Anda di halaman 1dari 37

DRAF

PEDOMAN PEMERIKSAAN PERKARA


JINAYAT

DIREKTUR JENDERAL BADAN PERADILAN AGAMA


MAHKAMAH AGUNG RI
2021

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. KEWENANGAN
1. Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga),
muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas
syari’at Islam. (Vide Pasal 128 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
Tentang Pemerintahan Aceh)
2. Kewenangan di bidang jinayat (Hukum Pidana Islam) meliputi Khamar, Maisir,
khalwat, Ikhtilath, Zina, Pelecehan seksual, Pemerkosaan, Qadzaf, Liwath, Musahaqah.
(Vide Pasal 3 Qonun Aceh Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat)
3. Kewenangan di bidang Jinayat yang berhubungan dengan anak baik sebagai pelaku
atau korban maka pedoman dalam memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara tersebut mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
4. Kewenangan di bidang Jinayat yang berhubungan dengan perempuan maka pedoman
dalam memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara tersebut
mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

B. PENGERTIAN UMUM
1. Khamar adalah minuman yang memabukkan dan/atau mengandung alkohol dengan
kadar 2% (dua persen) atau lebih.
2. Maisir adalah perbuatan yang mengandung unsur taruhan dan/atau unsur untung-
untungan yang dilakukan antara 2 (dua) pihak atau lebih, disertai kesepakatan bahwa
pihak yang menang akan mendapat bayaran/keuntungan tertentu dari pihak yang
kalah baik secara langsung atau tidak langsung.
3. Khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2
(dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan Mahram dan tanpa ikatan
perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan Zina.

1
4. Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan,
berpelukan dan berciuman antara lakilaki dan perempuan yang bukan suami istri
dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup atau terbuka.
5. Zina adalah persetubuhan antara seorang laki-laki atau lebih dengan seorang
perempuan atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak.
6. Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang sengaja
dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban baik
laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban.
7. Pemerkosaan adalah hubungan seksual terhadap faraj atau dubur orang lain sebagai
korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang digunakan pelaku atau
terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut pelaku atau terhadap mulut korban
dengan zakar pelaku, dengan kekerasan atau paksaan atau ancaman terhadap korban.
8. Qadzaf adalah menuduh seseorang melakukan Zina tanpa dapat mengajukan paling
kurang 4 (empat) orang saksi.
9. Liwath adalah perbuatan seorang laki-laki dengan cara memasukkan zakarnya
kedalam dubur laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua belah pihak.
10. Musahaqah adalah perbuatan dua orang wanita atau lebih dengan cara saling
menggosok-gosokkan anggota tubuh atau faraj untuk memperoleh rangsangan
(kenikmatan) seksual dengan kerelaan kedua belah pihak.
11. Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang diancam dengan
‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir.
12. Uqubat adalah hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelanggaran jarimah.
13. Hudud adalah jenis ‘uqubat yang bentuk dan besarannya telah ditentukan dalam
qanun secara tegas.
14. Ta’zir adalah jenis ‘uqubat pilihan yang telah ditentukan dalam qanun yang
bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau terendah.
15. Restitusi adalah sejumlah uang atau harta tertentu, yang wajib dibayarkan oleh
pelaku Jarimah, keluarganya, atau pihak ketiga berdasarkan perintah hakim kepada
korban atau keluarganya, untuk penderitaan, kehilangan harta tertentu, atau
penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
16. Dinas Syariah Islam adalah perangkat daerah sebagai unsur pelaksana syariat islam
di lingkungan pemerintahan aceh yang berada di bawah gubernur yang bertanggung
jawab dibidang pelaksanaan Syariat Islam.

2
17. Wilayatul Hisbah (WH) adalah bagian dari satuan polisi pamong praja. Polisi
Wilayatul Hisbah berfungsi melakukan sosialisasi, pengawasan, penegakan dan
pembinaan pelaksanaan Syariat Islam.
18. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah pegawai negeri sipil tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
yang diberi wewenang oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran qanun jinayat.

3
BAB II
ADMINISTRASI PERKARA JINAYAT

A. PENERIMAAN BERKAS PELIMPAHAN PERKARA


1. Meja 1
a. Penerimaan Secara Manual
1) Menerima pelimpahan berkas perkara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) disertai
dengan Surat Permohonan pemeriksaan perkara dari Kepala Kejaksaan Negeri
dilengkapi dengan surat dakwaan dan hasil pemeriksaan kepolisian (penyidik),
kemudian mendaftarnya ke dalam register perkara jinayat dan dicatat ke dalam
SIPP.
2) Terhadap perkara yang Terdakwanya ditahan, petugas segera melaporkan
kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah, petugas segera membuat penetapan
penahanan yang ditandatangani oleh Hakim yang ditunjuk oleh Ketua
Mahkamah Syar’iyah dan menyampaikannya kepada Kejaksaan Negeri,
Lembaga Pemasyarakatan dimana Terdakwa ditahan, Terdakwa dan Keluarga
Terdakwa.
3) Berkas perkara dimaksud meliputi pula barang bukti yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum, baik yang sudah dilampirkan dalam berkas perkara maupun
yang kemudian diajukan di persidangan. Barang-barang bukti tersebut
didaftarkan dalam register barang bukti dan dicatat dalam SIPP.
4) Bagian penerimaan perkara memeriksa kelengkapan berkas. Kelengkapan dan
kekurangan berkas dimaksud diberitahukan kepada Panitera Muda Jinayat.
5) Dalam hal berkas perkara dimaksud belum lengkap, Panitera Muda Jinayat
meminta kepada Kejaksaan untuk melengkapi berkas dimaksud sebelum
diregister.
6) Pendaftaran perkara jinayat dalam register induk dilaksanakan dengan
mencatat nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register tersebut.
7) Petugas buku register harus mencatat dengan cermat, semua kegiatan yang
berkenaan dengan perkara dan pelaksanaan putusan ke dalam register induk
jinayat.
8) Pelaksanaan tugas administrasi Meja I merupakan tanggung jawab Panitera
Muda Jinayat, di bawah koordinasi Panitera.

4
b. Penerimaan secara e-Court
1) Jaksa Penuntut Umum (JPU) melimpahkan berkas perkara melalui Pos
Elektronik (pos-el), kemudian petugas Mahkamah Syar’iyah melakukan
pendaftaran dalam register perkara jinayat dan SIPP.
2) Dalam setiap pelimpahan perkara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus
menyertakan Domisili Elektronik yaitu:
a) Kantor Jaksa Penuntut Umum (JPU);
b) Kantor Penyidik;
c) Instansi tempat Terdakwa ditahan; dan
d) Terdakwa/kesatuan Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum.
3) Barang bukti tetap berada di Kantor Jaksa Penuntut Umum (JPU).
4) Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah yang menerima pelimpahan berkas perkara
melalui Pos Elektronik (pos-el) harus memeriksa kelengkapan berkas perkara
sebelum mencetak dokumen yang dikirim secara elektronik.
5) Jika terdakwa ditahan, petugas melalui Panitera Muda Jinayat melaporkan ke
Ketua Mahkamah Syar’iyah dan Ketua Mahkamah Syar’iyah menunjuk hakim
untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa.
6) Kelengkapan berkas perkara sebagaimana dimaksud terdiri atas:
 Surat pelimpahan perkara;
 Surat dakwaan;
 Surat kuasa jika menggunakan kuasa hukum;
 Berita acara pemeriksaan Penyidik;
 Pindai (scan) alat bukti tertulis jika ada;
 Daftar barang bukti;
 Foto barang bukti;
 Dokumen penahanan jika ditahan; dan
 Dokumen terkait lainnya.
7) Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah mencetak semua dokumen dan melakukan
penomoran serta pemberkasan sesuai dengan ketentuan Hukum Acara.
8) Ketua Mahkamah Syar’iyah menetapkan Hakim/Majelis Hakim untuk
melakukan pemeriksaan perkara dan Hakim/Majelis Hakim menetapkan hari
sidang yang memuat hari, tanggal, jam, dan tempat pelaksanaan sidang
5
elektronik dan disampaikan oleh Panitera Muda Jinayat kepada Jaksa Penuntut
Umum (JPU) secara elektronik.
9) Dalam hal Terdakwa berada dalam tahanan, Jaksa Penuntut Umum (JPU)
menyampaikan panggilan sidang kepada Terdakwa melalui domisili elektronik.
10) Dalam hal Terdakwa tidak ditahan, panggilan sidang disampaikan oleh Jaksa
Penuntut Umum (JPU) kepada Terdakwa melalui domisili elektronik.
11) Dalam hal Terdakwa tidak memiliki domisili elektronik, panggilan disampaikan
melalui surat tercatat ke alamat tempat tinggal Terdakwa dengan tembusan
kepada Kepala Desa/Lurah tempat domisili/tempat tinggal Terdakwa.
12) Panggilan sidang sebagaimana dimaksud dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum hari sidang.
2. Meja II
a. Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, grasi dan menginput
ke dalam aplikasi SIPP.
b. Mencatat Nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register induk dan
menginput ke dalam aplikasi SIPP.
c. Mencatat semua kegiatan yang berkenaan dengan penyelesaian perkara dan
pelaksanaan putusan ke dalam register induk yang bersangkutan dan SIPP.
d. Menerima dan memberikan tanda terima atas:
1) Memori banding.
2) Kontra memori banding.
3) Memori kasasi.
4) Kontra memori kasasi.
5) Alasan peninjauan kembali.
6) Jawaban/tanggapan peninjauan kembali.
7) Permohonan grasi.
8) Penangguhan pelaksanaan putusan.
e. Pelaksanaan tugas administrasi Meja II di bawah tanggung jawab Panitera Muda
Jinayat yang dikoordinir oleh Panitera.

