Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KUNJUNGAN DI

PT. SULAWESI CAHAYA MINERAL

TANGGAL 30 SEPTEMBER 2022

KELOMPOK 1

HYGIENE INDUSTRY

ANGGOTA :

Dr. Eliza Dwi A

Dr. Putriani

Dr. Salsabila Firdausi

Dr. Rada Agustianti Todingbua

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN

KERJA KEMENTERIAN TENAGA KERJA RI

PT. SUMBER KARYA KESELAMATAN

PERIODE 26 SEPTEMBER – 1 OKTOBER 2022


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang tidak akan terlepas
dari sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan
kerja tidak hanya sangat penting bagi pekerja namun keselamatan dan kesehatan
kerja menentukan produktivitas suatu pekerjaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) untuk semakin disadari diterbitkannya standardisasi Internasional yang harus
diikuti seperti ISO 9001, ISO 14001, dan lain-lain.
Keselamatan dan kesehatan kerja yang berdampak positif terhadap pekerjaan.
Maka dari itu, keselamatan dan kesehatan kerja bukan hanya suatu kewajiban yang
harus di perhatikan oleh para pekerja, akan tetapi suatu kebutuhan yang harus di
penuhi oleh sistem pekerjaannya. Dengan kata lain keselamatan dan kesehatan kerja
bukan suatu kewajiban melainkan suatu kebutuhan bagi para pekerja dan bagi bentuk
kegiatan pekerjaan.
Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
yang diharapkan dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja dalam suatu industri menyebabkan terhambatnya
produksi yang akan berdampak pada penurunan produksi serta kerugian baik biaya
perbaikan maupun pengobatan sehingga efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan
tidak dapat tercapai.
Tujuan higiene industri adalah melindungi pekerja dan masyarakat di sekitar
industri dari risiko potensi bahaya yang dapat terjadi akibat suatu proses produksi.
Kegiatan higiene industri adalah melakukan identifikasi bahaya dan pengukuran
untuk mengetahui secara kualitatif dan kuantitatif bahaya yang sedang dihadapi atau
yang dapat terjadi dan dengan pengetahuan yang tepat mengenai risiko fakto Melihat
pentingnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan dan Kerja
(SMK3) dan higiene perusahaan sebagai bentuk upaya pencegahan timbulnya
penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan akibat proses produksi perusahaan,
maka pada hari Jum’at, 30 september 2022 telah dilakukan kunjungan ke sebuah
perusahaan yang terletak di daerah Sulawesi tepatnya di Site Konawe, yaitu PT.
Sulawesi Cahaya Mineral.
Kunjungan perusahaan bagi tim penyusun ini lebih difokuskan untuk bahaya
serta pencegahan secara menyeluruh.
1. Mengetahui pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di PT. Sulawesi Cahaya Mineral
2. Mengidentifikasi potensi bahaya faktor psikososial, kima, dan ergonomi di
PT. Sulawesi Cahaya Mineral
3. Mengetahui pengelolaan limbah industri di PT. Sulawesi Cahaya
Mineral. Selanjutnya, dilakukan analisis masalah terhadap data-data yang
diperoleh di lapangan dan kemudian dilakukan upaya alternatif pemecahan
masalah yang ada di PT. Sulawesi Cahaya Mineral. Diharapkan alternatif
pemecahan masalah yang ditawarkan dalam proses tersebut dapat
diterapkan kepada seluruh karyawan yang terlibat sehingga dapat
mengurangi potensi adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
guna memaksimalkan kinerja para karyawan.
1.2 Dasar Hukum
 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
 UU 2 tahun 1966 mengatur usaha pemerintah dalam UU 11 tahun 1962
 UU No. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi organisasi
perburuhan international No. 120 mengenai higine dalam perniagaan dan
kantor-kantor
 Permenaker No. 5 Tahun 2018, Tentang K3 Lingkungan Kerja
 UU No. 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan
 (Pasal 86) pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang
Bahan Kimia Berbahaya.
 Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
 Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan
dan kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
 UU 11 tahun 1962 mengatur mengenai hygiene untuk usaha umum dan
usaha pemerintah dalam pendidikan, bimbingan, pengawasan dan,
pemeriksaan hygiene lingkungan, hasil produksi dan penggunaan
alat yang dapat membahayakan kesehatan.
 UU 14 tahun 1969 mengatur mengenai pembinaan perlindungan kerja
melalui norma kesehatan dan hygiene perusahaan
 UU 1 tahun 1970 mengatur mengenai keselamatan kerja dengan
hygiene sebagai salah satu persyaratannya
 UU 13 tahun 2003 mengatur mengenai hak pekerja untuk perlindungan
atas K3 dan kewajiban perusahaan menerapkan SMK3
 UU 36 tahun 2009 mengatur mengenai upaya pengelolaan kesehatan kerja
dan lingkungan
1.3 Profil Perusahaan
1. Nama Perusahaan : PT. Sulawesi Cahaya Mineral

