok dan standar beban kerja per tahun. Standar beban

kerja adalah waktu kerja tersedia dibagi dengan rata-rata waktu per

kegiatan pokok. Kegiatan pokok merupakan kumpulan berbagai jenis

kegiatan sesuai standar pelayanan dan standar prosedur operasional (SPO)

untuk menghasilkan pelayanan yang dilaksanakan oleh Perekam Medis

dan Informasi Kesehatan dengan kompetensi tertentu. (Siswati,2018).

Kegiatan di unit kerja rekam medis dan informasi kesehatan meliputi

rangkaian kegiatan antara lain :

1) Penamaan

2) Penomoran

3) Registrasi

4) Distribusi

5) Penataan

6) Analisis

7) Klasifikasi

8) Indeks

9) Pelaporan

10) Penyimpanan

11) Penjajaran (filing system)

12) Pengambilan kembali

13) Penyusutan dan pemusnahan (Siswati,2018)

3. Jumlah Beban Kerja Pelayanan Rekam Medis

16
a. Pendaftaran (Penamaan dan Penomoran)

Kegiatan ini dimulai dari menerima kartu identitas pasien,

wawancara, cek data identitas pasien, menyiapkan rekam medis,

pemberian informasi (general consent) sampai rekam medis siap

dikirim ke klinik yang dituju pasien.Hitung selama 1 (satu) tahun

pendaftaran pasien baru dan lama yang dilaksanakan oleh unit rekam

medis dan informasi kesehatan.

b. Distribusi

Kegiatan ini dimulai dari pemilahan rekam medis yang akan

dikirim ke klinik, disusun dan siap dikirim oleh petugas distribusi

sampai ke petugas klinik yang dituju.

c. Penerimaan

Kegiatan ini dimulai dari menerima rekam medis yang dikirim

oleh petugas rawat jalan atau petugas ruangan rawat inap yang

pasiennya telah keluar rumah sakit. Rekam medis diterima oleh

petugas penerimaan.

d. Penataan

Kegiatan ini dimulai sejak membuka rekam medis untuk

pemeriksaan kelengkapan data pasien termasuk identitas pasien, hasil

pemeriksaan, hasil tindakan dan kerapihan susunan formulir rekam

medis sesuai ketentuan rumah sakit. Jika ada penggantian kerusakan

sampul rekam medis.

e. Analisis

17
Melakukan analisis kuantitatif kelengkapan formulir rekam medis

baik dari pasien rawat jalan, Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan rawat

inap.

f. Klasifikasi

Kegiatan ini dimulai dari membuka sampul rekam medis,

membaca diagnose penyakit dan melakukan analisis data dan

kelengkapan penunjang diagnose dan tindakannya. Membuka buku

International Classification of Diseases dari WHO untuk menetapkan

kode penyakit dan tindakan, hingga memasukkan kode ke sistem di

komputer.

g. Indeks

Kode penyakit dan tindakan yang sudah ditetapkan dimasukkan

ke dalam aplikasi indeks penyakit di komputer untuk menentukan

penyakit terbanyak sebagai bahan laporan internal dan eksternal.

h. Statistik dan Pelaporan

Kegiatan pengumpulan data sensus harian selama 24 jam, laporan

penyakit, laporan kunjungan dan masuk rawat dan pulang rawat

sampai laporan internal dan eksternal disajikan.

i. Penyimpanan

Kegiatan ini diawali dengan pengelompokkan rekam medis yang

disusun sesuai kelompok nomor akhir sampai rekam medis masuk ke

rak sesuai nomor yang tertulis pada rak yang benar dan tepat

j. Pengambilan Kembali

18
Kegiatan ini diawali dengan menerima struk permintaan rekam

medis yang tertulis data identitas pasien, nomor rekam medis dan

klinik yang dituju

k. Administrasi Unit

Kegiatan terdiri dari pembuatan surat, kearsipan, pembagian tugas

staf, pembagian cuti dan tugas-tugas kesekretariatan lain di unit rekam

medis dan informasi kesehatan

l. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien

Kegiatan ini diawali dengan monitoring indikator mutu, evaluasi,

analisis dan melakukan tindak lanjut perbaikan. (Siswati,2018).

4. Menghitung Kebutuhan Tenaga Rekam Meis menggunakan ABK Kes

a. Menetapkan Fasyankes dan Jenis SDMK

b. Menetapkan Waktu Kerja Tersedia (WKT)

Waktu Kerja Tersedia (WKT) adalah waktu yang dipergunakan oleh

SDMK untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya dalam kurun

waktu 1 (satu) tahun.

c. Menetapkan Komponen Beban Kerja (Tugas Pokok, Tugas

Penunjang, dan Uraian Tugas) dan Norma Waktu.

Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan

dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP),

sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia serta kompetensi SDMK

itu sendiri.

d. Menghitung Standar Beban Kerja (SBK)

19
Menurut Permenkes 33 tahun 2015 standar beban kerja (SBK) adalah

volume/kuantitas pekerjaan selama 1 tahun untuk tiap jenis SDMK.5

SBK untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaiakan setiap kegiatan (Rata-rata Waktu

atau Norma Waktu) dan Waktu Kerja Tersedia (WKT) yang sudah

ditetapkan

Rumus SBK (Standar Beban Kerja) :

Waktu Kerja Tersedia(WKT )


SBK =
Norma Waktu

e. Menghitung Standar Tugas Penunjang (STP) dan Faktor Penunjang

(FTP)

Rumus Faktor Penunjang (FTP) :

Waktu Kegiatan
FTP=
WKT X 100

Rumus Standar Tugas Penunjang (STP):

1
STP=
1−FTP /100

f. Menghitung Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK)

Rumus Kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan :

Capaian1 tahun
Kebutuhan SDMK = × STP
Standar Beban Kerja (SBK )

20
D. ICD-10 dan ICD-9-CM Pada Sistem Genitourinari, Reproduksi,

Neoplasma, dan Mortalitas

1. Sistem Genitourinary

Sistem urinaria atau perkemihan juga termasuk dari sistem

ekskresi. Tetapi sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih

dan uretra. Ginjal berfungsi menyaring darah untuk membuang limbah

dan menghasilkan urine. Ureter, kandung kemih dan uretra bersama-

sama membantuk saluran kemihyang berfungsi mengalirkan urine dari

ginjal, menyimpannya dan kemudian melepaskannya saat buang air kecil.

Selain menyaring dan menghilangkan limbah dari tubuh, sistem urinaria

juga dapat mempertahankan homeostasis air, ion, pH, tekanan darah,

kalsium dan sel darah merah. Ureter, kandung kemih, dan uretra

bersama-sama membantuk saluran kemih yang berfungsi mengalirkan

urine dari ginjal, menyimpannya dan kemudian melepaskannya saat

buang air kecil. Selain mennyaring dan menghilangkan limbah dari

tubuh, sistem urinaria juga dapat mempertahankan homeostasis air, ion,

pH, tekanan darau, kalsium dan sel darah merah (Simangunsong, 2020).

2. Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi manusia terdiri dari dua jenis, yaitu sistem

reproduksi wanita dan reproduksi pria. Kedua jenis tersebut sama-sama

berfungsi untuk menghasilkan keturunan. Sistem reproduksi wanita

terdiri dari ovarium, saluran telur, rahim, vagina, vulva, kelenjar susu dan

21
payudara. Sedangkan reproduksi laki-laki terdiri dari skrotum, testis,

saluran sperma, kelenjar seks dan penis (Sri Handayani, 2021).

3. Sistem Neoplasma

Neoplasma merupakan penyakit pertumbuhan sel yaitu yang terdiri

dari sel-sel baru yang mempunyai bentuk, sifat dan kinetika yang berbeda

dari sel normal asalnya. Dalam penanganan kasus ini dibutuhkan

tindakan dan runtutan pengobatan yang kompleks sehingga diperlukan

kode penyakit yang yang lebih spesifik sehingga dapat menggambarkan

kondisi penyakit secara lebih detail/lengkap (Sinta Listani, 2016). Ada

tiga aspek yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kode

neoplasma yaitu lokasi tumor menujukkan dimana lokasi tumor berada,

sifat tumor (menggambarkan struktur dan jenis selaput jaringan dibawah

mikroskop), perilaku (ganas, jinak dan insitu) pada ICD10 terklasifikasi

pada bab II kode C00-D48 (Christy dan Siagian, 2021).

4. Pengertian ICD

Menurut Hatta (2017), International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems (ICD) dari WHO adalah sistem

klasifikasi yang komprehensif dan diakui secara internasional. Sistem

klasifikasi penyakit adalah sistem yang mengelompokkan penyakit-

penyakit dan prosedur-prosedur yang sejenis ke grup nomor kode

penyakit dan tindakan yang sejenis.

5. Fungsi dan Kegunaan ICD

22
Menurut Hatta (2017), fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi

penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan

informasi statistik morbiditas dan mortalitas. Penerapan pengkodean

sistem ICD digunakan untuk :

a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan

kesehatan.

b. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.

c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait

diagnosis karakteristik pasien dan penyediaan layanan.

d. Bahan dasar dalam pengelompokkan DRGs (diagnosis-related

groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.

e. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.

f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi peencanaan

pelayanan medis.

g. Menentukan bentuk layanan yang harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.

h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.

i. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

6. Struktur ICD-10

Struktur ICD 10 menurut Hatta (2017), bahwa ICD 10 terdiri atas 3

Volume :

a. Volume 1

1) Pengantar.

23
2) Pernyataan.

3) Pusat-pusat kolaborasi World Health Organization (WHO)

untuk klasifikasi penyakit.

4) Laporan konferensi Internasional yang menyetujui revisi ICD-

10.

5) Daftar kategori 3 karakter.

6) Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub-

kategori empat karakter.

7) Daftar morfologi neoplasma.

8) Daftar tabulasi khusus mordibitas dan mortalitas.

9) Definisi-definisi.

10) Regulasi-regulasi nomenklatur.

11) Daftar Mortalitas

12) Daftar Morbiditas

b. Volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan, berisi :

1) Pengantar.

2) Penjelasan tentang International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems ten revision (ICD-10).

3) Cara penggunaan International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems ten revision (ICD-10).

4) Aturan dan petunjuk pengkodean mortalitas dan mordibitas.

5) Presentasi statistic.

24
6) Riwayat perkembangan International Statistical Classification

of Diseases and Related Health Problems (ICD-10).

c. Volume 3 (Indeks Abjad)

1) Pengantar.

2) Susunan indeks secara umum.

3) Seksi I : Indeks abjad penyakit, bentuk cedera.

4) Seksi II : Penyebab luar cedera.

5) Seksi III : Tabel obat dan zat kimia.

6) Perbaikan terhadap volume I.

Menurut Hatta (2017) rincian bab ICD (Edisi 2-2005) yaitu :

Tabel 2.1 Bab ICD-10

BAB ICD KODE AWAL

I Penyakit parasit dan infeksi tertentu A, B

II Neoplasma C, D

III Penyakit darah dan organ pembentuk D

darah dan kelainan tertentu yang

melibatkan mekanisme imun

IV Penyakit endokrin nutrisi dan metabolik E

V Gangguan mental dan perilaku F

VI Penyakit sistem syaraf G

VII Penyakit mata dan adnexa H

VIII Penyakit telinga dan prosessus H

25
mastoideus

IX Penyakit sistem sirkulasi I

X Penyakit sistem nafas J

XI Penyakit sistem cerna K

XII Penyakit sistem kulit dan jaringan L

subkutan

XIII Penyakit sistem muskuluskeletal dan M

jaringan penunjang

XIV Penyakit sistem kemih N

XV Kehamilan, kelahiran, dan nifas O

XVI Kondisi tertentu yang bermula dari masa P

perinatal perkembangan

XVII Malfarmasi, deformasi, dan kelainan Q

kromosom konginetal perkembangan

XVIII Gejala, tanda dan temuan klinik dan R

laboratorium abnormal

XIX Cedera, keracunan dan akibat lain S, T

tertentu dari penyebab ekternal

XX Penyebab luar morbiditas dan mortalitas V-Y

XXI Faktor yang mempengaruhi keadaan Z

kesehatan dan kontak dengan pelayanan

Kesehatan

XXII Kode untuk tujuan khusus U

26
7. Prosedur Pengkodean

Sembilan langkah dasar dalam menetukan kode menurut Hatta

(2017) sebagai berikut :

a Tentukan tipe pertanyaan yang akan dikode, dan buka volume 3

Alphabetical index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit

atau cidera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX (Vol. 1),

gunakan sebagai “Leadterm” untuk dimanfaatkan sebagai panduan

menelusuri istilah yang dicari pada seksi I index (Volume 3). Bila

pernyataan adalah penyebab luar (External Cause) dari cidera

(bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX (Vol. 1), lihat dan cari

kodenya pada seksi II di index (Vol. 3).

b “Lead term” (kata panduan) untuk penyakit dan cidera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata

sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun

demikian, beberapa kondisi ada yang diekspresikan sebagai kata sifat

eponim (menggunakan nama penemu) yang tercantum di dalam

index sebagai “lead term”.

c Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.

d Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “( )” sesudah lead

term (kata dalam tanda kurung = modifier, tidak akan mempengaruhi

27
kode). Istilah lain yang ada dibawah lead term (dengan tanda (-)

minus = idem = ident) dapat mempengaruhi nomor kode, sehingga

kata-kata diagnostik harus diperhitungkan).

e Ikuti secara hati-hati rujukan silang (cross references) dan perintah

see and see also yang terdapat dalam index.

f Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari nomor kode yang

paling tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus

pada posisi ke empat yang berarti bahwa isian untuk karakter

keempat itu ada didalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan

yang tidak ada dalam index (volume 3). Perhatikan juga perintah

untuk menambah kode tambahan (additional code) serta aturan cara

penulisan dan pemanfaatannya dalaam pengembangan indeks

penyakit dan dalaam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas.

g Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau

bagian bawah suatu Bab (chapter), blok, kategori, atau subkategori.

h Tentukan kode yang anda pilih.

i Lakukan analisis kuantitatif dan diagnosis yang dikode untuk

pemestian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang

diagnosis utama diberbagai formulir rekam medis pasien, guna

menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan.