6
B. PROSEDUR PERKARA JINAYAT
1. Penerimaan Berkas
a. Menerima pelimpahkan berkas perkara melalui PTSP.
b. Memeriksa kelengkapan dan memberikan tanda terima pelimpahan berkas.
c. Memberikan nomor perkara di SIPP dan mempersiapkan semua formulir dan
dokumen yang dibutuhkan ke dalam berkas.
d. Menerima dan memeriksa berkas perkara.
e. Menunjuk Majelis Hakim dalam jangka waktu 1 hari kerja.
f. Menunjuk Panitera Pengganti (PP).
g. Memberikan berkas perkara kepada Ketua Majelis yang telah ditunjuk.
h. Ketua Memeriksa berkas dan mempelajari perkara dan Menetapkan hari sidang
pertama paling lama 7 hari kerja setelah diterimanya berkas oleh Ketua Majelis
Hakim oleh Ketua MS.
i. Majelis hakim Mempelajari Perkara.
j. Panitera Pengganti Menerima berkas perkara dan memberikan salinan Penetapan
hari sidang pertama kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa.
k. Memberitahukan Terdakwa Jadwal Persidangan dan menghadirkan Terdakwa
pada Hari Persidangan yang telah diterntukan.
l. Para pihak Hadir pada jadwal yang telah ditentukan untuk sidang pertama.

2. Alur Persidangan :

a. Pembacaan Surat Dakwaan

b. Eksepsi
1) Keterangan Saksi
2) Keterangan ahli
3) Surat
4) Keterangan terdakwa
Tahap pembuktian Alat Bukti yang berdasarkan Qonun Aceh Nomor 7 Tahun
2013 adalah keterangan saksi, keterangan ahli, barang bukti,surat, bukti
elektronik,pengakuan terdakwa, keterangan terdakwa.
Jika Pada Sidang Pertama Terdakwa tidak mempunyai penasehat hukum
maka Majelis Wajib menunjuk Penasehat Hukum bagi : 1. Terdakwa yang
diancam hukuman 60 kali cambuk atau 1.200 gram emas murni atau 60 bulan
7
penjara. 2. Terdakwa tidak mampu maka Sidang ditunda untuk penunjukan
Penasehat Hukum.

c. Putusan Sela

d. Tuntutan Penuntut Umum

e. Pembelaan terdakwa (pledoi)

f. Jawaban Penuntut (Replik)

g. Jawaban Terdakwa (Duplik)

h. Selanjutnya majelis melakukan Musyawarah Majelis untuk mengambil


Kesimpulan majelis

Para pihak hadir/Tidak, jika tidak hadir jurusita pengganti/JPU Mengirim


Kutipan Kepada Para Pihak yang tidak hadir.

i. Jika hadir dan engajukan banding maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada
petugas banding. Apa bila menerima maka berkas akan di arsipkan.

8
11
BAB III
PERSIDANGAN PERKARA JINAYAT

A. KETENTUAN UMUM PERSIDANGAN


Pada prinsipnya persidangan dilakukan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari
seorang Hakim Ketua dan 2 (dua) Hakim Anggota dan dalam perkara tertentu, Majelis
Hakim dapat terdiri dari seorang Hakim Ketua dan 4 (empat) orang Hakim Anggota dan
dibantu oleh seorang Panitera Pengganti.
Pengecualian terhadap ketentuan di atas, persidangan dapat dilakukan dengan
Hakim Tunggal, misalnya perkara dengan pemeriksaan acara cepat, dan praperadilan.
Perkara-perkara jinayat yang diperiksa dan diadili di persidangan Mahkamah
Syar’iyah terdiri dari :
a. Perkara dengan acara biasa.
b. Perkara dengan acara singkat.
c. Perkara dengan acara cepat.
1. Pemeriksaan Perkara Jinayat dengan Acara Biasa
a. Perkara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, diterima oleh Panitera Muda
Jinayat dan harus dicatat dalam buku register perkara seterusnya diserahkan
kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah untuk menetapkan Hakim/Majelis hakim yang
akan menyidangkan perkara tersebut.
b. Ketua Mahkamah Syar’iyah dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada
Wakil Ketua terutama pada Mahkamah Syar’iyah yang jumlah perkaranya banyak.
c. Perkara yang Terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan
penahanan, maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus
atas Musyawarah Majelis Hakim.
d. Dalam hal permohonan penangguhan penahanan dikabulkan, penetapan
ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota.
e. Sebelum perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas
perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat formil
dan materiil.
f. Syarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal,
pekerjaan dari si Terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama.
g. Syarat-syarat materil :
1) Waktu dan tempat jarimah dilakukan (tempus delicti dan locus delicti).
12
2) Perbuatan yang didakwakan harus jelas dirumuskan unsur-unsurnya.
3) Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan Jinayat itu yang dapat
menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.
4) Mengenai butir a dan b bersifat imperatif, apabila syarat-syarat tersebut tidak
terpenuhi mengakibatkan batalnya surat dakwaan.
f) Dalam hal Ketua Mahkamah Syar’iyah berpendapat bahwa perkara tersebut tidak
termasuk wewenangnya maka dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum
dengan penetapan untuk dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah lain yang
berwenang mengadilinya.
g) Jaksa Penuntut Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat
mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh)
hari Mahkamah Syar’iyah wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Mahkamah
Syar’iyah Aceh.

2. Pemeriksaan Perkara Jinayat dengan Acara Singkat


a. Berdasarkan Pasal 206 Qanun Hukum Acara Jinayat, maka yang diartikan dengan
perkara acara singkat adalah perkara jinayat yang menurut Penuntut Umum
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
b. Pemeriksaan dengan acara singkat hanya dapat dilakukan terhadap jarimah
dengan ancaman uqubat maksimal 24 bulan penjara atau yang setara dengan itu.
c. Pengajuan perkara jinayat dengan acara singkat oleh Penuntut Umum dapat
dilakukan pada hari-hari persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Syar’iyah yang bersangkutan.
d. Ketua Mahkamah Syar’iyah sebelum menentukan hari persidangan dengan acara
singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri
setempat.
e. Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan
identitas Terdakwa kemudian Penuntut Umum diperintahkan untuk menguraikan
Jarimah yang didakwakan secara lisan, dari hal tersebut dicatat dalam Berita Acara
Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 206 huruf a QHAJ).
f. Pendaftaran perkara jinayat dengan acara singkat, dilakukan Panitera Muda
Jinayat setelah pemeriksaan perkara.
g. Catatan dari Penuntut Umum yang dicatat di dalam Berita Acara Sidang
merupakan pengganti surat dakwaan.
13
h. Apabila pada hari persidangan yang ditentukan Terdakwa atau saksi-saksi tidak
hadir, maka berkas dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa
penetapan, dicatat dalam Buku Ekspedisi.
i. Dalam hal Hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan supaya diadakan
pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama 14 hari dan bilamana dalam
waktu tersebut Penuntut Umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan
tambahan, maka Hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan
dengan acara biasa (Pasal 206 huruf d QHAJ).
j. Putusan perkara jinayat singkat tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam
berita acara sidang.
k. Ketua Mahkamah Syar’iyah berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri, agar
berkas perkara dengan acara singkat diajukan tiga hari sebelum hari persidangan.

