Untitled
Untitled
Disusun oleh :
Mafrida Puspitasari (G1H012044)
Posyandu Duku
Kelompok 35
PENDAHULUAN
A. Tujuan
B. Latar Belakang
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari
tersedianya zat gizi dalam sel tubuh. Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level
individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah
asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang
tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan.
Penilaian status gizi merupakan salah satu diantara empat tahap dalam manajemen gizi
yang terdiri atas penilaian status gizi, perencanaan intervensi gizi, pelaksanaan intervensi
gizi, dan pengevaluasian. Peran dan kedudukan penilaian status gizi di dalam ilmu gizi
adalah untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan
masyarakat. Penilaian status gizi adalah interprestasi dari data yang dikumpulkan dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang beresiko
atau dengan status gizi kurang atau buruk.
Komponen pemeriksaan status gizi meliputi (1) asupan pangan, (2) pemeriksaan
biokimiawi, (3) pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai kesehatan, (4) pemeriksaan
antropometris, serta (5) data psikososial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah
antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi
anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi.
Disamping itu pula dalam kegiatan penapisan status gizi masyarakat selalu menggunakan
metode tersebut. (Supariasa, 2001)
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat dipakai secara universal,
tidak mahal, dan metode yang non invasif untuk mengukur ukuran, bagian, dan komposisi
dari tubuh manusia. Hal itu, membuat antropometri penting untuk kesehatan masyarakat
dan juga secara klinis yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan sosial dari
individu dan populasi. (Supariasa, 2001)
Terdapat dua metode untuk mengukur konsumsi makanan tingkat individu, yaitu metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif mencakup food recall 24 jam, estimated
food record, dan food weighing. Sedangkan metode kualitatif mencakup Food Frequency
Questionnaire (FFQ, dan dietary history).
Prinsip dari metode food recall 24 jam ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Biasanya dimulai sejak
bangun pagi kemarin hingga istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari
waktu saat dilakukan wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam penuh. Hal penting
diketahui bahwa dengan recall 24 jam adalah data yang diperoleh cenderung lebih bersifat
kualitatif. Sehingga untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan
individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dan
lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa, 2001).
Metode yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui frekuensi makan,
frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut (Supariasa, 2001).
Metode kualitatif yang pertama adalah Food Frequency Questionnaire (FFQ). Metode ini
digunakan untuk memperoleh data tentang asupan energy atau zat-zat gizi seseorang
dengan menanyakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi yang
merupakan sumber utama zat-zat gizi yang diteliti. Kuesioner memuat daftar bahan
makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting terhadap asupan
energy dan zat-zat gizi penduduk (Almatsier, 2005).
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu
B. Tempat
Dacin
Mikrotoa
Timbangan digital
Pita LILA
Food model (Nasi putih, daging ayam, ikan, tempe, tahu, kacang ijo,
kangkung, kacang panjang, kentang, pisang, semangka, jeruk, papaya, bolu
kukus, kue lapis)
Paket PMT untuk balita
Isian dan kuesioner
D. Prosedur Pengukuran
A. Hasil
Identitas Ibu
Umur : 36 tahun
Identitas Anak
Umur : 5 tahun
2. Hasil Antropometri
3. Pemeriksaan Klinis
Hasil pemeriksaan klinis dari Dwi yang berusia 5 tahun yaitu dari penampilan fisiknya bisa
diketahui bahwa tinggi badannya termasuk pendek, ia tidak sedang mengalami sariawan di
sekitar gusi dan lidah, kulitnya sedikit kering, rambutnya terlihat normal, tidak mengalami
pembengkakan kelenjar gondok, tidak terdapat edema, dan tidak terdapat luka di sekitar
mata. Keadaan ibunya juga hampir sama, ia terlihat pendek dan kulitnya sedikit kering,
namun ia tidak mengalami gondok dan edema.
