K.7 Kepemimpinan Pendidikan - Mpi 2
K.7 Kepemimpinan Pendidikan - Mpi 2
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
DOSEN PENGAMPUH :
2022
i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. yang telah memberikan begitu
banyak limpahan nikmat sehingga di antara nikmat-Nya tersebut kami dapat
menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah dalam rangka menuntut ilmu.
Sudah barang tentu dalam makalah ini tidak luput dari kekeliruan ataupun
kekurangan baik dalam materi maupun dalam hal ikhwal penyusunan. Untuk itu
penyusun memohon maaf dan tak lupa untuk sedia menerima berbagai masukan
yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya.
Penyusun
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Fenomena Organisasi Kependidikan (Lembaga Pendidikan Negeri dan Swasta;
Visi, Misi, Tujuan).........................................................................................................3
B. Solusi Mengatasi Fenomena Organisasi Kependidikan........................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................14
Kesimpulan..................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu pusat kebudayaan dan peradaban, dunia pendidikan tak
pernah bisa terlepas dari dinamika dan perkembangan masyarakatnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut masyarakat untuk
melakukan perubahan sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Peran
pengetahuan sangat penting bagi setiap masyarakat yang mau meningkatkan
kemampuannya mengikuti persaingan yang kompetitif dalam krisis multi
dimensional. Oleh karena itu, dunia pendidikan juga perlu bersikap lentur dan
adaptif terhadap perubahan.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang
akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat
dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan
melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Pendidikan adalah usaha
sadar yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pendidikan merupakan masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa tujuan
yang jelas proses pendidikan menjadi tanpa arah (Kartini Kartono, 2002: 214).
Dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan guru sebagai
tenaga pendidik yang profesional, kreatif dan menyenangkan. Karena peranan
guru yang sangat penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum, sehingga guru merupakan barisan pengembang kurikulum yang
terdepan maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan
terhadap kurikulum (E. Mulyasa, 2005: 4).
Terkait dengan guru, secara umum tantangan yang dihadapi guru di era
globalisasi dan multicultural ini adalah bagaimana pendidikan mampu mendidik
dan menghasilkan siswa yang memiliki daya saing tinggi (qualified), atau justru
malah “mandul” dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan yang penuh
dengan kompetensi dalam berbagai sector, mampu menghadapi tantangan di
bidang politik dan ekonomi, mampu melakukan risett secara koperhensif di era
1
reformasi serta mampu membangun kualitas kehidupan sumber daya manusia. Di
samping itu, dilihat dari segi aktualisasinya pendidikan merupakan proses
interaksi antara guru (pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru, siswa dan tujuan
pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk
triangle, yang jika hilang salah satunya, maka hilang pulalah hakikat pendidikan.
Namun demikian, dalam situasi tertentu tugas guru dapat dibantu oleh unsur lain,
seperti media teknologi tetapi tidak dapat digantikan. Oleh karena itulah, tugas
guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik professional (Nana
Syaodih Sukmadinata, 1997: 191)
Oleh karena itu, guru sebagai tenaga pendidikan mempunyai fungsi, peran,
dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional
mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan
prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga
negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fenomena organisasi kependidikan yang terjadi pada lembaga
pendidikan?
2. Bagaimana solusi yang dilakukan untuk mengatasi fenomena organisasi
kependidikan tersebut dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui fenomena organisasi kependidikan yang terjadi pada
lembaga pendidikan
2. Untuk mengetahui solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi fenomena
yang terjadi guna peningkatan kualitas pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
wujudnya berbeda-beda dalam tiap-tiap negara, keberadaan sekolah merupakan
salah satu indikasi terwujudnya masyarakat modern.
Menurut statusnya, sekolah terbagi dari sekolah negeri dan sekolah swasta.
Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, mulai dari
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah
menengah kejuruan dan perguruan tinggi. Sekolah swasta, yaitu sekolah yang
diselenggarakan oleh non-pemerintah/swasta, penyelenggara berupa badan berupa
yayasan pendidikan yang sampai saat ini badan hukum penyelenggara pendidikan
masih berupa rancangan peraturan pemerintah.
Perbedaan pertama dan utama antara sekolah negeri dan sekolah swasta,
terletak pada dasar hukum. Meskipun sekolah negeri dan sekolah swasta melayani
bidang jasa serta masyarakat yang sama, tapi payung hukumnya berbeda. Sekolah
swasta diharuskan tunduk pada UU Yayasan (UU No.28 Tahun 2008), sedangkan
4
sekolah negeri mengacu pada UU Sistim Pendidikan Nasional (UU No.20 Tahun
2003) Pasal 50 ayat 6.