2. Alamat : Lalomerul Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara

3. Sejarah dan perkembangan :

-1999 - 2002 Penyelidikan pendahuluan - Reconnaissance drilling


- 2004 Estimasi Sumberdaya - 2008 Estimasi Sumberdaya bijih nikel sesuai JORC
code
- 2011-2014 Kegiatan eksplorasi bekerja sama dengan Sherrit Int. Canada - Peizinan
Explorasi dan IPPKH explorasi
-2011-2014 Pemboran explorasi regional spasi 500m dan GPR survey
-2014 – 2017 Grid drilling, Survey GPR spasi 200m – 100m – 50m, Survey ERT,
perhitungan sumber daya standar JORC code oleh Cube Consulting Australia. Infill
drilling, pemboran regional daerah IKIP, Pemboran geostat di daerah DS dan BR,
survey GRP termasuk regional survey, update perhitungan oleh CSA global Australia
standar JORC dan KCMI, update perhitungan sumber daya oleh internal SCM, update
perhitungan sumber cadangan dari estimasi resources CSA oleh konsultan AKGC
berdasarkan standar JORC dan KCMI
- 2020 - sekarang Tahap konstruksi : jalan MHR (Eppe – Morowali) jarak 21 km,
pembangunan jembatan Cahaya 1 dan Cahaya, pembangunan stockpile dan rompile,
simulasi mining dan pembuatan mess permanen di New BR, Perkantor dan Klinik

4. Visi Misi :
 becoming a world class indonesia nickel mining company that is responsible and
beneficial to all stakeholder
 to process sustainble natural resorces to become a products that can be beneficial
for sustaniable living develoment.

5. Kegiatan Usaha : Merupakam perusahaan tambang bijih nikel. Saat ini, memiliki izin
hektar (ha) di Kecamatan Routam Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Utara.

6. Nilai dan Budaya Kerja : NICKEL (Nerve, Intergrity, Commitment, Kindness,


Enthusiasm, Learning)

7. Jaminan Asuransi Kesehatan : BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

8. Alur Bisnis :
- MAPPING

- GPR
EXPLORATION - DRILLING

- SURVE

- ANALISA SAMPEL

-MEMBANGUN AKOMODASI,
GD PERKANTORAN

INFRASTRUKTUR KONTRUKSI JALAN

KONTRUKSI JEMBATAN

-POWER GENERATION &


MAINTANCE

- LAND CLEARNING
- STRIPING
- SELEKTIF ORE
- SAMPLING ORE
MINING
- HAULING
- STOCKPILING
- SURVEY

- BLASTING
KONTRUKSI MAIN - LAND CLEARNING
HAUL ROAD - HAULING
- SURVEY

SUPPORT - TRANSPORTASI
- MESS DAN AKOMODASI
SERVICE
1.4 Landasan Teori
A. Higiene Industri
Kesehatan lingkungan kerja seringkali dikenal juga dengan istilah higiene
industri atau higiene perusahaan. Tujuan utama dari higiene perusahaan dan kesehatan
kerja adalah dalam menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu
kegiatannya bertujuan agar tenaga keja terlindungi dari berbagai macam resiko akibat
lingkungan kerja diantranya melalui pengenalan, evaluasi pengendalian dan
melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi
tenga kerja yang mungkin dihadapi di lingkungan kerjanya, mungkin pelku adanya
personil di lingkungan industri yang mengerti tentang higiene industri dan
menerapkannya lingkungan kerjanya.
Suma’mur (2013) menyatakan higiene industri adalah spesialisasi dalam
ilmu higiene beserta prakteknya yang lingkup dedikasinya adalah mengenali,
mengukur dan melakukan penilaian terhadap faktor penyebab gangguan kesehatan
atau penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan.

