Appendicitis
Juni 19, 2009
APPENDICITIS
PENDAHULUAN
Apendiks ( apendiks vermiformis ) terletak posteromedial dari caecum pada region perut
kanan atas. Apendiks merupakan sisa dari sekum yang tidak berkembang dan fungsinya tidak
diketahui. Apendiks memiliki komponen yang sama dengan usus lain, yang membedakan
adalah apendiks kaya dengan jaringan limfoid pada mucosa dan submucosa. Jaringan ini
mulai berkembang pada masa awal bayi, mencapai ukuran terbesar pada masa dewasa muda,
dan kemudian atrofi secara progesif pada usia lanjut. Apendiks termasuk organ
intraperitoneal, walaupun kadang juga ditemukan retroperitoneal. Organ ini tidak mempunyai
kedudukan menetap di dalam rongga perut ( rongga retroperitoneal ). Panjangnya 5-10 cm
dengan berbagai posisi ( retrocaecal, pelvical, dll ). Walaupun sangat jarang kadang dijumpai
pada region kiri bawah. Apendiks mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang
merupakan satu – satunya feeding arteri untuk apendiks, sehingga apabila terjadi thrombus
akan berakibat terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks.
Appendicitis umumnya dengan angka kejadian 7%. Nyeri abdomen dan anoreksia merupakan
gejala yang predominan. Pemeriksaan fisik sangat penting untuk menemukan nyeri pada
kuadran kanan bawah sewaktu palpasi.pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis kadang –
kadang membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Keterlambatan diagnosis
appendicitis dapat meningkatkan resiko perforasi dan komplikasi. Angka komplikasi dan
kematian lebih tinggi pada anak dan dewasa ( Yopi et.al., 2008 ; Zeller et.al, 2007).
DEFINISI
ETIOLOGI
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi
yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin
atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin
meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga
semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding
apendiks. Selain infeksi, appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks (Mansjoer et.al., 2005 ;
Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).
PATOGENESIS
Patogenesis appendicitis akut terutama disebabkan oleh inflamasi pada dinding apendiks
yang menimbulkan obstruksi lumen apendiseal. Pada sepertiga kasus appendicitis akut
memperlihatkan disebabkan juga oleh karena fekalit. Hal itu berdasarkan penelitian
epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendicitis akut. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora normal kolon. Obstruksi mengakibatkan appendicitis akut oleh karena, kapasitas lumen
pada apendiks yang normal adalah 0,1 ml³. sekresi mucosa yang terus berlanjut sampai 0,5
saja sudah dapat meningkatkan tekanan intralumen sampai 60 cmH2O yang menyebabkan
distensi lumen dan mempengaruhi aliran darah balik vena. Apendiks menjadi bengkak,
lembek, diliputi oleh eksudat fibrinosa. Lumen apendiks terisi materi pus, mucosa menjadi
hipoksia dan terjadi ulserasi. Adanya infeksi bakteri berkaitan dengan cepatnya terjadi
Ganggren dan Perforasi. Organisme yang dominan terdapat pada appendicitis akut adalah E.
coli dan Bacteroides fragilis, walaupun tidak tertutup kemungkinan bakteri lainnya dapat
ditemukan pada Appendicitis Akut ( Wilson, 2005 ).
Secara patologi, appendicitis akut dibagi menjadi appendicitis akut stadium awal appendicitis
Supurativa akut, dan appendicitis gangrenosa akut tergantung dari beratnya proses inflamasi.