4. Konsumsi Makan
Untuk menganalisis konsumsi makan balita, digunakan beberapa metode, yaitu:
Recall 24
Pada tanggal 12 Desember 2013 lalu Dwi telah mengkonsumsi beberapa makanan. Pada
pagi hari ia mengkonsumsi bubur sumsum 1 mangkuk, yang terdiri dari tepung beras,
santan, dan gula jawa. Lalu pada siang hari ia memakan nasi ½ urt, dengan sayur singkong
bersantan 1 urt dan 1 tempe goreng. Untuk selingan ia memakan jelly (nutrijell). Dan untuk
makan malam ia memakan makanan yang sama pada saat ia makan siang. Berdasarkan
hasil analisis menggunakan nutrisurvey, jumlah kalori yang ia dapatkan adalah sekitar 898,2
kalori. Nilai kalori tersebut lebih rendah dibandingkan rekomendasi kalori dari nutrisurvei,
yaitu 1792,5 kalori.
No Aspek Interpretasi
1 Pola asuh Kurang baik
2 Sikap terhadap gizi Baik
3 Riwayat kesehatan Kurang baik
4 Keterlibatan dalam program posyandu Baik
B. Pembahasan
Praktikum penilaian status gizi ini mencakup beberapa aspek penilaian yaitu
antropometri, klinis, food recall 24 jam, dan Food Frequency Questionaire terhadap status
gizi balita. Responden dalam praktikum ini adalah ibu bernama Titi Hayati dengan balita
yang bernama Dwi Setianingrum. Responden berasal dari keluarga kecil yang terdiri dari
ayah, ibu, dan satu anak. Ayah responden bernama Darkim, 38 tahun, yang bekerja sebagai
pembuang sampah.
Melalui pemeriksaan antropometri, diketahui berat badan balita 12,8 kg dan tinggi 90 cm.
Sedangkan pemeriksaan pada ibu, diketahui berat badan ibu 54 kg dan tinggi badan 148
cm. Untuk mengetahui status gizi balita, digunakan aplikasi WHO anthro sebagai pengolah
data. Dari hasil perhitungan, z-score BB/U balita adalah -2,51 yang diinterpretasikan sebagai
keadaan gizi kurang, z-score TB/U sebesar -4,05 yang diinterpretasikan sebagai keadaan
stunted (pendek), dan z-score BB/TB sebesar -0,14 yang diinterpretasikan sebagai normal.
Dari ketiga indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa responden mengalami gizi buruk.
Status gizi stunting disebut juga sebagai gizi kurang kronis yang menggambarkan
adanya gangguan pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung pada kurun waktu cukup
lama. Pada kelompok balita stunting sebagian besar balita berada pada kelompok umur 23–
36 bulan, kemungkinan mereka pernah mengalami kondisi gizi kurang pada saat berada di
tahapan usia 12–24 bulan atau bahkan sebelumnya. Dengan demikian manifestasi stunting
semakin tampak pada mereka saat berada pada tahapan usia 23–36 bulan.
Keadaan ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (2005), bahwa umur yang paling
rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi
kurang gizi. Masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian anak sehingga
diperlukan perhatian khusus. Selain itu, masa balita adalah masa yang cukup penting
karena pada kelompok usia balita mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan
yang cepat dan menentukan kualitas anak di kemudian hari dalam menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Sedangkan pada kelompok umur 6–23 bulan merupakan
kelompok umur yang sedang mengalami pertumbuhan kritis. Oleh karenanya penanganan
gizi kurang pada kelompok umur ini (6–23 bulan) menjadi lebih diperhatikan karena apabila
tidak ditangani dengan baik dapat mengalami kegagalan tumbuh (growth failure) (Dep. Gizi
dan Kesmas FKM-UI, 2007).
Hasil IMT yang diperoleh dari pengukuran antropometri ibu adalah sebesar 24,653 yang
diinterpretasikan sebagai keadaan overweight. Jika dibandingkan, maka keadaan ibu dan
anak sangat berlawanan. Hal tersebut bisa disebabkan karena adanya ketidakmerataan
distribusi konsumsi pangan di dalam keluarga. Kurangnya pengenalan jenis makanan
kepada anak dapat menyebabkan anak menjadi pemilih makanan sehingga makanan dalam
keluarga lebih banyak dikonsumsi oleh orang tua terutama ibu. Dan bisa juga karena tingkat
pendapatan yang terbilang kurang, sehingga variasi makanan yang dibutuhkan sang anak
untuk pertumbuhan dan perkembangannya menjadi tidak tercukupi.
