Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PP4203 PENGOLAHAN PASCAPANEN HASIL HUTAN BUKAN KAYU


Ekstraksi Kayu Mahoni dan Akasia
Tanggal Praktikum : Senin, 13 Maret 2023
Tanggal Pengumpulan : Minggu, 25 Maret 2023

Disusun oleh:
Bimo Wicaksono
11920015
Kelompok 4

Asisten:
Qonita Qurrotu’aini (11919014)
Haniifah Najmah P.R. (11919023)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang........................................................................................................... 3
1.2. Tujuan ....................................................................................................................... 4
1.3. Hipotesis.................................................................................................................... 4
BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 5
2.1. Zat ekstraktif ............................................................................................................. 5
2.2. Bagian tumbuhan yang mengandung kandungan esktraktif .................................... 5
2.3. Kayu Akasia ............................................................................................................... 6
2.4. Kayu Mahoni ............................................................................................................. 7
2.5. Tahapan ekstraksi zat ekstraktif beserta kekurangan dan kelebihannya ................. 8
2.6. Metode ekstraksi kadar ekstraktif kayu .................................................................. 10
2.6. faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu.............. 12
BAB III METODOLOGI ......................................................................................... 14
3.1. Alat dan Bahan ........................................................................................................ 14
3.2. Metode.................................................................................................................... 14
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................... 15
4.1. Hasil pengamatan ................................................................................................... 15
4.2. Pembahasan ............................................................................................................ 15
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 17
5.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 17
5.2. Saran ....................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN ................................................................ 21
LAMPIRAN B PERHITUNGAN ............................................................................ 22
LAMPIRAN C DOKUMENTASI ........................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu produsen kayu terbesar di dunia dengan total
ekspor kayu dan produk kayu mencapai sekitar 10,64 juta ton pada tahun 2020, yang
menghasilkan pendapatan sebesar USD 8,57 miliar. Kayu mahoni dan akasia
merupakan dua jenis kayu yang memiliki permintaan tinggi di pasar global, baik untuk
keperluan konstruksi, perabotan rumah tangga, hingga industri kertas dan pulp.
Namun, proses ekstraksi kayu yang tidak tepat dapat memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan dan keberlangsungan sumber daya kayu, seperti erosi tanah dan
hilangnya habitat satwa liar di hutan.
Pada dasarnya, ekstraksi kayu adalah proses pengambilan senyawa kimia tertentu
yang terkandung dalam kayu, seperti lignin, tanin, dan resin. Proses ekstraksi dapat
dilakukan dengan berbagai metode, seperti menggunakan pelarut organik, air panas,
uap, atau campuran dari beberapa metode tersebut. Ekstraksi kayu mahoni dan akasia
umumnya dilakukan untuk mengambil senyawa tanin yang terkandung dalam kayu,
yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti bahan pewarna alami, pengawetan
kayu, dan pengolahan kulit. Namun, teknik ekstraksi yang tidak baik dapat
menyebabkan kerusakan pada sumber daya kayu dan lingkungan (Jallaludin et al,
2017).
Oleh karena itu, praktik ekstraksi kayu mahoni dan akasia merupakan topik yang
penting untuk dipraktikumkan dalam rangka meningkatkan kualitas dan nilai jual kayu
Indonesia di pasar global, serta membantu mengurangi dampak negatif illegal logging
dan penebangan liar terhadap keberlanjutan sumber daya kayu. Dengan mempelajari
dan mempraktikkan teknik ekstraksi yang baik dan berkelanjutan, diharapkan dapat
memberikan manfaat positif bagi industri kayu Indonesia dan mendorong
keberlanjutan sumber daya kayu yang lebih baik di masa depan. Selain itu, praktik
ekstraksi kayu yang baik juga dapat membantu meminimalkan dampak negatif

3
terhadap lingkungan dan mendukung program penghijauan serta konservasi sumber
daya alam yang ada di Indonesia.
1.2.Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Menentukan kadar ekstraktif kayu mahoni dan akasia.
2. Menentukan metode yang lebih efektif untuk mengekstraksi kadar ekstraktif
kayu mahoni dan akasia.
1.3. Hipotesis
Hipotesis sementara yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah :
1. Kadar ekstraktif kayu mahoni akan lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
akasia. Kadar tanin pada kayu mahoni dapat mencapai 26,17%, sementara
pada kayu akasia hanya sekitar 12,3%
2. Metode perebusan akan lebih efektif dalam mengekstraksi kadar ekstraktif
kayu mahoni dan akasia dibandingkan dengan metode lainnya, karena
perebusan dapat mempercepat pelepasan senyawa ekstraktif dari kayu dalam
waktu yang relatif singkat dan dengan menggunakan air sebagai pelarut yang
mudah didapatkan dan ramah lingkungan.

