Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KELOMPOK DOSENPEMBIMBING

PERBANKAN SYARIAH Elsa Mahromi, S.Pd. M.Pd. E

KETENTUAN PERBANKAN SYARIAH

Disusun oleh:

HENDRO WAHYUNI : 11810621833


PUTRI ANJELI : 11810620227

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
2020/ 2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu……….

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, tak lupa juga kita kirimkan shalawat
beserta salam kepada nabi kita yakninya nabi besar Muhammad SAW karena
beliau telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang berilmu
pengetahuan seperti yang dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Filsafat Pendidikan yaitu Ibuk Elsa Mahromi S.Pd. M. Pd. E karena beliau telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah kami yang berjudul
KETENTUAN PERBANKAN SYARIAH ini.

Berikut adalah hasil diskusi kami jika terdapat kesalahan kami berharap
kritik dan saran pembaca agar makalah ini kedepannya lebih sempurna, atas
perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4

A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................6

A. Peraturan Mengenai Kelembagaan Pendirian Bank..............................................6


1. Ketentuan Pendirian Perbankan Syariah...........................................................6
2. Ketentuan Pendirian Unit Usaha Syariah..........................................................6
3. Syarat-syarat Pendirian Bank Syariah...............................................................8
B. Permodalan..........................................................................................................11
C. Sumber Daya Insani Bank Syariah......................................................................14
D. Tingkat Kesehatan Bank syariah.........................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

ii

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak


pada kepercayaan nasabahnya yang mempunyai fungsi sebagai penghimpun dana
masyarakat dan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit, nasabah mempercayakan dananya dan menggunakan jasa-jasa lain bank
atas dasar kepercayaan nasabah terhadap bank.

Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional


diperkenankan juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan
cara mendirikan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabangnya yang
khusus melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah; atau mengubah kantor
cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syariah. Kantor cabang suatu bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah juga tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha sekaligus secara
konvensional dan berdasarkan prinsip syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Peraturan Mengenai Kelembagaan Pendirian
Bank ?
2. Apa Saja Permodalan Bagi Bank Syariah ?
3. Apa Saja Sumber daya insani Bank Syariah ?
4. Apa Saja Tingkat Kesehatan Bank syariah ?

C. Tujuan

1. Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Peraturan Kelembagaan


Pendirian Bank
2. Mengetahui Apa Saja Permodalan Bagi Bank Syariah

4
3. Mengatahui Apa Saja Sumber daya insani Bank Syariah
4. Mengetahui Apa Saja Tingkat Kesehatan Bank syariah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peraturan Mengenai Kelembagaan Pendirian Bank


a). Ketentuan Pendirian Perbankan Syariah
Pasal 16 UU No. 10 Tahun 1998 menetapkan bahwa persyaratan dan tata
cara pendirian Bank Umum dan BPR syariah di tetapkan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan yang lebih rinci mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha bank
syariah di jabarkan lebih lanjut dalam bentuk Surat keputusan Direksi Bank
Indonesia yaitu SK Direksi BI No. 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang
Bank Umum, SK Direksi No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 mei 1999 tentang Bank
Umum berdasarkan Prinsip Syariah, SK Direksi BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Pengkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Kedua SK Direktur BI yang terakhir kini telah diganti dengan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/ 2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank
Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip syariah jo. PBI
No. 7/35/PBI/2005 tanggal 25 September 2005 tentang Perubahan atas PBI No.
6/24/Pbi/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Pengkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.

b). Ketentuan Pendirian Unit Usaha Syariah

Unit usaha syariah adalah unit usaha yang didirikan oleh bank
Konvensional berdasarkan prinsip syariah. Ketentuannta tercantum dalam UU No.
10 Tahun 1998 yang berbunyi:

”Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui:

a. Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru

6
b. Pengubahan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang
melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
c. Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah tidak melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.

Dengan adanya UU tersebut sekaligus menghapus ketentuan dalam Pasal 6


PP No. 72 Tahun 1992 yang melarang adanya dual banking system dalam sistem
perbankan nasional.