B. Faktor Yang Memengaruhi Kesehatan Kerja


a. Faktor Biologi
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah
Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point)
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.
Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan
produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor
biologis dapat dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis,
asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan
hewan invertebrata (protozoa, ascaris).

Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:


1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut.
. Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung dan
mulut dengan tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10 mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat
menuangkan bahan baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan
produksi.
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu kali
setiap bulan;
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci
tangan di air mengalir dan sabun;
11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan
pendingin ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.

a. Faktor Kimia
 Uap
Uap adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan
cairan mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan
penguapannya. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih
mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi.

 Gas
Gas adalah Bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida
dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya
hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.

 Fume
adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari
bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap dari
logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam
cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran tidak sempurna dari
bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini mempunyai ukuran lebih
kecil dari 0,5 m (micron)

 Debu
adalah suspensi partikel benda padat diudara . Butiran debu ini
dihasilkan oleh pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran dan
penghancuran pada proses pemecahan bahan-bahan padat.
Ukuran besarnya butiran-butiran tersebut sangat bervariasi mulai yang dapat
dilihat oleh mata telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak kelihatan. Debu
yang tidak kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini
membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.

 Asap
adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari
bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap dari
logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam
cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran tidak sempurna dari
bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini mempunyai ukuran lebih
kecil dari 0,5 m (micron).

 Kabut
adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya dihasilkan oleh
proses penyemprotan dimana cairanh tersebar, terpercik atau menjadi busa
partikel buih yang sangat kecil.

b. Faktor fisika
 Pencahayaan
- Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja
melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas dan cepat.
- Penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan
keadaan lingkungan yang menyegarkan.

ISTILAH
a. Intensitas (kadar) illuminasi adalah banyaknya cahaya (kepadatan cahaya) yang
dikeluarkan oleh suatu sumber cahaya dengan arah tertentu
b. Intensitas cahaya adalah jumlah rata-rata cahaya yang diterima pekerja setiap
waktu pengamatan pada setiap titik dan dinyatakan dengan satuan lux
c. Lux adalah satuan metrik cahaya pada suatu permukaan
d. Level illuminasi adalah banyaknya cahaya yang jatuh pada permukaan sebuah
bidang.
e. Luminance (kecerahan) adalah ukuran dari banyaknya cahaya yang dipancarkan
dari permukaan sebuah sumber sinar atau cahaya yang terpantul dari suatu
permukaan yang dikenai cahaya
f. Reflectance (daya pantul) adalah ukuran berapa besar cahaya dipantulkan dari
suatu permukaan
g. Luminaire adalah perlengkapan rumah lampu
h. Lampu adalah sumber cahaya yang dibuat oleh orang
i. Satuan – satuan yang sering digunakan: Lux

 Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yg didengar sebagai suatu rangsangan pada
telinga & ketika bunyi tersebut tidak dikehendaki. Nilai ambang batas
kebisingan adalah intensitas kebisingan dimana manusia masih sanggup
menerima tanpa menunjukkan gejala sakit akibat bising, atau seseorang
tidak menunjukkan kelainan pada pemeparan/pemajanan kebisingan tersebut
dalam waktu 8 jam perhari atau 40 jam perminggu.
Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah sound level
meter. Sesuai dengan Permenakertrans No PER 13/MEN/X/2011 tentang
Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, NAB
Kebisingan tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu adalah 85
dB(A). Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan
sebagai berikut:
Tabel D.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Berdasarkan peraturan tersebut, tidak dijelaskan secara spesifik bagaimana


jika terjadi kasus seperti yang telah disampaikan diatas. Dalam hal ini hanya
disebutkan secara spesifik bahwa dalam kondisi normal (8 jam kerja) maksimal
seseorang hanya boleh terpapar dengan 85 dBA. Namun dalam hal, pembahasan
mengenai dosis paparan tidak dijelaskan secara spesifik. Dosis dalam hal ini adalah
jika terjadi kombinasi noise level yang diterima oleh sesorang berdasarkan durasi
paparan yang diterima oleh orang tersebut. Peraturan tersebut kemudian dicabut dan
diganti dengan Permenaker No.5 tahun 2018 dengan NAB kebisingan yang masih
sama.
Jika kita merujuk pada Permenaker No.5 tahun 2018 maka,