4
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Zat ekstraktif


Zat ekstraktif adalah senyawa kimia yang diekstraksi dari bahan alami seperti
tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme, dengan menggunakan pelarut seperti air,
etanol, atau pelarut organik lainnya. Zat ekstraktif umumnya terdiri dari senyawa-
senyawa yang memiliki sifat bioaktif atau farmakologis, seperti alkaloid, flavonoid,
terpenoid, dan lain-lain. Zat ekstraktif dapat diperoleh dengan berbagai teknik
ekstraksi, seperti ekstraksi berturut-turut, ekstraksi cair-cair, ekstraksi padat-cair, dan
ekstraksi superkritis. Setelah diekstraksi, zat ekstraktif biasanya mengalami proses
pemurnian atau fraksinasi untuk memisahkan komponen-komponennya yang lebih
murni. Zat ekstraktif memiliki banyak potensi pemanfaatan dalam berbagai bidang,
seperti farmasi, kosmetik, makanan, dan industri kimia. Beberapa zat ekstraktif dikenal
karena sifat-sifatnya yang antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, analgesik, dan
antitumor, sehingga banyak digunakan dalam pengobatan atau kesehatan. Selain itu,
zat ekstraktif juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis senyawa kimia
yang lebih kompleks.
2.2. Bagian tumbuhan yang mengandung kandungan esktraktif
Zat ekstraktif dapat ditemukan pada berbagai bagian tumbuhan, termasuk akar, batang,
daun, bunga, biji, kulit buah, dan buah. Beberapa contoh tumbuhan yang memiliki
bagian-bagian tersebut yang mengandung zat ekstraktif adalah sebagai berikut:

1. Akar: Akar tumbuhan seperti ginseng, rimpang jahe, rimpang kunyit, dan akar
alang-alang mengandung zat ekstraktif yang dapat digunakan untuk pengobatan
dan pembuatan obat.

2. Batang: Batang pohon kayu manis, kulit kayu manis, dan batang tumbuhan
berbunga seperti kembang sepatu dan rosella mengandung zat ekstraktif yang
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman dan obat-obatan.

5
3. Daun: Daun teh, daun kopi, daun sirsak, dan daun teh hijau mengandung zat
ekstraktif yang digunakan untuk pembuatan minuman.

4. Bunga: Bunga mawar, bunga kamboja, bunga melati, dan bunga cengkeh
mengandung zat ekstraktif yang digunakan untuk pembuatan minyak wangi dan
parfum.

5. Biji: Biji kopi, biji anggur, dan biji pala mengandung zat ekstraktif yang
digunakan untuk pembuatan minuman dan rempah-rempah.

6. Kulit buah: Kulit buah delima, kulit buah anggur, dan kulit buah manggis
mengandung zat ekstraktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan minuman dan obat-obatan.

7. Buah: Buah-buahan seperti jeruk, lemon, dan lime mengandung zat ekstraktif
yang digunakan untuk membuat minuman segar dan aroma.

2.3.Kayu Akasia
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Genus: Acacia
Spesies: Acacia mangium

Kayu akasia memiliki warna yang bervariasi, mulai dari putih kekuningan hingga
coklat kehitaman. Serat kayu akasia lurus dan umumnya memiliki tekstur halus. Kayu

6
akasia memiliki kepadatan sedang hingga berat, dengan berat jenis antara 0,6 - 1,1
g/cm³. Selain itu, kayu akasia juga memiliki sifat yang tahan terhadap serangan jamur
dan serangga. Kayu akasia mengandung senyawa fenolik yang disebut tanin, yaitu
senyawa yang berperan sebagai bahan pengawet alami, bahan penyamak kulit, dan
bahan pewarna tekstil. Tanin yang terkandung dalam kayu akasia telah digunakan
secara luas di berbagai industri, seperti industri kertas, farmasi, dan kosmetik. Selain
itu, kayu akasia juga digunakan sebagai bahan baku untuk produksi arang dan kayu
bakar. Oleh karena itu, kayu akasia memiliki nilai ekonomi yang penting sebagai bahan
ekstraktif untuk tanin dan produk turunannya (Pujirahayu et al, 2015).

