NIM : I1C022086
Kelas : Farmasi B
Pengertian
Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan
atas hukum.
Pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi
oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Hukum sebagai dasar diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada
konstitusi (berisi kesepakatan/konsensus bersama) atau hukum dasar negara.
Di dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum bukan kekuasaan belaka serta
pemerintahan negara berdasarkan pada konstitusi. Negara berdasarkan atas hukum
menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi sehingga ada istilah supremasi hukum.
Rumusan syarat-syarat (ciri-ciri) pemerintahan yang demokratis di bawah ‘Rule of Law’ (yang
dinamis)
Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula
menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Pemilihan Umum yang bebas.
Kebebasan menyatakan pendapat.
Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
Pendidikan kewarganegaraan
Konfigurasi Politik diartikan sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang
secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, yaitu
konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.
Konfigurasi politik demokratis adalah susunan sistem politik yang membuka kesempatan
(peluang) bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menetukan kebijakan
umum.
Konfigurasi politik otoriter adalah susunan sistem politik yang lebih memungkinkan
negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan
kebijakan negara.
Hubungan Negara Hukum dengan Demokrasi
seperti dua sisi mata uang. Konsep negara hukum material mensyaratkan adanya
demokrasi, begitu pula demokrasi mensyaratkan adanya wadah negara hukum dalam
pelaksaksanaannya.
Negara Indonesia yang dalam konstitusinya (pasal 1 ayat (3)) secara nyata menyatakan
diri sebagai negara hukum, dalam pasal lainnya (pasal 1 ayat (2)) dinyatakan kedaulatan
ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
HAM adalah hak. Hak asasi itu tdk diberikan/diwariskan melainkan melekat pd martabat
kita sbg manusia.
HAM adalah universal. Hak asasi itu berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik.
HAM dianggap ada dg sendirinya. Hak asasi itu tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun
mempunyai hak untuk membatasi atau melangar hak orang lain.Orang tetap memiliki HAM
meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi bahkan melanggar hak
asasi manusia.
HAM dipandang sbg norma-norma yg penting. HAM cukup kuat kedudukannya sbg
pertimbangan normatif unt diberlakukan di dlm benturan dg norma2 nasional yg
bertentangan, dan unt membenarkan aksi internasional yg dilakukan demi HAM.
HAM menetapkan standar minimal bagi praktik bermasyarakat dan kenegaraan yang
layak.
Sifat HAM
Universal: dimiliki oleh setiap orang lepas dari suku, ras, agama, negara, dan jenis
kelamin yg dimiliki seseorang.
Supralegal: tidak tergantung pada negara, pemerintah, atau undang-undang yang
mengatur hak-hak ini.
Kodrati: HAM bersumber dari kodrat manusia.
Kesamaan derajat: kesamaan sebagai ciptaan Tuhan maka harkat dan martabat manusia
pun sama.
Hak-hak asasi pribadi (personal rights), yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak
Hak-hak asasi ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan
menjual serta memanfaatkannya.
Hák-hak asasi politik (political rights), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan,
hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan umum), dan hak untuk mendirikan
partal politik.
Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
(rights of legal equality).
Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights). Misalnya hak untuk
memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata-cara peradilan dan perlindungan (procedural
rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan
peradilan.
1) Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur
kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2) Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak
sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
3) Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak
konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Perihal pelanggaran berat yang dimaksudkan, sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, mencakup Kejahatan Qenosida dan Kejahatan
Kemanusiaan.