Anda di halaman 1dari 8

Liburan Berujung Omelan

Sebagai orang tua yang mengayomi anaknya sendiri tentunya menuruti permintaan
dari anaknya adalah kewajiban dari orang tua selagi itu memberikan manfaat bagi anak dan
orang tua itu. Dari sekian banyaknya orang tua di dunia ini terdapat satu keluarga yang
berbahagia yang berada di indonesia yaitu keluarga perdana. Keluarga ini dikepalai oleh
seorang pegawai kantoran yang biasanya dipanggil perdana oleh teman sekantornya.
Rutinitas yang sibuk sebagai pegawai kantoran membuat ia sering lembur di kantor bahkan
dalam akhir pekan ia bisa saja pergi bekerja meninggalkan anak dan istrinya. Terkadang, ia
pulang hingga larut malam karena pekerjaan di kantor yang menumpuk. Namun, ia selalu
menyempatkan diri untuk menuruti permintaan dari anaknya yaitu menceritakan tentang apa
saja, entah itu sejarah dari ayahnya, pengalaman hidup, ataupun hanya cerita lucu yang
berada di kantor.
Cerita-cerita yang diceritakan oleh Perdana itu selalu saja dipuji oleh anak semata
wayangnya itu. Anak semata wayangnya itu selalu mendengarkan cerita dari ayahnya itu
dengan menyelimutkan diri di kasur yang sudah diredupkan lampu oleh ayahnya itu. Sebelum
ayahnya datang, anak itu selalu saja menunggu tanpa memandangi waktu yang terus bergerak
terus menerus. Bahkan hingga dini hari ia terus menunggu ayahnya pulang. Pasti bisa
ditebak, apa yang akan terjadi. Ia dimarahi abis abisan oleh ayahnya karena ngotot untuk
menunggu ayahnya bercerita sebelum tidur. Lalu seperti anak sebayanya ketika dimarahi,
selalu saja menangis.
Sebelum lebih lanjut menceritakan tentang keseharian anak dan ayah, mari berkenalan
lebih jauh dengan anak semata wayangnya yang dimiliki oleh Perdana. Setelah pernikahan
yang berlangsung setelah 1 tahun. Perdana dan istrinya akhirnya mendapakan apa yang telah
ia dambakan si selama hidupnya yaitu memiliki seorang anak. Anak ini yang terlahir di dunia
sebagai perempuan dinamai dengan nama Cindy. Cindy telah merasakan perjuangan pahit
dari orang tuanya yang merupakan seorang pegawai kantor yang selalu disibukkan dengan
pekerjaan kantornya. Maka dari perjuangan pahit dari orang tuanya itu, Cindy mendapatkan
perhatian khusus untuk menutupi kesibukan dari kedua orangtuanya. Perhatian khusus yang
tak lain dan tak bukan menceritakan dongeng ini terus berlanjut sampai sekarang. Sekarang ia
telah berumur 6 tahun dan terus berlanjut dengan perhatian khusus ini.
Karena sudah menjadi rutinitas keseharian seorang anak dan ayah yang bercerita
ataupun berdongeng ketika sebelum tidur, maka tak lengkap jika tidak adanya dongeng di
malam hari. Namun, pada beberapa hari ini, Perdana tidak menceritakan sepeserpun dongeng
kepada anak semata wayangnya itu karena urusan bisnis luar negeri yang dilimpahkan pada
Perdana. Selama beberapa hari di luar negeri, Cindy hanya merindukan momen dimana saat
ayahnya itu menceritakan sebuah kisah disetiap malam sebelum ia tidur.
“Kapan ya ayah menceritakan kisah lagi” begitulah kata dari Cindy di setiap
malam yang diselimuti kegelapan dan sunyinya malam.