Exposure 88 dBA = 3 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 4 jam)


Exposure 91 dBA = 1 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 2 jam)
Exposure 85 dBA = 4 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 8 jam)

 Vibrasi
Getaran (vibrasi) sebagai “gerakan yang teratur dari benda atau media dengan
arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Vibrasi didefenisikan
sebagai getaran benda padat yang berasal dari sumber mekanis dan melakukan
kontak fisik dengan manusia. Sedangkan peraturan menteri tenaga kerja
nomor 13 tahun 2011, mendefinisikan getaran (vibrasi) sebagai “gerakan yang
teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan
keseimbangaannya.

 Tekanan panas
Suhu dalam ruangan kerja industry dan manufaktur sangat mempengaruhi
produktivitas dan kesehatan pekerja (Sudrajat, 1998:100), suhu yang tinggi
dalam ruangan kerja bisa ditimbulkan oleh kondisi ruangan, mesin-mesin
ataupun alat yang mengeluarkan panas serta panas yang bersumber dari sinar
mata hari yang memanasi atap pabrik yang kemudian menimbulkan radiasi
kedalam ruangan kerja.
Pada kondisi tekanan panas dalam ruangan kerja mencapai batas atas untuk
tidak melemahnya performa pekerja (upper limit for unimpaired mental
performance), bila pekerja berada dalam lingkungan kerja pada kisaran suhu
dibawah 30 oC ,pekerja dapat melakukan kegiatannya selama 4,5 jam dalam
ruangan tersebut. Sementara itu untuk batas toleransi phisiologis manusia
(tolerable physiological limit) berada pada kisaran suhu antara 32,2 untuk
waktu pemaparan 4,5 jam sampai 40untuk waktu pemaparan selama 15 menit.
Dalam hal informasi gambar-5 tersebut diatas perlu diingat bahwa ketentuan
tersebut menurut data phisiologis orang Amerika khususnya U.S. Air Force,
dan belum tentu sesuai dengan kondisi fisiologis manusia Indonesia. Hukum
Dodson dalam Sarwono (1995:91) menyebutkan, bahwa kenaikan suhu
sampai batas tertentu akan menimbulkan arousal yang merangsang persepsi,
tetapi setelah melewati ambang tertentu, kenaikan suhu ini sudah mulai
mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya prestasi
kerja.Suhu lingkungan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan meningkatnya
beban psikis (stress) sehingga akhirnya akan menurunkan konsentrasi
perhatian (attention).

Metode Pengukuran Iklim Kerja


Mengacu kepada buku Manual of Methods for Ergonomic Research, (Ingvar
Holmer, 1985:54) yang menggunakan Indeks Suhu Basah Bola Globe (Wet
Bulb Globe Temperature) yang di adopsi dari ISO 7243.Pada metode ini
WBGT (Wet Bulb Globe Temperature) menggunakan formulasi sebagai
berikut :
1) WBGT = 0.7 x t(nwb) + 0.3 x t(globe) without sunshine
2) WBGT = 0.7 x t(nwb) + 0.2 x t(globe) + 0.1 x t(air) with sunshine.t(nwb)
adalah natural wet bulb atau suhu bola basah alami yang diukur dengan suatu
termometer yang bagian ujungnya dibalut dengan kain katun dan dibasahi
dengan air suling.t(globe) adalah suhu globe untuk mengukur panas radiasi,
alat ini terdiri dari bola beronggga dengan diameter 15 cm, yang terbuat dari
bahan tembaga serta termometer gelas yang dalam rangkaiannya
menempatkan lambung pada titik pusat bola berongga tersebut.t(air) adalah
suhu udara yang diukur menggunakan termometer kering
.
Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban. kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.NAB Iklim Kerja adalah nilai
ambang batas suhu, kelembaban. kecepatan gerakan udara dan panas radiasi di
lingkungan kerja yang diperkenankan bagi pekerja.