3. Pemeriksaan Perkara Jinayat dengan Acara Cepat


a. Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah perkara
jinayat yang diancam dengan hukuman paling banyak 3 (tiga) kali cambuk atau
hukuman denda 30 gram emas murni.
b. Hakim Mahkamah Syar’iyah dapat bersidang dengan Hakim tunggal.
c. Putusan dalam perkara cepat tidak diperkenankan upaya hukum banding.
d. Perkara jinayat dengan acara cepat, didaftarkan dalam Register Jarimah cepat.

B. DEKORUM
Layaknya ruang sidang pada Pengadilan Agama, ruang sidang sidang untuk
perkara jinayat dapat dilaksanakan dengan sarana dekorum yang ada dengan beberapa
perbedaan. Dekorum untuk persidangan jinayat adalah sebagai berikut :

14
DEKORUM PEMERIKSAAN PERKARA JINAYAT

KURSI PENGUNJUNG

PEMBATAS

KURSI

PENUNTUT
UMUM
JAKSA
MEJA
PEMERIKSAAN
TERDAKWA/
PENASIHAT
HUKUM

MEJA

MEJA MAJELIS HAKIM MEJA


PANITERA
PENGGANTI

C. PRA PERADILAN
1. Kriteria Praperadilan
Praperadilan dapat dilakukan dalam hal :
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,
pemeriksaan surat, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b. Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi setiap orang yang perkara jinayatnya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
2. Pemohon Praperadilan
Yang dapat mengajukan Praperadilan adalah:
c. Tersangka/kuasanya
d. Penyidik atau Penuntut Umum, atau
e. Pihak lain yang dirugikan.
3. Proses Pemeriksaan Praperadilan
a. Praperadilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah
Syar’iyah dan dibantu oleh seorang Panitera.
b. Dalam waktu 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya permintaan, Hakim yang
ditunjuk menetapkan hari sidang.

15
c. Hakim mendengar keterangan Tersangka atau Pemohon maupun dari pejabat yang
berwenang tentang alasan-alasan Praperadilan.
d. Pemeriksaan dilakukan secara cepat dan putusan dijatuhkan dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak disidangkan.
e. Pemeriksaan perkara praperadilan sedang berlangsung atau belum diputuskan,
maka Mahkamah Syar’iyah tidak melakukan pemeriksaan terhadap pokok perkara.
f. Putusan Hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus memuat :
1) Dasar dan alasannya harus jelas.
2) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan
tidak sah, maka Penyidik atau Jaksa Penuntut Umum pada tingkat pemeriksaan
masing-masing harus membebaskan Tersangka.
3) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau
penuntutan tidak sah, Penyidikan atau penuntutan terhadap Tersangka wajib
dilanjutkan.
4) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan
tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian
dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan adalah sah dan Tersangkanya tidak ditahan, maka
dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
5) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak
termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda
tersebut harus segera dikembalikan kepada Tersangka atau dari siapa benda itu
disita.
g. Ganti kerugian dapat diminta akibat tidak sahnya penangkapan, penahanan, atau
akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan.
h. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada angka 4 di atas dialokasikan pada
APBA dan APBK yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
4. Upaya hukum terhadap putusan praperadilan.
a. Terhadap putusan Praperadilan tidak dapat dimintakan banding.
b. Putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau
penuntutan, dapat dimintakan putusan akhir ke Mahkamah Syar’iyah Aceh.
c. Terhadap Putusan Praperadilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.

16
D. TAHAPAN PERSIDANGAN PERKARA JINAYAT
1. Protokoler Pembukaan Sidang
a. Panitera, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasihat Hukum Terdakwa memasuki
ruang persidangan.
b. Petugas protokol sidang menyatakan Majelis Hakim memasuki ruang sidang,
hadirin dimohon berdiri. Setelah Majelis Hakim duduk, protokol mempersilakan
hadirin duduk kembali.
2. Membuka Sidang.
- Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis dengan
ucapan “dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, sidang dinyatakan
dibuka dan terbuka untuk umum” sembari mengetuk palu sebanyak 3 (tiga) kali
3. Menghadirkan Terdakwa
a. Ketua Majelis menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Apakah sudah siap
menghadirkan Terdakwa:
- Jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan siap untuk menghadirkan
Terdakwa, maka Ketua Majelis memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
untuk membawa masuk Terdakwa ke ruang sidang.
- Jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan belum bisa menghadirkan
Terdakwa, maka Ketua Majelis menunda persidangan.
b. Ketua Majelis menanyakan kepada Terdakwa tentang kondisi kesehatan Terdakwa
saat itu.
c. Ketua Majelis menanyakan identitas Terdakwa :
1) Nama/alias :
2) Tempat lahir :
3) Tanggal lahir/umur :
4) Jenis Kelamin :
5) Kebangsaan :
6) Agama :
7) Pekerjaan :
8) Tempat tinggal :
d. Ketua Majelis menanyakan kepada Terdakwa :
1) Apakah Terdakwa dalam keadaan ditahan atau tidak?
2) Apakah Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum atau tidak?

17
e. Ketua Majelis wajib menanyakan dan memeriksa surat kuasa kalau Terdakwa
didampingi Penasihat Hukum.
f. Ketua Majelis memperingatkan Terdakwa agar memperhatikan segala sesuatu
yang didengar dan dilihat di dalam sidang serta memberi keterangan yang benar.
g. Majelis Hakim menanyakan kepada Terdakwa apakah sudah menerima, membaca
dan memahami Surat Dakwaan.
4. Pembacaan Surat Dakwaan
a. Ketua Majelis memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat
dakwaan.
b. Jika Terdakwa belum/tidak memahami Surat Dakwaan maka Majelis Hakim harus
menjelaskannya.
5. Eksepsi
a. Ketua Majelis menanyakan kepada Terdakwa
- Apakah saudara berkeberatan dengan dakwaan ..............?
- Jika berkeberatan dapat mengajukan Eksepsi sehingga oleh Majelis Hakim
Sidang ditunda 3-7 hari
b. Terdakwa/Penasihat Hukum menyerahkan surat eksepsi.
- Jika ada eksepsi, maka harus dijawab dengan Putusan Sela.
c. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat memberikan tanggapan terhadap eksepsi
Terdakwa dan Majelis Hakim menunda sidang 3-7 hari.
d. Hakim menjatuhkan Putusan Sela ;
- Jika Eksepsi dikabulkan perkaranya diputus dengan putusan akhir.
- Jika Eksepsi ditolak/tidak diterima maka perkaranya dilanjutkan ke proses
berikutnya.
6. Pemeriksaan Saksi dan Alat Bukti
a. Ketua Majelis Hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan
saksi dan bukti.
b. Jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum siap menghadirkan saksi maka Ketua
Majelis Hakim menunda sidang 3-7 hari.
c. Jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) siap menghadirkan saksi maka persidangan
dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.
d. Ketua Majelis Hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan
saksi di ruang sidang dan bukti lainnya :