Dari sudut pandang seorang ayah yang selalu menceritakan kisah-kisah pada malam
hari, tentu saja membuat ia rindu akan hal itu dan ingin sekali untuk bercerita kembali dan
tentu saja, hari penantian itu tiba. Sesampainya di bandara Soekarno Hatta di Tangerang,
Perdana yang berpakaian rapi dan terlihat seperti seorang pebisnis disambut oleh anaknya
dan istrinya. Tentu saja Cindy menangis bahagia karena sudah beberapa malam dilewati
tanpa adanya kisah cerita pengantar tidur dari ayahnya itu. Ayahnya kemudian menggendong
anaknya itu dengan perasaan yang berbahagia dan berbunga-bunga
“Baiklah, nanti malam akan ayah ceritakan cerita yang selalu kukenang di dalam
hidup ayah” Kata-kata yang lembut dari Perdana berbisik saat menggedong anaknya itu.
Mereka bertiga pun masuk kembali ke mobil yang telah dikendarai istrinya untuk
menjemput sang suami. Ditengah perjalanan, keluarga kecil ini pun saling meluapkan rindu
dan bercerita hal-hal yang mereka alami dengan tanpa seseorang yang dicintainya. Perjalanan
yang panjang ini pun terasa sangat hangat ditengah hujan deras yang membuat genangan air
mulai bermunculan. Di tengah perjalanan, Perdana berhenti di sebuah minimarket untuk
membeli beberapa keperluan dan makanan ringan untuk menemani malam dengan anaknya
itu. Tak lama kemudian ia pun kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanannya ke rumah.
Sesampainya di rumah, seperti layaknya orang baru sampai di rumah ketika sehabis
lama tidak di rumah. Perdana merapikan dan mengeluarkan semua barang-barang yang ia
bawa termasuk oleh-oleh dari negara tetangga. Oleh-oleh ini pun langsung ludes dimakan
oleh anak dan istrinya yang sangat menginginkan oleh-oleh dari ayahnya itu. Sehabis itu,
makanan malam yang dimasakin istrinya pun muncul di meja makan. Keluarga kecil yang
terkenal dengan anggota keluarganya yang rakus saat makan ini pun melahap semua masakan
yang dibuat Perdana dan istrinya, dalam hitungan menit meja makan tersebut bersih dari
makanan.
Karena perut sudah penuh, Cindy langsung bergegas menuju kamarnya untuk belajar.
Karena keinginan yang tinggi untuk diceritakan sebuah kisah yang sudah dijanjikannya saat
di bandara tadi, ia terbayang-bayang untuk memikirkan apa yang akan ayahnya itu ceritakan
nantinya. Setelah belajar yang cukup panjang dan melelahkan itu, Cindy berteriak kepada
ayahnya yang berada di lantai 1 untuk menceritakan kisah dari ayahnya itu yang telah
dinanti-nantikannya.
“Ayah! Cindy udah selesai belajar loh, buruan kesini Cindy udah ga sabar.” Teriakan
melengking khas anak kecil.
“Baik nak, siap meluncur.” Sahut ayahnya yang sedang asyik menonton tv di lantai
bawah.
Setelah mematikan televisi, Perdana berjalan menuju ke kamarnya Cindy yang
terletak di lantai 2 dari rumah itu. Setelah melewati tangga dan berjalan sampai juga di
kamarnya Cindy. Perdana membuka perlahan kamarnya Cindy dan mendapati ruangan kamar
yang sangat bersih, nampaknya mainan yang dimainkan oleh Cindy pada sore hari itu pun
sudah dibersihkan. Perdana lalu rebahan di kasur anaknya itu dengan terdapat Cindy di
sebalahnya.
“Dulu ayah pernah tinggal di Lubuklinggau lho” Suara lembut dengan penuh
semangat pun muncul dari bibir Perdana.
“Lubuklinggau itu dimana yah?” Nanya yang dengan penuh penasaran dari Cindy.
“Lubuklinggau itu berada di provinsi Sumatra Selatan. Kotanya sangat sejuk dan asri
karena terletak di dekat perbukitan. Dulu ayah lahir disana karena orang tua ayah kerja dan
menetap disana. Ayah tinggal di kota itu kira kira selama tujuh sampai delapan tahun
sebelum akhirnya pindah ke jawa, lebih tepatnya ke Ungaran.”