Sementara itu dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana


telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dikemukakan pengertian Bank
Umum, yaitu:

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara


konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dengan merujuk kepada penjelasan di atas, maka Bank Umum yang


melakukan kegiatan usaha secara konvensional diperkenankan juga melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan cara mendirikan kantor cabang
atau kantor di bawah kantor cabangnya yang khusus melakukan kegiatan
berdasarkan prinsip syariah; atau mengubah kantor cabang atau kantor di bawah
kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi
kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Kantor cabang suatu
bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah juga tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha sekaligus secara konvensional dan
berdasarkan prinsip syariah.

Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank, kantor cabang atau kantor di
bawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah di dalam kantor bank yang bersangkutan.
Dengan demikian, UU No. 10 Tahun 1998 secara khusus memperkenankan Bank
Umum konvensional melakukan kegiatan usaha secara sekaligus (double)

7
berdasarkan prinsip konvensional dan prinsip syariah, yang penyelenggaraannya
dilakukan secara terpisah. Namun, sebaliknya bagi Bank Umum yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sama sekali tidak dibenarkan
melakukan kegiatan usaha secara konvensional, sekalipun kegiatan tersebut
dilakukan dengan membuka suatu kantor cabang khusus yang hanya melakukan
usaha secara konvensional.1

c). Syarat-syarat Pendirian Bank Syariah

Terdapat tiga bentuk bank syariah. Yaitu, Bank Umum Syariah, Bank
Perkreditan Rakyat Syariah, dan Unit Usaha Syariah.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian perbankan


Syariah, terdiri dari syarat kepemilikan, syarat permodalan, syarat kepengurusan,
serta persyaratan lainnya. Antara lain:

1. Bank Umum Syariah


a. Kepemilikan dapat dimiliki oleh pihak domestik dan pihak asing.
b. Berbadan hukum Indonesia dan harus dimiliki oleh sedikitnya dua warga
negara Indonesia (WHI), atau badan hukum Indonesia (BHI) atau warga
negara asing atau badan hukum asing (WHI/BHI) secara kemitraan.
c. Pemilik tidak termasuk daftar orang tercela atau DOT dan memiliki
Integritas
d. Nilai modal disetor paling kecil Rp. 1.000.000.000.000,- (satu triliun).
Adapun kepemilikan asing hanya boleh paling banyak 99 persen dari modal
disetor yang dapat berupa rupiah atau valuta asing. BI juga baru akan
mengeluarkan persetujuan prinsip jika pemilik bank sudah menyetorkan 30
persen dari modal yang diwajibkan.
e. Sumber dana untuk modal disetor tidak boleh berasal dari pinjaman atau
fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank/atau pihak lain di
Indonesia.

1
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga KeuanganLain,
(Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 22

8
f. Sumber dana modal disetor tidak boleh dari sumber yang diharamkan
termasuk untuk tujuan pencurian uang
g. Direksi tidak termasuk orang tercela
h. Direksi memilki kemampuan dan integritas yang baik
i. Direksi berpengalaman dalam operasional bank sebagai pejabat eksekutif
j. Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua
termasuk besan dengan anggota direksi lain atau anggota dewan komisaris
k. Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris,
direksi, atau pejabat eksekutuf pada bank, perusahaan atau lembaga lain.
l. Direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki saham
melebihi 25% dari modal disetor pada perusahaan lain.
m. Harus mendapat ijin Direksi Bank Indonesia
n. Dilaporkan secara tertulis kepada direksi Bank Indonesia dan mendapatkan
persetujuan Menteri Kehakiman.