18
1) Ketika saksi masuk ke ruang sidang Terdakwa diperintahkan oleh Ketua Majelis
untuk menempati tempat yang disediakan (dekat Penasihat hukumnya).
2) Saksi diperintahkan untuk menempati tempat yang telah disediakan untuk
pemeriksaan saksi.
3) Ketua Majelis menanyakan kepada saksi :
a) Identitas saksi
b) Hubungan saksi dengan terdakwa, Jika ada hubungan sampai derajat ketiga,
saksi mempunyai hak untuk mengundurkan diri
e. Majelis Hakim menanyakan kepada saksi sesuai BAP yang dibuat oleh Penyidik
(Polisi) dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ada dalam perkara (Pokok
pertanyaan pada waktu dan tempat peristiwa), di antaranya :
- Apakah saksi mempunyai hubungan keluarga dengan Terdakwa atau
mempunyai hubungan pekerjaan dengan Terdakwa?
- Apakah saksi dalam keadaan sehat dan bersedia memberikan keterangan?
- Apakah saksi sebelumnya kenal dengan Terdakwa, jika tidak, ditanyakan sejak
kapan saksi kenal dengan Terdakwa?
- Atas dasar apa saksi menangkap Terdakwa?
- Kapan dan dimana terjadi penangkapan?
- Bersama siapa melakukan penangkapan?
- Bagaimana saksi mengetahui Terdakwa melakukan tindak pidana tersebut?
- Setelah ditangkap, Terdakwa dibawa kemana?
- Terdakwa berperan sebagai apa dalam tindak pidana tersebut?
- Berapa orang dan siapa saja yang tertangkap dalam penangkapan tersebut?
- Setelah tertangkap, apakah Terdakwa mengakui bahwa ia melakukan tindak
pidana?
- Apa saja yang ditemukan ditempat penangkapan tersebut?
- Perlihatkan barang bukti kepada saksi, apakah benar atau tidak?
- Konfrontir kepada Terdakwa tentang kebenaran keterangan saksi, jika berbeda,
Majelis Hakim menanyakan perbedaan dan dicatat dalam Berita Acara Sidang
- Memberikan Kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU),
Terdakwa/Penasihat Hukum untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi
f. Ketua Majelis dapat memberi kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan
Penasihat Hukum untuk menanyakan kepada saksi melalui Majelis Hakim.

19
g. Selama memeriksa saksi, Ketua Majelis dapat menunjukkan barang bukti pada
saksi guna memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti tersebut.
h. Terdakwa diberi kesempatan memberikan tanggapan (bukan jawaban) terhadap
keterangan saksi dan bukti lainnya.
7. Pemeriksaan Terdakwa
a. Majelis Hakim memeriksa Terdakwa dengan pertanyaan antara lain:
- Apakah Terdakwa pernah dihukum sebelumnya?
- Kapan dan dimana terjadi penangkapan?
- Apa yang sedang Terdakwa lakukan pada saat terjadi penangkapan?
- Sejak kapan Terdakwa kenal dengan saksi? (dalam kasus
pemerkosaan/pelecehan seksual)
- Apakah Terdakwa ada hubungan keluarga dengan saksi korban?
- Berapa kali Terdakwa pernah melakukan......?
- Bagaimana perbuatan….... Terdakwa lakukan?
- Dimana saja perbuatan….... Terdakwa lakukan? (Dikembangkan sesuai kasus)
- Apa saja yang ditemukan di tempat penangkapan Terdakwa ?
- Majelis Hakim mempersilakan Terdakwa untuk melihat barang bukti yang
diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)
- Terdakwa memberikan jawaban/tanggapan terhadap barang bukti yang
diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) (apakah benar atau tidak)
- Apakah Terdakwa mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh agama
dan hukum yang berlaku di Aceh?
- Apakah Terdakwa menyesali perbuatan Terdakwa?
b. Memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Penasihat Hukum
untuk mengajukan pertanyaan kepada Terdakwa.
c. Terdakwa dapat diberi kesempatan untuk menghadirkan saksi-saksi yang dapat
meringankan (tidak harus, jika Majelis Hakim telah mendapatkan bukti yang
meyakinkan) (NB: Biasanya tahapan ini dalam praktiknya diletakkan setelah
Terdakwa menanggapi bukti saksi terakhir dari Penuntut Umum).
8. Pembacaan Tuntutan
- Ketua Majelis memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan
tuntutan.
9. Pledoi (Pembelaan)

20
- Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk mengajukan Pledoi
(pembelaan) terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
10. Replik
- Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk
menyampaikan repliknya (jika ada).
11. Duplik
- Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk menyampaikan
Duplik Terdakwa (jika ada)
12. Permusyawaratan Hakim
- Majelis Hakim melakukan musyawarah untuk menjatuhkan Putusan.

13. Putusan
a. Majelis Hakim membacakan Putusan :
- Ketika Ketua Majelis membacakan ``AMAR PUTUSAN`` (MENGADILI), Ketua
Majelis memerintahkan Terdakwa untuk berdiri;
b. Setelah pembacaan putusan, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada
Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang hak-hak Terdakwa dan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) atas Putusan, yaitu menerima putusan, mengajukan upaya
hukum Banding atau pikir-pikir dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah pembacaan
Putusan.
14. Penutupan Sidang
- Sidang ditutup oleh Ketua Majelis dengan ucapan “dengan mengucapkan
Alhamdulillahi rabbil alamin, sidang dinyatakan ditutup” sembari mengetuk palu
sebanyak 3 (tiga) kali .
15. Protokoler Penutupan Sidang
- Petugas protokol sidang menyatakan Majelis Hakim meninggalkan ruang sidang,
hadirin dimohon berdiri. Setelah Majelis Hakim meninggalkan ruang sidang,
protokol menyatakan pelaksanaan persidangan selesai.
- Majelis Hakim meninggalkan ruang sidang (hadirin berdiri melalui protokoler);

E. BERITA ACARA PERSIDANGAN


1. Tugas Pokok Kepaniteraan di Bidang Jinayat
Tugas pokok dan fungsi kepaniteraan jinayat dalam hai ini Panitera Muda
Jinayat secara umum sebagai berikut:
21
1. Pembuatan Rencana Kerja/ Program Kerja.
2. Mencatat setiap Surat Masuk dan Surat Keluar Khusus untuk perkara Jinayat.
3. Membuat Surat Pengantar Pengirim Berkas.
4. Mengelola berkas masuk perkara jinayat.
5. Menerima dan menyampaikan perkara praperadilan (kalau ada).
6. Mengelola Upaya Hukum.
7. Mengelola Register Panahanan.
8. Mengelola Register izin/ persetujuan penyitaan.
9. Mengelola Register izin penggeledahan (kalau ada).
10. Pembuatan Papan daftar penahanan dan Daftar Kegiatan Persidangan.
11. Pendaftaran Surat Kuasa.
12. Menyelenggarakan Rapat Kerja administrasi jinayat.
13. Menerima/ Menyimpan Barang Bukti yang diserahkan Jaksa Penuntut
Umum.

2. Peran Teknis Panitera Pengganti


Panitera Pengganti memeliki tugas sebagai berikut :
- Membantu Hakim dalam persidangan perkara jinayat, dan mencatat jalannya
persidangan, membuat berita acara Sidang Jinayat, mengetik konsep putusan dan
menandatangani berita acara dan putusan.
- Melaporkan kegiatan persidangan kepada panitera muda Jinayat secara tepat dan
cermat.
- Membuat penetapan hari sidang.
- Membuat berita acara persidangan:
- Mengetik berita acara dan putusan (minutasi perkara) dan menandatanganinya.
- Melaporkan kepada panitera muda jinayat untuk mencatat perkara yang sudah
putus berikut amar putusannya.
- Menyerahkan berkas perkara yang telah selesai minutasi kepada panitera muda
yang bersangkutan.
- Sebagai pendamping dan sekretaris Hakim/tim pemeriksaan dari laporan-
laporan/pengaduan-pengaduan/permintaan BAWAS dan membuat berita acara
pemeriksaannya untuk dilaporkan ke pimpinan.
- Melaksanakan tugas – tugas sesuai Standard Operating Procedures (SOP).