Suasana yang diselimuti dengan rasa penasaran pun menbuat Cindy semakin merasa
pernasaran. Banyak pertanyaan tentang masa lalu ayahnya itu dan ayahnya menjawab dengan
lembut kepada anaknya itu untuk mengobati rasa penasaran yang muncul terus menerus.
Namun ada suatu pertanyaan yang sangat menarik disini.
“Ayah saat di Sumatra pernah liburan engga?apakah ada tempat wisata disana di
soalnya kata guruku di sekolah itu Sumatra masih banyak hutannya.” Tanya Cindy dengan
rasa penasaran.
“Ada dong, dulu ayah pada saat umur tujuh tahun pernah berwisata selama beberapa
hari dengan orang tua ayah di Palembang lho.” Jawab ayah.
“Masa sih yah?ceritain dong soalnya aku dah mulai ngantuk nih.” Berbicara kepada
ayahnya dengan menguap karena rasa kantuk yang mulai bermunculan.
“Beneran, sebelum ayah cerita. Ayah mau mengganti kata ayah dengan kata saya atau
aku karena takutnya kamu bingung karena banyaknya kata yang kurang penting akibat tidak
digantinya kata.” Kalimat yang muncul dari Perdana merupakan sebuah himbauan kepada
anaknya itu agar tidak membingungkan nantinya.
“Baik yah, ayo yah cepetan ceritanya!” Keinginan dari Cindy yang sudah menggebu-
gebu.
“Iya nak sabar, yaudah deh ayah mulai dulu. Karena pada saat itu liburan kenaikan
kelas, kira kira pada bulan Juli, saya meminta kepada ibu saya untuk meminta liburan ke
Palembang karena pada saat itu pula saya mendapatkan ranking 5 besar di kelas. Tentunya
pengen dong dapet reward dari orang tua karena mendapatkan pencapaian yang
membanggakan diri sendiri dan orang tua, kamu juga pernah kan seperti itu saat menang
lomba mewarnai kemarin kan?” Tertawa kecil dari ayah yang membuat Cindy tersipu malu.
“Benar yah, pada saat itu ayah mengajak liburan ke Lembang karena Cindy yang
meminta” sahut dari Cindy yang malu-malu karena disindiri oleh ayahnya itu.
“Sudah-sudah, ayah lanjut ceritanya dulu ya. Permintaanku yang mengajak liburan ke
Palembang diwujudkan oleh kedua orang tua saya. Sebelum berpegian, saya dan orang tua
saya menyiapkan semua kebutuhan seperti makanan ringan, obat-obatan, dan banyaknya
rencana agar liburan ini sempurna. Saat menentukan rencana tersebut, saya dinasehati oleh
orang tua saya untuk menuruti semua perkataan dari orang tua selama liburan dan tidak
bertindak gegabah dan tanpa arahan dari orang tua. Karena saya lagi asyik menonton televisi,
saya pun hanya menjawab iya dan iya tanpa memahami perkataan dari orang tua saya dan
menyimpannya di otak.”
“Kemudian, orang tua saya pun memberi tahu kepada saya bahwa liburan ke
Palembang akan dilakukan pada besok harinya. Saya pun membantu orang tua saya untuk
menyiapkan segala perlengkapan dari pakaian hingga pasokan makanan. Karena banyaknya
barang yang akan dibawa, persiapan ini memakan waktu yang sangat panjang. Kalau ditotal
sih bisa habis sekita 6 jam karena saya dan orang tua saya sangat perfeksionis dalam urusan
tata menata barang dan persiapan dalam berpegian agar tidak adanya barang yang tertinggal.
Jadi ya maklumi aja kalau saya sebelum berpegian agak ribet dalam membereskan barang.”
Tawa kecil dari ayah yang dibalas senyum oleh anaknya.
“Karena saking senangnya dalam menyambut liburan, saya sampai membayangkan
apa yang akan terjadi disana seperti memakan pempek, tekwan, model, dan bakmi sepuasnya
ataupun berenang di sungai Musi yang besar itu. Sampai-sampai mimpi dalam tidur saya
memimpikan tentang Palembang sampai dengan seluk-beluknya.” Cerita oleh ayahnya ini
berhenti sebentar karena ayahnya ada telepon dari kantor. Setelah itu, Perdana memasuki
kamarnya Cindy dan melanjutkan ceritanya yang sempat terhenti itu.