2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah


a. Warga Negara Indonesia (Badan Hukum Indonesia) atau Perorang
b. Pemilik tidak termasuk daftar Orang Tercela (DOT) dan memiliki integritas
sebagaimana yang telah diatur dalam Bank Indonesia.
c. Dimiliki oleh dua pihak atau lebih.
d. Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR Syariah ditetapkan sekurang-
kurangnya sebesar :
1. Rp. 2.000.000.000 (dua miliar) untuk BPR Syariah yang didirikan didaerah
Khusus ibukota Jakarta raya dan kabupaten / kotamadya tangaerang,bogor,
bekasi, dan karawang
2. Rp 1.000.000.000 ( satu miliar rupiah) Untuk BPRS yang didirikan
diwilayah ibukota propinsi diluar wilayah yang disebut pada butir 1
3. Rp 500.000.000. ( lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan diluar
wilayah yang disebut pada butir 1
4. Harus mendapat ijin Direksi Bank Indonesia

9
Pemberian ijin pada dua perbankan syariah diatas harus memenuhi dua pinsip.
Yaitu:

1. Persetujuan Perinsip, yaitu persetujuan untuk melakuakan persiapan


pendirian BPR Syariah
2. Ijin Usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR
Syariah setelah persiapan persetujuan perinsip dilakukan.

3. Unit Usaha Syariah


Menurut PBI No. 4/1/2002 jo. PBI No. 8/3/PBI/2006, pembukaan kantor
cabang Syariah pada Bank Umum Konvensional dapat dilakukan dalam tiga cara,
yaitu membuka kantor cabang baru, mengubah atau konversi kantor cabang
konvensional yang ada, dan meningkatkan status dan mengubah kantor cabang
pembantu konvensional menjadi cabang syariah penuh. Pemberian perizinan
pembukaan kantor cabang syariah dilakukan dalam dua tahap yaitu persetujuan
prinsip an izin pembukaan kantor cabang syariah.

Bank Umum Konvensional yang membuka kantor cabang syariah wajib


melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

a. Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu satuan kinerja setingkat yang
berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah. Unit
tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi
atau pejabat satu tingkat di bawah direksi.
b. Memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank. Tugas utama
DPS adalah untuk mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari
ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DPS
c. Bank yang telah membuka Unit Usaha Syariah, dapat membuka Kantor
Cabang Syariah dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia, dengan
cara:
1. Membuka Kantor Cabang Syariah yang baru

10
2. Mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah
3. Meningkatkan status kantor di bawah Kantor Cabng yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah
4. Mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah
menjadi Kantor Cabang Syariah, dan atau
5. Meningkatkan status Kantor Cabang Pembantu yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah
menjadi Kantor Cabang Syariah.
6. Bank yang membuka Kantor Cabang Syariah wajib menyediakan modal
kerja kurang-kurangnya sebesar:
a. Rp 2 Miliar (dua miliar) untuk setiap Kantor Cabang Syariah yang
berkedudukan di wilayah Jabotabek, atau
b. Rp 1 Miliar (satu miliar rupiah) untuk setiap Kantor Cabang Syariah
yang berkedudukan di luar wilayah jabotabek.
7. Kantor bank yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah
wajib mencantumkan kata “Kantor Cabang Syariah” pada setiap penulisan
nama kantornya dan dilarang untuk mengubah kegiatan Kantor Cabang
Syariah menjadi kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional.2

B. Permodalan

Sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital) dan kuasi
ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri
dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan.
Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening
bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan
penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para

2
Ibid. hal 50

11
pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva
yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.

Sebenarnya dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah) dapat juga


dikategorikan sebagai modal, yang oleh karenanya disebut kuasi ekuitas. Namun
demikian rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai
oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu, pemilik rekening bagi
hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya,
apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management),
kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib.
Dengan demikian sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya berperan dalam fungsi
permodalan bank sebagaimana diuraikan di dalam pembahasan ini. Namun
demikian tetap merupakan unsur yang dapat diperhitungkan dalam pengukuran
ratio kecukupan modal yang akan diuraikan di bawah ini.

Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap.