22
3. Teknis pembuatan berita acara persidangan perkara jinayat
Berita acara sidang berisi tulisan tentang jalanya pemeriksaan persidangan
dari awal persidangan hingga selesai dibacakan putusan atau penetapan perkara.
Adapun isi berita acara sidang tersebut adalah:
a. Pencantuman nomor perkara
Setiap kali persidangan dibuat berita acara sidang, bagian paling atas diketik
berita acara sidang, di bawahnya dicantumkan nomor perkara, setelah diketik
nomor tidak perlu tanda titik dua, contoh :
BERITA ACARA SIDANG
NOMOR 0001/JN/2011/MS.jth.

b. Pencantuman bilangan sidang


Apabila berita acara sidang yang pertama, maka tidak perlu disebutkan sidang
pertama, untuk sidang seterusnya cukup diketik sidang lanjutan tidak perlu ada
kata lanjutan I, lanjutan II dan seterusnya.
c. Penyebutan pelaksanaan hari dan tanggal sidang
Contoh :
Pemeriksaan persidangan Mahkamah Syariyah ………. yang memeriksa dan
mengadili perkara perkara tertentu (perkara Jinayat) dalam tingkat pertama
(dengan acara pemeriksaan biasa/singkat/cepat) yang dilangsungkan pada
hari … tanggal … Bulan Tahun dalam perkara … antara pihak-pihak (dengan
Terdakwa).
d. Penyebutan identitas dan kedudukan para pihak
Pada sidang pertama, identitas para pihak harus diketik secara lengkap dan
kedudukannya masing-masing diketik secara jelas.
Contohnya :
RIANTI Binti RIYANTO, umur 45 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta (buruh
pabrik), bertempat tinggal di Jalan Tentara Pelajar No. 120 Rt. 001 Rw. 005,
Kelurahan Ateuk Pahlawan, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh sebagai
Penggugat.
Apabila penggugat memakai kuasa hukum sebagai berikut :
RIANTI Binti RIYANTO, Umur 45 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta
(buruh pabrik) bertempat tinggal di Jalan Tentara Pelajar No. 10 Rt. 001 Rw. 005,

23
Kelurahan Ateuk Pahlawan, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Berdasarkan
surat kuasa tanggal 01-01-2011, memberikan kuasa kepada Santoso, SH. Sebagai
advokat yang berkantor hukum di jln Pahlawan No 5 Kota Banda Aceh dan
memilih domisili hukum ditempat kuasanya disebut sebagai. Penggugat.
LAWAN
SABAR Bin SUBUR , umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta (sopir
angkot), bertempat tinggal di Jalan Tentara Pelajar No. 120 Rt. 001 Rw. 005,
Kelurahan Ateuk Pahlawan, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh sebagai Tergugat
Untuk sidang kedua dan seterusnya cukup disebut nama inperson dan
kedudukannya saja.
Contoh: RIYANTI Binti RIYANTO sebagai Penggugat
LAWAN
SABAR Bin SUBUR sebagai Tergugat
1) Nama/alias : Subur alias Polan bin Sabar
2) Tempat lahir : Banda Aceh
3) Tanggal lahir/umur : 12-12-1980/40 tahun
4) Jenis Kelamin : laki-laki
5) Kebangsaan : Indonesia
6) Agama : Islam
7) Pekerjaan : Petani
8) Tempat tinggal : Jl. Islam, Kelurahan Muslim, Kecamatan Zakat, Kota
Banda Aceh
e. Susunan persidangan
Susunan persidangan dalam sidang pertama diketik sebagai berikut :
Drs. Anwar, SH. : sebagai Ketua Majelis
Drs. Ansori, SH. : sebagai Hakim Anggota
Drs. Ahmadi, SH. : sebagai Hakim Anggota dan dibantu oleh
Agustiningsih, SH. : sebagai Panitera Pengganti
Sedangkan didalam sidang berikutnya diketik sebagai berikut :
Susunan persidangan sama dengan yang lalu kecuali dalam persidangan
berikutnya ternyata salah satu anggota majelis hakim berhalangan sehingga
diketik sebagai berikut :
Susunan persidangan tidak sama dengan yang lalu
Drs. Anwar, SH. : sebagai ketua majelis
24
Drs. Ansori, SH. : sebagai hakim anggota
Drs. Bukhori,SH : sebagai hakim anggota menggantikan
Drs. Ahmadi, SH karena yang bersangkutan berhalangan sakit.
Agustiningsih, SH. : sebagai panitera pengganti
Penggantian hakim anggota walaupun sifatnya sementara penggantian tetap
harus diikuti dengan penetapan majelis hakim yang baru.
f. Sidang dibuka dan terbuka untuk umum
Ketika memulai sidang Ketua Majelis selalu menyatakan sidang dibuka dan terbuka
untuk umum dengan ditandai mengetuk palu sidang disertai mengucap
Bismillahirrahmaanirrahiim. Namun ketika memeriksa perkara berikutnya tidak
lagi mengucapkan sidang dibuka dan terbuka untuk umum, tetapi tidak salah setiap
pemeriksaan perkara juga menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum
dengan mengetuk palu. Sidang juga disertai membaca Bismillahirrahmanirrahiim.
g. Pemanggilan para pihak masuk ruang sidang.
Setelah ketua majelis menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum maka
panitera sidang memanggil para pihak untuk memasuki ruang sidang.
h. Kehadiran Para Pihak :
Keterangan hadir atau tidaknya para pihak yang berperkara, kalau hadir apakah
dia hadir sendiri atau diwakili oleh kuasanya atau dia hadir didampingi kuasanya,
contoh :
- Penggugat hadir sendiri menghadap persidangan.
- Penggugat hadir diwakili oleh kuasanya menghadap persidangan.
- Penggugat hadir didampingi oleh kuasanya. menghadap persidangan.
i. Sidang terbuka atau tertutup (dalam perkara Jinayat, hanya perkara kesusilaan
dan anak saja yang tertutup sidangnya, sedangkan perkara lainnya terbuka,
kemudian tidak ada istilah usaha perdamaian)
Apabila pemeriksaan sidang masih dalam usaha perdamaian maka sidang masih
tetap terbuka untuk umum, setiap kali persidangan, hakim harus
mengupayakan perdamaian pasal 65, 82, UU. No 7 tahun 1989 yang telah diubah
terakhir dengan UU. No. 50 tahun 2009 jo pasal 39 UU. No. 1 tahun 1974. kecuali telah
memasuki tahap persidangan, (khusus perceraian) harus dinyatakan sidang tertutup
untuk umum (pasal 68,(2) jo pasal 80 (2) UU. No UU. No 7 tahun 1989 yang telah
diubah terakhir dengan UU. No. 50 tahun 2009.
j. Penundaan sidang dalam sidang terbuka untuk umum
25
Dalam mengumumkan penundaan sidang, sidang harus dalam keadaan terbuka
untuk umum.
k. Penundaan sidang harus ada kepentingan hukum Ketua majelis menunda
persidangan harus ada kepentingannya, kepentigan tersebut atas dasar kepada -
untuk apa? Sidang ditunda. Bukan karena apa? Sidang ditunda? (lihat buku IV MA-RI
2007 hal : 366 poin 14) kecuali dalam sidang I Tergugat tidak hadir, maka sidang
ditunda untuk memanggil Tergugat sekali lagi (tidak ada dalam Jinayat
nomenklatur pihak ‘Tergugat’ yang ada hanya ‘Terdakwa’ dan ‘Penuntut
Umum, jika Terdakwa tidak hadir, maka sidang ditunda dengan perintah
kepada Penuntut Umum untuk menghadirkan Terdakwa).
Apabila kita cermati dua kata tanya tersebut diatas maka mengandung arti yang
sangat jauh berbeda yaitu : Untuk apa sidang ditunda ? jawabanya adalah.
- Untuk usaha damai
- Untuk membacakan gugatan
- Untuk memberi kesempatan tergugat menyampaikan jawaban
- Untuk memberi kesempatan penggugat menyampaikan Replik
- Untuk memberikan kesempatan Tergugat menyampaikan Duplik
- Untuk memberikan kesempatan Penggugat menyampaikan bukti-bukti
- Untuk memberikan kesempatan Tergugat menyampaikan bukti-bukti
- Untuk memberikan kesempatan para pihak menyampaikan kesimpulan
- Untuk menghadirkan Terdakwa
- Untuk pembuktian
- Untuk penuntutan
- Untuk musyawarah majelis hakim
Artinya penundaan sidang harus sesuai dengan tahapan persidangan.
l. Penundaan sidang ditentukan hari tanggal dan jamnya
Tidak dibenarkan Ketua Majelis menunda persidangan sampai dengan waktu
yang tidak ditentukan atau sampai dengan waktu yang akan ditentukan
kemudian. Ketua Majelis Hakim memerintahkan Jurusita untuk memanggil pihak
tersebut untuk datang menghadap pada hari tanggal dan jam persidangan yang
telah ditentukan, untuk pihak yang tidak hadir supaya dipanggil melalui jurusita
menghadap pada hari tanggal dan jam persidangan yang telah ditentukan,
sedangkan pihak yang hadir supaya menghadap pada hari tanggal jam