“Hari penantian yang telah didambakan saya dari beberapa bulan lalu pun tiba. Pagi
hari yang cerah dan bersinar lembut menyambut saya dan orang tua saya. Saya pun bergegas
untuk mandi. Saat mandi pun masih membayangkan betapa serunya liburan ke kota besar
yang berada di Provinsi Sumatra Selatan ini. Setelah mandi dan berpakaian rapi yang telah
disiapkan oleh ibu saya, saya melanjutkan untuk sarapan pagi dengan semangkuk sereal yang
sudah dituang dengan susu. Sehabis sarapan saya memutuskan untuk bermain dengan
tetangga sejenak sebelum memulai perjalanan ke Palembang. Disaat sedang bermain, saya
dipanggi oleh orang tua saya, ternyata mobil Xenia yang dibeli oleh orang tua saya tahun lalu
telah siap untuk digunakan untuk diajak berwisata ke Palembang. Saya menyegerakan diri
untuk menaiki mobil, tak lupa sebagai anak laki-laki yang suka memperhatikan jalanan saya
duduk di bangku sebelah bapak saya yang sedang menyetir. Setelah berkumpul di dalam
mobil, bapak saya lalu berdoa untuk diberi kelancaran dan keselamatan disaat liburan
nantinya.”
“Setelah berdoa, bapak pun menjalankan mobilnya dengan hati-hati. Sesampainya di
gerbang perumahan, bapak saya menyampaikan pesan ke satpam untuk menjaga rumahnya
selama kami liburan. Setelah menyampaikan pesan kepada pak satpam komplek, bapak saya
melanjutkan perjalanannya menuju ke Palembang. Selama perjalanan ke Palembang, saya
melihat banyak sekali pemandangan yang indah seperti sungai Musi yang awal mulanya
memiliki lebar yang kecil bisa menjadi selebar yang dapat dilihat di Palembang ataupun
hutan yang sangat terjaga keasriannya. Saya pun tidak tertidur selama di perjalanan karena
terbuai dengan pemandangan alam Sumatra yang indah dan terbayang-bayang akan
seberapak kerennya pemandangan dari kota Palembang. Perjalanan yang berlangsung selama
enam jam ini membuat ayah saya lelah. Kami sekeluarga pun memutuskan untuk istirahat
terebih dahulu di sebuah rumah makan di daerah Sekayu, kabupaten Musi Banyuasin. Kami
sekeluarga berhenti untuk mengisi perut yang lapar, namun saya tidak terlalu lapar karena
memakan jajanan yang dibawa oleh orang tua saya. Saya memakan nasi dengan ikan
tempoyak, olahan ikan berkuah dari Sumatra Selatan dengan menggunakan durian fermentasi
sebagai penambah rasa.”
“Setelah perut penuh dengan makanan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke
arah kota. Selama perjalanan, saya hanya melihat kemacetan yang mengular hingga 6
kilometer. Karena rasa bosan yang menumpuk, saya memutuskan untuk tidur dengan
menggunakan sarung serta bantal yang telah disiapkan oleh orang tua saya untuk tidur di
dalam mobil. Tanpa menyadari seberapa lamanya saya tertidur, saya dibangunkan oleh orang
tua saya. Ternyata saya sudah sampai di penginapan yang dekat dengan Jembatan Ampera.
Setelah orang tua saya check in kamar, lalu kami masuk ke kamar. Saya sudah tidak kuat
menahan kantuk dan rasa capek karena lamanya perjalananan jadi langsung tanpa babibu
langsung saja tidur di ranjang yang sangat besar dan empuk itu.”
“Terkejut, sungguh terkejut. Saya dan orang tua terbangun pada pukul 9 pagi yang
dimana seharusnya kami bangun pada pukul 5 pagi untuk melihat matahari terbit di sungai
Musi dan Jembatan Ampera. Karena rencana yang sudah gagal, namun masih ada beberapa
rencana lain yang menjadikan kami memutuskan untuk berkunjung ke rumah saudara yang
berada di sekitar Palembang. Lagipula kami masih memiliki banyak waktu di Palembang.