A. Modal Inti, terdiri dari :


1. Modal Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi
Bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana
wajib para anggotanya.
2. Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal
saham.
3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan
saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham
tersebut dijual).
4. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang
ditahan dengan persetujuan RUPS.
5. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk
tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS
diputuskan untuk tidak dibagikan
7. Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya

12
diperhitungkan sebesar 50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus
dikurangkan terhadap modal inti
8. Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun
berjalan.Laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah
dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut.
B. Modal pelengkap.
1. Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari
laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan
modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap
b. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
c. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri :
1. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan
dengan modal dan telah dibayar penuh.
2. Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI
3. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian bank.
4. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan
rugi.
d. Pinjaman subordinasi yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1. Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan pihak
bank.
2. Mendapat persetujuan dari BI
3. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
4. Minimal berjangka waktu 5 tahun
5. Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
6. Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir
(kedudukannya sama dengan modal)
C. Modal Pelengkap

13
1. Modal Pelengkap adalah investasi subordinasi jangka pendek yang
memenuhi kriteria Bank Indonesia sebagai berikut :
a. Berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah
b. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor
penuh
c. Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 tahun3

C. Sumber Daya Insani Bank Syariah


Bank syariah secara umum adalah bank yang mengedepanka
prinsip atau atauran islam dalam operasionalnya (Tho’in, 2016)Perbankan
syariah pada operasionalnya harus patuh pada prinsip prinsip syariah
prinsip syariah dapat di laksanakan apabila sumber daya manusia didalam
perbankan mempunyai pemahaman tentang operasional perbankan syariah
dan dapat diterapkan pada pelaksanaan tugas di perbankan syariah.4
Bank dan lembaga keuangan syariah harus mempersiapkan sumber
daya insani (SDI) yang berkualitas dan handal, karena eksistensi kualitas
sumber daya insani sangat menentukan pengembangan perbankan syariah
di masa mendatang. Untuk dapat menggerakkan bisnis Islami dengan
sukses, diperlukan sumber daya insani yang menguasai ilmu bisnis dan
ilmu-ilmu syariah secara baik. Kenyataan yang terjadi selama ini,
kebanyakan karyawan bank dan lembaga keuangan syariah merupakan
alumni perguruan tinggi umum yang diberikan trainingsingkat tentang
bank dan lembaga keuangan syariah. Training seperti ini kurang memadai
untuk menciptakan sumber daya insani yang benar-benar handal dan
kompeten di bidang bisnis perbankan dan lembaga keuangan syariah.
Karyawan bagian dari faktor penting untuk mencapai tujuan
perusahaan. Perusahaan selalu berusaha mengambangkan skill
karyawannya agar visi misi perusahaan tercapai. Dalam mengembangkan
skill karyawan, perbankan syariah dapat meneladani sifat Rasulullah pada
3
Ibid. hal 89
4
Wirsayudi MY dan Suryaningsih, SA. “Pengaruh karakteristik sumber daya insani dan
kepuasan kompensasi terhadap kinerja karyawan pada bank jatim syariah cabang surabaya”.
Jurnal ekonomi islam. Vol. 2 No 1 2019, Hal 17-18.

14
etika kerja dan setiap karyawan diharuskan mempunyai sifat nilai nilai
keislaman. Menurut Rusmahafi (2017) ada macam macam karakter yang
wajib dimiliki oleh setiap karyawan perbankan syariah, yaitu :
1. Shiddiq Ialah benar. Benar pada artian mengambil keputusan yang
dinilai penting dalam perusahaan.Seorang karyawan perbankan
diharuskan memiliki karakter jujur ke nasabah maupun ke karyawan
yang lain, sehingga perusahaan menerapkan prinsip kejujuran.
2. Amanah ialah dapat dipercaya dan tanggung jawab.
3. Fathonah, yang artinya “kecerdasan”, dan diartikan
kebijaksanaan/kecerdikan. Pimpinan ataupun karyawan bank syariah
wajib memiliki sifat cerdas dan harus mamahami segala aktivitas
dalam perbankan syariah.
4. Tabligh dapat diartikan sebagai sifat komunikatif dan argumentatrif.
Karyawan harus mempunyai sifat argummentatif agar dapat
menyampaikan pesan dengan tutur kata yang tepat.5

