Anda di halaman 1dari 17

Bab 1

Pendahuluan

Perjalanan seorang pendidik Bersama anggota kelas ke gedung pemerintahan memberi


banyak kejutan bagi dirinya dan para peserta didik yang bersamanya. Keadaan yang mereka lihat
digedung pemerintahan yang sesungguhnya di isi oleh para pembuat kebijakan ternyata tidak
sesuai dengan anggapan mereka sebelumnya. Ada banyak kekecewaan yang mereka alami
karena melihat tindakan yang kurang professional dari beberapa pembuat kebijakan.
Keadaan di pemerintahan membuat para pemimpin sekolah kemudian mengalami
ketegangan saat memasuki dunia pembuat kebijakan Pendidikan, dan menyebabkan banyak dari
mereka kemudian menarik diri dalam fatalisme. Bukanlah perkara yang mudah dalam
menghadapi kebijakan, seorang pemimpin sekolah harus memahami banyak hal mengenai
kebijakan, bahkan mereka harus belajar tentang teori-teori kebiajakan sehingga memudahkan
mereka menjadi pembuat kebijakan bahkan pelaku kebijakan yang benar.
Tujuan buku ini untuk memperlengkapi potensi dan praktik kepemimpinan seorang
pemimpin pendidikan dengan dasar untuk respons alternatif . Buku ini menawarkan dasar
pengetahuan tentang kebijakan pendidikan, termasuk bagaimana hal itu dibuat dan bagaimana
hal itu dapat dipengaruhi. juga berusaha untuk membuat mereka peka terhadap beberapa dimensi
kepemimpinan pendidikan baru yang muncul pada abad kedua puluh.
Pada Bab pertama ini kita hanya akan membahas beberapa hal umum atau memberi
gambaran singkat mengenai studi kebijakan untuk pemimpin dalam dunia Pendidikan, lebih
khusus mengenai siapa sanag pembuat kebijakan dan darimana kebijakan itu berasal.
Bab pertama ini juga akan membahas beberapa pertanyaan seperti; Mengapa perubahan
dalam lingkungan politik dan ekonomi membuat pemahaman proses kebijakan penting untuk
diketahui pemimpin sekolah saat ini? bagaimana bisa sebenarnya pemerintah menetapkan
kebijakan?
apakah peranan pemimpin sekolah dapat membentuk dan mempengaruhi kebijakan Pendidikan ?

Dan beberapa hal rinci laiinya akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

1
Bab 2
Isi

A. MENENTUKAN KEBIJAKAN
1. Definisi Kebijakan
Sebelum membahas lebih lanjut tentang sebuah kebijakan, maka kita akan memulai
dengan membahas definisi kebijakan terlebih dahulu. Istilah kebijakan berasal dari ilmu politik,
yang sangat dibagi (Almond, 1990). Berbagai pihak memahami kebijakan dan terkait konsep-
konsep dalam cara yang berbeda. Sehingga muncul pula berbagai definisi dari para ahli seperti
berikut;

 Kebijakan publik adalah “niat yang diungkapkan dari aktor pemerintah terkait dengan
masalah publik dan kegiatan yang berkaitan dengan maksud tersebut” (Dubnick & Bardes,
1983, hal.8)
 Kebijakan publik adalah “sistem politik, biasanya dalam bentuk peraturan, undang-undang,
keputusan pengadilan, keputusan administratif, dan bentuk lainnya. Kebijakan publik dapat
dianggap sebagai pola aktivitas yang diterapkan... secara konsisten dan berulang-ulang...
[itu] adalah proses dinamis” (Kruschke & Jacson, 1987, hal.35)
 Kebijakan publik adalah “keputusan subtantif, komitmen, dan tindakan yang dilakukan oleh
mereka yang memegang atau mempengaruhi posisi otoritas pemerintahan, karena ditafsirkan
oleh berbagai pemangku kepentingan” (Bryson & Crosby, 1992, hal.63)
 “Suatu kebijakan terkadang merupakan hasil kompromi politik di antara para pembuat
kebijakan, yang tak satupun diantaranya cukup memikirkan masalah kebijakan argumentasi
tersebut adalah solusinya... dan terkadang kebijakan tidak diputuskan, namun demikian
‘terjadi’ “ (Lindblom,1968, hal.4)
 “kebijakan sebagai rangkaian keputusan yang merentang dari gedung negara ke ruang kelas
adalah produk sampingan dari [banyak] permainan dan hubungan, tidak ada yang
bertanggung-jawab atas keseluruhannya” (Firestone,1989, hal.23)
 Kebijakan publik “termasuk pemberlakuan resmi pemerintah dan sesuatu yang informal
seperti ‘praktik’. Juga, kebijakan yang dapat dipandang sebagai penghilang pemerintah,
tidak hanya apa yang pemerintah lakukan” (Cibulka, 1995, hal. 106)
 “kebijakan jelas merupakan masalah ‘alokasi nilai-nilai yang otoritif... [sebuah kebijakan]
proyek, gambaran tentang masyarakat ideal” (Ball, 1990, hal.3)

Dalam pembahasan ini, kebijakan dipahami secara luas karena keterlibatan para pemimpin
sekolah dalam proses kebijakan cenderung multifaset (beraneka segi). Kebijakan, yang
dimaksud dalam pembahasan ini didefinisikan sebagai berikut: Kebijakan publik adalah proses
dinamis dan bernilai melalui penanganan system politik bagi permasalahan umum. Termasuk

2
rencana dan peraturan resmi dari pemerintah , yang secara konsisten dari ada atau tidak adanya
aktifitas. Dalam definisi ini , pemerintah adalah yang telah dipilih dibagian manapun mereka
bekerja. Dengan demikian, anggota dewan sekolah, pimpinan sekolah, dan guru kelas di sekolah
umum adalah bagian dari pemerintah. Sama halnya dengan gubernur, hakim, dan anggota
kongres.