Setelah memutuskan untuk berkunjung ke rumah saudara, kami pun bergegas untuk mandi
dan sarapan yang telah disiapkan oleh pihak hotel. Setelah badan wangi dan perut penuh,
kami pun mengunjungi rumah saudara yang berada di pinggiran kota Palembang. Saudara
yang kami kunjungi itu merupakan saudara dari pihak ibu yang baru saja melahirkan seorang
anak. Karena orang tua asyik berbicara dengan saudaranya, saya pun menjadi bosan dan
merengek untuk segera pergi liburan karena menunggu orang tua berbicara dan
bersilahturahmi itu hal yang sangat membosankan. Karena orang tua saya yang peka, kami
pun pergi berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke rumah saudara yang satunya. Saya
sangat terkejut karena orang tua saya memiliki banyak saudara. Lagi-lagi, saya pun bosan dan
merengek untuk cepat-cepat pergi untuk jalan-jalan. Karena orang tua saya juga sepertinya
ingin berwisata, akhirnya silahturahmi dengan saudara di Palembang pun usai dan
memutuskan untuk jalan-jalan.”
“Sebelum jalan-jalan, orang tua saya mengajak ke Palembang Square yang
merupakan salah satu mall yang cukup terkenal di Palembang. Selama 40 menit perjalanan,
kami pun sampai di Palembang Square. Saya dan ibu saya turun di lobby mall sedangkan
bapak saya memarkirkan mobilnya di Gedung parkiran. Setelah itu kami sekeluarga makan di
sebuah restoran keluarga yang makanannya cukup enak namun harganya tergolong cukup
mahal tetapi dapat dimaklumi karena kami makan disebuah mall di perkotaan. Setelah itu,
saya diajak oleh orang tua saya untuk bermain di Timezone. Selama hampir tiga jam bermain
di Timezone, saya banyak sekali mencoba permainan karena di Lubuklinggau tidak ada
permainan semacam itu pada zaman itu. Saya mencoba dari game simulator balap mobil,
balap motor, hingga permainan basket yang dimana mencetak angka sebanyak-banyaknya
dari memasukkan bola kedalam ring basket. Setelah mondar-mandir memutari Timezone,
saya pun bosan. Akhirnya saya diajak untuk berkeliling dengan menggunakan mobil. Setelah
keluar dari Palembang Square, tujuan pertama adalah menunaikan salat di Masjid Agung
Palembang. Masjid yang sudah terkenal ini memiliki penampilan yang indah. Setelah itu
kami pun berkelilingin di jalanan kota Palembang. Banyak jalan yang kami telusuri mulai
dari Jembatan Ampera, Pasar 16 Ilir, Jakabaring Sport City, dan masih banyak lagi. Setelah
puas berkeliling dengan menggunakan mobil kesayangan, kami pun Kembali ke hotel untuk
beristirahat.”
“Kayanya ayah butuh istirahat juga untuk melanjutkan cerita ini, lagipula waktu sudah
menunjukkan pukul sebelas malam.” Canda kecil dari ayah yang sengaja untuk mengakhiri
cerita.
“Baik ayah, saya juga mulai mengantuk.” Cindy yang menahan uap sesegera untuk
menyiapkan bantal guling untuk menemaninya tidur.
“Selamat malam nak.”
“Selamat malam juga, ayah.” Terdengar suara pintu yang menutup karena ayah
meninggalkan kamar Cindy menuju ke kamarnya untuk beristirahat.
Keesokan harinya, seperti layaknya keluarga yang tinggal di kota besar lainnya.
Perdana dan Cindy mempersiapkan diri untuk menyambut masing-masing kesibukannya.