2.4. Kayu Mahoni


Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Meliaceae
Genus: Swietenia
Spesies: Swietenia mahagoni
Kayu mahoni memiliki warna coklat kemerahan dengan serat lurus dan butir
kayu yang halus. Kepadatan kayu mahoni termasuk sedang hingga berat, yaitu sekitar
500-800 kg/m3. Serat kayu mahoni terasa halus dan permukaannya halus, sehingga
mudah untuk diproses. Selain itu, kayu mahoni juga tahan terhadap serangan rayap dan
bahan kimia, sehingga sering digunakan sebagai bahan bangunan dan perabotan rumah
tangga. Kayu mahoni mengandung senyawa aktif seperti tanin dan fenolik yang dapat
diekstraksi dan digunakan dalam berbagai aplikasi. Salah satu manfaat utama kayu
mahoni sebagai bahan ekstraktif adalah sebagai sumber bahan baku pembuatan
pewarna alami. Ekstrak kayu mahoni juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet
alami dalam industri makanan dan minuman. Selain itu, ekstrak kayu mahoni juga
digunakan sebagai bahan aktif dalam obat tradisional untuk mengobati berbagai
penyakit seperti demam dan diare. Kandungan tanin dalam kayu mahoni juga

7
membuatnya cocok digunakan sebagai bahan baku dalam industri penyamakan kulit
(Eksani & Utamaningrat, 2019).

2.5.Tahapan ekstraksi zat ekstraktif beserta kekurangan dan kelebihannya


Pengambilan zat ekstraktif dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti ekstraksi
maserasi, ekstraksi soklet, dan ekstraksi menggunakan alat berbasis gelombang mikro.
Umumnya, tahapan pengambilan zat ekstraktif meliputi:

1. Persiapan bahan baku: Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang mengandung zat
ekstraktif dipilih dan dipersiapkan. Bahan baku yang akan digunakan harus
diidentifikasi dan diklasifikasikan dengan baik untuk mendapatkan hasil
ekstraksi yang optimal.

2. Penghancuran bahan baku: Bahan baku yang telah dipersiapkan dihancurkan


menjadi ukuran kecil dengan tujuan memperbesar permukaan kontak dengan
pelarut dan memudahkan proses ekstraksi.

3. Ekstraksi: Bahan baku yang telah dihancurkan ditempatkan dalam pelarut yang
sesuai dan kemudian dipanaskan atau dikocok selama beberapa waktu dengan
tujuan melarutkan zat ekstraktif. Metode ekstraksi yang digunakan dapat
berbeda-beda tergantung pada jenis bahan baku, jenis pelarut, suhu, tekanan,
dan waktu ekstraksi yang dibutuhkan.

4. Filtrasi: Setelah proses ekstraksi selesai, campuran yang dihasilkan harus


difiltrasi untuk memisahkan zat ekstraktif dari bahan-bahan lain yang tidak
diinginkan seperti serat, selulosa, dan senyawa lain yang tidak larut dalam
pelarut.

5. Pemurnian dan Konsentrasi: Setelah proses filtrasi selesai, zat ekstraktif dapat
dipurnakan dan dikonsentrasikan dengan menggunakan metode seperti

8
evaporasi atau penyemprotan. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan zat-
zat yang tidak diinginkan seperti pigmen, senyawa fenolik, dan flavonoid.
Sedangkan konsentrasi bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi zat
ekstraktif.

Kelebihan dari pengambilan zat ekstraktif adalah:

1. Mampu mengambil senyawa aktif dalam jumlah besar: Pengambilan zat


ekstraktif dapat menghasilkan senyawa aktif dalam jumlah besar sehingga
dapat digunakan untuk produksi massal.

2. Pemisahan senyawa aktif dari bahan baku: Dalam proses ekstraksi, senyawa
aktif dapat dipisahkan dari bahan baku yang tidak digunakan sehingga
memudahkan dalam pengolahan.

3. Pengambilan senyawa yang sulit larut: Beberapa senyawa aktif sulit larut
dalam pelarut sehingga proses ekstraksi menjadi solusi alternatif untuk
mengambil senyawa aktif tersebut.