2. Kebijakan dan pernyataan pemerintah – segregrasi rasial (pemisahan, pengelompokan,


adanya perbedaan hak/ras bagi sebagian pihak)
Sebagian besar politik adalah tentang komunikasi, lisan dan tulisan. Pemerintah secara resmi
sering mengkomunikasikan keputusan yang dibuat kemudian diperdengarkan melalui laporan
baik lewat pidato kampanye , acara talk show di TV, dan lewat internet juga. Hal tersebut adalah
bagian dari pendekatan yang dibuat pemerintah karena adanya permasalahan umum, dan dengan
adanya komunikasi tersebut sangat membantu pemerintah dalam berkomunikasi. Sebagai contoh,
saat sarjana di Eropa mengunjungi US pada tahun 1950 dan berusaha menentukan kebijakan
segregasi rasial di sekolah negeri, mungkin dia akan memiliki pandangan kepada bukti dari
tubuh komunikasi politik. Dan mereka akan menemukan pernyataan public yang dibuat bahwa
mereka sudah mulai merasakan tekanan-tekanan dari kelompok sipil. Banyak pernyataan yang
mereka buat untuk mengejar dan melanjutkan rencana untuk melaksanakan segregrasi rasial
disekolah negeri.
Dan kemudian dari semua pola pernyataan yg terbuka bahwa segregrasi rasial hanya berlaku
dibagian selatan dan bukan bagian utara. Selama tahun 1970an, pengadilan federal menemukan
banyak sekolah yang telah salah dengan memberlakukannya kebijakan segregasi rasial.
Di Indonesia sendiri, pernyataan dari setiap kebijakan pemerintah di sampaikan ke khalayak
umum, baik lewat konfrensi pers, pengumuman ke instansi-instansi , media masa bahkan
disebarkan juga lewat media social. Dan untuk segregrasi rasial dalam Pendidikan ,kasus ini
pernah terjadi di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, adanya pembedaan hak sipil bagi
sebagian kalangan. Diskriminasi ini terjadi antar kaum bangsawan dan kaum pribumi biasa,
kaum pribumi biasa dilarang untuk mendapatkan Pendidikan disekolah-sekolah yg didirkan oleh
Belanda. Namun pada abad ini segregrasi dalam bidang Pendidikan nampaknya sudah tidak
diberlakukan lagi karena pemerintah malahan sering membuat banyak program demi menolong
semua anak bangsa untuk dapat mengecap Pendidikan.

3. Kebijakan, Hukum, dan Rasial Segregation


Kebijakan dan anggaran dasar/UU. Ketika sebagian orang menggunakan istilah hukum,
mereka sebenarnya mengarah kepada UU/anggaran dasar- hukum yang diberlakukan oleh badan

3
legislative. 51 badan legislative aktif di United States kongres, dan 50 legislatif negara bagian-
dan undang-undang mereka adalah bagian penting dalam kebijakan pemerintah.
Banyak hukum yang ketinggalan jaman dan hanya “dalam buku” tapi tidak pernah ditegakan;
beberapa hukum hanyalah simbol (Edelman, 1964) dan hanya membantu masyarakat merasa
lebih baik mengenai masalah tapi tidak berkeinginan untuk menyelesaikannya. Bahkan tidak
setiap kebijakan muncul dalam undang-undang
Indonesia sendiri adalah negara Hukum yg senantiasa mengutamakan hokum sebagai
landasan dari seluruh aktifitas negara dan masyarakat. Namun kondisi hokum di Indonesia malah
sering mendapatkan kritik daripada pujian, kritik tersebut dilayanagkan berkaitan dengan cara
penegakan hokum, kualitas hukum, kesadaran hukum, dan ketidakjelasan berbagai hukum yg
berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum serta lemahnya penerapan berbagai peraturan.
Tentu baik A.S maupun Indonesia mempunyai permasalah dan polemik tersendiri dalam masalah
penegakan hukum dineagaranya, yg menjadi kesamaan adalah keinginan masyarakat dalam
melaksanakan hukum baik masyarakat A.S maupun Indonesia sama-sama masih lemah dalam
kesadaran untuk melaksanakan hukum dinegaranya sendiri.
Dibeberapa bagian negara A.S tidak memilki undang-undang yang menetapkan adanya
rasial segregation disekolah. Akhirnya pengadilan tinggi A.S akan memutuskan kebijakan
segregasi berdasarkan undang-undang. Dari keputusan sementara kebijakan segregasi adalah
berdasarkan praktik resmi. Beberapa hal berikut juga adalah bagian dari kebijakan dan
peraturan.

 Kebijakan, peraturan, regulasi (pengaturan), dan segregasi rasial. Sebagian besar


Undang-undang dikhawatirkan secara umum, dan banyak rincian yang dibutuhkan untuk
mempraktikkannya tidak tertulis di Undang-undang itu sendiri. Rincian ini biasanya
diberikan oleh peraturan dan pengaturan yang dikembangkan oleh instansi pemerintah.
Di tingkat negara bagian, departemen pendidikan dan dewan negara juga memiliki
kewenangan untuk mengembangkan beberapa peraturan dan peraturan. Seperti undang-
undang, peraturan dan peraturan ini memberikan petunjuk penting mengenai kebijakan
sebenarnya.
Aturan ini, yang disahkan oleh sebuah lembaga pendidikan lokal, merupakan petunjuk
penting bagi kebijakan yang benar-benar mengikuti sistem ini. Bab 8 menjelaskan
hubungan antara undang-undang dan peraturan dan peraturan.
 Kebijakan, keputusan pengadilan, dan segregasi rasial. Di bawah sistem peradilan
A.S, pengadilan memiliki hak untuk meninjau undang-undang untuk menafsirkannya dan
mengevaluasi konstitusionalitasnya. Pengadilan juga bisa membatalkan putusan
pengadilan yang lebih berani. Ini berarti bahwa keputusan pengadilan adalah bagian dari
undang-undang; faktanya; mereka disebut hukum kasus. Sarjana Eropa kami, yang
meneliti kebijakan pemisahan diri pada tahun 1950, akan menemukan bahwa kebijakan