Perdana dengan kesibukannya membantu masak istrinya dan menyiapkan beberapa pekerjaan
yang akan dikerjakan di kantor sedangkan Cindy menyiapkan buku pelajarannya untuk
sekolah nantinya. Sarapan yang panas pun sudah tersaji di atas meja makan dan keluarga
kecil itu makan bersama. Cindy pun diantar ke sekolah dengan menggunakan mobil yang
akan mengantarkannya ke kantor.
Sesampainya di sekolah, Cindy berpesan untuk melanjutkan ceritanya yang terpotong
tadi malam. Ayah pun berjanji untuk melanjutkan ceritanya, hal ini membuat Cindy sangat
senang menyambut kegiatan yang akan dilakukannya di sekolah nantinya. Cindy pun pamit
untuk bersekolah dan tak lupa meminta uang jajan kepada ayahnya. Setelah berpamitan,
Perdana langsung menuju ke kantor yang jaraknya cukup jauh dari sekolah anaknya.
Setelahkegiatan yang satu per satu selesai, tak terasa waktu telah berjalan hingga
matahari sudah berada di arah barat. Cindy yang telah menunggu selama 30 menit untuk
menunggu jemputan dari ayahnya berakhir dengan Cindy yang dijemput oleh ayahnya itu.
Cindy yang sudah tidak sabar untuk menunggu ceritanya kembali berlanjut terus menggebu
dan mengompori ayahnya agar cepat sampai ke rumah. Sesampainya di rumah, Cindy dan
ayahnnya itu kemudian membersihkan diri dan memakan makan malam yang telah disiapkan
oleh ibunya yang telah dari sore hari menyiapkan makan malam ini. Seusai dari makan
malam, Cindy terus saja memburu-burui ayahnya untuk melanjutkan ceritanya dan tentunya
dikabulkan oleh ayahnya itu. Perdana segera untuk menuju ke kamarnya Cindy untuk
melanjutkan ceritanya kembali.
“Ayah mulai lagi ceritanya ya, kamu jangan tidur soalnya ini bagian yang serunya
lho.” Dengan nada serius dari ayah agar Cindy tidak mengantuk dan tetap mendengarkan
ceritanya dari ayahnya.
“Baik ayah.”
“Sip, ayah mulai lagi ceritanya. Hari pun berlanjut hingga keesokan harinya. Saya pun
terbangun pada pukul 4 dini hari untuk bersiap-siap menyambut matahari terbit dari Jembatan
Ampera dan sungai Musi. Saya pun bergegas untuk mandi dan memakai pakaian yang telah
disiapkan oleh orang tua saya sebelumnya dan memakan sarapan yang telah disiapkan oleh
pihak hotel. Setelah itu, saya diajak oleh orang tua saya untuk meninggalkan hotel dan
berjalan kaki menuju ke Taman yang berada di dekat Jembatan Ampera yang lumayan bikin
kaki menjadi pegal. Karena saya yang mulai kecapekan setelah melakukan perjalanan yang
jauh, kami beristirahat di trotoar yang berada di sekitar jalan protokol. Terdapat pedagang
sate Madura yang berjualan disekitar situ, karena perut yang sedikit kosong karena perjalanan
yang melelahkan tadi. Saya dibelikan seporsi sate ayam yang langsung ludes dimakan karena
rasa lapar yang sangat brutal.”
“Setelah perut kenyang, kami sekeluarga pun melanjutkan perjalanannya untuk
melihat matahari terbit. Pemberentian pertama pun sampai yaitu Jembatan Ampera.
Pemandangan kota yang indah dari Jembatan Ampera serta matahari yang terbit menyambut
pagiku dengan rasa gembira dan senang. Namun, seperti biasanya saya sudah mulai
merasakan rasa bosan karena tidak banyak kegiatan disini kecuali berfoto ria dan melihat
kendaraan yang berlalu-lalang. Karena itulah saya mengajak untuk turun dan melihat
Jembatan Ampera dari kejauhan, orang tua pun setuju akan ide itu. Akhirnya kami sekeluarga
pun pergi meninggalkan Jembatan Ampera dan berjalan untuk menuju taman di sekitar
Jembatan Ampera untuk mencari tempat beristirahat.”