Pemeriksaan yang kedua adalah pemeriksaan klinis. Dari hasil pengamatan, keadaan
badan balita yang terlihat adalah underweight sesuai dengan status gizi yang dihitung
melalui perhitungan antropometri, sedangkan kenampakan lain seperti wajah, kulit, mental,
rambut, mata, leher, dan otot tidak menunjukkan adanya kelainan. Kecukupan asupan
makan, dan pada akhirnya asupan gizi anak tidak hanya tergantung pada ketersediaan
makanan, tetapi juga pada faktor-faktor lain, seperti budaya, lingkungan, dan interaksi social
(Almatsier,2005).
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan asupan zat gizi balita melalui metode food
recall 24 jam. Dari data yang diperoleh, asupan zat gizi balita adalah sebesar 898,2 kkal.
Sedangkan menurut perhitungan dengan software nutrisurvei, kebutuhan gizinya adalah
1792,5 kkal. Jika dibandingkan, maka asupan makanan balita sehari sebelum wawancara
dilakukan, belum mencukupi kebutuhannya. Jika hal tersebut terjadi setiap hari, maka hal ini
yang menyebabkan balita kurus, pendek, dan mengalami gizi buruk.
Metode food recall 24 jam yang valid adalah food recall 24 jam yang komplit dan akurat
untuk semua makanan yang dikonsumsi pada hari khusus (Barbara and Black, 2003).
Namun, metode food recall 24 jam memiliki keterbatasan dimana keberhasilan metode
ingatan 24 jam ini tergantung pada daya ingat subjek, kemampuan responden memberikan
perkiraan ukuran/porsi yang akurat, tingkat motivasi responden, dan keuletan dan
kesabaran pewawancara dan metode ini tidak cocok untuk menilai kebiasaan asupan
pangan/ gizi individu (Siagian, 2010). Dalam pelaksanaan recall dapat terjadi flat slope, yaitu
responden bisa memperkirakan secara berlebihan asupan yang rendah, dan memperkirakan
terlalu rendah asupan yang tinggi, yang dilakukan untuk memberi kesan menjalani “diet
yang benar” (Almatsier, 2005).
Komponen pemeriksaan selanjutnya adalah food frequency kuantitatif (FFQ). Dari hasil
wawancara kepada ibu responden, dapat disimpulkan bahwa asupan zat gizi balita
terbanyak diperoleh dari nasi dan makanan jajanan. Makanan seperti sayur dan buah juga
tidak terlalu sering dikonsumsi per hari. Hal ini yang mungkin menyebabkan balita
mengalami gizi buruk.
Komponen penilaian status gizi yang terakhir adalah kuesioner mengenai kebiasaan
makan balita, sikap terhadap gizi, riwayat kesehatan, dan keterlibatan dalam kegiatan
posyandu. Dari data pada kuesioner pertama yaitu tentang pola asuhan makan, didapatkan
hasil bahwa ibu memberikan ASI eksklusif hingga anak berumur 2 tahun dengan alasan
bahwa ia tidak tega menyapih anaknya pada usia yang lebih awal. Dan ia tidak memberikan
makanan pendamping ASI karena ketidaksukaan anaknya terhadap makanan tambahan
tersebut. Namun ia mengerti pentingnya sarapan pagi dan pola makan yang sehat untuk
pertumbuhan anaknya, hal itu terlihat pada tindakannya untukmengawasi porsi makan dan
konsumsi makan anaknya.
Kuesioner yang kedua yaitu mengenai sikap terhadap gizi. Hasil dari wawancara
mengenai sikap ibu terhadap gizi adalah ibu mengerti salah satu cara untuk mengetahui
kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan cara menimbangnya dan sebaiknya
dicatat pada Kartu Menuju Sehat, ibu mengerti akan pentingnya kolostrum bagi kekebalan
anak. Akan tetapi ibu responden sependapat dengan pernyataan yang menyatakan bahwa
jika hasil penimbangan berat badan BB balita selama 2 bulan tetap maka bayi dalam
keadaan sehat, dan ibu terlihat ragu-ragu ketika dibacakan pernyataan bahwa PMT ASI
sebaiknya diberikan pada balita berusia 6 bulan, dan bahwa sayuran hijau perlu dihidangkan
sehari-hari karena mengandung vitamin A. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
pengetahuan ibu yang kurang. Hal tersebut mempengaruhi asupan makan dan kesehatan
anak.