4
sekolah A.S pertama-tama dijunjung tinggi pada tahun 1850 yang ditemukan dalam kasus
Massachusetts.
Dalam tuntutan ini, warga Afrika-Amerika di Louisiana menantang segregasi rasial di
kereta api, menuduh bahwa praktik ini melanggar klausul perlindungan yang sama
dengan amandemen keempat belas. Dalam situasi ini, hukum kasus merupakan indikator
kebijakan yang lebih andal. Ini menunjukkan bahwa segregasi rasial dapat dipraktekkan
secara legal di manapun di negara ini.
 Kebijakan, anggaran, dan segregasi rasial. Hampir semua badan pemerintah dan
badan-badan pemerintah mengadopsi anggaran baik tahunan atau dua tahunan. Di
lembaga legislatif, komite yang menentukan tingkat pendanaan untuk mendukung
undang-undang pendidikan berbeda dengan komite yang menentukan kata-kata dalam
kebijakan. Intinya, dua pertempuran terjadi selama berlakunya undang-undang apapun -
pertempuran karena kata-kata dalam kebijakan dan pertempuran melawan dolar.
Keduanya merupakan petunjuk penting bagi keseriusan pemerintah dalam menjalankan
sebuah kebijakan. Selain itu, tingkat pendanaan untuk sebagian besar kebijakan
pendidikan dipertimbangkan kembali secara reguler dan tunduk pada revisi ke atas atau
ke bawah. Studi keuangan yang dilakukan pada saat itu dengan jelas menunjukkan bahwa
pendidikan yang terpisah namun setara untuk ras bukanlah kebijakan yang diperjuangkan
negara bagian AS dan dewan sekolah.
 Implementasi, kebijakan, dan segregasi rasial. Kebijakan biasanya berkembang
mendekati sistem politik. Presiden dan gubernur berpidato; legislator mengembangkan
undang-undang dan anggaran; hakim mengeluarkan keputusan pengadilan. Di bidang
pendidikan, pelaksana sebagian besar kebijakan adalah pengawas dan staf, kepala
sekolah, dan guru kelas mereka. Pendidik bukan robot yang secara mekanis
melaksanakan perintah yang dikeluarkan dari atas. Mereka adalah manusia dengan
pikiran mereka sendiri, membuat keputusan dalam konteks sosial dan budaya tertentu
yang mereka pahami lebih baik daripada presiden, gubernur, legislator, dan hakim.
Semua kebijakan dimediasi melalui konteks pelaksanaannya; Dalam prosesnya, terjadi
perubahan. Tidak diragukan lagi nilai pelaksana dan masyarakat mereka serta tekanan
politik dan ekonomi akan muncul sebagai bagian dari penjelasan.
 Kebijakan segregasi dari tindakan dan kelambanan(tidak adanya tindakan)
pemerintah. Terkadang sifat dari kebijakan yg diikuti menjadi jelas hanya setelah
adanya analisis pola tindakan pemerintah dan kelambanannya. Sarjana eropa akan merasa
relative lebih mudah untuk menentukan segregasi rasial disekolah umum setelah adanya
kebijakan dari pemerintah di tujuhbelas negara bagian. Dan atas dasar keputusan
mahkama agung melalui undang-undang. Tapi para sarjana eropa menemukan bahwa
dinegara bagian utara lebih sulit dalam melakukannya. Namun para sarjana juga
menemukan bahwa Dewan sekolah biasa memanipulasi zona kehadiran, lokasi yg dipilih
untuk bangunan sekolah baru yang mempertahankan segregasi rasial, dan digunakan
menghindari intregasi/kesatuan. Dan hasil dari semua tindakan itu diulang secara

5
konsisten. Padahal Pendidikan Topeka (347 U. 483) menyatakan segregasi rasial itu
illegal.dan ditemukan bahwa pejabat sekolah telah mengadopsi pola kelambanan dengan
tidak melakukan tindakan lagi sehingga segregrasi rasial terus menjadi kebijakan.

B. TRANSFORMASI KEBIJAKAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN


1. Seperti yang dahulu dilakukan
Jika dunia kebijakan pendidikan berubah dari "kansas" yang relatif cukup dan dapat
diprediksi menjadi "oz" yang berubah dengan cepat dan tidak dapat diprediksi, "kita harus
mengerti bagaimana cara penggunaannya. Sampai tahun 1980an, sekolah umum termasuk di
antara institusi yang paling dihormati Masyarakat AS, kadang-kadang, para pemimpin
masyarakat mengkritik mereka dengan keras dan menyinggung saran untuk perbaikan. Misalnya,
pada akhir 1950-an, bekas serikat soviet meluncurkan sputnik, satelit buatan, memprovokasi
panggilan panik untuk pengajaran sains dan matematika yang lebih baik di sekolah menengah
AS. Namun, kritik dari hampir semua pihak lainnya ditawarkan dalam kerangka kerja yang
memberikan pendidikan publik untuk dirinya sendiri. Beberapa orang mengajukan pertanyaan
tentang legitimasi dasarnya sampai awal 1980an, pendanaan untuk sekolah kurang memadai,
walaupun ini bervariasi menurut kabupaten dan daerah, pada saat ini, seperti pada tahun 1960an,
dana publik bahkan lebih tinggi lagi, apalagi sampai munculnya pemerintahan reagan, delegasi
pemerintah negara sebagian besar kewenangan mereka atas pendidikan publik ke distrik sekolah
setempat tanpa mengharuskan mereka berbuat banyak untuk menunjukkan akuntabilitas. Di
legislatif negara bagian, kebijakan pendidikan biasanya berkembang dalam apa yang disebut
segitiga besi, yang terdiri dari komite pendidikan legislatif, departemen pendidikan negara
bagian, dan kelompok pelobi pendidikan utama. Perubahan kebijakan biasanya lamban dan
bertahap. Ketika badan politik mempertimbangkan kebijakan baru, ketiga sudut segitiga tersebut
menjadi tidak masuk dalam pembahasan. pendidik dianggap ahli dengan kebijakan pendidikan
opini yang berharga.
Di awal tahun 1980an, perhatian kebijakan adalah pada bagaiamana menopang kepercayaan
public dan dukungannya untuk system yg diberlakukan di dunia Pendidikan. Sedangkan untuk
kebijakan pembentukan kurikulum Pendidikan telah mengalami banyak perubahan dimulai pada
tahun 1947, perubahan-perubahan itu di sebabkan karena adanya perubahan system politik,
social budaya, ekonomi dan iptek.