26
persidangan tersebut tanpa dipanggil lagi (pemberitahuan sebagai panggilan
pasal 159 HIR/186 RBg). (Penuntut Umum untuk menghadirkan Terdakwa pada hari,
tanggal dan jam yang telah ditentukan)
m. Pergantian anggota majelis hakim
1) Pergantian sementara karena berhalangan. Apabila terjadi halangan sementara
bagi Anggota Majelis Hakim maka dalam Berita Acara Sidang tentang
susunan persidangan hari ini diketik tidak sama dengan yang lalu
Drs. Anwar, SH. : sebagai ketua majelis
Drs. Ansori, SH. : sebagai hakim anggota
Drs. Baidowi, SH. : sebagai hakim anggota, menggantikan - Drs. Ahmadi,
SH. karena yang bersangkutan berhalangan sakit.
Agustiningsih, SH. : sebagai panitera pengganti. Pergantian
sementara tetap dibuat PMH (Penetapan Majelis Hakim).
2) Pergantian tetap karena pindah tugas atau berhalangan tetap
(pensiun/meninggal). Apa bila terjadi halangan tetap, maka dalam berita acara
sidang tentang susunan persidangan hari ini diketik tidak sama dengan
yang lalu.
Drs, Anwar, SH. : sebagai ketua majelis
Drs Ansori, SH. : sebagai hakim anggota
Drs, Baidowi, SH. : sebagai hakim anggota menggantikan Drs. Ahmadi, SH
karena yang bersangkutan pindah tugas.
Agustiningsih, SH. : sebagai panitera pengganti
Disamping itu ketua PA. membuat PMH baru tanpa menghapus/ merubah
PMH lama.
n. Penggantian ketua majelis hakim.
1) Pengantian Ketua Majelis dapat terjadi karena alasan mutasi, pensiun, menInggal
dunia. Apabila terjadi pergantian Ketua Majelis maka dalam berita acara sidang
tentang susunan persidangan hari ini tidak sama dengan yang lalu.
Drs. Burhanidin, SH. : sebagai ketua majelis Hakim menggantikan
Drs. Anwar, SH. karena yang bersangkutan mutasi/ pensiun/ meninggal
dunia.
Drs Ansori, SH. : sebagai hakim anggota
Drs, Ahmadi, SH. : sebagai hakim anggota
Agustiningsih, SH. : sebagai panitera pengganti
27
Disamping itu ketua Mahkamah Syariyah membuat PMH baru tanpa menghapus
/atau merubah PMH yang lama. Terhadap pergantian Ketua Majelis maka dalam
berita acara harus ada uraian pernyataan sikap dari majelis yang baru terhadap
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh majelis yang lama/ sikap dimaksud
ada dua kemungkinan.
a) Majelis baru menerima dan sependapat sepenuhnya hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh Majelis yang lama, sehingga Majelis baru melanjudkan
tahapan sidang berikutnya tanpa mengadakan pemeriksaan ulang.
b) majelis baru tidak sependapat dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
majelis yang lama, sehingga majelis baru harus mengulang pemeriksaan
perkara dari awal.
o. Penundaan sidang
1) Karena Ketua Majelis berhalangan. Apabila Ketua Majelis berhalangan maka sidang
ditunda, penundaan dilakukan dalam ruang sidang cukup dengn Hakim Tunggal
yang senior didampingi panitera sidang dan dibuat berita acara sidang yang
ditandatangani oleh ketua sidang dan panitera sidang.
2) Karena seluruh Majelis Hakim berhalangan maka sidang harus ditunda dengan
cara menempelkan pengumuman/ pemberitahuan pada papan pengumuman.
p. Format Berita Acara Sidang
Format berita acara sidang pemeriksaan perkara jinayat adalah sebagai berikut :
Kertas : A4 - 70 gram
Batas : Kiri 4, Atas 3, Kanan 2, Bawah 3 (dalam Cm)
Huruf : Arial
Ukuran Huruf : 12
Spasi : 1½
TATA TULIS
Kepala BAS : Memakai huruf kapital (tanpa garis bawah)
Nomor BAS : Setelah kata nomor tidak memakai titik dua penulisan
nomor digit (Nomor 1/Pdt. ..../20..../PA/Msy)
Di bawah Nomor BAS : Untuk sidang pertama ditulis “ Sidang Pertama” untuk
Sidang berikutnya ditulis “ Sidang Lanjutan”
Penulisan Identitas : Meliputi nama (nama para pihak memakai huruf capital
awalnya saja ), umur/tanggal lahir, agama, pekerjaan,
pendidikan, tempat kediaman. Pada baris kedua dimulai

28
dari ketukan ke 15 (3 tut tab), dalam hal para pihak
menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa diletakan
setelah identitas para pihak.
Penulisan kedudukan : Penggugat/Pemohon/Pelawan, Tergugat Termohon/
para pihak Terlawan penulisan nama Ketua Majelis dan Panitera
Pengganti pada kaki BAS menggunakan huruf kapital
awalnya saja.
Kata melawan : Ditulis (center text) dengan menggunakan huruf kecil.
Susunan majelis yang : Dalam BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada
bersidang pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap
nama dan gelar dengan menggunakan huruf kapital
awalnya saja. Sedangkan BAS lanjutan yang
bukan pergantian majelis ditulis dengan kalimat “Susunan
majelis sama dengan susunan majelis sidang yang lalu”,
Renvoi : Dillakukan dengan cara mencoret dengan mengunakan
satu garis, agar kata/kalimat yang dicoret tetap dapat
dibaca. Tanda renvoi menggunakan SCG (Sah Coret Ganti),
SC (Sah Coret), ST (Sah Tambah), Z cros. Setiap renvoi
berita acara sidang diparaf oleh Ketua Majelis dan
Panitera Pengganti diletakkan sebelah kiri sejajar dengan
kata atau kalimat yang direnvoi. Setiap renvoi dalam
putusan diparaf oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota
diletakkan sebelah kiri sejajar dengan kata atau kalimat
yang direnvoi.
Alinea masuk : 5 karakter
Bentuk BAS : Balok/Iris Talas
Letak Nomor : Kanan bagian bawah Nomor halaman BAS dari awal
Halaman sampai dengan akhir bersambung termasuk idalamnya
Jawaban, Rekonvensi, Replik, Duplik, Rereplik, Reduplik,
Alat Bukti, Kesimpulan, menjadi kesatuan dalam BAS dan
diberi nomor urut halaman.
Tata Bahasa : - Penggunaan bahasa hukum dan bahasa Indonesia
yang baik dan benar;

29
- Tanya jawaban antara majelis dengan para
pihak/saksi dalam BAS menggunakan kalimat
langsung.