5
2) guru yang kurang berperan aktif dalam mendidik siswa,
kebanyakan mengajar seadanya saja, tidak mencoba mengenal
dekat siswanya
Sekolah Swasta
a. Keuntungan:
1) kualitas gurunya lebih baik, cara mengajar lebih variatif
dan gurunya mendidik dengan lebih baik.
2) fasilitas lebih memadai karena sumber dananya lebih
memadai daripada SMA negeri
3) ekstrakurikuler lebih banyak dan pengelolaannya pun
lebih serius, bahkan di beberapa sekolah swasta ada match
club dan ekskul lain yang menunjang ilmu eksakta
mereka.
b. Kerugian:
1) biaya mahal
2) orang tua harus mengawasi anaknya agar tidak terjerumus
ke pengaruh negatif gaya hidup mewah
Peranan lembaga pendidikan swasta: 1. Lembaga ini sangat dekat dengan
masyarakat, karena pendirian dan sumber biayanya berasal dari masyarakat
langsung, organisasi sosial dan yayasan milik masyarakat atau kelompok orang. 2.
Walaupun kurikulum dan evaluasinya sesuai manajemen dan pendanaannya
sesuai standar nasional pendidikan, tetapi dalam hal-hal khusus terutama yang
berhubungan dengan suasana busana dan kulturalnya bisa diatur oleh yayasan atau
kelompok pendiri sekolah itu. 3. Penyebaran lembaga pendidikan swasta meliputi
wilayah perkotaan sampai ke desa-desa. 4. Jenjang pendidikan swasta sudah
mencakup sekolah taman kanakkanak sampai perguruan tinggi. 5. Peminat
sekolah dan perguruan tinggi swasta sangat banyak, bahkan pada tingkat
perguruan tinggi, peminatnya melebihi mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri.
6
berkepribadian dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah suatu organisasi tempat penyelenggara
pendidikan yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan.
Komponen tersebut yaitu: kepala sekolah, guru, pegawai, konselor, siswa, serta
komite sekolah yang digolongkan sebagai sumber daya manusia yang saling
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fattah (2003:1) yang menyatakan sekolah merupakan wadah tempat
proses pendidikan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Sementara
Wahjosumidjo (1999:145) menyebutkan sekolah sebagai organisasi di dalamnya
terhimpun kelompok-kelompok manusia yang masing-masing baik secara
perseorangan maupun kelompok, melakukan hubungan kerja sama untuk
mencapai tujuan. Selanjutnya dikatakan kelompok-kelompok manusia yang
dimaksud, adalah sumber daya manusia yang terdiri dari: kepala sekolah, guru,
tenaga administrasi kelompok peserta didik atau siswa, dan kelompok orang
tuasiswa. Oleh karena itu seharusnya sekolah mampu mencermati kebutuhan
peserta didik yang bervariasi, agar mereka dapat mandiri, produktif, potensial dan
berkualitas.
Tenaga guru adalah salah satu tenaga pendidikan yang mempunyai peran
sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru
yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan
yang akan menghasilkan lulusan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya
7
manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan
pendidikan. Guru merupakan tulang punggung dalam kegiatan pendidikan
terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya
peran guru maka proses belajar mengajar akan terganggu bahkan gagal. Dalam
manajemen pendidikan peranan guru dalam keberhasilan pendidikan selalu
ditingkatkan, kinerja atau prestasi guru harus selalu ditingkatkan mengingat
tantangan di dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia
yang mampu bersaing di era global.
Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang dapat mencapai
tujuan sekolah, serta tujuan dari para individu yang ada dalam lingkungan
sekolah. Kepala sekolah harus memahami dan menguasai peranan organisasi dan
hubungan kerjasama antar individu. Kepala sekolah yang efektif mengelola
program dan kegiatan pendidikan adalah yang mampu memberdayakan seluruh
potensi kelembagaan dalam menentukan kebijakan, pengadministrasian dan
inovasi kurikulum di sekolah yang dipimpinnya (Sagala,2010;117).
Memberdayakan seluruh potensi kelembagaan berarti mendayagunakan seluruh
potensi secara proporsional, benar dan jujur atau tidak pilih kasih. Memberikan
tugas kepada orang dengan prioritas utama sesuai bidangnya, jika tidak terpenuhi
barulah dipertimbangkan yang mendekati bidangnya. Cara kerja yang demikian
adalah cara kerja profesioanal dan beretika, mengedepankan cara kerja yang
objektif menghindari cara kerja yang subjektif. Dalam upaya mewujudkan
kepemimpinan yang efektif, maka tugas kepala sekolah tersebut harus dijalankan
8
sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Hadari
Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi
sosial dalam kehidupan kelompok masingmasing yang mengisyaratkan bahwa
setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Kepala sekolah
harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sekolahnya. Pemimpin dapat
menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut
digunakan manakala kepala sekolah dalam usaha menetapkan keputusan yang
memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya.