Tabel 6. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja ISBB yang


Diperkenankan
Pengaturan Waktu Kerja ISBB (C)
Setiap jam
Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 30,0 28,0 -

50% - 75% 31,0 29,0 27,5

25% - 50% 32,0 30,0 29,0

0% - 25% 32,2 32,0 30.5


Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas
radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.

c. Faktor Ergonomi

Ruang Lingkup Ergonomi

Tarwaka (2004) membagi ruang lingkup ergonomi menjadi beberapa bagian


untuk lebih memudahkan pemahamannya, yaitu:

1. Ergonomi Fisik
Berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, antropometri, karakteristik fisiologi dan
biomekanika yang berhubungan dengan aktivitas fisik.

2. Ergonomi Kognitif
Berkaitan dengan proses mantal manusia, termasuk di dalamnya meliputi
persepsi, ingatan, dan reaksi sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap
pemakaian elemen kerja.

3. Ergonomi Organisasi
Berkaitan dengan optimasi sistem sosioteknik termasuk struktur organisasi,
kebijakan, dan proses.

4. Ergonomi Lingkungan
Berkaitan dengan pencahayaan, suhu, kebisingan, dan getaran

d. Faktor Psiko-sosial

Definisi Psikososial Terdapat sebuah sumber yang mendefinisikan psikososial


sebagai faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan sosial seseorang, atau interaksi
dengan orang lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang, baik
menghambat atau justru berdampak positif (Djohan, 2006: 216). Menurut seorang ahli
psikoanalisa bernama Erik H. Erikson, tahapan perkembangan psikososial seseorang
berlangsung melalui delapan tahap. Empat tahap pertama terjadi pada masa bayi dan masa
anakanak yang menjadi dasar pembentukan kepribadian seseorang, tahap kelima terjadi pada
masa remaja, dan tiga tahap terakhir terjadi pada masa dewasa dan usia tua. Setiap tahap
dalam perkembangan psikososial memiliki dua komponen, yakni komponen yang baik dan
komponen yang tidak baik Erikson mengatakan bahwa faktor sosial turut berpengaruh
terhadap perkembangan hidup manusia (Nurdiansyah, 2011: 264).
Menurut undangundang kesehatan dan praktik kedokteran (2009: 70) masalah
psikososial merupakan masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya
perubahan sosial. Oleh karena itu, masalah atau bahaya psikososial dapat terjadi sebagai
akibat atau dampak negatif dari adanya proses interaksi sosial seseorang yang buruk.
Sebaliknya, psikososial dapat menimbulkan dampak positif jika proses interaksi sosial
seseorang tergolong baik. Dampak negatif dari psikososial merupakan salah satu jenis bahaya
yang berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan di tempat kerja (Jeyaratnam dan Koh,
2009: 14). Menurut Kementerian Kesehatan (2011), faktor psikososial dapat mengakibatkan
perubahan dalam kehidupan individu, baik bersifat psikologis maupun sosial yang
mempunyai pengaruh cukup besar sebagai faktor penyebab terjadiya gangguan fisik dan
psikis pada diri individu tersebut. Faktor psikososial sering tidak disadari kehadirannya oleh
para pekerja. Kajian mengenai faktor psikososial di tempat kerja juga masih belum banyak
dilakukan. Adapun pembahasan mengenai psikososial masih belum menyeluruh, meskipun
telah diketahui bahwa aspek-aspek yang ada di dalamnya cukup bervariasi. Salah satu contoh
penelitian yang ada mengenai hubungan antara dukungan sosial yang merupakan faktor
psikososial dengan kejadian stres kerja pada perawat di salah satu rumah sakit swasta di
Yogyakarta (Almasitoh, 2011). Pada sebuah buku berjudul Ultra Metabolisme dikatakan
bahwa faktor psikososial merupakan salah satu faktor pemicu stres, yang berarti merupakan
sebuah peristiwa sosial atau psikologis yang membuat seseorang tertekan (Hyman, 2006:
158). Diketahui pula bahwa psikososial berpotensi menyebabkan gangguan muskuloskeletal
dan penyakit psikosomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan
pekerjaan (Irwandi, 2007). Dari beberapa pernyataan yang telah disebutkan dapat diketahui
bahwa dampak negatif dari psikososial tidak hanya berupa stres kerja.
Beberapa contoh faktor psikososial dalam kehidupan individu berkaitan dengan peran
dan harapan dari pekerjaan, keluarga, dan kegiatan komunitas (Bastable, 2002: 130). Sumber
lain menyebutkan ada beberapa stresor psikososial yang layak dipertimbangkan antara lain:
pekerjaan, hubungan, situasi keuangan, anak-anak, kelainan psikologis (depresi, kegelisahan,
dan lain-lain), rendahnya rasa percaya diri, kondisi dunia (masalah di lingkungan tempat
tinggal, situasi politik internasional, dan lain-lain). Stresor psikososial merupakan penyebab
stres yang berasal dari risiko bahaya potensial psikososial (Kementerian Kesehatan, 2011).
Sedangkan Kementerian Kesehatan (2011) menyebutkan beberapa contoh faktor psikososial
yang ada di tempat kerja meliputi: bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihan, bekerja
monotoni, mutasi dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, serta konflik dengan teman
kerja. Adapun berbagai variasi faktor psikososial dari berbagai sumber pada dasarnya tetap
mempunyai ruang lingkup yang sama yakni berkaitan dengan kondisi psikologi dan sosial
seseorang.