F. MINUTASI
Pemberkasan Perkara atau Minutasi Berkas Perkara dilaksanakan oleh panitera
penggati selambat lambatnya 7 (tujuh hari sejak perkara putus). Adapun format dan
susunan berkas minutasi adalah sebagai berikut :
1. Susunan berkas minutasi

DAFTAR MINUTASI

Pada hari ini ……… Tanggal ……….. Bulan ……. Tahun Dua Ribu …….. kami
………….. Hakim Mahkamah Syar’iyah …….. yang ditunjuk sebagai Ketua Majelis untuk
memeriksa dan mengadili perkara …….. Nomor ……../JN/2018/MS…….. yang telah
diputus pada hari …... tanggal …. 20…. Miladiyah bertepatan dengan tanggal ..….. 14..
Hijriyah telah menyelesaikan Minutasi perkara tersebut dengan Bundel Perkara yang
isinya sebagai berikut :
1. Berkas perkara Penyidik.
2. Tanda terima pelimpahan perkara dari JPU
3. Penetapan Majelis Hakim tanggal ………… 20...
4. Penetapan Penunjukan Panitera Pengganti tanggal ……… 20...
5. Penetapan Penahanan oleh Hakim Mahkamah Syar’iyah …. tanggal ….. 20...
6. Penetapan Hari Sidang tanggal …….. 20...
7. Berita Acara Sidang Pertama tanggal ……….. 20...
8. Penetapan Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah …… (bila
ada).
9. Penetapan Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh (bila
ada).
10. Beria Acara Sidang Lanjutan Baca Putusan tanggal ……….. 2018.
Demikian Daftar Minutasi ini dibuat dengan sebenarnya yang telah
dijahit/dibundelkan dan kami tanda tangani. Kemudian diperintahkan agar Panitera
Pengganti tersebut segera menyerahkan berkas perkara ini kepada Panitera Muda
Jinayat untuk penanganan selanjutnya.
Ketua Majelis,

30
………………………

Berkas perkara yang telah diminutasi, diserahkan ke Meja III untuk diberi
sampul, dijahit dan disegel.
BAB IV
UPAYA HUKUM

C. PENERIMAAN PERKARA BANDING


1. Apabila putusan Mahkamah Syar’iyah dinyatakan banding dan terdakwanya
dalam tahanan, maka Ketua Mahkamah Syar`iyah pada hari pernyataan banding itu
juga mengirim surat pemberitahuan banding kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah
Aceh melalui email: jinayat.msaceh@gmail.com yang lengkap dengan data-data,
sebagai berikut :
a) Nomor dan tanggal putusan yang dibanding;
b) Pembanding, dilengkapi dengan identitas lengkap Terdakwa dan/atau JPU;
c) Amar putusan;
d) Terdakwa ditahan di Lembaga Pemasyarakatan apa dan kapan berakhir masa
tahanan;
e) Perintah penetapan penahanan disebut secara lengkap sejak dari penyidik sampai
kepada penahanan Hakim Mahkamah Syar’iyah dan perpanjangan penahanan
dengan mencantumkan nomor, tanggal dan sejak dimulai penahanan sampai
berakhir penahanan;
(1) Panitera membuat:
 Akta permohonan pikir-pikir bagi terdakwa.
 Akta permintaan banding.
 Akta terlambat mengajukan permintaan banding.
 Akta pencabutan banding.
(2) Permintaan banding yang diajukan dicatat dalam register induk perkara
jinayat dan register banding oleh petugas register dan dicatat di dalam SIPP.
(3) Permintaan banding diajukan paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari
sesudah putusan dijatuhkan, atau 7 (tujuh) hari setelah putusan
diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan,
kecuali perkara yang uqubatnya 12 bulan penjara atau yang setara dengan

31
itu, pernyataan banding harus dinyatakan langsung setelah putusan
dibacakan.
(4) Waktu penyerahan memori banding paling lama 7 hari setelah dinyatakan
banding, sedangkan yang uqubatnya paling lama 12 bulan, penyerahan
memori banding paling lama 3 hari setelah dinyatakan banding.
(5) Permintaan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di
atas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat Surat Keterangan
Panitera bahwa permintaan banding telah lewat tenggang waktu dan harus
dilampirkan dalam berkas perkara.
(6) Dalam hal Pemohon tidak datang menghadap, hal ini harus dicatat oleh
Panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan
dalam berkas perkara.
(7) Panitera wajib memberitahukan permintaan banding dari pihak yang satu
kepada pihak yang lain.
(8) Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding dicatat dalam
register dan salinan memori serta kontra memori disampaikan kepada pihak
yang lain, dengan relaas pemberitahuan.
(9) Selama 7 (tujuh) hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada Mahkamah
Syar’iyah Aceh, Pemohon wajib diberi kesempatan kepada kedua belah pihak
untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) tersebut di
Mahkamah Syar’iyah.
(10) Jika kesempatan mempelajari berkas diminta oleh Pemohon dilakukan di
Mahkamah Syar’iyah Aceh maka pemohon harus mengajukan secara tegas
dan tertulis kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah pengaju dan waktu
mempelajari berkas di Mahkamah Syar’iyah Aceh paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima di Mahkamah Syar’iyah
Aceh.
(11) Berkas perkara banding berupa bundel A dan bundel B dalam waktu paling
lama 25 (dua puluh lima) hari sejak permintaan banding diajukan, harus
sudah dikirim ke Mahkamah Syar’iyah Aceh.
(12) Selama perkara banding belum diputus oleh Mahkamah Syar’iyah Aceh,
permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, Panitera membuat Akta
Pencabutan Banding yang ditandatangani oleh Panitera, pihak yang

32
mencabut dan diketahui oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah. Akta tersebut
dikirim ke Mahkamah Syar’iyah Aceh.
(13) Salinan putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh yang telah diterima oleh
Mahkamah Syar’iyah, harus diberitahukan kepada Terdakwa dan Penuntut
Umum dengan membuat Akta Pemberitahuan Putusan.
(14) Petugas register harus mencatat semua kegiatan yang berkenaan dengan
perkara banding dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register banding.
(15) Pelaksanaan tugas pada Meja II jinayat merupakan tanggung jawab Panitera
Muda Jinayat dan di bawah koordinasi Panitera.

D. PENERIMAAN PERKARA KASASI


1. Apabila Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh dinyatakan kasasi dan terdakwanya
dalam tahanan, maka Ketua Mahkamah Syar`iyah pengaju pada hari pernyataan
kasasi itu juga mengirim Surat Pemberitahuan Kasasi kepada Ketua Kamar Agama
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berisi data lengkap, sebagai berikut:
a) Nomor dan tanggal putusan yang dikasasi;
b) Pemohon Kasasi, dilengkapi dengan identitas lengkap Terdakwa dan Jaksa
Penuntut Umum;
c) Amar Putusan Mahkamah Syar’iyah pengaju dan amar Putusan Mahkamah
Syar’iyah Aceh;
d) Terdakwa ditahan di Lembaga Pemasyarakaat apa dan kapan berakhir masa
tahanan;
e) Perintah penetapan penahanan disebut secara lengkap sejak dari penyidik sampai
kepada penahanan Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh dan perpanjangan
penahanan dengan mencantumkan nomor, tanggal dan sejak dimulai penahanan
sampai berakhir penahanan;
2. Permohonan kasasi diajukan oleh Pemohon kepada Panitera selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh
diberitahukan kepada Terdakwa/Penuntut Umum dan selanjutnya dibuatkan Akta
Permohonan Kasasi oleh Panitera.
3. Permohonan kasasi yang melewati tenggang waktu tersebut, tidak dapat diterima,
selanjutnya Panitera membuat Akta Terlambat Mengajukan Permohonan Kasasi
yang diketahui oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah.

33
4. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan kasasi diajukan,
Pemohon Kasasi harus sudah menyerahkan memori kasasi dan tambahan memori
kasasi (jika ada). Untuk itu petugas membuat Akta tanda terima memori/tambahan
memori.
5. Dalam hal Terdakwa selaku Pemohon Kasasi yang kurang memahami hukum,
Panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan dan
mencatat alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu Panitera
membuatkan Memori Kasasinya.
6. Panitera memberitahukan dan menyerahkan tembusan Memori Kasasi/ tambahan
Memori Kasasi kepada pihak lain, untuk itu panitera membuat tanda terima.
7. Termohon Kasasi dapat mengajukan Kontra Memori Kasasi, untuk itu Panitera
membuat dan memberikan Surat Tanda Terima Kontra Memori Kasasi.
8. Dalam hal Pemohon Kasasi tidak menyerahkan memori kasasi dan atau terlambat
menyerahkan Memori Kasasi, untuk itu Panitera membuat Akta.
9. Apabila Pemohon Kasasi tidak menyerahkan Memori Kasasi dan atau terlambat
menyerahkan Memori Kasasi, berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung
untuk itu Ketua Mahkamah Syar’iyah mengeluarkan Surat Keterangan yang
disampaikan kepada Pemohon Kasasi dan Mahkamah Agung (Vide SEMA Nomor 7
Tahun 2005).
10. Terhadap perkara Jinayat yang diancam dengan uqubat penjara paling lama 12 (dua
belas) bulan atau uqubat lain yang setara dengan itu, tidak dapat diajukan kasasi
sesuai Pasal 236 ayat (2) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara
Jinayat.
11. Permohonan kasasi yang telah memenuhi syarat formal selambat-lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu mengajukan memori kasasi
berakhir, berkas perkara kasasi berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke
Mahkamah Agung.
12. Selama perkara kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi
dapat dicabut oleh Pemohon Kasasi. Dalam hal pencabutan dilakukan oleh kuasa
hukum Terdakwa, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Terdakwa.
13. Atas pencabutan tersebut, Panitera membuat Akta Pencabutan Kasasi yang
ditandatangani oleh Panitera, pihak yang mencabut dan diketahui oleh Ketua
Mahkamah Syar’iyah selanjutnya Akta tersebut dikirim ke Mahkamah Agung.