2. Lingkungan kebijakan Pendidikan yang baru.


Sejak akhir 1980-an, setiap aspek situasi ini berubah. Saat ini, bisnis, media, dan pemimpin
politik umumnya menganggap pendidikan publik dalam krisis. banyak kritikus mengusulkan
perubahan yang akan mengubahnya dengan cara yang mendalam atau, dari waktu ke waktu,
menyebabkannya lenyap di beberapa daerah dan di antara beberapa populasi. banyak distrik

6
sekolah - dan bukan hanya kota-kota miskin atau perkotaan - mendapati diri mereka dalam
keadaan darurat keuangan yang sedang berlangsung. Di negara-negara di mana program pilihan
sekolah telah dilaksanakan, para pemimpin sekolah mendapati diri mereka bergulat dengan
tekanan pasar dimana mereka tidak terbiasa. pemerintah negara bagian menegaskan kewenangan
mereka atas sekolah negeri dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan baru dan usulan
kebijakan yang membingungkan. lebih sering tidak, mereka tidak meminta pendidik sekolah
umum untuk memasukkannya ke dalam reformasi ini. Sebaliknya, mereka mendefinisikan
pendidik sebagai bagian utama dari masalah, bukan sebagai profesional yang memenuhi syarat
untuk menawarkan solusi, dan mencari masukan dari para pemimpin bisnis dan peneliti. Banyak
guru sekolah umum dan administrator merasa bingung dan bahkan merasa kesal karena mereka
memiliki lingkungan baru, menganggapnya sebagai tanduk yang bisa dilewati secara pasif
karena tidak ada yang bisa melakukan apapun mengenai hal itu.
Untuk masa kini, telah juga terjadi banyak perubahan dalam kebijakan Pendidikan yg
ditetapkan oleh pemerintah. Terlebih khusus yg masih hangat diperbincangkan hingga kini
adalah pergantian kurikulum dari KTSP ke K-13( kurikulum 2013) . semua itu dilakukan tentu
untuk mengembangkan Pendidikan itu sendiri, tapi tidak sedikit juga pro dan kontra baik dari
masyarakat umum maupun pihak sekolah sebagai pelaksana kebijakan itu sendiri. Dan arah
kebijakan Pendidikan kini juga telah banyak mengarah kepada pemberian perhatian lebih besar
ke daerah tertinggal dengan dimunculkannya program (3T) dan memastikan masyarakat dan
kelompok daerah tertinggal lebih mudah mengakses layanan Pendidikan, sekalipun program
tersebut memang masih dalam proses dan belum juga semua daerah tertinggal telah dijangkau
oleh program tersebut.

3. Alasan untuk perubahan


 Perubahan Ekonomi; alasan untuk perubahan kebijakan Pendidikan tentu saja begitu
komplek dan multifaset. Namun sebagian besar pengamat setuju bahwa alasan ekonomi
adalah yg utama, tidak hanya di amerika serikat tapi diseluruh dunia. Perang dunia ke 2
yang diikuti oleh ledakan bom telah memepengaruhi pertumbuhan ekonomi selama
hampir 30 tahun. Selama masa itu pertumbuhan ekonomi melambat dan stagnan. Dan
dalam masa pertumbuhan itu amerika telah melihat beberapa pergerakan pajak yang
rendah, dan dalam keadaan tersebut politisi tidak mau menaikan pajak atau bahkan
membuat anggaran belanja public tetap stabil. Dan sebagai gantinya, mereka mencoba
mengurangi pengeluaran untuk layanan publik, termasuk Pendidikan publik. Masalah
ekonomi secara keseluruhan telah digabungkan amerika serikat dengan
didokumentasikan dengan baik dalam perbedaan antara yang terkaya dan paling miskin
dalam populasi. Dan lebih banyak anak-anak di Amerika Serikat tumbuh dalam
kemiskinan. Mendidik anak-anak miskin dengan baik lebih mahal dari pada mendidik
orang-orang dengan sumberdaya memadai. Dengan demikian, sekolah menemukan diri

7
mereka memikul beban tambahan pada saat sumberdaya mereka menurun fakta ini
menjelaskan bahwa mereka tetap berkontribusi dalam krisis Pendidikan.

 Trend Demografis (dinamika penduduk) alasan lain yg mengubah kebijakan


lingkungan adalah demografis. Sejak awal tahun 1980an, komposisi penduduk A.S telah
banyak berubah. Salah satu fenomena demografis adalah generasi “baby boom
generation” yang lahir antara tahun 1946-1964. Sebagai bayi, remaja, dan orang dewasa .
adalah segmen populasi yang memilki dampak bagi bangsa. Perubahan demografis yang
penting lainnya adalah populasi, sebuah tren yang tampak dalam sensus tahun 2000.
Karena tingginya tingkat imigrasi dan tingkat kelahiran diferensial, bangsa ini semakin
multicultural. Keanekaragaman ini membawa tuntutan baru dilakukan disekolah umum.
Hal ini membuat orang-orang mempertanyakan apakah sekolah umum dapat atau harus
memenuhi kebutuhan kelompok yang beragam.

 Pergeseran ideologi. Sejak akhir 1970, terjadi pergeseran besar dalam gagasan potik.
Secara umum , focus politk beralih Pendidikan beralih dari isu kesetaraan beralih ke isu-
isu yang berkaitan dengan keunggulan, akuntabilitas, dan pilihan (boyd & kerchner,
1988). Pergeseran ini mempengaruhi baik partai republic maupun demokrat. Para
pemimpin terkadang mengemukakan gagasan dalam perdebatan kebijakan yang kadang
terdengar tidak membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta. Dalam beberapa dasawarsa
, kaum konservatif tradisional-menyebutkan hak agama yang dicemari sebagai kekuatan
utama dalam politik A.S. Ideologi keduanya komunitas bisnis dan hak beragama
membuat mereka kurang percaya terhadap inisiatif pemerintah. Sekolah negeri
merupakan bagian dari pemerintah dan karena itu didefinisikan sebagai bagian dari
masalah dan ini merupakan bagian dari pergeseran. Orang amerika tidak hanya
memajukan gagasan baru tapi juga menjadi lebih agresif dan dogmatis daripada
sebelumnya.