D. Tingkat Kesehatan Bank syariah


1. pengertian Tingkat kesehatan bank
Pengertian dari kesehatan bank adalah suatu kemampuan dari
pihak bank untuk menjalankan seluruh kegiatan operasionalnya dan
membayar semua kewajiban-kewajiban yang dimilikinya secara tepat
waktu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengertian ini masih
menyebutkan kegiatan bank yang bersifat umum, belum terdapat
batasan-batasan kegiatan yang dilakukan oleh pihak perbankan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan antara lain:
a. Kegiatan bank dalam usahanya untuk menghimpun dana dari
masyarakat maupun lembaga lainnya. Selain itu juga bisa dari
modal sendiri.
b. Kegiatan bank dalam mengolah dana yang telah didapatkan dari
pihak-pihak yang bekerja sama dengan pihak bank.
5
Fitra, ”Pengelolaan sumber daya insani dalam memasarkan produk dan jasa lembaga
keuangan syariah”. Jurnal kajian ilmu-ilmu keislaman, Vol. 02 No. 2, 2016, hal 25.

15
c. Kegiatan bank dalam menyalurkan dana yang telah didapatkan
kepada masyarakat yang membutuhkan dana tersebut.
d. Kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada para
nasabah, pemegang saham, pemilik modal, karyawan yang bekerja
pada bank tesebut, masyarakat, dan lain-lain.
e. Kemampuan bank dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan
yang telah ditetapkan dalam undang-undang, peraturan oleh Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan lain-lain.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Perbankan Syariah,Bank Syariah dan UUS wajib untuk memelihara
tingkat kesehatannya. Tingkat kesehatan bank perlu dijaga dan
ditingkatkan guna untuk menjaga kepercayaan masyarakat atas jasa
perbankan dalam mengelola dana masyarakat.6
1. Tingkat kesehatan bank syariah
Surat edaran otoritas jasa keuangan (SEOJK) Nomor
10/SEOJK.03/2014 tentang penlaian tingkat kesehataan bank umum
syariah. Tingkat kesehatan bank
Faktor yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk Bank
Umum Syariah adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate
Governance, Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital).

a. Penilaian Faktor Profil Risiko Penilaian faktor Profil Risiko


merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas
penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank.
Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 10 (sepuluh) jenis Risiko
yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko
Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan,
Risiko Reputasi, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi.Dalam
menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikancakupan
penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan

6
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga
KeuanganLain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 22

16
yang berlaku mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum Syariah.
b. Penilaian Faktor Good Corporate Governance (GCG)
1) Penilaian faktor Good Corporate Governance bagi Bank
Umum Syariah merupakan penilaian terhadap kualitas
manajemenbank atas pelaksanaan 5 (lima) prinsip Good
Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran.
Prinsipprinsip Good Corporate Governance dan fokus
penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance tersebut berpedoman pada ketentuan Good
Corporate Governancey ang berlaku bagi Bank Umum Syariah
dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha
bank.
2) Bank Umum Syariah dalam menilai peringkat faktor Good
Corporate Governance menggunakan parameter/indikator.
3) Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima) prinsip Good
Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
Bank Umum Syariah harus melakukan penilaian sendiri
(selfassessment) secara berkala yang paling kurang meliputi
11(sebelas) faktor penilaian pelaksanaan Good Corporate
Governance sebagaimana diatur dalam ketentuan
GoodCorporate Governance yang berlaku bagi Bank Umum
Syariah.
c. Penilaian Faktor Rentabilitas
1) Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja
Rentabilitas, sumber-sumber Rentabilitas, kesinambungan
(sustainability) Rentabilitas, manajemen Rentabilitas, dan
pelaksanaan fungsi sosial. Penilaian dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas
Rentabilitas Bank Umum Syariah, dan perbandingan kinerja
Bank Umum Syariah dengan kinerja peer group¸ baik melalui