34
14. Untuk perkara kasasi yang Terdakwanya ditahan, Panitera Mahkamah Syar’iyah
wajib melampirkan penetapan penahanan dimaksud dalam berkas perkara.
15. Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung, salinan putusan dikirim
kepada Mahkamah Syar’iyah untuk diberitahukan kepada Terdakwa dan Penuntut
Umum, yang untuk itu Panitera membuat Akta Pemberitahuan Putusan.
16. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan kasasi, segera dikirim ke Mahkamah Agung
RI.
17. Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait semua
kegiatan yang berkenaan dengan perkara kasasi dan pelaksanaan putusan.

E. PENERIMAAN PERKARA PENINJAUAN KEMBALI


1. Terhadap putusan jinayat yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
merupakan putusan pemidanaan, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan
permohonan peninjauan kembali, dan dapat dikuasakan kepada penasihat
hukumnya.
2. Permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Panitera Mahkamah Syar’iyah
yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan
secara jelas alasannya.
3. Permohonan peninjauan kembali tidak dibatasi jangka waktu.
4. Petugas menerima berkas perkara jinayat permohonan peninjauan kembali, lengkap
dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan memberikan
tanda terima.
5. Permohonan peninjauan kembali dari Terpidana atau ahli warisnya atau penasihat
hukumnya beserta alasan-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu
surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera dan Pemohon.
6. Dalam hal Terpidana selaku Pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami
hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan alasan secara jelas dengan
membuatkan Surat Permohonan Peninjauan Kembali.
7. Dalam hal Mahkamah Syar’iyah menerima permohonan peninjauan kembali, wajib
memberitahukan permintaan permohonan peninjauan kembali tersebut kepada
Jaksa.
8. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan peninjauan
kembali diterima Mahkamah Syar’iyah, Ketua Mahkamah Syar’iyah menunjuk

35
Majelis Hakim yang tidak memeriksa perkara semula, untuk memeriksa dan
memberikan pendapat apakah alasan permohonan peninjauan kembali telah sesuai
dengan ketentuan undang-undang.
9. Dalam pemeriksaan peninjauan kembali Terpidana atau ahli warisnya dapat
didampingi oleh penasehat hukum dan jaksa yang dalam hal ini bukan dalam
kapasitasnya sebagai Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan
pendapatnya.
10. Dalam hal permohonan peninjauan kembali diajukan oleh Terpidana yang sedang
menjalani pidananya, Hakim menerbitkan penetapan yang memerintahkan kepada
Kepala Lembaga Pemasyarakatan dimana Terpidana menjalani pidana untuk
menghadirkan Terpidana ke persidangan Mahkamah Syar’iyah.
11. Panitera wajib membuat berita acara pemeriksaan peninjauan kembali yang ditanda
tangani oleh Hakim, Jaksa, Pemohon dan Panitera, berdasarkan berita acara
pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditanda tangani oleh
Majelis Hakim dan Panitera.
12. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan maupun menghentikan
pelaksanaan putusan.
13. Permohonan peninjauan kembali yang Terpidananya berada di luar wilayah
Mahkamah Syar’iyah yang telah memutus dalam tingkat pertama:
a) Diajukan kepada Mahkamah Syar’iyah yang memutus dalam tingkat pertama.
b) Hakim dari Mahkamah Syar’iyah yang memutus dalam tingkat pertama dengan
penetapan dapat meminta bantuan pemeriksaan kepada Mahkamah Syar’iyah
tempat permohonan peninjauan kembali berada.
c) Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Mahkamah Syar’iyah yang meminta
bantuan pemeriksaan.
d) Berita Acara pendapat dibuat oleh Mahkamah Syar’iyah yang telah memutus
pada tingkat pertama.
14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat-surat dan saksi-saksi yang
sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan Mahkamah Syar’iyah di
tingkat pertama.
15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan selesai Panitera
harus segera mengirimkan tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada
Pemohon dan jaksa.

36
16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan
Mahkamah Syar’iyah Aceh maka tembusan surat pengantar tersebut harus
dilampirkan tembusan berita acara pemeriksaan serta berita acara pendapat dan
disampaikan kepada Mahkamah Syar’iyah Aceh dan yang bersangkutan.
17. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah disahkan oleh
Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung.
18. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja sesuai
Pasal 240 ayat (2) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.

F. PROSEDUR PENERIMAAN PERMOHONAN GRASI


1. Terhadap Putusan jinayat yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dapat diajukan Permohonan Grasi ke Presiden secara tertulis oleh:
a) Terpidana dan atau Kuasa Hukumnya.
b) Keluarga Terpidana dengan persetujuan Terpidana.
2. Putusan jinayat yang dapat diajukan grasi adalah putusan dengan uqubat minimal 2
(dua) tahun penjara atau yang setara dengan itu.
3. Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali dan diajukan paling lama 1
(satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
4. Permohonan grasi diajukan kepada Presiden melalui Ketua Mahkamah Syar’iyah yang
memutus perkara pada tingkat pertama dan atau terakhir untuk diteruskan ke
Mahkamah Agung.
5. Dalam hal permohonan grasi diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani pidana,
permohonan dan salinannya disampaikan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan
(LP) untuk diteruskan kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah yang memutus perkara
tersebut dan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan dan
salinannya, berkas perkara Terpidana dikirim kepada Mahkamah Agung.
6. Panitera wajib membuat Akta penerimaan Salinan Permohonan Grasi, selanjutnya
berkas perkara beserta permohonan grasi dikirimkan kepada Mahkamah Agung.
Apabila permohonan grasi tidak memenuhi persyaratan, Panitera membuat Akta
Penolakan Grasi.
7. Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal
penerimaan salinan permohonan grasi, Mahkamah Syar’iyah mengirimkan salinan
permohonan dan berkas perkara kepada Mahkamah Agung.

37
8. Salinan Keputusan Presiden yang diterima oleh Mahkamah Syar’iyah yang memutus
perkara tingkat pertama, dicatat oleh Petugas dalam buku register induk, dan
diberitahukan oleh Panitera kepada Terpidana dengan membuat Akta Pemberitahuan
Keputusan Grasi.
9. Berkas perkara yang diajukan kepada Presiden harus dilengkapi dengan surat-surat
sebagai berikut:
1) Surat pengantar.
2) Daftar isi berkas perkara.
3) Akta berkekuatan hukum tetap.
4) Permohonan Grasi dan Akta Penerimaan Permohonan Grasi.
5) Salinan Permohonan Grasi dari Terpidana dan Akta penerimaan salinan
Permohonan Grasi.
6) Surat kuasa dari Terpidana untuk kuasanya atau surat persetujuan untuk
keluarga dari Terpidana (jika ada).
7) Berita Acara Sidang.
8) Putusan Mahkamah Syar’iyah.
9) Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh. (jika ada).
10) Putusan Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi (jika ada).
11) Surat Dakwaan.
12) Eksepsi, dan putusan sela (jika ada).
13) Surat tuntutan.
14) Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada).
15) Surat penetapan penunjukkan Hakim.
16) Surat penetapan hari sidang.
17) Berita Acara Pemeriksaan pendahuluan.
18) Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas perkara.
19) Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu bersamaan dengan
permohonan peninjauan kembali atau jangka waktu antara kedua permohonan
tersebut tidak terlalu lama, maka permohonan peninjauan kembali dikirim
terlebih dahulu.

38

Anda mungkin juga menyukai