4. Perubahan Peran Pemimpin Sekolah


 Relokasi ( pemindahan) Wewenang. untuk membahas masalah lebih jauh lagi selama
masa perubahan yang cepat ini, otoritas Pendidikan telah dialokasikan kembali dalam
beberapa cara. namun dalam beberapa hal pemerintah federal kurang memiliki wewenang
atas Pendidikan daripada tahun 1980. Contohnya , pergeseran untuk memblokir hibah
(pemberian yang diberikan oleh pihak lain) dengan memberi pemerintah negara bagian
lebih banyak wewenang mengenai dana pendidikan federal daripada yang telah dilakukan
sebelumnya. Namun, negara bagian tersebut biasanya tidak menyerahkan kekuasaan baru
mereka ke dewan sekolah mereka. Bukan hanya kekuatan yang disimpan di ibukota
negara bagian, tapi juga kekuatan itu diambil dari bagian local dan membuatnya menjadi
milik mereka sendiri. Pada awal tahun 1980an, bagian legislative negeri memulai

8
mengambil kembali wewenang mereka. Kebijakan kurikulum, misalnya, secara
tradisional merupakan bagian pendidik lokal. dan ini berubah selama tahun 1980an,
negara bagian seperti florida dan texas - di mana pemerintah negara bagian secara
tradisional hanya mengatakan sedikit atau tidak sama sekali tentang kurikulum –
kemampuan keterampilan dasar dan program pengujian merupakan bagian kurikulum di
seluruh negara bagian. Pada 1990-an, standar negara menjadi biasa di banyak negara
bagian. Dalam konfigurasi otoritas pendidikan yang baru, tingkat federal dan kabupaten
kehilangan kekuasaan, dan tingkat negara dan tingkat pembangunan itu. (Fowler , 2000).
Untuk di Indonesia, pemindahan wewenang adalah terkait dengan masa jabatan kepala
sekolah yg dibatasi dan tentang penugasan guru menjadi kepala sekolah menjadi
kewenangan dari kementrian Pendidikan nasional (UU no 28 tahun 2010)

 Kepemimpinan Daerah. Belum lama ini, sebagian besar pengawas dan pemuka daerah
lainnya dapat melakukan pekerjaan mereka secara efektif sementara sebagian besar
mengabaikan bagian dunia lainnya. mereka perlu memahami bagaimana bekerja dengan
dewan sekolah mereka, mengelola keuangan kabupaten, memilih personil yang
kompeten, dan membangun dukungan masyarakat. dua atau tiga kali setahun mereka
mengunjungi ibukota negara bagian tersebut untuk sebuah pertemuan legislatif, dan
setahun sekali mereka menghadiri sebuah konferensi nasional untuk mendengar tentang
inovasi terbaru.. Yang mengejutkan ini, dia menemukan bahwa sebagian besar masalah
utama yang diidentifikasi oleh pemimpin sekolah ini bukanlah masalah lokal, tapi
masalah negara dan nasional. Kowalski tidak menyarankan pengawas untuk bisa untuk
mengatasi masalah ini. Namun, dalam studinya tentang dua belas pengawas harus
memahami politik di tiga tingkat: sekolah, daerah, dan negara bagian. dia menegaskan
bahwa memperjuangkan pendanaan mungkin mencakup "pengorganisasian, koalisi
pemimpin lokal ke legislator petisi di negara bagian" dan "menantang komite keuangan
dalam alokasi anggaran pendidikan yang memadai". mereka harus memantau
perkembangan di arena ini dan, jika perlu, bersiaplah untuk memasukkan mereka atas
nama daerah mereka. Di Indonesia, seorang pemimpin sekolah tentu harus bekerja sama
dengan pimpinan daerah , cukup banyak keputusan dari daerah yg mempengaruhi
kebijakan disekolah dan tentu setiap kebijakan pemerintah daerah terkait Pendidikan
selalu dikomunikasikan dengan pemimpin sekolah.

 Pembentukan Kepemimpinan, ada banyak pemimpin , yang di bentuk secara


tradisional telah terisolasi dari tekanan dunia luar. Tidak ada yang mengharapkan mereka
mengikuti politik negara, atau bahkan perkembangan kebijakan di kabupaten tetangga.
Goode (1994) mempelajari dua sekolah menengah Kentucky dengan menggunakan
pengambilan keputusan berbasis lokasi. Dia menemukan bahwa kepala sekolah sering
melakukan hubungan langsung dengan pejabat di ibukota negara bagian. Prinsipal dan
dewan mereka menghadiri sesi pelatihan yang ditawarkan oleh departemen pendidikan

9
negara bagian, dan mereka harus menyerahkan rencana pengembangan profesional
mereka ke negara untuk disetujui, bukan kepada dewan sekolah mereka. Gerakan
reformasi terkini lainnya yang menyiratkan perlunya kepekaan yang lebih besar terhadap
lingkungan kebijakan negara bagian dari para pembangunan kepemimpin termasuk
pendaftaran terbuka antar negara, sekolah piagam, dan mandat negara bagian. Pemimpin
sekolah di Indonesia sendiri adalah para pemimpin yang dibentuk untuk meningkatkan
mutu Pendidikan, pemimpin ini dibentuk baik lewat sekolah, pelatihan negara, dan
keterlibatan langsung didalam sekolah sebelum mereka menjadi pemimpin. Namun
pembentukan ini juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintahan, karena dalam
penetapan pemimpin sekolah menggunakan aturan yg diberlakukan oleh negara.

 Kepemimpinan Publik, penyelenggara sekolah umum ditransformasikan dari pemimpin


birokrasi ke dalam apa yg disebut Bryson dan Crosby (1992) sebagai Pemimpin
Masyarakat. Mereka berpendapat bahwa para pemimpin birokrasi sangat bergantung pada
otoritas dan pengambilan keputusan yang rasional karena mereka bekerja di dalam
organisasi yang sesuai dengan status hierarkis mereka. Tentu saja, kepala pengawas,
kepala sekolah, dan administrator lainnya masih berfungsi secara birokratis di dalam
distrik sekolah mereka.