Dari data-data yang telah dijabarkan diatas, didapatkan hasil bahwa status gizi
responden yang rendah tidak hanya dipengaruhi oleh asupan makanan yang kurang dari
kebutuhan, tetapi juga dari intensitas responden mengkonsumsi makanan bergizi yang
jarang, dan pola asuhan orang tua yang salah. Anak-anak juga biasanya akan menyukai
makanan dari makanan yang dikonsumsi orang tuanya, dimana makanan yang disukai
orang tuanya akan diberikan kepada anak mereka. Kebiasaan makan inilah akan
menyebabkan kesukaan terhadap makanan. Tetapi kesukaan yang berlebihan pada suatu
jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan yang mengakibatkan
kurang bervariasinya makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat
gizi yang diperlukan (Suhardjo, 2003). Tingkat pengetahuan gizi seseorang juga besar
pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang
selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Tingkat
pengetahuan gizi yang cukup sangat dibutuhkan bagi ibu-ibu yang ingin mengasuh anaknya
secara sehat dan bergizi cukup.
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil pengukuran antropometri responden balita adalah BB 12,8 kg, TB 90 cm, dan
IMT 15,8. Interpretasi dari indeks gabungan didapatkan balita tersebut berstatus gizi
kurang.
2. Dari pengamatan menggunakan metode recall 24, hasil total asupan gizi respoden
sebesar 898,2 kalori, dimana seharusnya jika dibandingkan dengan AKG 2004 yaitu
1792,5 kalori.
3. Pada metode pengukuran FFQ didapatkan keberagaman asupan konsumsi makan
dalam keluarga responden, dimana sudah mengkonsumsi karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral.
SARAN
Almatsier,S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Barbara, M. & Black, A. 2003. Markers Of Validity Of Reported Energy Intake, The
American Society For Nutritional Sciences. J. Nutr, Vol.133, 895s-920s.
Dep. Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Pedoman Tata Laksana KEP
Pada Anak di RS Kabupaten/Kodya. Departemen Gizi Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta.
WHO Anthro
BB/U:
TB/U:
BB/TB:
Nutrisurvei:
==================================================================
===
HASIL PERHITUNGAN DIET
==================================================================
===
Nama Makanan Jumlah energy carbohydr.
___________________________________________________________________________
___
Meal analysis: energy 898,2 kcal (100 %), carbohydrate 113,2 g (100 %)
==================================================================
===
HASIL PERHITUNGAN
==================================================================
===
Zat Gizi hasil analisis rekomendasi persentase
nilai nilai/hari pemenuhan
___________________________________________________________________________
___
energy 898,2 kcal 1792,5 kcal 50 %
water 0,0 g - -
protein 21,1 g(9%) 24,0 g(12 %) 88 %
fat 43,0 g - -
carbohydr. 113,2 g - -
dietary fiber 8,7 g - -
alcohol 0,0 g - -
PUFA 3,4 g - -
cholesterol 0,0 mg - -
Vit. A 158,4 µg 500,0 µg 32 %
carotene 0,0 mg - -
Vit. E 0,0 mg - -
Vit. B1 0,2 mg 0,9 mg 24 %
Vit. B2 0,2 mg 1,1 mg 20 %
Vit. B6 0,5 mg 1,1 mg 46 %
folic acid eq. 0,0 µg 75,0 µg 0%
Vit. C 14,4 mg 45,0 mg 32 %
sodium 63,2 mg - -
potassium 788,8 mg - -
calcium 222,4 mg 800,0 mg 28 %
magnesium 137,3 mg 120,0 mg 114 %
phosphorus 342,5 mg 800,0 mg 43 %
iron 5,4 mg 10,0 mg 54 %
zinc 3,2 mg 10,0 mg 32 %