9
pegawai. Kesemuanya unsur ini harus mentaati norma, nilainilai, dan kepercayaan
yang berlaku di dalam organisasi sekolah yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
Perlu adanya usaha pihak sekolah dalam hal ini guru dan kepala sekolah
untuk mengatasi permasalahan di atas diantaranya dengan melaksanakan budaya
ilmiah. Melalui budaya ilmiah, diharapkan para guru dan siswa dapat melakukan
kegiatan yang bersifat keilmuan seperti membaca ( di kelas, di rumah, di
perpustakaan, maupun di mana saja berada) , menulis (karangan, karya ilmiah),
diskusi dan sebagainya. Dalam hal ini pihak sekolah atau dinas pendidikan
memberikan penghargaan (reward) kepada siswa dan guru yang berprestasi.
10
kependidikan di Indonesia, sejauh yang bisa dilacak, menunjukkan bahwa ketiga
kewenangan, tugas dan fungsi organisasi belum seluruhnya terlaksana, kecuali
fungsi pengembangan profesionalisme dan advokasi.
Sementara kewenangan, tugas dan fungsi regulasi (standarisasi dan
akreditasi, sertifikasi, dan/atau lisensi) hanya dilakukan oleh beberapa organisasi
profesional. Sampai saat ini fungsifungsi setifikasi, akreditasi, dan/atau lisensi
masih dikendalikan dan dikoordinasikan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau Lembaga Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan (LPTK).
Beberapa fungsi organisasi profesional kependidikan di Indonesia, di
antaranya adalah pengembangan profesi, regulasi, dan advokasi. Fungsi-fungsi
tersebut akan dijelaskan dalam paparan berikut ini.
Fungsi pertama adalah pengembangan profesi. Fungsi ini merupakan
salah satu fungsi pokok bagi setiap organisasi profesional, terutama bagi
pengembangan profesionalisme anggotanya secara berkelanjutan (Thiyagarajah,
2009). Sejumlah fungsi organisasi telah dilaksanakan secara mandiri dan/atau
bekerja sama dengan lembaga lain dalam dan/atau luar negeri, seperti: (1)
program atau kegiatan/aktivitas seminar, konvensi, konferensi atau temu ilmiah
nasional dan/atau internasional yang dilaksanakan secara berkala; (2) memberikan
memotivasi dan penghargaan (baik berupa materi maupun nonmateri) kepada
anggota yang berjasa atau memiliki prestasi secara proporsional sesuai dengan
kaidah profesi; (3) pendidikan dan latihan, workshop, penelitian ilmiah; (4)
publikasi (buku referensi, panduan, jurnal ilmiah, artikel, dll) seperti Sosio
Humanika, Educare, Atikan, Tawarikh (ASPENSI); Jurnal Pendidikan Sejarah
(AGSI); Jurnal Manajemen Pendidikan (ISMaPI); Jurnal Evaluasi Pendidikan
(HEPI); Jurnal Ilmu Pendidikan, Cakrawala Pendidikan, dan Jurnal Seni Budaya
Mudra ((ISPI)); TEFLIN Journal (TEFLIN); Majalah Ilmu Faal Indonesia
(IAIFI); dan Jurnal Penelitian Tindakan Kelas (AGPAIIJawa Timur); dan (5)
berbagai bentuk kerja sama dengan instansi pemerintah, perusahaan atau
korporasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pemegang profesi yang
11
dilakukan oleh PGRI, IGI dan HEPI (PGRI, 2012; IGI, 2012; HEPI, 2012;
Rigmalia & Sensus, 2010; UNY, 2012; Hasan, 2008).
Fungsi kedua adalah regulasi. Implementasi kewenangan, tugas, dan
fungsi regulasi yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi profesional
kependidikan adalah penetapan dan penegakan kode etik profesi guru (PGRI),
bimbingan dan konseling (ABKIN), penilik (IPI), pengawas (APSI), guru
independen (FGII), evaluasi pendidikan (HEPI), pengembang kurikulum
(HIPKIN), psikologi Indonesia (HIMPSI); tenaga perpustakaan (ATPUSI);
pengendalian mutu layanan profesi; sertifikasi (guru, konselor) pengalokasikan
anggaran pendidikan 20 persen (cukup alot dan beberapa kali diuji materi oleh
MK) (PGRI, 2012); memberikan lisensi bagi para konselor dan/atau masyarakat
umum (Wikipedia, 2012e). Fungsi-fungsi regulasi yang sampai kini ‘belum
pernah’ ditunaikan oleh organisasiorganisasi kependidikan di Indonesia, yaitu
pengawasan atas pelaksanaan dan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi,
seperti: (1) tindakan bullying (fisik, verbal, atau mental/ psikis); plagiarisme;
menjadi ’agen penerbit’ dalam pemasaran buku-buku pelajaran, dll., yang
dilakukan oleh guru atau tenaga kependidikan; (2) ketidakjujuran/kecurangan
dalam UN/UASBN yang melibatkan guru (Wilonoyudho, 2011; Sholihin, 2012;
Munir, 2012); (3) plagiarisme di kalangan guru dan dosen (Suhendra, 2010;
detik.com, 2012). Terhadap berbagai bentuk pelanggaran etika profesi tersebut
hingga kini baru sebatas wacana (Kania, 2012).
Fungsi ketiga adalah advokasi. Implementasi kewenangan, tugas, dan
fungsi advokasi oleh organisasi-organisasi pendidikan seperti: advokasi dalam
bidang hukum atau regulasi terkait anggaran pendidikan, pengakuan dan
kesejahteraan guru tidak tetap (GTT) dan guru wiyata-bakti; evaluasi kebijakan
pendidikan nasional seperti Ujian Nasional dan RSBI (Kania, 2012); evaluasi dan
rekomendasi terhadap draft kurikulum 2013; peninjauan kembali pemberlakuan
jam kerja guru dari 24 jam/minggu menjadi 27.5 jam/minggu (Kompas. com,
2011); redesain sistem dan desentralisasi pendidikan (manajemen, kurikulum,
pendanaan, sarpras, dan evaluasi (ISPI, 2012); rekomendasi terhadap konsep,
implementasi, dan desain kurikulum baru 2013 (HEPI, 2012; HIPKIN);
12
mengkritisi dan memberikan saran terhadap materi ajar IPS (kurikulum dan silabi)
sesuai Permendiknas no.22/2006 tentang standar ISI untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah (UNY, 2012); merekomendasikan solusi terbaik bagi
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan tugas kepenilikan (IPI); memberi
pertimbangan akademis dan profesional serta rekomendasi kepada kementerian
pendidikan nasional dan kementerian lain yang relevan serta pemerintah daerah
mengenai kurikulum, bahan ajar, strategi pembelajaran, pendidikan guru dan
sertifikasi guru administrasi perkantoran di sekolah dan di luar sekolah (ASPAPI)
Untuk lebih meningkatkan kinerja pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi, setiap
organisasi profesional kependidikan secara berkelanjutan perlu lebih menguatkan
kepemimpinan organisasi, profesionalisme, dan komitmen berorganisasi (AMA,
2007); kerja sama dengan institusi/lembaga pemerintah dan nonpemerintah
(Komba & Nkumbi, 2008); penguatan kesadaran kolektif melalui intensifikasi
kerjasama antaranggota (Sachs, 2003); pengembangan ”socioeconomic regimes
framework” sebagai model stabilisasi organisasi dalam mengantisipasi kontestasi
kekuatan sosial dan politik eksternal (Wittneben, et al., 2012).
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Organisasi kependidikan dan pola pendidikan adalah satu mata uang
dengan dua sisi yang saling inheren-melekat. Di dalam suatu organisasi
pendidikan tergambar dengan jelas pola pendidikannya; demikian pula di dalam
pola pendidikan terkandung dengan jelas organisasi pendidikannya. Organisasi
kependidikan adalah lembaga penyelenggara pendidikan yang sangat
mempengaruhi kualitas penyelenggaraan pendidikan.
Dalam proses penyelenggaraan program pendidikan, para pihak dalam
organisasi pendidikan terkait langsung dengan pelayanan pendidikan yang pasti
selalu menghadapi permasalahan. Berbagai permasalahan timbul karena
masyarakat membutuhkan pelayanan pendidikan yang bermanfaat dan aplikatif
sesuai tuntutan zaman. Oleh karena itu, organisasi pendidikan harus efektif dan
dinamis dalam pelayanannya demi perkembangan dan kemajuan dunia
pendidikan.
Fenomena organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor akademik-profesional,
yuridis-formal, serta konteks sosial-politik organisasi. Secara umum, organisasi
profesi pendidikan di Indonesia masih fokus pada fungsi pengembangan
profesional. Sementara, fungsi advokasi hanya dilakukan oleh beberapa organisasi
profesional; dan fungsi regulasi (standarisasi, akreditasi, sertifikasi, dan lisensi)
masih dikoordinasikan dan dikendalikan oleh lembaga yang ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau LPTK. Masalah yang dihadapi
oleh organisasi terkait dengan pelaksanaan fungsi dan kewenangan organisasi di
bidang regulasi.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimed.ac.id/4043/7/9.%208106131037%20Bab%20I.pdf diakses
pada 17 mei 2022 pukul 20.09 WIB.
Mohammad Imam Farisi Lembaran Ilmu Kependidikan
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK DINAMIKA ORGANISASI
PROFESIONAL KEPENDIDIKAN DI INDONESIA
Buku Analisis Organisasi Pendidikan dan Pola Pendidikan
http://ebook.unika.ac.id/tarunatukiman/chapter/chapter-1/
15