BAB II
PELAKSANAAN
2.1 TANGGAL DAN WAKTU PENGAMATAN

Dilakukan pengamatan pada hari Jum’at VIA ZOOM, 30 SEPTEMBER 2022, pukul
09.30-11.30 WIB oleh Kelompok I (Hygiene Industri).

2.2 LOKASI PENGAMATAN

Lokasi pengamatan adalah di Lalomerul Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi


Tenggara 93353

BAB III
HASIL PENGAMATAN

1. Hazard Identification 2.Risk Analysis


N Proses Sumber Jenis Pengendalian L* S** RR** Skala Saran Sistem
o Bahaya Bahaya Eksisting Resiko Pengendalian
(Cause) (Action)
1. Konstruk Transfer Tertabrak Driver berhati- 3 1 3 Renda Driver harus
si dengan hati dalam h dilakukan
forklift berkendara pelatihan
dan melihat terlebih dahulu
kondisi sekitar
Operator Tergelincir Operator lebih 4 2 8 Sedang Penggunaan
paham SOP alat pelindung
Menghirup
diri dalam
bau
bekerja seperti
sepatu safety
dan masker
Pembongkara Masuk ke Pekerja lebih 4 2 8 Sedang Penggunaan
n dalam berhati-hati alat pelindung
material dalam bekerja diri dalam
bekerja seperti
Tergelincir
masker, sepatu
Terkena alat safety dan
berat sarung tangan

Keterangan:
*L : Peluang (likelihood), **P: Tingkat keparahan (severity), ***R : Risk rate

A. Faktor Fisika :
 Bahaya mekanis peralatan
 Kejatuhan ranting pohon
 Tabrakan kendaraan
 Tersambar petri
 Bising alat dan kendaraan
 Tertimpa/terseret longsoran
Pengendalian Faktor Fisika :
 Diberikan CAUTION untuk setiap karyawan sebelum memulai perkerjaan.
Dalam bentuk lisan/tulisan
 Menggunakan APD lengkap saat berkerja di lapangan, seperti safety boots,
baju dan celana panjang, helmet
 Penggunaan earplug untuk setiap pekerja

B. Faktor Biologi
 Sengatan lebah
 Gigitan ular berbisa
 Sengatan serangga lain seperti tomcat dan kalajengking

Pengendalian Faktor Biologi :

 Menggunakan APD lengkap saat berkerja di lapangan, seperti safety boots,


baju dan celana panjang, helmet
 Identifikasi bahaya yang dicurigai sebelum ke lokasi
 Menggunakan senter saat gelap
 Menghindari jika melihat hewan seperti ular, lebah dan serangga lain
 Menggertakan semak/pohon dengan ranting/tongkat untuk identifikasi bahaya
hewan

C. Faktor Kimia
 Debu/partikel yang ada di lokasi kerja
 Asap kendaraan
 Uap/gas limbah pabrik

Pengendalian Faktor Kimia :

 Memakai APD berupa respirator partikulat


 Penggunaan baju khusus

D. Faktor Ergonomi

 Membawa alat mapping yang terlalu berat


 Berada di posisi yang sama dalam waktu cukup lama, misal berdiri cukup
lama
 Duduk dalam kendaraan cukup lama