17
analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan
peer group, Bank Umum Syariah perlu memperhatikan skala
bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank Umum
Syariah serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki.
Bank Umum Syariah dalam menilai faktor Rentabilitas
menggunakan parameter/indikator.
2) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dilakukan berdasarkan
analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap
parameter/indikator Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada
angka
(1) dengan memperhatikan signifikansi masing-masing
parameter/indikator serta mempertimbangkan permasalahan
lain yang mempengaruhi Rentabilitas Bank Umum Syariah.
3) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dikategorikan dalam 5
(lima) peringkat yakni peringkat 1, peringkat 2, peringkat
3,peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor
Rentabilitas yang lebih kecil mencerminkan kondisi
Rentabilitas Bank Umum Syariah yang lebih baik.
d. Penilaian Faktor Permodalan
1) Penilaian faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap
kecukupan modal dan kecukupan pengelolaan
Permodalan.Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank
UmumSyariah mengacu pada ketentuan yang berlaku
mengenaikewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank
Umum Syariah. Selain itu, dalam melakukan penilaian
kecukupanmodal, Bank Umum Syariah juga harus
mengaitkankecukupan modal dengan Profil Risiko. Semakin
tinggi Risiko, semakin besar modal yang harus disediakan
untukmengantisipasi Risiko tersebut.
2) Dalam melakukan penilaian, Bank Umum Syariah perlu
mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas
Permodalan dengan memperhatikan kinerja peer group serta

18
kecukupan manajemen Permodalan Bank Umum Syariah.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan parameter/indikator
kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group,
Bank Umum Syariah perlu memperhatikan skala bisnis,
karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank Umum
Syariah serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki.
3) Parameter/indikator dalam menilai Permodalan meliputi:
a) Kecukupan modal Penilaian kecukupan modal Bank
Umum Syariah perlu dilakukan secara komprehensif,
minimal mencakup:
(1) Tingkat, trend, dan komposisi modal;
(2) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan
memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan
Risiko Operasional dengan menacu kepada kepada
ketentuan yang berlaku mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bagi Bank Umum Syariah;
dan
(3) Kecukupan modal dikaitkan dengan Profil Risiko.
b) Pengelolaan Permodalan Analisis terhadap pengelolaan
Permodalan Bank Umum Syariah meliputi manajemen
Permodalan dan kemampuan akses Permodalan.7

7
Seojk102014_1403094627.pdf, diakses pada 29 desember 2020, 09:27.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Bank Syariah sebenarnya telah diatur dalam
Undang-Undang pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum
yang melaksanakan Kegiatan Usaha Beradasarkan Prinsip Syariah,
memberikan definisi bahwa bank umum syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank dan lembaga keuangan syariah harus mempersiapkan
sumber daya insani (SDI) yang berkualitas dan handal, karena
eksistensi kualitas sumber daya insani sangat menentukan
pengembangan perbankan syariah di masa mendatang. Untuk dapat
menggerakkan bisnis Islami dengan ilmu-ilmu syariah secara baik.
Perkembangan perbankan Syariah saat ini dan ke depan
diperkirakan akan memiliki produk dan jasa perbankan yang semakin
beragam dan kompleks, sehingga eksposur risiko yang dihadapi juga
akan meningkat. Meningkatnya eksposur risiko tersebut akan
mengubah profil risiko bank syariah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkat kesehatan bank tersebut.
B. Saran
Diharapakan pembaca setelah membaca dapat mengetahui
apa saja ketentuan pendirian bank syariah, permodalan, sumber daya
insani dan tingkat kesehatan pada bank syraiah kini. Seterus nya kami
minta maaf dan mohon saran kritik nya apabila ada kesalahan
informasi di dalam makalah terimahkasih pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

Wirsayudi MY, dan Suryaningsih SA. 2019. Pengaruh karakteristik sumber


daya insani dan kepuasan kompensasi terhadap kinerja karyawan pada
bank jatim syariah cabang surabaya. Jurnal ekonomi islam. Vol. 2 No 1.
Hal 17-18.

Fitra. 2016. Pengelolaan sumber daya insani dalam memasarkan produk dan
jasa lembaga keuangan syariah. Jurnal kajian ilmu-ilmu keislaman. Ivol.
02 No. 2 hal 25.

Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga
KeuanganLain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000).

Seojk102014_1403094627.pdf, diakses pada 29 desember 2020, 09:27.

21

Anda mungkin juga menyukai