C. PROSES KEBIJAKAN
Proses kebijakan adalah urutan kejadian yang terjadi ketika sistem politik mempertimbangkan
pendekatan yang berbeda terhadap masalah publik, mengadopsi salah satunya, mencobanya, dan
mengevaluasinya. Ilmuwan politik sering menggunakan metafora permainan untuk
menggambarkannya. Seperti permainan, proses kebijakan memiliki aturan dan pemain. Seperti
permainan, itu rumit dan sering kacau balau. Seperti permainan, dimainkan di banyak arena dan
melibatkan penggunaan kekuatan. Dan seperti permainan, bisa saja ada pemenang dan
pecundang. (firestone, 1989;) berikut adalah hal yg terkait dengan proses kebijakan.

1. Isu kebijakan

 Unsur kontroversial. Sebuah isu kebijakan, menurut definisi, kontroversial. Masalah


hanya ada jika kelompok sosial tidak setuju tentang bagaimana pemerintah harus
mendekati masalah yang diberikan (coplin & o'Leary, 1981). Sebagian besar kebijakan
pendidikan sama sekali bukan masalah kebijakan. Misalnya, tujuan kebijakan untuk
mengajarkan semua anak membaca bukanlah masalah hari ini. Dua abad yang lalu,
bagaimanapun, usulan bahwa semua anak harus mencapai keaksaraan adalah sebuah isu
kebijakan. Pada saat itu, kebanyakan orang menganggap membaca keterampilan yang
sesuai hanya untuk anak-anak dari latar belakang yang relatif makmur. Di banyak negara

10
bagian, mengajar budak untuk membaca adalah ilegal, dan orang Amerika asli diyakini
secara luas tidak mampu belajar. Tujuan keaksaraan universal tidak lagi menjadi isu
kebijakan selama 200 tahun berikutnya, namun hanya setelah pertempuran sengit di
pengadilan dan legislatif negara bagian. Di Indonesia unsur kontroversial tidak pernah
lepas dalam proses kebijakan Pendidikan, setiap kebijakan yg dikeluarkan oleh
pemerintah tentu membuahkan kontroversi baik bagi masyarakat sipil maupun bagi
penyelenggara Pendidikan yaitu sekolah. Hingga isu-isu yg menyebar di masyarakat
kemudian menjadikan itu suara rakyat kepada para pemimpin. Demikian setelah para
pemimpin mendengar suara rakyat tersebut , ada yg kemudian diperhatikan dan ditinjau
kembali oleh para pemimpin negara tapi ada juga yg kemudian di abaikan oleh mereka.

 Elemen publik, Banyak ketidaksepakatan tentang bagaimana anak-anak yang bisa


disosialisasikan bukanlah isu kebijakan. Isu kebijakan adalah masalah yang bisa
ditangani pemerintah secara sah. Beberapa berpendapat bahwa mainan semacam itu
mendorong kekerasan, sedangkan yang lainnya menyangkal tuduhan tersebut. Namun,
ketidaksepakatan ini saat ini bukan merupakan masalah kebijakan karena tidak ada
pemerintah di Amerika Serikat yang mungkin akan menghadapinya. Dalam budaya
Politik A.S., ada garis demarkasi yang tajam antara masalah pribadi yang menyangkut
keluarga, dan masalah publik yang termasuk dalam lingkup kewenangan pemerintah.
Ketidaksepakatan akan kebijakan juga terjadi di Indonesia, hampir setiap kebijakan yg
dibuat mengalami pro-kontra di masyarakat umum. Tapi setiap pendapat masyarakat
umum tidak kemudian segera di Iakan oleh pemerintah , mereka tetap meninjau segala
aspirasi dari khalayak umum.

 Contoh isu kebijakan pendidikan, Pada awal abad kedua puluh satu, sejumlah besar
masalah kebijakan pendidikan diperdebatkan. Salah satu isu yang sangat kontroversial
adalah pilihan sekolah. Secara tradisional, distrik sekolah memiliki wewenang untuk
menugaskan anak ke sekolah, biasanya berdasarkan zona kehadiran geografis/
berdasarkan daerah tempat tinggal. Isu kebijakan pendidikan lainnya berkaitan dengan
penetapan standar kurikulum nasional, pendukung yang menegaskan bahwa standar
tersebut memberikan kriteria yang jelas untuk keunggulan di seluruh negeri dan
mengurangi dampak negatif mobilitas pada sekolah anak-anak. Mereka juga berpendapat
bahwa sebagian besar negara industri maju lainnya memiliki kurikulum nasional, dan
bahwa karena persaingan ekonomi global, negara-negara Amerika Serikat harus
mengikutinya. Untuk isu-isu kebijakan yg sementara beredar di Indonesia sekarang
adalah soal Pendidikan karakter, full day school, dan beberapa waktu lalu mengenai
kurikulum 2013.

2. Menerapkan model panggung untuk standard- berbasis reformasi

11
Gambar 1.1 merupakan model tahap klasik dari proses kebijakan, dengan sedikit modifikasi. Ini
dimulai dengan definisi masalah, tahap pertama dalam prosesnya secara kronologis. Panah yang
berat bergerak dari kiri ke kanan, mengikuti urutan model klasik. Diagram berbentuk seperti
corong karena proses fungsi selektif; Pada setiap tahap yang berurutan, lebih sedikit isu atau
kebijakan yang terlibat. Pada bagian berikut, setiap tahapan proses dibahas secara singkat.
Sepanjang bagian ini, sebuah isu kebijakan tunggal - reformasi berbasis standar - digunakan
sebagai contoh.

D P
e P
e
er A
fi n P
u d
n g o e E
m
a l v
is p
u
i sa si a
m t n k k a
a u k e s
b l
s r e a
bi ij u
a a n
n ja a a
l a
a k k s
a a
g a a i
h n
e n n
n
d
a

 Definisi masalah. Pada suatu waktu, setiap masyarakat memiliki masalah sosial yang
numpis, namun hanya sedikit yang pernah diidentifikasi sebagai masalah kebijakan
publik. Karena berbagai alasan, pemerintah pernah menangani sebagian besar masalah.
Dukungan politik yang memadai mungkin tidak ada. Misalnya, atau biaya potensial
untuk menangani masalah tertentu mungkin terlalu tinggi. Reformasi berbasis standar
memberikan contoh bagus tentang area kebijakan yang selama beberapa dekade tidak
menjadi masalah. Definisi isu didiskusikan secara lebih mendalam di Bab 7.

 Pengaturan agenda. Tidak semua masalah yang didefinisikan sebagai isu kebijakan
pendidikan ditindaklanjuti oleh pemerintah. Agar memiliki kesempatan untuk akhirnya
menjadi kebijakan, sebuah isu harus ditempatkan pada agenda kebijakan, atau "daftar

12
subyek atau masalah yang pejabat pemerintahnya, dan orang-orang di luar pemerintah
yang terkait erat dengan pejabat tersebut, memberikan perhatian serius pada setiap
diberikan waktu "(kerajaan, 2003, hal 3). Agenda kebijakan biasanya ditentukan oleh
politisi yang kuat, seperti presiden, gubernur, dan legislator. Pengaturan agenda juga
dibahas di Bab 7.

 Perumusan kebijakan. Sebelum sebuah kebijakan dapat diadopsi secara formal, maka
harus dinyatakan dalam bentuk tertulis. Teks tertulis pertama yang dikembangkan
biasanya berupa tagihan, sebuah draf dari sebuah patung yang diusulkan. Sebagian besar
legislator di kongres dan legislatif negara bagian tidak menulis tagihan yang mereka
sponsori. Tagihan dapat dikembangkan oleh anggota staf legislatif mereka, oleh
pengacara yang ditahan untuk tujuan tersebut, atau oleh kelompok advokasi yang
mendukung undang-undang tersebut. Perumusan kebijakan dijelaskan di Bab 8.

 Adopsi kebijakan. Agar sebuah kebijakan diterapkan, rumusan tertulisnya harus


diadopsi secara resmi oleh badan yang sesuai. Anggaran dasar diadopsi oleh suara
terbanyak dalam kongres dan legislatif negara bagian. Dalam pendidikan publik,
peraturan dan peraturan diadopsi oleh petugas yang berwenang di lembaga tersebut
seperti Departemen Pendidikan, Departemen Pendidikan, dan sekolah negeri bagian A.S.
Beberapa kebijakan kabupaten, namun tidak semua, memerlukan suara mayoritas oleh
dewan sekolah. Adopsi kebijakan akan dibahas secara detail pada bab 8.

 Pelaksanaan. Bagian dari sebuah patung dan peraturan dan peraturan yang menyertainya
tidak berarti kebijakan baru tersebut secara otomatis mulai beroperasi. Kebijakan
pendidikan harus diterapkan di tingkat akar rumput oleh administrator distrik, kepala
sekolah, dan guru kelas. Pendidik ini belum tentu antusias dengan undang-undang dan
peraturan baru yang turun dari Washington atau negara bagian. Oleh karena itu,
keberhasilan penerapan bergantung pada motivasi pendidik untuk menerapkan kebijakan
baru dan memberi mereka sumber daya yang diperlukan untuk melakukannya.
Pelaksanaan kebiajakan akan di diskusikan di bab 10.

 Evaluasi. Idealnya, kebijakan dievaluasi untuk menentukan apakah mereka bekerja


sesuai keinginan. Evaluasi adalah bentuk penelitian terapan yang dirancang untuk
mencapai tujuan ini. Terkadang kebijakan dievaluasi oleh kantor penelitian di
pemerintahan yang lolos dari polis. Evaluasi juga dapat dilakukan oleh perusahaan
konsultan luar atau oleh universitas atau think tank yang melakukan pekerjaan semacam
ini. Meski reformasi berbasis standar diharapkan bisa meningkatkan prestasi belajar
siswa, keefektifannya masih belum jelas. Sejumlah program telah dievaluasi, umumnya
oleh penulis kurikulum yang memiliki kepentingan tersendiri dalam keberhasilan
curiccula mereka sendiri. Evaluasi kebijakan adalah subyek dari bab 11.

13
D. PEMIMPIN SEKOLAH DAN STUDI KEBIJAKAN
Administrator (kepala sekolah) sekolah bertindak sebagai pemimpin dalam organisasi
mereka dan sebagai pemimpin masyarakat dimasyarakat luas. Dalam kedua hal tersebut mereka
bias mengambil peranan penting dalam menentukan , mengembangkan, dan menerapkan
kebijakan Pendidikan meskipun peran multidimensional mereka akan dibahas dalam bab-bab
selanjutnya. Tapi membahas hal-hal umum di awal setidaknya akan memberikan kita gambaran
singkat. Dan berikut adalah beberapa peran administrator.
1. Administator sebagai pembuat kebijakan.
Secara hukum, sekolah daerah adalah bagian dari instansi pemerintah dinegara dimana
mereka berada. Oleh karena itu, administrator sekolah memainkan peran utama dalam
pengembangan peraturan perundang-undangan. Administator juga bertanggung jawab untuk
mengisi banyak rincian kerangka kerja. Pembuat kebijakan mengambil tanggungjawab seperti
merekomendasikan revisi kebijakan kepada dewan sekolah, mengembangkan pengaturan secara
manual, membuat kode disiplin untuk sekolah, dan tentu saja pengetahuan tentang kebijakan
dan proses kebijakan sangat membantu administrator dalam menjalankan perannya sebagai
pembuat kebijakan. Sebuah pengetahuan tentang proses kebijakan menunjukan adanya tindakan
yang diambil dan pengetahuan studi kebijakan akan menolongnya untuk mendefinisikan masalah
dan penyelesainnya. Dalam kebijakannya seorang administrator mungkin akan menunjuk sebuah
komite untuk bekerja dengannya dan melaksanakan sebuah analisis dan menghasilkan alternative
untuk diskusi Bersama. Dengan diskusi tersebut maka pemahaman akan instrument kebijakan
akan dijangkau, dan melalui diskusi akan adanya ide kreatif dan saran dari penilaian alternative.
Dan akhirnya peran administrator ini harus mengizinkan para guru untuk dapat mengembangkan
peraturan yang sehat dan dapat menangani masalah secara efektif dengan kebijakan-kebijakan
yang dibuat.
2. Administrator sebagai pelaksana kebijakan.
Dalam organisasi sekolah , administrator memainkan peranan penting dalam mencontoh
kebijakan baru. Terlepas darimana kebijakan itu berasal, mereka diharapkan dapat
mengembangkan rencana pelaksanaan kebijakan baru tersebut. Dan dapat memotivasi para guru
dan orang lain untuk bekerjasama mengumpulkan suberdaya yang diperlukan dan memberikan
umpan balik tentang proses perubahan yang terjadi saat ada kebijakan baru yg harus
dilaksanakan. Karena administratorlah yg bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan.
Namun ada banyak penelitian yang telah dilakukan pada spesifikasi dan implementasi dalam
penerapan kebijakan Pendidikan. Kesalahan utama yg dilakukan adalah pendekatan yg
mendekati perubahan organisasi. Sekalipun ada banyak tekanan bagi para administrator dalam
pelaksanaan kebijakan tapi mereka juga tau cara menghindari perangkap implementasi dan
beberapa cara dalam mengurangi stress dan kebingungan saat menempatkan kebijakan baru
ditempat mereka.