Pengendalian Faktor Ergonomi :

 Membawa alat seperlunya (hanya yang penting) untuk mapping


 Tidak pergi sendirian saat mapping
 Relaksasi di sela-sela waktu berkerja
 Penerapan Dipastikan kursi kendaraan nyaman dan sesuai dengan penerapan
ergonomi
E. Faktor Psikososial

 Resiko stress karena tersesat saat mapping


 Beban tugas yang cukup berat
 Lokasi kerja jauh dari tempat tinggal keluarga

Pengendalian faktor Psikososial :

 Mempersiapkan pengetahuan yang cukup sebelum mapping agar tidak tersesat


 Diberikam waktu cuti bergiliran untuk bertemu keluarga
 Penyediaan SDM yang cukup agar beban tidak terlalu berat
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

Pemecahan Masalah

1. Diberikan CAUTION untuk setiap karyawan sebelum memulai perkerjaan. Dalam


bentuk lisan/tulisan
2. Menggunakan APD lengkap saat berkerja di lapangan, seperti safety boots, baju
dan celana panjang, helmet
3. Penggunaan earplug untuk setiap pekerja
4. Identifikasi bahaya yang dicurigai sebelum ke lokasi
5. Menggunakan senter saat gelap
6. Menghindari jika melihat hewan seperti ular, lebah dan serangga lain
7. Menggertakan semak/pohon dengan ranting/tongkat untuk identifikasi bahaya
hewan
8. Membawa alat seperlunya (hanya yang penting) untuk mapping
9. Tidak pergi sendirian saat mapping
10. Relaksasi di sela-sela waktu berkerja
11. Penerapan Dipastikan kursi kendaraan nyaman dan sesuai dengan penerapan
ergonomi
12. Mempersiapkan pengetahuan yang cukup sebelum mapping agar tidak tersesat
13. Diberikam waktu cuti bergiliran untuk bertemu keluarga
14. Penyediaan SDM yang cukup agar beban tidak terlalu berat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setiap perusahaan diharapkan mampu menerapkan Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan dan Kerja (SMK3) dalam
perusahaannya masing- masing, SMK3 dimulai dengan penerapan K3,
evaluasi dan peninjauan ulang hingga pada akhirnya peningkatan
berkelanjutan. Salah satu tahapan yang paling penting dari siklus tersebut
adalah penentuan hazard (potensi bahaya) yang terdapat pada perusahaan
dan dapat menjadi faktor risiko bagi tenaga kerja, baik itu dari faktor fisik,
kimia maupun biologi.

Higiene industri merupakan ilmu dan seni beserta penerapannya


dalam pengenalan dan penilaian potensi-potensi bahaya lingkungan kerja
yang selanjutnya digunakan untuk implementasi teknologi pengendalian
agar tenaga kerja memperoleh kenyamanan serta kemudahan dalam
pelaksanaan aktivitasnya, sehingga masyarakat tenaga kerja dan masyarakat
umum terhindar dari faktor-faktor bahaya sebagai efek samping kemajuan
teknologi. Tujuan higiene industri adalah melindungi pekerja dan
masyarakat di sekitar industri dari risiko potensi bahaya yang dapat terjadi
akibat suatu proses produksi. Kegiatan higiene industri adalah melakukan
identifikasi bahaya dan pengukuran untuk mengetahui secara kualitatif dan
kuantitatif bahaya ya`ng sedang dihadapi atau yang dapat terjadi dan dengan
pengetahuan yang tepat mengenai risiko faktor bahaya serta pencegahan
secara menyeluruh.
Sanitasi industri dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan “Sebagai upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian
faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit yang dapat
berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun
orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di Industri atau
tempat kerja.
Secara umum, penatalaksanaan sistem K3 di PT.Sulawesi Cahaya
Mineral dari penilaian industry memang sudah baik. Namun memang ada
sedikit beberapa yang harus ditingkatakan. Berdasarkan pengamatan dalam
bidang hygiene industri yang telah dilakukan ke PT. Sulwesi Cahaya
Mineral didapatkan adanya fisika, kimia, biologi, ergonomi, serta faktor
psikososial.

B.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai