Disusun oleh:
Bimo Wicaksono
11920015
Kelompok 4
Asisten:
Qonita Qurrotu’aini (11919014)
Haniifah Najmah P.R. (11919023)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
terhadap lingkungan dan mendukung program penghijauan serta konservasi sumber
daya alam yang ada di Indonesia.
1.2.Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Menentukan kadar ekstraktif kayu mahoni dan akasia.
2. Menentukan metode yang lebih efektif untuk mengekstraksi kadar ekstraktif
kayu mahoni dan akasia.
1.3. Hipotesis
Hipotesis sementara yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah :
1. Kadar ekstraktif kayu mahoni akan lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
akasia. Kadar tanin pada kayu mahoni dapat mencapai 26,17%, sementara
pada kayu akasia hanya sekitar 12,3%
2. Metode perebusan akan lebih efektif dalam mengekstraksi kadar ekstraktif
kayu mahoni dan akasia dibandingkan dengan metode lainnya, karena
perebusan dapat mempercepat pelepasan senyawa ekstraktif dari kayu dalam
waktu yang relatif singkat dan dengan menggunakan air sebagai pelarut yang
mudah didapatkan dan ramah lingkungan.
4
BAB II
TEORI DASAR
1. Akar: Akar tumbuhan seperti ginseng, rimpang jahe, rimpang kunyit, dan akar
alang-alang mengandung zat ekstraktif yang dapat digunakan untuk pengobatan
dan pembuatan obat.
2. Batang: Batang pohon kayu manis, kulit kayu manis, dan batang tumbuhan
berbunga seperti kembang sepatu dan rosella mengandung zat ekstraktif yang
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman dan obat-obatan.
5
3. Daun: Daun teh, daun kopi, daun sirsak, dan daun teh hijau mengandung zat
ekstraktif yang digunakan untuk pembuatan minuman.
4. Bunga: Bunga mawar, bunga kamboja, bunga melati, dan bunga cengkeh
mengandung zat ekstraktif yang digunakan untuk pembuatan minyak wangi dan
parfum.
5. Biji: Biji kopi, biji anggur, dan biji pala mengandung zat ekstraktif yang
digunakan untuk pembuatan minuman dan rempah-rempah.
6. Kulit buah: Kulit buah delima, kulit buah anggur, dan kulit buah manggis
mengandung zat ekstraktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan minuman dan obat-obatan.
7. Buah: Buah-buahan seperti jeruk, lemon, dan lime mengandung zat ekstraktif
yang digunakan untuk membuat minuman segar dan aroma.
2.3.Kayu Akasia
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Genus: Acacia
Spesies: Acacia mangium
Kayu akasia memiliki warna yang bervariasi, mulai dari putih kekuningan hingga
coklat kehitaman. Serat kayu akasia lurus dan umumnya memiliki tekstur halus. Kayu
6
akasia memiliki kepadatan sedang hingga berat, dengan berat jenis antara 0,6 - 1,1
g/cm³. Selain itu, kayu akasia juga memiliki sifat yang tahan terhadap serangan jamur
dan serangga. Kayu akasia mengandung senyawa fenolik yang disebut tanin, yaitu
senyawa yang berperan sebagai bahan pengawet alami, bahan penyamak kulit, dan
bahan pewarna tekstil. Tanin yang terkandung dalam kayu akasia telah digunakan
secara luas di berbagai industri, seperti industri kertas, farmasi, dan kosmetik. Selain
itu, kayu akasia juga digunakan sebagai bahan baku untuk produksi arang dan kayu
bakar. Oleh karena itu, kayu akasia memiliki nilai ekonomi yang penting sebagai bahan
ekstraktif untuk tanin dan produk turunannya (Pujirahayu et al, 2015).
7
membuatnya cocok digunakan sebagai bahan baku dalam industri penyamakan kulit
(Eksani & Utamaningrat, 2019).
1. Persiapan bahan baku: Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang mengandung zat
ekstraktif dipilih dan dipersiapkan. Bahan baku yang akan digunakan harus
diidentifikasi dan diklasifikasikan dengan baik untuk mendapatkan hasil
ekstraksi yang optimal.
3. Ekstraksi: Bahan baku yang telah dihancurkan ditempatkan dalam pelarut yang
sesuai dan kemudian dipanaskan atau dikocok selama beberapa waktu dengan
tujuan melarutkan zat ekstraktif. Metode ekstraksi yang digunakan dapat
berbeda-beda tergantung pada jenis bahan baku, jenis pelarut, suhu, tekanan,
dan waktu ekstraksi yang dibutuhkan.
5. Pemurnian dan Konsentrasi: Setelah proses filtrasi selesai, zat ekstraktif dapat
dipurnakan dan dikonsentrasikan dengan menggunakan metode seperti
8
evaporasi atau penyemprotan. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan zat-
zat yang tidak diinginkan seperti pigmen, senyawa fenolik, dan flavonoid.
Sedangkan konsentrasi bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi zat
ekstraktif.
2. Pemisahan senyawa aktif dari bahan baku: Dalam proses ekstraksi, senyawa
aktif dapat dipisahkan dari bahan baku yang tidak digunakan sehingga
memudahkan dalam pengolahan.
3. Pengambilan senyawa yang sulit larut: Beberapa senyawa aktif sulit larut
dalam pelarut sehingga proses ekstraksi menjadi solusi alternatif untuk
mengambil senyawa aktif tersebut.
Meskipun tahapan pengambilan zat ekstraktif dapat menghasilkan zat ekstraktif yang
lebih murni dan berkualitas, tetapi terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan dari
metode ini, di antaranya adalah:
1. Biaya yang mahal: Penggunaan bahan kimia dan peralatan yang kompleks
membuat biaya untuk melakukan tahapan pengambilan zat ekstraktif lebih
mahal dibandingkan dengan metode pengambilan zat dari bahan alami lainnya.
9
3. Memerlukan waktu yang lama: Beberapa tahapan dalam pengambilan zat
ekstraktif memerlukan waktu yang cukup lama, misalnya tahapan pemanasan
pada oven, sehingga memerlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama untuk
menyelesaikan proses pengambilan zat ekstraktif.
Ekstraksi kayu dilakukan untuk mengambil senyawa ekstraktif dari kayu seperti lignin,
tanin, dan flavonoid. Beberapa metode ekstraksi kadar ekstraktif kayu yang umum
digunakan antara lain:
10
fase, yaitu fase organik dan fase air. Senyawa ekstraktif akan terlarut dalam fase
organik sedangkan senyawa lain seperti air dan garam akan terlarut dalam fase air. Oleh
karena itu, dengan menggunakan pelarut organik yang cocok, senyawa ekstraktif dapat
diekstraksi dari campuran cairan.
11
2.6. faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu
Kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
antaranya:
1. Jenis kayu: Jenis kayu yang diekstraksi dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas kadar ekstraktif yang dihasilkan. Misalnya, kayu yang mengandung
banyak zat warna atau lignin cenderung menghasilkan ekstrak yang lebih
banyak daripada kayu yang lebih ringan.
2. Ukuran partikel kayu: Ukuran partikel kayu yang digunakan dalam proses
ekstraksi juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif.
Ukuran partikel yang lebih kecil cenderung menghasilkan ekstrak yang lebih
banyak dan berkualitas.
3. Suhu dan waktu ekstraksi: Suhu dan waktu ekstraksi juga berpengaruh pada
kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu. Suhu dan waktu yang tepat dapat
meningkatkan rendemen ekstrak dan mempertahankan kualitasnya.
12
6. Tingkat keasaman: Tingkat keasaman juga mempengaruhi kualitas dan
kuantitas kadar ekstraktif kayu. Beberapa senyawa ekstraktif mungkin lebih
mudah diekstraksi pada pH tertentu, sementara yang lainnya membutuhkan pH
yang berbeda (Hutabarat et al, 2019).
13
BAB III
METODOLOGI
Di mana, BGE merupakan berat padatan zat ekstraktif beserta gelas (gr), BG
merupakan berat gelas (gr), dan BS merupakan berat serbuk (gr)
14
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Jenis Kayu Berat serbuk (g) Berat padatan ekstraktif (g) Kadar ekstraktif kayu (%)
Akasia 2 0.4 20
Mahoni 2 0.635 31.75
4.2.Pembahasan
Dari data di atas, terlihat bahwa kayu mahoni memiliki kadar ekstraktif yang
lebih tinggi (31.75%) dibandingkan dengan kayu akasia (20%). Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah sifat-sifat bahan itu sendiri,
jenis bahan yang diekstraksi, dan efek dari proses ekstraksi yang dilakukan. Sifat-
sifat bahan tersebut mencakup sifat kimia dan fisika dari bahan seperti kandungan
senyawa kimia tertentu yang terdapat pada kayu tersebut, kekerasan dan kepadatan
kayu, serta tekstur dan warnanya. Kadar ekstraktif kayu dipengaruhi oleh
kandungan senyawa kimia seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Selain itu,
faktor lain yang mempengaruhi kadar ekstraktif adalah jenis pelarut yang
digunakan dan metode ekstraksi. Dalam praktikum ini, metode yang digunakan
adalah metode perebusan. Metode ini dianggap kurang efektif dibandingkan
dengan metode solvent extraction karena pelarut yang digunakan dalam metode
perebusan (air) tidak dapat mengekstraksi senyawa-senyawa tertentu yang terdapat
dalam kayu. Sebagai perbandingan, metode solvent extraction menggunakan
pelarut organik seperti etanol atau metanol yang lebih efektif dalam mengekstraksi
senyawa-senyawa tersebut (Nawawi & Widyani, 2022).
Untuk mengekstraksi zat ekstraktif seperti tanin dari bahan tanaman, metode
ekstraksi yang paling umum digunakan adalah solvent extraction. Solvent
extraction melibatkan penggunaan pelarut organik untuk melarutkan senyawa-
15
senyawa tertentu dari bahan tanaman. Senyawa-senyawa ini kemudian dapat
dipisahkan dari pelarut menggunakan evaporasi atau distilasi. Tanin adalah
senyawa polifenolik kompleks yang terdiri dari beberapa struktur molekul yang
berbeda, sehingga tergolong dalam kelompok senyawa yang sulit dilarutkan dalam
air dan pelarut polar seperti metanol. Sebaliknya, senyawa ini mudah larut dalam
pelarut non-polar seperti etil asetat dan kloroform. Oleh karena itu, pelarut non-
polar seperti etil asetat dan kloroform sering digunakan dalam solvent extraction
untuk mengekstraksi tanin dari bahan tanaman (Li et al, 2019).
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa kayu mahoni
memiliki kadar ekstraktif yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
akasia. Rata-rata kadar ekstraktif kayu mahoni adalah 31,75%, sedangkan
rata-rata kadar ekstraktif kayu akasia adalah -1,25%. Hasil yang negatif pada
kayu akasia mungkin disebabkan oleh berbagai faktor seperti sifat-sifat
bahan, jenis bahan yang diekstraksi, dan efek dari proses ekstraksi yang
dilakukan.
2. Berdasarkan hasil praktikum, metode paling efektif untuk mengekstraksi
kadar ekstraktif kayu mahoni dan akasia adalah solvent extraction
menggunakan pelarut organik seperti etanol atau metanol. Metode ini
menghasilkan kadar ekstraktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode perebusan. Dalam praktikum ini, metode perebusan hanya
menghasilkan kadar ekstraktif yang rendah, terutama pada kayu akasia yang
bahkan menghasilkan hasil negatif. Oleh karena itu, metode solvent
extraction dapat digunakan sebagai metode yang lebih efektif untuk
mengekstraksi kadar ekstraktif dari kayu mahoni dan akasia.
5.2. Saran
Saran adalah pada saat praktikum kita melakukan dua jenis ekstraksi agar
mengetahui secara real hasil ekstraksi dan bisa menentukan hasil ekstraksi secara
faktual
17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (2020) Produksi Kayu M3. Diakses pada tanggal 25-03-2023 dari
Badan Pusat Statistik (bps.go.id)
Hutabarat, F. V., Diba, F., & Sisillia, L. (2019). Daya Hambat Ekstrak Kulit Jati
(Tectona grandis Linn F) terhadap Pertumbuhan Jamur Pelapuk Kayu
Schizophyllum commune Fries. Jurnal Hutan Lestari, 7(3).
Jalaluddin, J., Ishak, I., & Rosmayuni, R. (2017). Efektifitas inhibitor ekstrak tanin
kulit kayu akasia (Acacia Mangium) terhadap laju korosi baja lunak (ST. 37)
dalam media asam klorida. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 4(1), 89-99.
Li, P., Sakuragi, K., & Makino, H. (2019). Extraction techniques in sustainable biofuel
production: A concise review. Fuel Processing Technology, 193, 295-303.
Nawawi, D. S., & Widyani, M. (2010). Kajian sifat anatomi dan kimia kayu kaitannya
dengan sifat akustik kayu. Bionatura, 12(3).
Pujirahayu, N., Uslinawaty, Z., & Hadjar, N. (2015). Pemanfaatan Tanin Kulit Kayu
Akasia Untuk Pengawetan Jati Putih (Gmelina arborea) Terhadap Rayap Tanah
(Coptotermes curvignathus holmgren). Jurnal Ecogreen, 1(1), 29-36.
18
LAMPIRAN
19
20
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
21
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
22
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
23