4. Pengertian ICD-9 CM

Pada tahun 1975, ICD 9 diterbitkan oleh WHO (World Health

Organization) dan terdiri dari 2 volume yaitu volume 1 berisi tentang

28
classification of procedures yang biasa juga disebut dengan tabular list

(daftar tabulasi) disertai suplemen kode V dan E (yang akhirnya menjadi

bab XXI dan juga bab XX pada revisi tahun 2010), sedangkan volume 2

berisi tentang indeks to procedures atau indeks alfabetik. ICD-9 CM atau

International Classification of Diseases 9th Revision Clinical

Modification dibuat oleh U.S. National Center for Health Statistics

(NCHS) dan khusus digunakan mulai tahun 1978 di Amerika Serikat

dengan di publikasikannya ICD-9 oleh WHO (Anggraini et al., 2017)

Dari uraian tersebut, ICD-9 CM mencakup tentang pengklasifikasian

prosedur atau tindakan operasi dan bukan operasi berdasarkan kriteria

atau kategori tertentu dan sangat sering digunakan dalam perkuliahan dan

juga dunia kerja khususnya di bagian koding.

8. Struktur dan Isi ICD-9 CM

Pada buku yang ditulis oleh (Anggraini et al., 2017) ditemukan

bahwa ICD-9 CM versi 2010 untuk prosedur medis terdiri dari 17 bab,

mulai dari kategori 00 sampai dengan 16. Semua daftar tabulasi pada

ICD-9 CM untuk prosedur medis, disusun berdasarkan body system,

kecuali 3 bab yaitu :

a. Bab 00 : Prosedur dan intervensi, tidak terklasifikasi di tempat lain.

b. Bab 13 : prosedur obstetrik.

c. Bab 16 : prosedur diagnostik dan terapeutik lain-lain

9. Jenis Prosedur

29
Menurut (Anggraini et al., 2017) dijelaskan bahwa prosedur medis

dalam ICD-9 CM dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a. Non operative procedure

Prosedur terapeutik serta investigasi lain yang tidak melakukan

manipulasi pada bagian tubuh dan sangat sedikit invasif. Misalnya

pemeriksaan penunjang seperti radiologi, laboratorium, pemeriksaan

fisik, psikologi, dan juga prosedur penunjang lainnya. Pada bagian

terbesar dari prosedur ini terklasifikasi dalam bab 16 ICD-9 CM

yaitu Miscellaneous Diagnostic And Therapeutic Procedures.

b. Operative procedure

Suatu operasi didefinisikan sebagai prosedur terapeutik atau

diagnostik mayor apa saja yang menyertakan penggunaan instrumen

atau manipulasi sebagian tubuh, dan secara umum dilakukan dalam

kondisi OT (Okupasi Terapi), selain persalinan normal pada pasien

obstetri. Prinsip operasi dilakukan untuk merawat kondisi yang

terpilih sebagai diagnosis utama. Prosedur operasi dibedakan

menjadi 2 macam yaitu :

1) OR Procedure / Operative Room

Semua tindakan atau prosedur yang dilakukan di kamar oprasi

melibatkan peralatan khusus, serta SDM (Sumber Daya

Manusia) khusus dan resource yang besar. Dalam hal ini

ditandai dengan blok khusus berwarna pada ICD-9 CM.

2) Non OR Procedure/non operation room

30
Semua prosedur yang dilakukan diluar kamar operasi

membutuhkan skill khusus atau keterampilan khusus dari

sumber daya manusianya dan atau peralatan yang mahal. Hal ini

ditandai dengan blok khusus yang tidak berwarna pada ICD-9

CM.

10. Tata cara koding prosedur medis

Menurut (Anggraini et al., 2017), ditemukan bahwa ada beberapa

tata cara prosedur medis, terdiri dari :

a. Dalam mengkode laporan operasi, koder harus membaca dengan

teliti dari seluruh laporan operasi dan mencatat atau menggaris

bawahi kemungkinan adanya penulisan diagnosis, kelainan atau

prosedur yang tidak sesuai dengan apa yang ditulis oleh dokter,

maka dokter harus mengklaritikasi hal tersebut dengan dokter yang

bersangkutan.

b. Apabila ditemukan diagnosa pre operative dan post operative yang

berbeda, maka gunakan diagnosis post operative.

c. Periksalah laporan patologi, dan bila terdapat perbedaan antara

diagnosis pathologist (Ahli Patologi) dan Sp.B (Spesialis Bedah),

maka sebaliknya didiskusikan dengan kedua pihak yang

bersangkutan.

d. Langkah-langkah dalam melakukan pengkodean, yaitu :

1) Carilah nama prosedur/tindakan atau eponim pada indeks

alfabetik.

31
2) Memeriksa kembali kode yang ditemukan pada indeks alfabetik

pada daftar tabulasi.

3) Mengikuti perintah dari catatan-catatan khusus (konvensi)

dalam daftar tabulasi.

4) Memilih kode tindakan dengan tingkat rincian tertinggi atau

kode yang paling spesifik dan mencakup 4 digit.

11. Mortalitis atau Sertifikat kematian

Sertifikat Kematian adalah sumber utama data mortalitas.

Informasi kematian bisa didapat dari praktisi kesehatan atau pada kasus

kematian karena kecelakaan, kekerasan, dan penyakit jantung. Orang

yang mengisi sertifikat kematian akan memasukkan urutan yang

menyebabkan kematian pada sertifikat kematian dengan format

internasional. (Hatta, 2013:143).

Indonesia mengadopsi format International Form of Medical

Certificate of Cause of Death yang dirokemendasikan WHO. Dibawah

ini adalah format kematian umur 7 tahun ke atas di sertifikat

kematian menurut standar internasional.

32
Gambar 2.1 Sertifikat Kematian

Petugas kesehatan atau pembuat sertifikat kematian harus

mencatat beberapa hal di bawah ini dalam penentuan kode sertifikat

kematian antara lain :

1. Urutan kejadian penyakit menuju kematian.

2. Penyebab semula dari urutan tersebut.

Format sertifikat kematian sesuai rekomendasikan WHO

terdiri dari dua bagian :

1. Bagian I : Digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan

urutan kejadian yang mengarah langsung ke kematian.

2. Bagian II: Digunakan untuk kondisi yang tidak mempunyai

hubungan langsung dengan kejadiaan yang menyebabkan kematian,

tetapi menunjang kematian

Jika dua atau lebih penyebab kematian harus dicatat, petugas yang

mengisi sertifikat kematian harus mencatat urutan kejadian menuju

33
kematian.Setiap kejadian dalam urutan harus dicatat di baris yang

terpisah.

1. Penyebab langsung kematian dituliskan di baris yang pertama

2. Penyebab dasar kematian dituliskan pada baris terbawah dari baris

yang dipergunakan.

3. Penyebab antara dituliskan pada baris yang terletak antara baris

pertama dan baris terbawah dari baris yang dipergunakan

Penyebab Dasar Kematian (Underlying Cause of Death)

World Health Assembly XX tahun 1967 dalam (WHO, 2010:

37) mendefinisikan penyebab kematian atau Underlying Cause of

Death (UCoD) yang dimasukkan dalam sertifikat kematian adalah

sebagai berikut :

1. Sebab kematian adalah semua penyakit, keadaan sakit, atau cedera

yang dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau kekerasan

yang menimbulkan cedera yang mematikan.

2. Definisi ini bertujuan untuk agar seluruh informai yang relevan

dicatatat dan pembuat sertifikat kematian tidak mengisi beberapa

kondisi sedangkan kondisi lain tidak diisi.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan penyebab

dasar kematian atau Underlying Cause Of Death (UCoD) adalah:

1. Penyakit atau kondisi yang merupakan awal dimulainya

34
rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian; atau

2. Keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera

dan berakhir dengan kematian.

Dalam banyak kasus dua atau lebih kondisi penyakit dapat

berkontribusi terhadap kematian.Dalam hal tersebut semua kondisi

penyakit harus ditulis pada sertifikat kematian.Penyebab tunggal yang

menyebabkan kematian dinamakan penyebab dasar kematian

(Underlying Cause of Death atau UCoD).Konsep dari penyebab

kematian merupakan sentral dari penentuan kode mortalitas. Oleh

karena itu, penyebab dasar kematian adalah suatu kondisi, kejadian

atau keadaan yang tanpa penyebab dasar pasien tersebut akan

meninggal (Sarimawar dan Suhardi, 2008:20). Decennial

International Revision Conference VI dalam ICD Volume 2

menyetujui bahwa penyebab kematian untuk tabulasi primer harus

merupakan Underlying Cause of Death. Dari pandangan prevensi

kematian, penting untuk memecahkan mata rantai kejadian atau

keadaan yang mempengaruhi kesembuhan.

Penentuan Penyebab Dasar Kematian (Underlying Cause of Death)

World Health Organization (WHO) telah menetapkan suatu

himpunan prosedur atau rule yang harus diikuti untuk pemberian kode

penyebab kematian. Jika hanya satu penyebab kematian yang

dilaporkan maka penyebab tersebut adalah UCoD. Jika lebih dari

satu penyebab kematian yang dilaporkan, maka langkah pertama untuk

35
memilih penyebab dasar adalah dengan menentukan penyebab awal

yang tepat yang mendahuluinya pada baris terbawah di bagian I

sertifikat kematian dengan menerapkan Prinsip umum atau Rule 1, 2,

dan 3. Berikut Prinsip Umum, Rule 1, Rule 2, dan Rule 3 menurut

Sarimawar dan Suhardi (2008: 21):

1. Prinsip Umum

Jika terdapat lebih dari satu kondisi yang dilaporkan pada

sertifikat kematian, maka kondisi yang diisikan tersendiri di baris

terbawah pada bagian I harus dipilih sebagai penyebab dasar

apabila kondisi itu dapat mengakibatkan semua kondisi yang

diisikan pada baris di atasnya.

Contoh:

I (a) Abscess of lung


(b) Lobar pneumonia
Pilihlah lobar pneumonia (J18.1)sebagai penyebab

dasar, sebagaimana lung abscess merupakan akibat lobar

pneumonia.

2. Rule 1

a. Jika terdapat lebih dari satu kondisi yang dilaporkan pada

sertifikat kematian, tetapi Prinsip Umum tidak dapat

diterapkan, maka pilihlah kondisi yang diisikan tersendiri

sebagai penyebab dasar apabila kondisi itu merupakan

penyebab mula-mula dariurutan yang berakhir dengan kondisi

36
yang diisikan pertama pada sertifikat kematian. Rule 1 butir (1)

diterapkan jika kondisi tunggal yang diisikan pada baris

terbawah pada sertifikat kematian tidak dapat mengakibatkan

semua kondisi yang ditulis di atasnya.

Contoh:

I (a) Acute myocardial infarction

(b) Atherosclerotic heart diseases

(c) Influenza

Pilihlah atherosclerotic heart diseases.Laporan urutan

berakhir pada kondisi pertama pada sertifikat kematian adalah

acute myocardial infarction sebagai akibat dari atherosclerotic

heart diseases.Influenza tidak dapat mengakibatkan

atherosclerotic heart diseases dan acute myocardial infarction.

b. Jika terdapat lebih dari satu urutan yang berakhir dengan

kondisi yang diisikan pertama pada sertifikat kematian, maka

pilihlah kondisi yang merupakan penyebab mula-mula dari

urutan sebagai penyebab dasar.Rule 1 butir (2) diterapkan

jika terdapat lebih dari satu kondisi yang berakhir pada

baris terbawah yang digunakan.

37
Contoh:

I (a) Bronchopneumonia

(b) Cerebral infarction dan hypertensive heart diseases

Pilihlah cerebral infarction. Ada dua urutan yang

dilaporkan yang berakhir pada kondisi pertama yang diisikan

pertama pada sertifikat kematian.bronchopneumonia sebagai

akibat dari cerebral infarction dan bronchopneumonia sebagai

akibat dari hypertensive heart diseases. Penyebab mula-mula

dari urutan yang disebut pertama yang dipilih.

3. Rule 2

Jika tidak ada urutan yang dilaporkan yang berakhir pada

kondisi yang berakhir pada kondisi yang diisikan pertama pada

sertifikat kematian, maka pilih kondisi yang diisikan pertama ini.

Contoh:

I (a) Pernicious anaemia dan gangrene of foot

(b) Atherosclerosis

Pilih pernicious anaemia (D51.0).tidak ada laporan yang

berakhir dengan pernicious anaemia, sebagai kondisi yang

disebutkan pertama.

4. Rule 3

38
Jika kondisi yang dipilih dengan Prinsip Umum atau Rule

1 atau Rule 2 ternyata secara jelas merupakan akibat langsung dari

kondisi lain yang dilaporkan pada Bagian I atau Bagian II, maka

pilih kondisi lain tersebut.

Contoh:

I (a) Bronchopneumonia

II (b) Secondary anaemia dan chronic lymphatic leukaemia

Pilih chronic lymphatic leukaemia (C91.1).

Bronchopneumonia, yang dipilih dengan prinsip umum, dan

secondary anaemia kedua-duanya dapat dipertimbangkan sebagai

akibat langsung dari chronic lymphatic leukaemia.