“Sesampainya di taman yang berada di tepian sungai Musi, kami memutuskan untuk
beristirahat dan menghela nafas karena di Jembatan Ampera banyak sekali polusi akibat
banyaknya kendaraan. Karena taman yang berada di tepian sungai Musi, saya pun penasaran
untuk melihat kapal-kapal yang berlalu-lalang. Akhirnya saya menuju ke pinggiran taman
dan saya mendapati banyaknya jenis kapal yang ada di situ, mulai dari kapal pengangkut batu
bara, kapal cepat, hingga kapal wisata yang dapat mengantarkan ke tengah Pulau Kamaro
yang berada di sungai Musi yang dimana itu merupakan tempat wisata di Palembang.
Disinilah rasa penasaran itu menumpuk dan sebuah kesalahan dari saya pun bermulai.”
“Karena rasa penasaran saya yang sangat tinggi dan pada saat itu pikiran saya hanya
memikirkan untuk liburan maka saya memutuskan untuk menaiki kapal wisata yang menuju
ke Pulau Kamaro. Saya dengan pedenya bilang kepada penjual tiket untuk memesan 1 buat
tiket perjalanan pulang pergi ke Pulau Kamaro dengan menggunakan uang yang diberikan
oleh saudara-saudara saat saya bertamu pada hari kemarinnya. Mungkin karena penjual
tiketnya merasa bodo amat dengan diri saya yang masih terhitung anak-anak yang
menjadikan penjual tiket itu memberikan tiket kepada saya. Saya pun menunggu kapal yang
akan saya naikin nantinya. Setelah menunggu selama sekitar 20 menitan, saya dan
penumpang lain yang ingin berlibur pun menaiki kapal yang sudah ditentukan. Penumpang
dan saya akhirnya diberangkatkan menuju ke Pulau Kamaro dengan kapal. Selama di
perjalanan, saya tidak merasa bosan karena melihat air yang ada di Sumgai Musi. Saya ingin
sekali bermain air dan berenang di Sungai Musi, namun apa daya saya hanyalab anak kecil
yang diberi aturan sangat ketat di dalam kapal.”
“Sekitar 10 menit berlalu, kapal yang saya tumpangi melabuh di dermaga yang berada
di Pulau Kamaro. Karena saya sudah sangat penasaran, saya pun buru-buru melepaskan
pelampung yang diikatkan kepada saya dan berlalur menuju tempat wisata yang berasa di
Pulau Kamaro. Di dalam Pulau Kamaro banyak sekali tempat-tempat yang indah untuk
bersantai, berpiknik, ataupun untuk mempelajari sejarah karena di Pulau Kamaro ini
merupakan tempat yang cukup bersejarah di Palembang. Saya memutari dan mengelilingi
dari keseluruhan Pulau Kamaro dan menyusuri semua ruangan yang ada di Pulau Kamaro.
Setelah cukup puas mengelilingi Pulau Kamaro dengan berjalan kaki, saya pun merasa
kelelahan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli sebuah jajanan dan makanan berat
untuk mengganjal perut saya yang mulai lapar dan tubuh yang lelah setelah puas berkeliling.
Saya melihat ada pedagang asongan serta pedagang tekwan yang berada di sebuah pujasera
yang berada di Pulau Kamaro. Saya sesegera mungkin untuk membeli makanan karena rasa
lapar yang terus bertambah. Setelah saya memesan beberapa makanan dengan uang yang
saya miliki, saya mencari tempat duduk untuk menyantap makanan. Sesaat saya telah
menemukan tempat duduk, saya melihat banyaknya anak kecil yang makan bersama dengan
orang tuanya. Saya menyadari bahwa saya pergi ke pulau Kamaro ini tanpa ditemani dengan
orang tua. Namun saya merasa tidak peduli dengan hal itu. Akhirnya makanan yang saya
pesan pun tiba, saya langsung menyantap makanan yang sudah saya pesan tadi dengan lahap
dan tanpa menyisakan sisa makanan sepeserpun.”
“Seusai menyantap makanan, saya memutuskan untuk kembali lagi ke daratan
Palembang. Saya sedikit tersesat disini

Anda mungkin juga menyukai