14
3. Administrator sebagai pengikut isu kebijakan.
Pemimpin sekolah di abad keduapuluh satu tidak dapat membatasi diri mereka untuk
membangun dan menimbulkan kekhawatiran ditingkat daerah. Namun demikian, pemerintah
negara bagian lebih aktif dalam kebijakan Pendidikan daripada sebelumnya, dan Pendidikan
dianggap sebagai isu “panas” pada kedua tingkat bagian negara. Ini berarti administrator
mencoba mengabaikan dunia luar dan mendapati diri mereka menerima banyak kejutan
kebijakan dan merasa seolah-olah mereka tidak memiliki andil dalam banyak perubahan yang
terjadi. Karena itu mengikuti isu kebijakan sangat penting dalam kepemimpinan sekolah.
Mereka harus sadar akan perubahan besar yang terjadi dalam social, ekonomi masyarakat dan
bagaimana perubahan tersebut dapat menimbulkan masalah kebijakan Pendidikan. Mereka harus
bias mengerti masalah yang terjadi dan mengikuti setiap proses dalam tingkat negara. Dan
penting juga bagi seorang pemimpin sekolah untuk aktif dalam mendapatkan informasi secara
professional, hal itu merupakan fondasi yg penting sebagai seorang pemimpin untuk
berpengetahuan luas dan aktif dalam setiap proses kebijakan diluar batas daerahnya.

4. Administrator sebagai pemberi pengaruh kebijakan


Dalam kapasitas mereka sebagai pemimpin, administrator berada dalam posisi untuk
mempengaruhi proses kebijakan di negara. Pengaruh ini bias dalam banyak bentuk. Seorang
pengawas bias menelpon bagian Pendidikan negara untuk membahas masalah-masalah yg
dihadapi dalam pelaksanaan sebuah program, yang dapat menyebabkan perubahan dalam
peraturan bagian Pendidikan. Seorang pengawas Pendidikan mungkin percaya bahwa undang-
undang baru di legislative tidak adil bagi anak-anak yg cacat, yang kemudian dapat
menuntunnya untuk mengidentifikasi beberapa pengawasan dan pemimpin organisasi induk
lainnya untuk berbagi pandangan tentang masalah tersebut. Dan secara Bersama-sama dapat
membuat sebuah presentasi dengan ketua komite untuk membahas masalah tersebut dan
mungkin dapat mewadahi beberapa organisasi professional untuk mendapatkan dukungan dari
mereka. Kolaborasi dapat membuat ia dan oranglain sadar akan tumpeng tindih dan kontradiksi
dalam layanan yg diberikan kepada anak-anak. Setelah menentukan masalah dengan hati-hati,
kepala sekolah dan peserta lainnya dapat mengkoordinasikan pendekatan secara serentak ke
semua lembaga negara dan memberitahu mereka tentang masalahnya.

15
Bab III
Kesimpulan Akhir

Pemimpin sekolah hari ini memiliki peran yang berbeda dari apa yang dilakukan di masa
lalu. Sebagian, peran baru ini melibatkan pelaksanaan kepemimpinan publik. Pemimpin sekolah
yang tidak belajar bagaimana menerapkan peran baru ini kemungkinan merupakan penyambutan
pasif dari kebijakan baru. Kepemimpinan publik yang efektif di abad kedua puluh satu
memerlukan landasan pengetahuan yang kuat tentang kebijakan pendidikan dan bagaimana hal
itu dikembangkan dan diubah.
Karena seorang pemimpin harus berperan aktif dalam membuat, melaksanakan,
memahami, kebijakan baru. Dan memperhatikan masalah-masalah disekitar sehingga dapat
dengan cepat bergerak melihat kemudian menangani masalah disekitar yang mempengaruhi
Pendidikan.
Seorang pemimpin bukanlah mereka yg duduk diam ruangan mereka, atau mereka yang
hanya mampu membuat kebijakan kemudian tidak mampu menjalan peran mereka secara
professional. Mereka adalah juga penggerak bagi para guru dan staff disekolah dalam
melaksanakan kebijak-kebijakn. Mereka juga yg jeli melihat keadaan Pendidikan dan secara aktif
dan inisiatif terlibat didalamnya.
Seorang pemimpin Pendidikan juga harus mampu melihat semua aspek diluar Pendidikan
yang memberikan pengaruh terhadap proses Pendidikan itu sendiri. Pemimpin Pendidikan harus
mampu menerima perubahan dengan penyaringan yang tepat sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubah tersebut ataupun turut memberikan penilaian juga tidakan tepat
dalam setiap perubahan dalam dunia Pendidikan.

16
Daftar Pustaka

Policy studies for educational leaders an introduction, frances c. fowler

17

Anda mungkin juga menyukai