Medical Mortality Data System (MMDS) DecisionTable

Medical Mortality Data System (MMDS) dipakai untuk

membantu penetapan penyebab dasar kematian yang benar. Decision

table merupakan kumpulan daftar yang memberikan panduan dalam

penerapan Rule seleksi dan modifikasi yang dalam ICD-10 Volume 2

(Sarimawar dan Suhardi, 2008:24).

Rincian mengenai penggunaan tiap daftar diuraikan di bawah ini :

1. Tabel A

Tabel A merupakan daftar kode ICD-10 yang benar untuk

penggunaan dalam pengkodean penyebab dasar dan multiple

(langsung dan antara).

39
2. Tabel B

Tabel B merupakan daftar kode yang benar untuk

penggunaan dalam pengkodean multiple, tetapi tidak untuk

pengkodean penyebab dasar.

3. Tabel C

Tabel C merupakan daftar kode ICD-10 yang tidak benar

baik bagi pengkodean penyebab dasar maupun multiple.

4. Tabel D

Tabel D digunakan untuk menentukan hubungan kausal

kondisi yang dituliskan pada sertifikat kematian. ‘Address code’

dicantumkan pada bagian atas daftar kode dan kode yang

mencakup ‘subaddres’ yang mempunyai hubungan kausal yang

benar dicantumkan di bawah ‘address code’. ‘Address code’adalah

kode yang dirinci pada baris a, b, dan c dari Bagian Pertama. Kode

subaddress mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dapat

menimbulkan kondisi pada address code. Kondisi-kondisi yang

kode-kodenya tidak tercantum, tidak bisa menyebabkan kondisi

yang ada pada ‘adress code’.Dengan kata lain, kode-kode ini bukan

merupakan urutan yang bisa diterima. Tabel ini dipakai untuk

menentukan hubungan kausal ketika menerapkan Prinsip Umum,

Rule seleksi 1 dan 2.

5. Tabel E

40
Tabel E adalah tabel modifikasi dan dipakai untuk aplikasi

Rule Seleksi 3. Modifikasi Rule A-F juga diintegrasikan ke Tabel

E. Kode address dalam Tabel E adalah kode penyebab dasar

kematian tentative (TUCoD). Ini adalah kode yang dipilih setelah

penerapan Prinsip Umum dan Rule Seleksi 1 dan 2. Kode ini bisa

dimodifikasi berkali-kali sebelum penetapan final penyebab dasar.

Kode subaddress ICD-10 mengidentifikasikan kondisi yang akan

menggabungkan kode UCoD tentative atau mengarahkan petugas

pengkode untuk menggunakan kode yang dipilihnya. Dalam tiap

kasus, kode baru menjadi kode address. Proses ini mungkin

diulang beberapa kali sebelum penentuan kode final UCoD.

Penggunaan Tabel E membutuhkan pengertian simbol dan

singkatan yang mengingatkan petugas koding pada kondisi dan

keadaaan yang harus dipenuhi sebelum menentukan kode tiap

subaddress sebagai penyebab dasar.

a. Simbol pada Tabel E

1) Simbol ‘M’ seperti pada tabel D, menunjukkan hubungan

ambivalen

dan harus diproses dengan cara yang sama seperti pada tabel

D.

2) Simbol ‘#’ menunjukkan perlunya pertimbangan khusus

dalam penerapan Modifikasi Rule C Linkage.

41
b. Akronim Tabel E

1) DS (Rule Seleksi 3)

Bila penyebab dasar tentatif dianggap sebagai akibat

langsung (Direct Sequelae) dari kondisi lain pada sertifikat

kematian dalam bagian I, karena penyebab dasar tentatif

dilaporkan pada baris yang sama atau lebih bawah, atau jika

kondisi lain tersebut dilaporkan dalam bagian II, dan kode

untuk kondisi lain lebih dipilih daripada kode untuk

penyebab dasar tentatif tersebut.

2) DSC (Rule Seleksi 3)

Bila penyebab dasar dianggap sebagai akibat

langsung dari kondisi lain pada sertifikat kematian dalam

bagian I (sebagai penyebab dasar tentatif, letaknya harus

pada baris yang sama atau lebih bawah) atau kondisi lain

dalam bagian II, dan kode untuk penyebab dasar tentatif dan

kondisi lain tersebut bergabung menjadi kode ketiga (Direct

Sequelae Combine).

3) IDDC (Rule Modifikasi A)

Bila penyebab dasar tentatif adalah kondisi yang

tidak jelas yang dalam posisinya disebabkan oleh kondisi

lain, dan kode untuk penyebab dasar tentatif dan kondisi

lain tersebut bergabung menjadi kode ketiga (Ill Defined

Direct Combine).

42
4) SENMC (Rule Modifikasi A)

Bila penyebab dasar tentatif adalah senilitas (R54),

dan kondisi ini dilaporkan bersama kondisi lain yang

disebutkan dalam sertifikat kematian, dan kode untuk

penyebab dasar tentatif dan kondisi lain tersebut bergabung

menjadi kode ketiga (SENility Mention Combine).

5) SENDC (Rule Modifikasi A)

Bila penyebab dasar tentatif adalah senilitas (R54),

dan dilaporkan dalam posisi menyebabkan kondisi lain, dan

kode-kode untuk penyebab dasar tentatif dan kondisi lain

tersebut bergabung menjadi kode ketiga (SENility Due to

Combine).

6) LMP (Rule Modifikasi C)

Bila penyebab dasar tentatif dilaporkan dengan

menyebutkan kondisi lain dalam Bagian I atau II sertifikat

kematian, dan kode untuk kondisi lain tersebut lebih dipilih

dari pada kode untuk penyebab dasar tentatif (underLying

with Mention of Preferred).

7) LMC (Rule Modifikasi C)

Bila penyebab dasar tentatif dilaporkan dengan

menyebutkan kondisi lain dalam Bagian I atau II sertifikat

kematian, dan kode-kode untuk penyebab dasar tentatif dan

43
kondisi lain tersebut bergabung menjadi kode ketiga

(underLying with Mention of Combine).

8) LDP (Rule Modifikasi C)

Bila penyebab dasar tentatif dilaporkan dalam posisi

menyebabkan kondisi lain, dan kode untuk kondisi lain

tersebut dipilih daripada kode untuk penyebab dasar tentatif

(underLying in the Due to Position).

9) LDC (Rule Modifikasi C)

Bila penyebab dasar tentatif dilaporkan dalam posisi

menyebabkan kondisi lain, dan kode-kode untuk penyebab

dasar tentatif dan kondisi lain tersebut bergabung menjadi

kode ketiga.

10) SMP (Rule Modifikasi D)

Bila penyebab dasar tentatif menggambarkan kondisi

dengan istilah yang umum, dan suatu kondisi yang

memberikan informasi lebih teliti tentang letak atau sifat

kondisi ini dilaporkan di baris lain pada sertifikat kematian,

kode untuk kondisi yang lebih teliti lebih dipilih dari kode

untuk penyebab dasar tentatif (Selected Modification

Prefered)

11) SMC (Rule Modifikas D)

Bila penyebab dasar tentatif menggambarkan kondisi

dengan istilah umum, dan suatu kondisi yang memberikan

44
informasi lebih teliti tentang letak atau sifat kondisi ini

dilaporkan di baris lain pada sertifikat kematian, dan kode

untuk penyebab dasar tentatif dan kondisi lain bergabung

menjadi kode ketiga (Selected Modification Combine).

12) SDC (Rule Modifikasi D)

Bila TUCoD dilaporkan dalam posisi menyebabkan

kondisi lain, dan dapat dianggap sebagai kata sifat yang

mengubah kondisi ini, dan kode- kode untuk TUCoD dan

kondisi lain bergabung menjadi kode ketiga (Selected in the

Due position Combine).

F. Tabel F

Tabel F menerangkan entri paling ambivalen (‘M’) yang

ditemukan dalam tabel D dan E. Tabel F memberikan pedoman

lebih lanjut dalam memilih penyebab dasar kematian yang paling

sesuai. Jika kondisi yang ditempatkan dalam Tabel F dapat

dipenuhi, kode atau kode kombinasi ini dipilih sebagai penyebab

dasar kematian

G.Tabel G

Tabel G adalah daftar kode yang diciptakan untuk

membantu perangkat lunak MMDS membedakan antara kondisi-

kondisi tertentu yang dikode ke dalam kategori yang sama. Tabel

ini merupakan daftar konversi untuk merubah kategori ICD-10

buatan kembali ke kode ICD-10 asli.

45
H.Tabel H

Tabel H berisi daftar kode yang dianggap remeh (tidak

berarti) ketika menentukan penyebab dasar kematian.Jika penyebab

dasar yang dipilih ada dalam daftar tersebut, Rule Modifikasi B

diterapkan untuk menentukan rangkaian langkah lebih lanjut.

E. Penerapan Rule Seleksi menggunakan MMDS Decision Tables

Penerapan MMDS Decision Tables membolehkan untuk

menentukan hubungan kausal yang sebenarnya. Tabel D menolong kita

untuk menerapkan Prinsip Umum, Rule Seleksi 1 dan Rule seleksi 2,

yang akan menghasilkan UCoD Tentatif, dan lebih lanjut dapat

dimodifikasi oleh Rule 3 atau Rule Modifikasi A-F, yang akan kita

pelajari dalam seksi berikut:

1. Menggunakan Decision Table D untuk menerapkan Prinsip Umum

marilah menggunakan suatu sertifikat kematian sederhana untuk

menggambarkan langkah-langkah yang perlu dalam menentukan

UCOD

tentatif dengan menerapkan Prinsip Umum

Bagian I a. Heart failure (I50.9) Seketika

b. Acute Myocard Infarct (I21.9) Beberapa menit

c. Atherosclerosis generalized (I70.9) 5 tahun

46
d. Hypertension (I10) 10 tahun

Bagian II

Marilah mencoba menerapkan Prinsip Umum yang

menyatakan ‘Jika kondisi pada baris terbawah yang digunakan dari

bagian I sertifikat kematian sendiri dapat menerapkan semua

penyebab kondisi yang tercantum di atasnya’, pilihlah kondisi

tersebut sebagai UCoD. Untuk penerapan semua rule seleksi

dan modifikasi, pertama kali adalah perlu untuk mengkode

masing-masing kondisi, atau Penyebab Kematian (CoD). Untuk

menerapkan Prinsip Umum pada contoh di atas, kita perlu

menentukan apakah hypertension (I10) dapat menyebabkan semua

kondisi yang di atasnya. Untuk melakukan ini, kita harus melihat

addres code untuk semua kondisi yang tercantum di atasnya dalam

Tabel D, dan memeriksa bahwa hypertension (I10) tercantum di

bawah setiapkode ICD-10, pada Baris 1c,1b, dan 1a dari sertifikat

kematian.

a. Langkah 1

Lihatlah I70.9 sebagai address dalam Tabel D. Address

untuk I70.9 termasuk dalam rentang address code ICD-10 (I70.0

– I70.9). Hal ini berarti bahwa kode ICD-10 yang tercantung di

bawahnya dapat menyebabkan semua kode dalam rentang I70.0-

I70.9.

47
---I700-I709--- Address (rentang kode)
M A500-A539 Subaddress (rentang kode)
E000-E059 Subaddress (rentang kode)
########
M E890-E899 Subaddress (rentang kode)
I10-I150 Subaddress, rentang mencakup I10
I159 Subaddress (kode individual)
I700-I709 Subaddress (rentang kode)
########

b. Langkah 2

Lihat address code untuk acute myocard infarct (I219)

dalam tabel D dan periksalah apakah hypertension (I10)

---I219---

A000-A09

M A181

A200-B89

########

I080-I083

I10-I359 < (I10)

I400-I669

I690-J80

########

I10 (rentang kode I10-I359) tercantum di bawah I219.Oleh

karena itu, hypertension (I10) dapat menyebabkan acute myocard

infarct (I21.9).

48
c. Langkah 3

Lihatlah address code untuk heart failure (I509) dalam

tabel D dan periksalah apakah hypertension (I10) tercantum di

bawahnya?.

---I400-I509---

A000-G98

M H000-H959

I10-L599 < (I10)

M L88-l929

########

2. Menggunakan Decision Table D untuk menerapkan Rule Seleksi 1

Rule Seleksi 1 menyatakan jika prinsip umum tidak berlaku dan ada

suatu urutan yang yang dilaporkan yang berakhir dengan kondisi yang

pertama diisikan pada sertifikat kematian, pilihlah penyebab yang mula-

mula (asal) dari urutan ini. Jika ada lebih dari satu urutan yang berakhir

dengan kondisi yang pertama disebutkan, pilihlah penyebab asal dari

urutan yang pertama disebutkan. Untuk menerapkan Rule 1, kita akan

dan harus memeriksa hubungan kausal antara masing-masing kondisi

yang tercantum pada sertifikat kematian satu dengan yang lainnya

dalam semua urutan yang potensial.

49
Bagian I a. Heart failure (I50.9) Seketika

b. Portal hypertension (I21.9) 6 bulan

c. Cirrhosis of Liver (K74.6), Alcoholism (F10.2) 2 tahun,15

tahun

d. –

Bagian II –

Dalam contoh di atas, ada tiga urutan yang potensial :

a. Langkah 1

Kita ingin menemukan penyebab asal kondisi yang pertama diisikan

pada sertifikat kematian, dalam kasus ini adalah heart failure (I50.9).

Carilah I50.9 sebagai address dalam Tabel D kita temukan address

untuk I50.9 termasuk dalam rentang kode address ICD-10 (I440-

I509). Heart failure (I50.9) bisa disebabkan oleh portal hypertension,

(K76.6) karena K766 ada dalam rentang kode I00 –L599.

---I400-I509---

A000-G98

M H000-H959

I10-L599 < (K766)

M L88-l929

50
b. Langkah 2

Sekarang kita perlu memeriksa apakah cirrhosis of liver (K74.6) ataupun


---K766---
M A000-B99
C000-D539
D595-D596
D695-D696
D730-D739
E02-E0390
E100-E149
E500-E849
F100-F169 < (F102)
I050-I099
I110-I119

I130-I519

I81

K500- K519

K630-K639

K700-K718
K730 -K760 < (K746)
M K761
K763
alcoholism (F10.2) dapat menyebaban portal hypertension (K76.6). Kita cari

address code K76.6 dalam Tabel D dan memeriksa apakah K74.6 dan/atau F10.2

tercantum sebagai sub address?

Jadi cirrhosis of liver (K74.6) dan alcoholism (F10.2) dapat menyebabkan

portal hypertension (K76.6). Terdapat dua urutan yang berakhir dengan kondisi

yang bertama diisikan pada sertifikat kematian. Rule 1 menyatakan bahwa jika

51
ada lebih dari satu urutan yang berakhir dengan kondisi yang pertama

disebutkan, pilihlah penyebab asal dari urutan yang pertama

disebutkan. Karena cirrhosis of liver adalah penyebab asal dari urutan

yang pertama yang berakhir dengan kondisi yang pertama disebutkan,

Heart failure (I50.9), UCoD tentatif adalah cirrhosis of liver (K74.6).

Catatan : Setelah menggunakan Tabel D, adalah praktis dan efisien

dengan memeriksa hubungan kausal potensial untuk penerapan rule 1

ketika memeriksa hubungan kausal untuk penerapan prinsip umum.

3. Menggunakan Decision Tabel D untuk menerapkan rule seleksi

Jika kita tidak dapat menerapkan rule Seleksi 1, maka kita

berpindah ke rule Seleksi 2, yang menyatakan bila tidak ada urutan

yang dilaporkan yang berakhir dengan kondisi yang pertama diisikan

pada sertifikat, pilihlah kondisi yang pertama disebutkan. Oleh karena

itu, tidak perlu memakai Decision Tables kita hanya memilih kondisi

yang pertama diisikan pada sertifikat sebagai UCoD tentatif.Sebagai

contoh kita perlu mencoba lagi menerapkan prinsip umum dan Rule 1

menggunakan Tabel D dari Decision Tables.

Bagian I a. Anemia pernicious (D51.0) dan gangrene of foot (R02)

b. Atherosclerosis (I70.9)

c.

d.

Bagian II -

Dapatkah atherosclerosis (I70.9) menyebabkan anemia pernicious

52
(D51.0) dan gangrene of foot (R02)?

Langkah 1

Tabel D, Carilah kode address D51.0

Langkah 2

Apakah I709 tercantum sebagai subaddress?


---D510---

M A000-B99

C160-D169

M C788

D510

E530-E539

Atherosclerosis (I70.9) tidak tercantum di bawah address code

D51.0. Bahwa prinsip umum tidak berlaku dan kedua, karena dalam

kasus ini urutan yang berakhir dengan kondisi yang pertama dituliskan

pada sertifikat kematian hanyalah anemia pernicious yang disebabkan

oleh atherosclerosis, Rule 1 nya juga tidak berlaku.

4. Menggunakan Decision Tabel E untuk menerapkan Rule Seleksi 3

Tabel E dari MMDS Decision Tables digunakan untuk menerapkan

Rule Seleksi 3, dan juga beberapa Rule Modifikasi A-F.Rule 3

menyatakan jika kondisi yang dipilih menurut prinsip umum atau Rule 1

atau Rule 2 jelas merupakan akibat langsung dari kondisi lain yang

53
dilaporkan, apakah dalam Bagian I atau II pilihlah kondisi primer ini.

Jadi Rule 3 membolehkan kita untuk membawa penyakit dan kondisi

yang didokomentasi dalam Bagian II sertifikat kematian, dan pada baris

yang sama atau lebih bawah dari UCoD tentatif dalam Bagian I

sertifikat kematian ke dalam penyamaan. Dalam hal ini pendekatannya

sedikit berlainan.

Secara sepintas Tabel E tampak sangat mirip dengan Tabel D,

ada kode address, kode subaddress, beberapa diantaranya juga memiliki

simbol ‘M’ yang menunjukkan hubungan kausal ambivalen. Perbedaan

pokok adalah tiap kode subaddress memiliki dua atau tiga karakter kode

alfa (Tabel E Akronim) di sebelah kiri dan beberapa kode subaddress

memiliki kode ICD- 10 lainnya di sebelah kanan subaddress. Kedua

elemen ini penting dalam menerapkan Rule 3 dan Rule Modifikasi A-F.

Tabel E akronim memberitahukan kita Rule yang akan dipakai, kondisi

yang harus dipenuhi agar Rule dapat diterapkan dan langkah yang

diambil dalam menerapkan modifikasi. Rujuklah handout “MMDS

Decision Tables– Quick Referente Guide” atau rujuklah halaman 54-57

buku kerja ini, di bawah Tabel E Akronim anda akan melihat bahwa

dalam menerapkan Rule 3, Tabel E Akronim DS (Direct Sequelae) dan

DSC (Direct Sequelae Combination)

5. Menggunakan Decision Tabel E untuk menerapkan Rule Seleksi 3

Tabel E dari MMDS Decision Tables digunakan untuk menerapkan

Rule Seleksi 3, dan juga beberapa Rule Modifikasi A-F.Rule 3

54
menyatakan jika kondisi yang dipilih menurut prinsip umum atau Rule 1

atau Rule 2 jelas merupakan akibat langsung dari kondisi lain yang

dilaporkan, apakah dalam Bagian I atau II pilihlah kondisi primer ini.

Jadi Rule 3 membolehkan kita untuk membawa penyakit dan kondisi

yang didokomentasi dalam Bagian II sertifikat kematian, dan pada baris

yang sama atau lebih bawah dari UCoD tentatif dalam Bagian I

sertifikat kematian ke dalam penyamaan. Dalam hal ini pendekatannya

sedikit berlainan.

Secara sepintas Tabel E tampak sangat mirip dengan Tabel D,

ada kode address, kode subaddress, beberapa diantaranya juga memiliki

simbol ‘M’ yang menunjukkan hubungan kausal ambivalen. Perbedaan

pokok adalah tiap kode subaddress memiliki dua atau tiga karakter kode

alfa (Tabel E Akronim) di sebelah kiri dan beberapa kode subaddress

memiliki kode ICD- 10 lainnya di sebelah kanan subaddress. Kedua

elemen ini penting dalam menerapkan Rule 3 dan Rule Modifikasi A-F.

Tabel E akronim memberitahukan kita Rule yang akan dipakai, kondisi

yang harus dipenuhi agar Rule dapat diterapkan dan langkah yang

diambil dalam menerapkan modifikasi. Rujuklah handout “MMDS

Decision Tables– Quick Referente Guide” atau rujuklah halaman 54-57

buku kerja ini, di bawah Tabel E Akronim anda akan melihat bahwa

dalam menerapkan Rule 3, Tabel E Akronim DS (Direct Sequelae) dan

DSC (Direct Sequelae Combination)

55
Contoh :

Bagian I a. Sepsis (A41.9)

b. Cirrhosis of liver (K74.6)

c.

d.

Bagian II Alcoholicepileptic (G40.5)

Langkah 1

Lihatlah kode address A41.9 dalam tabel D. Apakah K74.6 tercantum

sebagai subaddress?

---A400-A419---

A000-R825 < UCoD tentatif = K746

M R826

R827-R982

56
Langkah 2

Lihatlah kode adress K746 dalam tabel E. Apakah G405 tercantum

sebagai subaddress?

---K746--

SMP M A527

########

SMC M G312 K703

LMC M G405 K703 < UCoD tentatif jika kondisi

pada tabel F terpenuhi

SMC M G621 K703

Untuk menerapkan modifikasi, dalam hal menghubungkan K746

dan G405 menjadi K703, kita perlu untuk melihat tabel F dan merujuk ke

kondisi yang dimintakan.

57
Langkah 3

Lihat kode address dalam tabel F. Apakah kondisi-kondisi yang

perlu dipenuhi untuk memodifikasi G405 menjadi K746 sebagai UCoD

tentatif.

---K746--

SMP M A527

########

SMC M G312 K703

LMC M G405 K703 Sub a must be a qualified as

alcoholic

SMC M G621 K703

Penyebab kematian yang masuk ke dalam bagian II sertifikat

kematian adalah memenuhi syarat epilepsy sebagai alcoholic. Oleh

karena itu, kita bisa menerapkan modifikasi dan memilih K70.3

Alcoholic cirrhosis of the liver sebagai UcoD.

6. Rule Modifikasi

58
Penyebab dasar yang telah dipilih menggunakan Rule-Rule di atas kurang

informatif bagi kesehatan masyarakat atau tujuan pencegahan, misalnya

senilitas atau proses penyakit umum. Dalam hal semacam ini, Rule

modifikasi mungkin perlu diterapkan setelah prinsip umum, Rule 1, Rule

2, Rule 3 dipakai. Ada 6 Rule modifikasi (A-F), yaitu:

a. Rule A. Senilitas dan kondisi lainnya yang tidak jelas.

Penyebab yang dipilih adalah kondisi yang tidak jelas (ill-defined) dan

suatu kondisi yang diklasifikasikan di tempat lain juga dilaporkan dalam

sertifikat kematian, pilihlah kembali penyebab kematian, seolah-olah

kondisi yang tidak jelas tidak pernah dilaporkan, kecuali dengan

pertimbangan bahwa kondisi tersebut memodifikasi koding.

Kondisi berikut dianggap kondisi tidak jelas : I46.9 (Cardiac arrest,

unspecified) I95.9 (Hypotension, unspecified), I99 (Other and specified

disorders of irculatory system), J96.0 (Acute respiratory failure), J96.9

(Respiratory failure, unspecified), P28.5 (Respiratory failure of newborn),

R00-R94 atau R96-R99 (Symptoms,signs and abnormal clinical and

laboratory findings, not elsewhere classified).

Contoh:

I (a) Senility (R54) dan hypostatic pneumonia (J18.2)

(b) Rheumatoid arthritis (M06.9)

Senilitas dipilih sebagai UCoD tentatif menurut Rule 2.

Rujuk pada Rule Modifikasi A dalam Volume 2 dan memilih kembali

UCoD tentatif seakan-akan senility tidak pernah disebutan. Sertifikat

59
kematian sekarang tampak seperti ini:

I (a) Senility (R54) dan hypostatic pneumonia (J18.2)

(b) Rheumatoid arthritis (M06.9)

Dengan senilitas disingkirkan dari sertifikat kematian, kita memilih

kembali UCoD tentatif seperti rheumatoid arthritis(M06.9) dengan

menerapkan Prinsip Umum. Walaupun demikian pekerjaan kita belum

usai, kita masih perlu memeriksa Tabel E untuk melihat apakah UCoD

tentatif baru (M06.9) lebih lanjut dimodifikasi baik oleh J18.2 atau R54,

meskipun R54 telah disingkirkan untuk memilih kembali UCoD tentatif

sesuai Rule Modifikasi A. Dibawah address ---M06.9--- tidak disebutkan

baik R54 ataupun J18.2, oleh karena itu UCoD Tentatif tidak dimodifikasi

lebih lanjut. Oleh karena itu UCoD final adalah M06.9 Rheumatoid

arthritis.

b. Rule B Kondisi Trivial

Dalam hal penyebab yang dipilih adalah kondisi sepele yang tidak

mungkin menyebabkan kematian dan suatu kondisi yang lebih serius

(kecuali kondisi yang tidak jelas atau kondisi sepele lainnya) juga

dilaporkan, pilihlah kembali penyebab dasar seolah-olah kondisi sepele

tersebut tidak pernah dilaporkan. Bila kondisi sepele dilaporkan sebagai

yang menyebabkan kondisi lain, maka kondisi sepele tersebut tidak

dibuang, yang berarti Rule B tidak dapat diterapkan.

Contoh :

I (a) Dental caries (K02.9)

60
II Diabetes mellitus (E14.9)

Dental caries (K02.9) dipilih sebagai UCoD tentatif dengan menerapkan

prinsip umum (hanya kondisi dalam bagian I sertifikat kematian) Kita

sekarang memeriksa Tabel E untuk melihat apakah K02.9 lebih lanjut

dimodifikasi oleh kondisi yang tercantum dalam bagian II sertifikat

kematian, Diabetes mellitus (E14.9) tidak ada modifikasi yang

diindikasikan dalam Tabel E.

Akhirnya kita memeriksa Tabel H kondisi trivial dan kita melihat

bahwa rentang kode K02.0 – K02.9 tercantum dalam Tabel H kodisi

trivial, oleh karenanya kita merujuk kembali ke Rule Modifikasi B dalam

ICD-10 Volume 2 dan mengetahui bahwa kita perlu memilih kembali

UCoD Tentatif seolah-olah kondisi sepele tidak pernah dituliskan pada

sertifikat kematian.

I (a) Dental caries (K02.9)

II Diabetes mellitus (E14.9)

Diabetes mellitus (E14.9) dipilih sebagai UCoD tentatif dengan

menerapkan prinsip umum (sekarang hanya kondisi tersebut yang ada pada

sertifikat). Dalam hal ini pilihlah E14.9 Diabetes mellitus sebagai UCoD

final.

Jika kematian merupakan akibat dari reaksi merugikan terhadap

pengobatan kondisi sepele, pilihlah reaksi yang merugikan tersebut.

Contoh :

I (a) Haemorrhage complicating of procedure (T81.0) (Y60.0)

61
(b) Tonsilectomy

(c) Hypertrophy of tonsils (J35.1)

Contoh diatas menggambarkan urutan kejadian menuju kematian sebagai

haemorrhage complicating of procedure yang disebabkan oleh

tonsilectomy yang disebabkan oleh hypertrophy of tonsils. Sebagai

hubungan kausal klinis yang benar, kita akan memilih hypertrophy of

tonsils (J35.1) sebagai UCoD Tentatif dengan menerapkan prinsip umum.

Dalam Tabel H menemukan hypertrophy of tonsils (J35.1)

tercantum (rentang kode J35.0 – J35.9) sebagai kondisi sepele yang tidak

mungkin menyebabkan kematian. Sebagai reaksi merugikan terhadap

pengobatan kondisi sepele, kita akan menerapkan Rule Modifikasi B Seksi

B sebagai yang diarahkan dalam ICD-10 Volume 2 dan memilih reaksi

merugikan mengingat bahwa kode penyebab luar lebih diutamakan untuk

koding UCoD. Kodelah pada Haemorrhage complicating of procedure

(Y60.0).

Bila kondisi sepele, dilaporkan sebagai yang menyebabkan

kondisi lain, maka kondisi sepele tersebut tidak dibuang (yang berarti Rule

B tidak dapat diterapkan).

Contoh :

I (a) Septicemia (A41.9)

(b) Impetigo (L01.0)

Kodelah pada impetigo (L01.0). Kondisi sepele yang dipilih menurut

prinsip umum tidak dibuang, karena kondisi tersebut dilaporkan sebagai

62
penyebab kondisi lainnya, dalam hal ini penyebab septicemia.

Catatan : Daftar lengkap kondisi sepele terletak dalam Tabel H dari

MMDS Decision Tables dan di bagian belakang ICD-10 Volume 2.

c. Rule C Linkage

Dalam hal penyebab yang dipilih dipertautkan oleh ketentuan dalam

klasifikasi atau dalam catatan untuk penggunaan koding penyebab dasar

kematian, dengan satu atau lebih kondisi lain pada sertifikat kematian

kodelah kombinasi tersebut.

Dalam ketentuan pertautan hanya kombinasi dari satu kondisi yang dirinci

sebagai yang disebabkan oleh kondisi lainnya, kodelah kombinasi tersebut

hanya bila hubungan kausal yang benar dapat dinyatakan atau dapat

disimpulkan atau dapat disimpulkan dari penerapan Rule seleksi pertautan.

Decision Tables dan Modifikasi Rule C Linkage

Contoh :

I (a) Obstruction of intestine (K56.6)

(b) Hernia femoralis (K41.9)

Pilihlah hernia femoralis (K41.9) sebagai UCoD tentatif dengan

menerapkan prinsip umum.

Carilah kode address UCoD Tentatif K41.9 dalam Tabel E dan periksa

apakah K56.6 memodifikasinya dalam berbagai cara.

---K419--- < UCoD Tentatif

SMP K410-K414

LMC M K550 K414

63
LMC K560-K567 K413

LMC M R02 K414

Kita dapat melihat bahwa K56.6 (rentang kode sub address K56.0 –

K56.7) bertautan dengan K41.9 membentuk kode kombinasi K41.3 bila

kode itu disebutkan pada sertifikat kematian. Oleh karena itu UCoD final

adalah K41.3 Hernia femoralis with obstruction.

Contoh :

I (a) Acute myocard infarct (I21.9)

(b) Atherosclerotic heart diseases (I25.1)

(c) Influenza (J11.1)

Kodelah pada acute myocard infarct (I21.9). Atherosclerotic heart

diseases (I25.1) yang dipilih menurut Rule 1, bertautan dengan Acute

myocard infarct (I21.9).

d. Rule D Specifity

Dalam hal penyebab yang dipilah menggambarkan kondisi dengan istilah

umum dan istilah yang memberikan informasi lebih teliti tentang letak atau

sifat kondisi ini dilaporkan pada sertifikat kematian pilihlah istilah yang

lebih informatif tersebut.

Contoh:

I (a) Meningitis (G03.9)

(b) Tuberculosis (A16.9)

Pilihlah A16.9 sebagai UCoD tentatif dengan menerapkan prinsip umum.

Carilah kode address A1690, adakah G039 tercantum sebagai subaddress?.

64
G039 tercantum sebagai subaddress di bawah ---A1690--- dengan

memodifikasi kode tersebut menurut tabel E Akronim SDC.

e. Rule E Stadium dini dan lanjut penyakit

Penyebab yang dipilih adalah penyakit dengan stadium dini dan penyakit

yang sama dengan stadium lebih lanjut dilaporkan pada sertifikat

kematian, kodelah penyakit dengan stadium lebih lanjut. Aturan ini tidak

berlaku untuk bentuk “kronik” yang dilaporkan sebagai akibat dari bentuk

“akut”, selama tidak memberi instruksi khusus pada akibat tadi.

Contoh:

I (a) Tertiary syphilis (A52.9)

(b) Primary syphilis (A51.0)

Kodelah pada tertiary syphilis (A52.9)

f. Rule F Sekuele

Penyebab yang dipilih adalah bentuk awal dari kondisi yang oleh

klasifikasi diberikan kategori “Sekuele dari ...” yang terpisah, dan ada

bukti bahwa kematian terjadi akibat efek sisa kondisi ini dari pada oleh

penyakit dalam fase aktif, kodelah pada kategori “Sekuele dari ...” yang

sesuai.

Contoh :

I (a) Fibrosis of lung (J84.1)

(b) Sequelae of respiratorytuberculosis (B90.9)

Kodelah pada sequelae of respiratorytuberculosis (B90.9)

65
BAB III

HASIL PENGAMATAN

A. Gambaran Umum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Saptosari

1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari

Kelembagaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Saptosari

ditetapkan melalui Peraturan Bupati Gunungkidul No. 2 Tahun 2019.

Keberadaan RSUD Saptosari Gunungkidul diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan kesehatan masyarakat khususnya di zona selatan wilayah

Gunungkidul. Penetapan pejabat pelaksana dilakukan pada 4 Oktober 2019

meliputi Direktur, Kasubag TU, Kasi Pelayanan Medik dan Keperawatan

serta Kasi Sarana Prasarana. Direncanakan rumah sakit ini dapat

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada bulan Mei

2020.

RSUD Saptosari Gunungkidul menempati lahan dengan luas 50.125

m2, yang terbagi menjadi dua bagian lahan yaitu lahan 1 dengan luas

44.247 m2 yang akan dikembangkan menjadi lahan rumah sakit dan area

terbuka hijau dan lahan 2 dengan luas 5.878 m2 yang akan dikembangkan

66
sebagai area terbuka, jalan boulevard kawasan serta jalan umum

pemerintah. Lokasi tepatnya pada koordinat 8 02’32.51”s dan 110

30’17.46” E. Adapun batas lokasi sebagai berikut :

a. Di sebelah Barat berbatasan degan ladang.

b. Di sebelah Timur berbatasan dengan area permukiman

c. Di sebelah Utara berbatasan dengan ladang dan bukit.

d. Di sebelah selatan berbatasan dengan Jalur Jalan Lintas Selatan

(JJLS)

Berikut adalah data selengkapnya mengenai RSUD Saptosari,

Nama pelayanan Kesehatan : RSUD Saptosari Gunungkidul.

Status Milik : Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul.

Dasar Pendirian : Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2020 sebagai

pengganti Peraturan Bupati Nomor 2 tahun 2019 tentang Pembentukan, Susunan

Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit

Umum Daerah

Jumlah tempat tidur exixting : 51 TT


Tipe Rumah Sakit : Tipe D

Alamat : Dusun Karang, Desa Jetis, Kecamatan Saptosari,

Kabupaten Gunungkidul.

Luas tanah Eksisting : 44.247m2 dan 5.878 m2

Luas dasar Bangunan : 5.221m2

Luas Total Lantai : 10.536,7m2

Luas Total lahan : 50.125m2

67
2. Visi, Misi, Budaya Kerja dan Motto Rumah Sakit Umum Daerah

Saptosari

Visi

“ Menjadi rumah sakit yang unggul, berdaya saing dan menjadi pilihan

utama masyarakat Gunungkidul dan sekitarnya serta mendukung

perwujudan masyarakat yang sehat dan produktif ”.

Misi

a. Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat;

b. Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia;

c. Melaksanakan peningkatan mutu (continous quality improvement) dan

memperhatikan sumberdaya manusia Rumah Sakit Umum Saptosari

secara berkelanjutan;

d. Meningkatkan jalinan kerjasama dengan istitusi terkait;

e. Melengkapi sarana prasarana secara bertahap.

Budaya Kerja

Budaya Kerja Rumah Sakit adalah AMPUH

a. Aman; (aman bagi pasien, aman bagi pemberi layanan, aman terhadap

lingkungan dan aman secara hukum)

b. Manusiawi (memberikan layanaan yang memanusiakan

manusia dengan memperhatikan hak-haknya)

c. Paripurna (memberikan pelayanan bio, psiko, sosio dan spiritual)

68
d. Unggul (layanan yang diberikan selalu mengikuti perkembangan jaman

dan selalu berinovasi lebih baik dan berdaya saing)

e. Hemat (efektif dan efisien)

Motto

“ melayani dengan SENYUMAN ” (santun, empati, nyaman, unggul,

manusiawi, aman).

3. Fasilitas Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari

Dari proses pembangunan yang telah dikerjakan, RSUD Saptosari

Gunungkidul telah memiliki berbagai jenis pelayanan beserta

sarananya yang meliputi sebagai berikut :

d. Layanan IGD

Instalasi Gawat darurat RSUD Tipe D Saptosari Gunungkidul

melayani pasien yang mengalami kegawatan dan keadaan darurat

terbagi dalam dua bagian yaitu true emergency dan false emergency.

Waktu pelayanan adalah 24 jam, artinya setiap saat pasien datang maka

akan dilayani oleh dokter dan perawat. Pelayanan di IGD juga didukung

oleh pelayanan laboratorium, radiologi dan pelayanan kefarmasian serta

ambulance 24 jam. Jenis pelayanan di IGD berdasarkan kategori pasien

adalah pasien kegawatan umum, pasien kegawatan bedah, pasien

kegawatan kebidanan dan kandungan.

e. Layanan rawat jalan

69
Pelayanan rawat jalan di RSUD Saptosari Gunungkidul

Gunugkidul memiliki 7

Poliklinik yaitu :

1) Poli umum

2) Poli penyakit dalam

3) Poli gigi dan mulut

4) Poli anak

5) Poli kebidanan dan kandungan

6) Poli bedah

7) Poli saraf

f. Layanan Rawat Inap

RSUD Saptosari Gunungkidul telah dibangun dengan jumlah

tempat tidur total 51 tempat tidur pada tahap awal pembangunan,

dengan berbagai jumlah bed didalam ruangan rawatnya. Ruang rawat

dibangun dalam satu kesatuan dengan gedung pelayanan lainnya, di

lantai dasar dan lantai 1. Adapun pembagian tempat tidur pada layanan

rawat inap adalah sebagai berikut:

1) Layanan rawat inap kelas I dengan 6 TT

2) Layanan rawat inap kelas II dengan 14 TT

3) Layanan rawat inap kelas III dengan 24 TT

4) Layanan rawat inap kelas VIP dengan 3 TT

5) Layanan ruang rawat intensif

g. Layanan Kebidanan

70
Layanan kebidanan pada tahap awal, merupakan pelayanan

kebidanan dasar yang dilayani oleh bidan terlatih, tersedia sarana

ruangan yang cukup memadai meliputi ruang observasi, ruang

persalinan, ruang nifas, ruang bayi, ruang konsultasi dan pemeriksaan

lainnya.

h. Layanan Laboratorium

Laboratorium di RSUD Saptosari Gunungkidul pada tahap awal ini

adalah

laboratorium patologi klinik sederhana baru mampu untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium darah, urin, feses sederhana.

i. Layanan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dan dan sonografi yang bisa dilakukan di

RSUD Saptosari Gunungkidul adalah:

1) Pemeriksaan foto polos berbagai bagian tubuh dan organ tubuh

2) Pemeriksaan foto dengan kontras

3) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

4) Hasil pemeriksaan imajiner diproduksi secara digital dengan

proses Digital Radiology (DR).

j. Layanan Farmasi

Layanan farmasi adalah layanan untuk memenuhi kebutuhan

obatobatan, bahan medis habis pakai (BMHP) dan alat kesehatan di

lingkungan RSUD Saptosari Gunungkidul sesuai dengan ketentuan

yang berlaku yaitu resep dari dokter yang bertugas di RSUD Saptosari

71
Gunungkidul. Penggunaan obat di RSUD Saptosari Gunungkidul sesuai

dengan formularium nasional yang dituangkan dalam formularium obat

RSUD Saptosari Gunungkidul.

k. Layanan Gizi

l. Layanan Laundry dan Linen

m.Layanan Pemulasaraan Jenazah

n. Layanan Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit (IPSRS)

Layanan ini adalah instalsi yang melakukan pemeliharaan maupun

perbaikan terhadap sarana dan prasarana rumah sakit yang dilengkapi

dengan ruang-ruang kerja berupa bengkel maupun workshop.

o. Layanan Rekam medik

Layanan Rekam medik adalah layanan tempat dimana data-data

mengenai catatan medis pasien disimpan dan didata sebagai arsip. Unit

ini biasanya terletak dekat dengan zona administrasi dan poliklinik,

sementara gudang-gudang penyimpanan dapat diletakkan di ruang lain,

dengan syarat mudah dijangkau.

p. Layanan CSSD

Layanan CSSD adalah layanan yang diberikan untuk menerima,

mendesinfeksi, membersihkan, mengemas, mensterilkan, menyimpan,

dan mendistribusikan alat kesehatan baik yang dapat dipakai berulang

maupun alat sekali pakai sesuai dengan standar yang berlaku.

q. Layanan Kasir

72
Layanan ini merupakan pelayanan yang digunakan untuk

melakukan baik dari poliklinik, apotek, laboratorium, IGD, rawat inap,

dan penunjang lain yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari.

r. Sarana Sanitasi Rumah Sakit

Dalam lingkup rumah sakit, sanitasi berarti upaya pengawasan

berbagai factor lingkungan fisik, kimiawi, dan biologi di rumah sakit

yang menimbulkan atau bisa mengakibatkan pengaruh buruk terhadap

kesehatan petugas, pasien, pengunjung maupun bagi masyarakat di

sekitar rumah sakit

4. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari

Berikut struktur organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari

73
Gambar 3.1 Struktur Organanisasi RSUD Saptosari Gunungkidul

5. Struktur Organisasi Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Daerah

Saptosari

Berikut struktur organisasi rekam medis RSUD Saptosari Gunungkidul

74
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Rekam Medis di RSUD Saptosari

Gunungkidul

B. Alur dan Prosedur Pelepasan Informasi Medis di RSUD Saptosari

Gunungkidul

Pelepasan informasi medis adalah prosedur melepaskan, mengungkapkan

data atau informasi medis. Kebijakan umum instalasi rekam medis di RSUD

Saptosari Gunungkidul dalam pelepasan informasi medis adalah sebagai

berikut :

1. Alur dan Prosedur pelepasan informasi medis yang ada di RSUD

Saptosari Gunungkidul, yaitu sebagai berikut :

a. Kepala instalasi rekam medis menerima permintaan pelepasan

informasi medis secara tertulis dari pasien dan atau atas perintah

pengadilan.

75
b. Pasien yang berumur diibawah 18 tahun permintaan pelepasan

informasi tertulis dari orang tua atau wali.

c. Memastikan bahwa permintaan pelepasan informasi medis adalah

benar pasien sendiri dengan melakukan checklist permohonan

SKM yang sudah tersedia, sesuai dengan kartu identitas pasien.

d. Permintaan pelepasan informasi medis yang dikuasakan orang

lain harus disertai surat kuasa pasien, fotokopi identitas pemohon

dan fotokopi identitas pasien.

e. Permintaan pelepasan informasi medis berasal dari pihak lain atau

pihak ketiga (misal;perusahaan, asuransi, dan lain lain) harus

disertai surat kuasa cukup dari pasien.

f. Petugas rekam medis memberikan form serah terima permintaan

pelepasan informasi medis yang dapat digunakan sebagai bukti

pengambilan.

g. Petugas rekam medis melakukan pengarsipan terhadap pelepasan

informasi medis (fotokopi pelepasan informasi medis yang sudah

di berisikan beserta identitas).

C. Analisis Beban Kerja berdasarkan Metode ABK di Rumah Sakit

Umum Daerah Saptosari

Kebutuhan tenaga kerja rekam medis berdasarkan metode ABK (Analisis

Beban Kerja) di Rumah Sakit Daerah Saptosari sebagai berikut

1. Waktu Kerja Tersedia (WKT)

76
Tabel 3.1 Waktu Kerja Tersedia

Hari kerja 349 hari/tahun A


Cuti tahunan 12 hari/tahun B
Diklat 4 hari/tahun C
Hari libur nasional 16 hari/tahun D
Ketidakhadiran kerja 3 hari E
Waktu kerja 7 jam F

Waktu Kerja Tersedia

WKT = {A-(B+C+D+E)} x F

= {349-(12+4+16+4)} x 7

= {349 – 35} x 7

= 217 x 7

= 2.219 jam kerja/thn

= 133.140 mnt/thn

2. Komponen Beban Kerja Dan Norma Waktu

Tabel 3.2 Komponen Beban Kerja Dan Norma Waktu

Kegiatan Norma Waktu Capaian 1 th


(Menit)
Pendaftaran gawat 3 19.785
darurat pasien baru
Pendaftarn gawat 3 32.975
darurat pasien lama
Edukasi Pasien 2 13.190
Pengisian Formulir 2 21.983
General Consent

77
Tabel 3.3 Kegiatan Penunjang

Kegiatan Waktu Frekuensi


In house training 8 jam Setahun sekali
service excellence,
handing complain
dan komunikasi
efektif
Rapat koodinasi 4 jam Setahun sekali
bulanan RJ dan
pengolahan data
Pelatihan BHD 3 jam Setahun sekali
(bantuan hidup
dasar)
Pelatihan SIMRS 3 jam Setahun sekali
Pelatihan PPI 2 jam Setahun sekali
(Pencegahan dan
Pengendalian
Infeksi)
Akreditasi 8 jam Setahun sekali

4. Menghitung Standar Beban Kerja Petugas Rekam Medis

Waktu kerja tersedia


Rumus SBK =
Norma waktu perkegiatan pokok

Tabel 3.4 Standar Beban Kerja

Kegiatan Norma Waktu WKT SBK


(Menit)
Pendaftaran 3 133.140 44.380
gawat darurat
pasien baru
Pendaftaran 3 133.140 66.570
gawat darurat
pasien lama
Edukasi Pasien 2 133.140 66.570
Pengisian 1 133.140 133.140
Formulir General

78
Consent
5. Menghitung Standar Tugas Penunjang (STP)

Waktu kegiatan
Rumus FTP (Faktor Tugas Penunjang) = x 100%
Waktu kerja tersedia

1
Rumus STP (Standar Tugas Penunang) = FTP
(1− )
100

Tabel 3.5 Standar Tugas Penunjang

Kegiatan Waktu Frekuens Waktu WKT FTP


i kegiatan (menit/tahun %
(menit/tahun) )
In house 8 jam Setahun 480 99.720 0,4
training sekali
service
excellence,
handing
complain
dan
komunikasi
efektif
Rapat 2 jam Setahun 240 99.720 0,2
koodinasi sekali
bulanan RJ
dan
pengolahan
data
Pelatihan 3 jam Setahun 180 99.720 0,1
BHD sekali
(bantuan
hidup dasar)
Pelatihan 3 jam Setahun 180 99.720 0,1
SIMRS sekali
Pelatihan 2 jam Setahun 120 99.720 0,1
PPI sekali
(Pencegahan
dan
Pengendalia

79
n Infeksi)
Akreditasi 8 jam Setahun 480 99.720 0,4
sekali
FTP % 1,3
STP = (1/(1-FTP/100))

FTP =Waktu Kegiatan / WKT X 100

STP = (1/(1-1,3/100))

= (1/ (1-0,987))

= 1/ 0,9

= 1,1

6. Menghitung kebutuhan SDM Kesehatan

Rumus = JKT x STP

Tabel 3.6 Kebutuhan SDM

Kegiatan SBK Capaian 1 th Kebutuhan


Pendaftaran 44.380 19.785 0,44
pasien rawat
jalan baru
Pendaftaran 44.380 32.975 0,74
pasien rawat
jalan lama
Edukasi Pasien 66.570 13.190 0,19
Pengisian 133.140 21.983 0,16
Formulir General
Consent
Kebutuhan SDMK = JKT x STP

= 1,53 x 1,1

= 1,683

80
= 2 orang/ shift

Perhitungan shift = 2 orang x 3 shift = 6 orang

Kebutuhan SDMK di pendaftaran IGD RSUD Saptosari adalah 2 orang

untuk setiap shift. Apabila terdapat 3 shift berarti kebutuhan SDMK

menjadi 6 orang, sudah terdapat 5 orang petugas di pendaftaran IGD,

berarti kekurangan petugasnya yaitu 1 orang.

D. Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan Kode Tindakan ICD-9-

CM Pada Sistem Genitourinari, Reproduksi, Neoplasma, dan

Mortalitas di Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari

Berikut beberapa kasus penyakit yang kami ambil dari kasus rawat inap

pasien di RSUD Saptosari Gunungkidul :

1. Keakuratan Kasus Diagnosis dan Tindakan Penyakit Sistem

Genitourinary

Berikut merupakan pengambilan kasus diagnosis dan tindakan

penyakit sistem Genitourinary di RSUD Saptosari Gunungkidul,

yang dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3.7 Kasus Diagnosa Sistem Genitourinary

No No.RM Diagnosa Kode Langkah-Langkah


DIagnosa
1. 005xxx Urinary Tract N39.0 Lt : Infection, infected
Infection (opportunistic)
ICD 10 Vol 3
Infection, infected
(opportunistic)
-urinary (tract) NEC
N39.0
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N39.0 Urinary tract

81
infection, site not specifie

2. 003xxx Renal Disease N28.9 Lt : Disease


ICD 10 Vol 3
Disease
-kidney (functional)
(pelvis) N28.9
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N28.9 Disorder of kidney
and ureter, unspecified

3. 004xxx Urinary Calculus N20.9 Lt: Calculus, calculi


Unspecified ICD 10 Vol 3
Calculus, calculi
- urinary (duct)
(impacted) (passage)
(tract) N20.9
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N20.9 Urinary calculus,
unspecified
4. 006xxx Chronic Kidney N18.9 Lt: Disease, diseased
Disease ICD 10 Vol 3
Disease, diseased
- kidney
- - chronic N18.9
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N18.9 Chronic Kidney
Disease , Unspecified
5. 008xxx Nephrotic N04.9 Lt : Syndrome
Syndrome ICD 10 Vol 3
Syndrome
- nephrotic (congenital)
(see also Nephrosis)
N04.-
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N04 Nephrotic syndrome
[See before N00 for
subdivisions ]
.9 Unspecified
N04.9 Nephrotic

82
syndrome Unspecified

Tabel 3.8 Tindakan Penyakit Sistem Genitourinary

No No Kode Tindakan Langkah – langkah


RM Tindakan
1. 005xxx 90.59 90.5 Microscopic Leadterm : Examination
examination of ICD 9 CM Alphabetix
blood Index
.9 Other microscopic Examination
examination blood 90.59
dirujuk ICD 9 CM
Tabular List
90.5 Microscopic
examination of blood
.9 Other microscopic
examination
2. 003xxx 89.52 Electrocardiogram Leadterm :
ECG NOS Electrocardiogram
EKG (with 12 or ICD 9 CM Alphabetix
more leads) Index
Electrocardiogram
89.52
dirujuk ICD 9 CM
Tabular List
89.52 Electrocardiogram
3. 004xxx 87.43 X - ray of ribs, Leadterm : X – ray
sternum, and clavicle ICD 9 CM Alphabetix
Index
X – ray
Chest (routine)
87.43
dirujuk ICD 9 CM
Tabular List
87.43 Routine chest x –
ray, so described

83
4. 006xxx 93.96 Other oxygen Leadterm : Oxygen
enrichment therapy
ICD 9 CM Alphabetix
Index
Oxygen therapy
(catalytic) (pump)
93.96
dirujuk ICD 9 CM
Tabular List
93.96 Other oxygen
enrichment
5. 008xxx 90.32 Microscopic Leadterm : Examination
examination of ICD 9 CM Alphabetix
specimen see from Index
ear, nose, throat, and Examination
larynx Nose 90.3
dirujuk ICD 9 CM
Tabular List
90.3 examination of
specimen see from ear,
nose, throat, and larynx
.2 culture and sensitivity

2. Keakuratan Kasus Diagnosis dan Tindakan Penyakit Sistem

Reproduksi

Berikut merupakan pengambilan kasus diagnosis dan tindakan

penyakit sistem Reproduksi di RSUD Saptosari Gunungkidul, yang

dijelaskan pada

Tabel 3.9 Kasus Diagnosa Sistem Reproduksi

No No.RM Diagnosa Kode Langkah-Langkah


Diagnosa
1. 0021xx Pendarahan uterus N93.9 Lt : Hemorrhage,
abnormal hemorrhagic
ICD 10 Vol 3

84
Hemorrhage, hemorrhagic
- uterus, uterine
(abnormal) N93.9
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N93.9 Abnormal uterine
and vaginal bleeding,
unspecified
2. 003xxx Dyspareunia N94.1 Lt : Dyspareunia (female)
ICD 10 Vol 3
Dyspareunia (female)
N94.1
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N94.1 Dyspareunia
Excludes: psychogenic
dyspareunia
3. 0020xx Kista ovarium N83.2 Lt : Cyst
kanan ICD 10 Vol 3
Cyst
- ovary, ovarian (twisted)
NEC N83.2
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N83.2 Other and
unspecified ovarian cysts
4. 0018xx Endometriosis N80.9 Lt : Endometriosis
ICD 10 Vol 3
Endometriosis N80.9
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N80.9 Endometriosis,
unspecified
5. 0007xx Prolaps uteri N81.3 Lt : Prolapse, prolapsed
ICD 10 Vol 3
Prolapse, prolapsed
- uterus (with prolapse of
vagina)
- - complete N81.3
Dirujuk ICD 10 Vol 1
N81.3 Complete
uterovaginal prolapse

85
Tabel 3.10 Tindakan Penyakit Sistem Reproduksi

No No Kode Tindakan Langkah – Langkah


RM Tindakan
1. 0021xx 88.19 Other X-ray of Leadterm : Radiography
abdomen ICD 9 CM
Abdomen, abdominal
(flate flate) NEC
88.19
Rujuk
88.19 Other X-ray of
abdomen
2. 003xxx 91.39 91.3 Microscopic Leadterm : Examination
examination of ICD 9 CM
speciment from Examination
bladder, urethra, perivesical (tissue)
prostate, seminal 91.3
fesicle, perivesical Rujuk
tissue, and of urine and 91.3 Microscopic
semen examination of speciment
.9 other microscopic from bladder, urethra,
examination prostate, seminal fesicle,
perivesical tissue, and of
urine and semen
.9 other microscopic
examination
3. 0020xx 90.59 90.5 Microscopic Leadterm : Examination
examination of blood ICD 9 CM
.9 Other microscopic Examination
examination blood 90.59
Rujuk
90.5 Microscopic
examination of blood
.9 Other microscopic
examination

86
4. 0018xx 89.52 Electrocardiogram Leadterm :
ECG NOS Electrocardiogram
EKG (with 12 or ICD 9CM
more leads) Electrocardiogram
89.52
Rujuk
89.52 Electrocardiogram
5. 0007xx 93.96 Other oxygen Leadterm : Oxygen therapy
enrichment ICD 9 CM
Oxygen therapy
(catalytic) (pump) 93.96
Rujuk
93.96 Other oxygen
enrichment

3. Keakuratan Kasus Diagnosis dan Tindakan Penyakit Sistem

Neoplasma

Berikut merupakan pengambilan kasus diagnosis dan tindakan

penyakit sistem Reproduksi di RSUD Saptosari Gunungkidul, yang

dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3.11 Kasus Diagnosa Sistem Neoplasma

No No.RM Diagnosa Kode Langkah-Langkah


Diagnosa
1. 004xxx Tumor Parostis D23.2 Lt : Neoplasm, neoplastic
Sinistra M8410/0 ICD 10 Volume 3
Neoplasm, neoplastic
- auricle, ear D23.2
Dirujuk ICD 10 Volume 1
D23.2 Skin of ear and
external auricular canal
2. 005xxx Muscle tumor D21.9 Lt : Neoplasm, neoplastic
M8897/1 ICD 10 Volume 3
Neoplasm, neoplastic
- muscle D21.9
Dirujuk ICD 10 Volume 1

87
D21.9 Connective and other
soft tissue, unspecified
3. 006xxx Limfadenopati coli D36.1 Lt : Neoplasm, neoplastic
M9560/0 ICD 10 Volume 3
Neoplasm, neoplastic
- ganglia D36.1
Dirujuk ICD 10 Volume 1
D36.1 Peripheral nerves and
autonomic nervous system
4. 0068xx Tumor nasal D36.7 / Lt : Neoplasm, neoplastic
M8000/0 ICD 10 Volume 3
Neoplasm, neoplastic
- nose, nasal D36.7
Dirujuk ICD 10 Volume 1
D36.7 Other specified
sites
Nose NOS
5. 0021xx Tumor dinding dada D09.7/ Lt : Neoplasm, neoplastic
M8000/0 ICD 10 Volume 3
Neoplasm, neoplastic
- thorax, thoracic (cavity)
(organ NEC)
- - wall NEC D09.7
Dirujuk ICD 10 Volume 1
D09.7 Carcinoma in situ
of other specified sites

Tabel 3.12 Tindakan Penyakit Sistem Neoplasma

No No Kode Tindakan Langkah – langkah


RM Tindaka
n
1. 004xxx 26.30 Sialoadenectomy, not Leadterm : Sialoadenectomy
otherwise specified ICD 9 CM
Sialoadenectomy
(parotid) (sublingual)
(submaxillary) 26.30
Rujuk
26.30 Sialoadenectomy, not

88
otherwise specified
2. 005xxx 90.59 90.5 Microscopic Leadterm : Examination
examination of blood ICD 9 CM
.9 Other microscopic Examination
examination blood 90.59
Rujuk
90.5 Microscopic
examination of blood
.9 Other microscopic
examination
3. 006xxx 90.32 Microscopic Leadterm : Examination
examination of ICD 9 CM
specimen see from ear, Examination
nose, throat, and larynx Nose 90.3
Rujuk
90.3 examination of
specimen see from ear, nose,
throat, and larynx
.2 culture and sensitivity
4. 0068xx 87.43 X - ray of ribs, Leadterm : X – ray
sternum, and clavicle ICD 9 CM
X – ray
Chest (routine) 87.43
Rujuk
87.43 Routine chest x – ray,
so described
5. 0021xx 99.29 Injection or infusion of Leadterm : Infusion
other therapeutic or ICD 9 CM
prophylactic substance Infusion
Therapeutic substance
NEC 99.29
Rujuk
99.29 Injection or infusion
of other therapeutic or
prophylactic substance

4. Menentukan Penyebab Dasar Kematian atau Mortalitas

89
Berikut merupakan pengambilan kasus Kematian di RSUD Saptosari

Gunungkidul, yang dijelaskan dibawah ini

a Nama Pasien : Tamirah (P)


No RM : 008324
Diagnosis : - gagal nafas
- efusi pleura
- asidosis respiratory
Sebab Kematian : gagal nafas
1) Menentukan kode diagnosis

BAG 1
A. Gagal Nafas J96.9 Respiratory failure, not
elsewhere classified
B. Efusi Pleura J90.9 Pleural effusion, not elsewhere
classified
C. Asidosis Respiratory E87.2 Acidosis
D.
BAG 2
A.
B.

2) menentukan hubungan sebab dan akibat dalam tabel D


TABLE D
--- J960 - J969 ---
A000 – R825 √ J909 dan E872 tercantum dalam Table D

3) menentukan rule yang digunakan


Rule yang digunakan yaitu : RULE GP

4) menentukan Tentative UCOD


Tentative UCOD : J969

5) melanjutkan ke Table E
TABLE E
--- J969 --- --- J969 ---

90
J909 × Tidak ada dalam Table E E872 × Tidak ada dalam
Table E

6) menentukan Rule Modifikasi


Rule yang dipakai : RULE SELEKSI 3
7) menentukan final UCOD
Final UCOD : J969

8) Merujuk ke Table A atau F


TABLE A
J969 √ ada dalam Table A

9) Merujuk Kedalam ICD Volume 1


J96.9 Respiratory failure, not elsewhere classified

b Nama Pasien : Supandi (L)


No.RM : 007837
Diagnosis Utama : - pneuron SUSP covid
- CKD (Chronic Kidney Disease)
- infark
Penyebab : infeksi paru

1) Menentukan kode diagnosis

BAG 1
E. Infeksi paru J98.4 Other disorders of lung
F. Pneuron SUSP Covid U07.1 Covid 19, virus
identified
G. CKD (chronic kidney disease ) N18.9 Chronic kidney
disease, unspecified
H. pneumonia J18.9 Pneumonia, unspecified
BAG 2
C.
D.

91
2) menentukan hubungan sebab dan akibat dalam tabel D
TABLE D
--- J984 ---
A000 – F39 √ B342 tercantum
M000 – N459 √ N189 tercantum
H950 – L932 √ J189 tercantum

3) menentukan rule yang digunakan


Rule yang digunakan yaitu : RULE GP

4) menentukan Tentative UCOD


Tentative UCOD : J189

5) melanjutkan ke Table E
TABLE E
--- J189 --- --- J189 ---
J984 × Tidak ada dalam Table E DS B330 – B349 √ B342 ada
dalam Table E

--- J189 ---


N189 × Tidak ada dalam Table E

6) menentukan Rule Modifikasi


Rule yang dipakai : RULE SELEKSI 3

7) menentukan final UCOD


Final UCOD : B342

8) Merujuk ke Table A atau F


TABLE A
B342 √ ada dalam Table A

9) Merujuk Kedalam ICD Volume 1

92
B342 Coronavirus Infection, Unspecified Site

c Nama Pasien : Jubrok (L)


No.RM : 008494
Penyebab : stroke SUSP trombosis luas
Diagnosa : - hipertensi
- leukositosis
- hipokalemia
1) Menentukan kode diagnosis

BAG 1
A. stroke SUSP I63.9 Cerebral infarction, unspecified
B. hipertensi I10. Essential (primary) hypertension
C. leukositosis D72.8 Other specified disorders of
white blood cells
D. hipokalemia E87.6 Hypokalaemia
BAG 2
A.
B.

2) menentukan hubungan sebab dan akibat dalam tabel D


TABLE D
--- I635 - I6390 ---
I092 – I319 √ I10 tercantum
A199 – E899 √ D728 dan E876 tercantum

3) menentukan rule yang digunakan


Rule yang digunakan yaitu : RULE GP

4) menentukan Tentative UCOD


Tentative UCOD : I639

5) melanjutkan ke Table E
TABLE E
--- I639 --- --- I639 ---

93
I10 × Tidak ada dalam Table E D728 × Tidak ada dalam
Table E

--- I639 ---


E876 × Tidak ada dalam Table E

6) menentukan Rule Modifikasi


Rule yang dipakai : RULE SELEKSI 3

7) menentukan final UCOD


Final UCOD : I639

8) Merujuk ke Table A atau F


TABLE A
I639 √ ada dalam Table A

9) Merujuk Kedalam ICD Volume 1


I63.9 Cerebral infarction, unspecified

94
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Alur dan Prosedur pelepasan informasi medis di RSUD Saptosari

Gunungkidul

Dari hasil pengamatan dan praktik yang telah kami laksanakan,

pelepasan informasi medis untuk pihak ketiga yaitu asuransi, pendidikan dan

penyidik, sudah sesuai dengan tori yang ada, khususnya untuk kepentingan

penelitian di RSUD Saptosari Gunungkidul sudah sesuai dengan teori yang

ada, yaitu harus ada surat kuasa, serta surat penugasan penelitian dari instansi

yang bersangkutan.

B. Analisis Beban Kerja berdasarkan Metode ABK di RSUD Saptosari

Gunungkidul

Kebutuhan tenaga kerja rekam medis berdasarkan metode ABK (Analisis

Beban Kerja) di Rumah Sakit Daerah Saptosari sebagai berikut

1. Waktu Kerja Tersedia (WKT)

Tabel 3.1 Waktu Kerja Tersedia

Hari kerja 349 hari/tahun A


Cuti tahunan 12 hari/tahun B
Diklat 4 hari/tahun C
Hari libur nasional 16 hari/tahun D
Ketidakhadiran kerja 3 hari E
Waktu kerja 7 jam F

95
Waktu Kerja Tersedia

WKT = {A-(B+C+D+E)} x F

= {349-(12+4+16+4)} x 7

= {349 – 35} x 7

= 217 x 7

= 2.219 jam kerja/thn

= 133.140 mnt/thn

2. Komponen Beban Kerja Dan Norma Waktu

Tabel 3.2 Komponen Beban Kerja Dan Norma Waktu

Kegiatan Norma Waktu Capaian 1 th


(Menit)
Pendaftaran gawat 3 19.785
darurat pasien baru
Pendaftarn gawat 3 32.975
darurat pasien lama
Edukasi Pasien 2 13.190
Pengisian Formulir 2 21.983
General Consent

Tabel 3.3 Kegiatan Penunjang

Kegiatan Waktu Frekuensi


In house training 8 jam Setahun sekali
service excellence,
handing complain
dan komunikasi
efektif
Rapat koodinasi 4 jam Setahun sekali
bulanan RJ dan
pengolahan data
Pelatihan BHD 3 jam Setahun sekali
(bantuan hidup
dasar)

96
Pelatihan SIMRS 3 jam Setahun sekali
Pelatihan PPI 2 jam Setahun sekali
(Pencegahan dan
Pengendalian
Infeksi)
Akreditasi 8 jam Setahun sekali

7. Menghitung Standar Beban Kerja Petugas Rekam Medis

Waktu kerja tersedia


Rumus SBK =
Norma waktu perkegiatan poko k

Tabel 3.4 Standar Beban Kerja

Kegiatan Norma Waktu WKT SBK


(Menit)
Pendaftaran 3 133.140 44.380
gawat darurat
pasien baru
Pendaftaran 3 133.140 66.570
gawat darurat
pasien lama
Edukasi Pasien 2 133.140 66.570
Pengisian 1 133.140 133.140
Formulir General
Consent
8. Menghitung Standar Tugas Penunjang (STP)

Waktu kegiatan
Rumus FTP (Faktor Tugas Penunjang) = x 100%
Waktu kerja tersedia

1
Rumus STP (Standar Tugas Penunang) = FTP
(1− )
100

Tabel 3.5 Standar Tugas Penunjang

Kegiatan Waktu Frekuens Waktu WKT FTP


i kegiatan (menit/tahun %

97
(menit/tahun) )
In house 8 jam Setahun 480 99.720 0,4
training sekali
service
excellence,
handing
complain
dan
komunikasi
efektif
Rapat 2 jam Setahun 240 99.720 0,2
koodinasi sekali
bulanan RJ
dan
pengolahan
data
Pelatihan 3 jam Setahun 180 99.720 0,1
BHD sekali
(bantuan
hidup dasar)
Pelatihan 3 jam Setahun 180 99.720 0,1
SIMRS sekali
Pelatihan 2 jam Setahun 120 99.720 0,1
PPI sekali
(Pencegahan
dan
Pengendalia
n Infeksi)
Akreditasi 8 jam Setahun 480 99.720 0,4
sekali
FTP % 1,3
STP = (1/(1-FTP/100))

FTP =Waktu Kegiatan / WKT X 100

STP = (1/(1-1,3/100))

= (1/ (1-0,987))

98
= 1/ 0,9

= 1,1

9. Menghitung kebutuhan SDM Kesehatan

Rumus = JKT x STP

Tabel 3.6 Kebutuhan SDM

Kegiatan SBK Capaian 1 th Kebutuhan


Pendaftaran 44.380 19.785 0,44
pasien rawat
jalan baru
Pendaftaran 44.380 32.975 0,74
pasien rawat
jalan lama
Edukasi Pasien 66.570 13.190 0,19
Pengisian 133.140 21.983 0,16
Formulir General
Consent

Kebutuhan SDMK = JKT x STP

= 1,53 x 1,1

= 1,683

= 2 orang/ shift

Perhitungan shift = 2 orang x 3 shift = 6 orang

Kebutuhan SDMK di pendaftaran IGD RSUD Saptosari adalah 2

orang untuk setiap shift. Apabila terdapat 3 shift berarti kebutuhan SDMK

menjadi 6 orang, sudah terdapat 5 orang petugas di pendaftaran IGD,

berarti kekurangan petugasnya yaitu 1 orang.

99
C. Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan Kode Tindakan

ICD-9-CM pada Sistem Genitourinarii, Reproduksi, Neoplasma, dan

Mortalitas di RSUD Saptosari Gunungkidul

Berikut beberapa kasus penyakit yang kami ambil dari kasus rawat inap

pasien di RSUD Saptosari Gunungkidul :

1. Keakuratan Kasus Diagnosa dan Tindakan Penyakit Sistem

Genitourinary

Berikut merupakan pengambilan kasus diagnosa dan tindakan

Penyakit Sistem Genitourinary di RSUD Saptosari Gunungkidul

dijelaskan pada tabel 4.7 dan 4.8

a. ICD-10

Tabel 4.7 diagnosa Kasus Penyakit Sistem Genitourinary

Kode Kode
No. No.RM Diagnosa Keterangan
Rumah Sakit Peneliti
1 005xxx Urinary N39.0 N39.0 Akurat
Tract
Infection
2. 003xxx Renal N28.9 N28.9 Akurat
Disease
3 004xxx Urinary N20.9 N20.9 Akurat
Calculus
Unspecified

4 006xxx Chronic N18.9 N18.9 Akurat


Kidney
Disease
5 008xxx Nephrotic N04.9 N04.9 Akurat
Syndrome
Tabel 4.7

100
b. ICD 9 CM

Tabel 4.8 Tindakan Kasus Penyakit sistem Genitourinary

Kode
Kode
No No RM Tindakan Rumah Keterangan
Peneliti
Sakit
1. 005xxx 90.5 Microscopica. 90.59 b. 90.59 Akurat
examination of
blood
.9 Other microscopic
examination
2. 003xxx Electrocardiogram 89.52 89.52 Akurat
ECG NOS
EKG (with 12
or more leads)
3 004xxx X - ray of ribs, 87.43 87.43 Akurat
sternum, and
clavicle
4 006xxx Other oxygen 93.96 93.96 Akurat
enrichment
5 008xxx Microscopic 90.32 90.32 Akurat
examination of
specimen see
from ear, nose,
throat, and larynx

2. Keakuratan Kasus Diagnosa dan Tindakan Penyakit Sistem Reproduksi

Berikut merupakan pengambilan kasus diagnosa dan tindakan

Penyakit Sistem Respirasi di RSUD Saptosari Gunungkidul, yang

dijelaskan pada tabel 4.9 dan 4.10.

a. ICD-10

101
Tabel 4.9 Diagnosa Kasus Penyakit Sistem Reproduksi

No.RM Diagnosa Kode


Kode
No Rumah Keterangan
Peneliti
Sakit
1. 0021xx Pendarahan uterus N93.9 N93.9 Akurat
abnormal
2. 003xxx Dyspareunia N94.1 N94.1 Akurat
3. 0020xx Kista ovarium kanan N83.2 N83.2 Akurat
4. 0018xx Endometriosis N80.9 N80.9 Akurat
5. 0007xx Prolaps uteri N81.3 N81.3 Akurat

b. ICD-9 CM
Tabel 4.10 Tindakan Kasus Penyakit Sistem Reproduksi

Kode Kode
No No RM Tindakan Keterangan
Rumah Sakit Peneliti
1 0021xx Other X-ray of 88.19 88.19 Akurat
abdomen
2. 003xxx 91.3 Microscopic 91.39 91.39 Akurat
examination of
speciment from
bladder, urethra,
prostate, seminal
fesicle, perivesical
tissue, and of urine
and semen
.9 other
microscopic
examination

102
3 0020xx 90.5 Microscopic 90.59 90.59 Akurat
examination of
blood
.9 Other
microscopic
examination
4 0018x Electrocardiogram 89.52 89.52 Akurat
ECG NOS
EKG (with 12 or
more leads)
5 0007xx Other oxygen 93.96 93.96 Akurat
enrichment

3. Keakuratan Kasus Diagnosa dan Tindakan Sistem Penyakit Neoplasma

Berikut merupakan pengambilan kasus diagnosa dan tindakan

Penyakit Sistem Neoplasma di RSUD Saptosari Gunungkidul , yang

dijelaskan pada tabel 4.11 dan 4.12.

a. ICD-10

Tabel 4.11 Diagnosa kasus Penyakit Sistem Neoplasma

Kode
Kode
No No.RM Diagnosa Rumah
Peneliti Keterangan
Sakit
1. 004xxx Tumor Parostis D23.2 D23.2 Akurat
Sinistra M8410/0 M8410/0
2. 005xxx Muscle tumor D21.9 D21.9 Akurat
M8897/1 M8897/1
3. 006xxx Limfadenopati coli D36.1 D36.1/ Akurat
M9560/0 M9560/0
4. 0068xx Tumor nasal D36.7 D36.7/ Akurat
M8000/0 M8000/0
5. 0021xx Tumor dinding dada D09.7 D09.7 Akurat
M8000/0 M8000/0

b. ICD-9 CM

103
Tabel 4.12 Tindakan Kasus Penyakit Sistem Neoplasma

No Kode Kode
No Tindakan Keterangan
RM Rumah Sakit Peneliti
1. 004xxx Sialoadenectomy 26.30 26.30 Akurat
, not otherwise
specified
2. 005xxx Microscopic 90.59 90.59 Akurat
examination of
blood Other
microscopic
examination
3. 006xxx Microscopic 90.32 90.32 Akurat
examination of
specimen see
from ear, nose,
throat, and larynx
4. 0068xx X - ray of ribs, 87.43 87.43 Akurat
sternum, and
clavicle
5. 0021xx Injection or 99.29 99.29 Akurat
infusion of other
therapeutic or
prophylactic
substance

4. Menentukan Penyebab Dasar Kematian atau Mortalitas

a Nama Pasien : Tamirah (P)


No RM : 008324
Diagnosis : - gagal nafas
- efusi pleura
- asidosis respiratory
Sebab Kematian : gagal nafas

104
1) Menentukan kode diagnosis

BAG 1
I. Gagal Nafas J96.9 Respiratory failure, not
elsewhere classified
J. Efusi Pleura J90.9 Pleural effusion, not elsewhere
classified
K. Asidosis Respiratory E87.2 Acidosis
L.
BAG 2
E.
F.

2) Menentukan hubungan sebab dan akibat dalam tabel D


TABLE D
--- J960 - J969 ---
A000 – R825 √ J909 dan E872 tercantum dalam Table D

3) Menentukan rule yang digunakan


Rule yang digunakan yaitu : RULE GP

4) Menentukan Tentative UCOD


Tentative UCOD : J969

5) Melanjutkan ke Table E
TABLE E
--- J969 --- --- J969 ---
J909 × Tidak ada dalam Table E E872 × Tidak ada

6) Menentukan Rule Modifikasi


Rule yang dipakai : RULE SELEKSI 3

7) Menentukan final UCOD


Final UCOD : J969

8) Merujuk ke Table A atau F

105
TABLE A
J969 √ ada dalam Table A

9) Merujuk Kedalam ICD Volume 1


J96.9 Respiratory failure, not elsewhere classified

b Nama Pasien : Supandi (L)


No.RM : 007837
Diagnosis Utama : - pneuron SUSP covid
- CKD (Chronic Kidney Disease)
- infark
Penyebab : infeksi paru

1) Menentukan kode diagnosis

BAG 1
M. Infeksi paru J98.4 Other disorders of lung
N. Pneuron SUSP Covid U07.1 Covid 19, virus
identified
O. CKD (chronic kidney disease )N18.9 Chronic kidney
disease, unspecified
P. pneumonia J18.9 Pneumonia, unspecified
BAG 2
G.
H.

2) Menentukan hubungan sebab dan akibat dalam tabel D


TABLE D
--- J984 ---
A000 – F39 √ B342 tercantum
M000 – N459 √ N189 tercantum
H950 – L932 √ J189 tercantum

3) Menentukan rule yang digunakan


Rule yang digunakan yaitu : RULE GP
4) Menentukan Tentative UCOD

106
Tentative UCOD : J189

5) Melanjutkan ke Table E
TABLE E
--- J189 --- --- J189 ---
J984 × Tidak ada dalam Table E DS B330 – B349 √
B342 ada dalam Table E

--- J189 ---


N189 × Tidak ada dalam Table E

6) Menentukan Rule Modifikasi


Rule yang dipakai : RULE SELEKSI 3

7) Menentukan final UCOD


Final UCOD : B342

8) Merujuk ke Table A atau F


TABLE A
B342 √ ada dalam Table A

9) Merujuk Kedalam ICD Volume 1


B342 Coronavirus Infection, Unspecified Site

c Nama Pasien : Jubrok (L)


No.RM : 008494
Penyebab : stroke SUSP trombosis luas
Diagnosa : - hipertensi
- leukositosis
- hipokalemia

1) Menentukan kode diagnosis

BAG 1

107
E. stroke SUSP I63.9 Cerebral infarction, unspecified
F. hipertensi I10. Essential (primary) hypertension
G. leukositosis D72.8 Other specified disorders of
white blood cells
H. hipokalemia E87.6 Hypokalaemia
BAG 2
C.
D.

2) Menentukan hubungan sebab dan akibat dalam tabel D


TABLE D
--- I635 - I6390 ---
I092 – I319 √ I10 tercantum
A199 – E899 √ D728 dan E876 tercantum

3) Menentukan rule yang digunakan


Rule yang digunakan yaitu : RULE GP

4) Menentukan Tentative UCOD


Tentative UCOD : I639

5) Melanjutkan ke Table E
TABLE E
--- I639 --- --- I639 ---
I10 × Tidak ada dalam Table E D728 × Tidak ada

--- I639 ---


E876 × Tidak ada dalam Table E

6) Menentukan Rule Modifikasi


Rule yang dipakai : RULE SELEKSI 3

7) Menentukan final UCOD


Final UCOD : I639

108
8) Merujuk ke Table A atau F
TABLE A
I639 √ ada dalam Table A

9) Merujuk Kedalam ICD Volume 1


I63.9 Cerebral infarction, unspecified

109
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelepasan informasi medis untuk kepentingan penelitian di RSUD

Saptosari Gunungkidul sudah sesuai dengan teori yang ada, yaitu harus

ada surat penugasan penelitian dari instansi yang bersangkutan.

2. Analisis Beban Kerja berdasarkan Metode ABK di RSUD Saptosari

Gunungkidul bagian pendaftaran didapatkan hasil 6 orang petugas.

3. Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan Kode Tindakan

ICD-9-CM di RSUD Saptosari Gunungkidul pada sistem Genitourinari,

Reproduksi dan Neoplasma serta penentuan penyebab dasar kematian

atau mortalitas sudah akurat.

B. SARAN

1. Berdasarkan pembahasan di bab analisis beban kerja, diharapkan kepada


pihak RSUD Saptosari untuk menambahkan 1 kekurangan petugas di
bagian IGD serta meningkatkan kegiatan promosi rumah sakit agar
RSUD Saptosari dikenal oleh masyarakat lebih luas sehingga
meningkatkan minat masyarakat dalam mengunakan pelayanan
kesehatan di RSUD Saptosari Gunung Kidul.
2. Berdasarkan hasil pengamatan kami, terdapat beberapa pengunjung baru
yang masih kesulitan saat akan mengambil nomor antrian di mesin
antrian. Sebaiknya petugas keamanan atau petugas yang berwenang
ditempatkan di pintu utama Rumah Sakit agar dapat membantu untuk
mengarahkan pasien atau pengunjung yang mengalami kesulitan pada
saat pelayanan pendaftaran selain itu juga dapat membantu pasien yang
kesulitan seperti pasien yang membutuhkan kursi roda, bed dll, sehingga

110
dalam proses pelayanan antara petugas, pasien, dan pengunjung di RSUD
Saptosari bisa berjalan lancar tanpa ada hambatan.

111
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini M, [et.al]. (2017). Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
(RMIK) Klasifikasi Kodefikasi Penyakit dan Masalah Terkait I. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia.

Budi, SC. (2011). Manajemen Unit Rekam Medis. Yogyakarta : Guantum


Sinergis Medis.

Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis


Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Johanna Christy, evi Efriamta Siagian. 2021. Ketidaktepatan Kode Diagnosis


Kasus Neoplasma Menggunakan ICD-10 di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Perekam dan Informasi Kesehatan
Imelda. 6(1).

Kuntoadi, G.B. 2019. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Pantera
Publishing.

Maimun N. 2017. Analisis Pelaksanaan Penyimpanan Berkas Rekam Medis


yang Tidak di Musnahkan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekan Baru.
Jurnal Manajemen Intormasi Kesehatan Indonesia. 5 (1).

Marmi. 2014. Etika Profesi Bidan. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 48 tahun 2016 tentang Standar


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.

Permenkes RI No 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.

Permenkes RI Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.Medis.

112
LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Struktur Organisasi Instalasi Rekam Medis dan Penjaminan di


RSUD Saptosari Gunungkidul

Lampiran 1.2 Loket Pendaftaran di RSUD Saptosari Gunungkidul

113
Lampiran 1.3 Kartu Identitas Berobat di RSUD Saptosari Gunungkidul

Lampiran 1.4 Rak Penyimpanan DRM Ranap di RSUD Saptosari Gunungkidul

114
Lampiran 1.5 Jam Pelayanan Pendaftaran Instalasi Rawat Jalan di RSUD
Saptosari Gunungkidul

115

Anda mungkin juga menyukai