Pada stadium awal appendicitis akut, neutrofil hanya ditemukan pada mucosa, submucosa,
dan muscularis propria. Pada stadium ini pembuluh darah subserosa membengkak dan
terdapat eksudat neutrofil yang menghasilkan reaksi fbrino purulenta di seluruh lapisan
serosa. Dengan bertambah buruknya proses inflamasi maka akan terbentuk abes, ulkus, dan
focus nekrosis supurativa di dalam dinding apendiks, kondisi ini dikenal dengan appendicitis
supurativa akut. Pada appendicitis gangrenosa akut tampak ulkus yang berdarah dan
kehijauan pada mucosa, serta nekrosis gangrenosa pada seluruh dinding yang meluas ke
serosa, selanjutnya dapat terjadi rupture dan peritonitis supurativa.Kritera histologik untuk
diagnosis appendicitis akut adalah terdapatnya infiltrasi neutrofil pada muscularis propria dan
adanya proses inflamasi pada dinding muscular. Biasanya juga terdapat infiltrasi neutrofil dan
ulserasi pada mucosa. Proses inflamasi dapat meluas ke jaringan lemak atau usus disekitar
appendiks (Yopi Simargi, 2008 ).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar ( nyeri
tumpul ) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke
titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Apendisitis kadang juga disertai dengan demam
derajat rendah sekitar 37,5 – 38,5 derajat celcius (Mansjoer et.al., 2005 ; Sjamsuhidajat et.al.,
2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul:
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rectum
akan menjadi lebih cepat dan berulang – ulang ( diare ).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya ( Sjamsuhidajat et.al.,
2005 ; Zeller et.al., 2007 ).
Begitu pula dengan tanda obturator yang meregangkan obturator internus merupakan tanda
iritasi didalam pelvis. Tes obturator dilakukan dengan melakukan rotasi internal secara pasif
pada tungkai atas kanan yang difleksikan dengan pasien pada posisi supine. Pemeriksaan
darah dapat ditemukan leukositosis ringan, yang menandakan pasien dalam kondisi akut dan
appendicitis tanpa komplikasi. Pada leukositosis yang lebih dari 18.000 / mm³ besar
kemungkinan untuk terjadi perforasi ( Yogi Simargi, et al., 2008 ). Gejala apendisitis
terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosa, dan akibatnya
apendisitis tidak ditangani tepat pada waktuya, sehingga biasanya baru diketahui setelah
terjadi perforasi (Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007).
Perforasi
Pembungkusan
- Berhasil
- Abses
DIAGNOSIS
1. 1. Anamnesis
Ini terjadi karena peristaltic untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran
cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula2 daerah epigastrium
kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat
menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri
abdomen. Setiap anak dengan gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami
apendektomi seharusnya dicurigai menderita apendisitis. Anak yang sudah besar dapat
menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi
yang tepat. Anak dapat menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang
pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri. Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis
terpimpin seperti misalnya:
b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak tinggal di
tempat tidur saja ?
c. Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah ?
e. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ?
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin
hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari
lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan Pada
mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang
dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul
oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral
itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di
daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran
kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah
terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir
serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan
dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap
penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu
dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut
menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul
apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rektum
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi
bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam.
Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran
kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada
supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi
pada arteri spermatika dan ureter
1. 2. Pemeriksaan fisik
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan kenimbulkan nyeri. Pemeriksaan
ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Simpson et.al.,2006; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ;
Zeller et.al., 2007).
1. 3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 –
20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat 16
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum ( Mittal et.al.,2005; Zeller et.al., 2007).
• Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5% pasien
akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen.
•USG : pada kasus appendicitis akut akan nampak adanya : adanya struktur yang aperistaltik,
blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan,
diameter luar lebih dari 6mm, adanya gambaran “target”, adanya appendicolith, adanya
timbunan cairan periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent.
• CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding
appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding
appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan inflamasi
periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free fluid, free
air bubbles, abscess, dan adenopathy
CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%,
serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses
atau flegmon
4. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis apendisitis
akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut.
Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran
histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi
apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan opersi Riber et al, pernah meneliti variasi
diagnosis histopatologi apendisitis akut (Yopi Simargi et al., 2008 ).
TATALAKSANA
Bila dari hasil diagnosa positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah
segera dilakukan apendiktomi. Apendiktomi dapat dilakukan dalam dua cara laparoskopi.
Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan
yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian atau terapi antibiotik kombinasi
terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat
dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan
melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun,
apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta
pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan
terapi antibiotic, maka dapat dipertimbangakan. (Erick et.al.,2003; Grace et.al.,2007;
Sjamsuhidajat et.al., 2005).
Smoga bermanfaat…