Meskipun tahapan pengambilan zat ekstraktif dapat menghasilkan zat ekstraktif yang
lebih murni dan berkualitas, tetapi terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan dari
metode ini, di antaranya adalah:

1. Biaya yang mahal: Penggunaan bahan kimia dan peralatan yang kompleks
membuat biaya untuk melakukan tahapan pengambilan zat ekstraktif lebih
mahal dibandingkan dengan metode pengambilan zat dari bahan alami lainnya.

2. Proses yang kompleks: Tahapan pengambilan zat ekstraktif memerlukan


beberapa tahapan yang cukup kompleks dan rumit, sehingga memerlukan
keahlian dan pengetahuan yang memadai dalam pengolahan bahan kimia.

9
3. Memerlukan waktu yang lama: Beberapa tahapan dalam pengambilan zat
ekstraktif memerlukan waktu yang cukup lama, misalnya tahapan pemanasan
pada oven, sehingga memerlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama untuk
menyelesaikan proses pengambilan zat ekstraktif.

4. Risiko keselamatan: Beberapa tahapan dalam pengambilan zat ekstraktif


melibatkan bahan kimia yang berbahaya, sehingga perlu dilakukan dengan hati-
hati dan memperhatikan aspek keselamatan agar tidak terjadi kecelakaan atau
bahaya bagi pengguna dan lingkungan sekitar.

2.6.Metode ekstraksi kadar ekstraktif kayu

Ekstraksi kayu dilakukan untuk mengambil senyawa ekstraktif dari kayu seperti lignin,
tanin, dan flavonoid. Beberapa metode ekstraksi kadar ekstraktif kayu yang umum
digunakan antara lain:

1. Ekstraksi Padat-Cair (Solid-Liquid Extraction)


Metode ekstraksi padat-cair dilakukan dengan mengekstrak senyawa dari padatan
dengan menggunakan cairan pelarut tertentu seperti air, etanol, atau aseton. Proses
ekstraksi ini melibatkan dua tahap, yaitu penyiapan sampel dan ekstraksi. Pada tahap
penyiapan, kayu dihancurkan dan diayak untuk memperoleh serbuk kayu yang
seragam. Kemudian serbuk kayu dicampur dengan cairan pelarut dan diekstraksi pada
suhu dan tekanan tertentu. Setelah itu, ekstrak dihasilkan dengan memisahkan cairan
pelarut dari padatan.

2. Ekstraksi Cair-Cair (Liquid-Liquid Extraction)


Metode ekstraksi cair-cair digunakan untuk mengambil senyawa ekstraktif dari cairan
lain dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi cair-cair melibatkan dua

10
fase, yaitu fase organik dan fase air. Senyawa ekstraktif akan terlarut dalam fase
organik sedangkan senyawa lain seperti air dan garam akan terlarut dalam fase air. Oleh
karena itu, dengan menggunakan pelarut organik yang cocok, senyawa ekstraktif dapat
diekstraksi dari campuran cairan.

3. Ekstraksi Superkritikal (Supercritical Fluid Extraction)


Metode ekstraksi superkritikal dilakukan dengan menggunakan fluida superkritikal
yang memiliki sifat antara gas dan cairan. Pada suhu dan tekanan tertentu, fluida
superkritikal memiliki sifat yang dapat mengekstraksi senyawa ekstraktif dengan
efektif. Metode ini dianggap lebih efektif dalam menghasilkan ekstrak yang bersih
karena tidak memerlukan pelarut organik yang berbahaya bagi lingkungan.

4. Ekstraksi Mikrogelombang (Microwave-assisted Extraction)


Metode ekstraksi mikrogelombang melibatkan penggunaan gelombang mikro untuk
mempercepat proses ekstraksi. Kayu dicampur dengan cairan pelarut dan kemudian
dipanaskan dengan menggunakan gelombang mikro. Dalam waktu singkat, senyawa
ekstraktif akan diekstraksi dari kayu dan dihasilkan ekstrak yang siap dipisahkan dari
cairan pelarut.

5. Ekstraksi Ultrasonik (Ultrasonic Extraction)


Metode ekstraksi ultrasonik dilakukan dengan memanfaatkan gelombang suara yang
berfrekuensi tinggi untuk memecah selulosa pada kayu dan mempercepat proses
ekstraksi. Kayu dicampur dengan cairan pelarut dan kemudian ditempatkan dalam
tangki yang dilengkapi dengan ultrasonik transducer. Pada saat transducer diaktifkan,
gelombang suara akan membantu senyawa ekstraktif terlepas dari kayu dan terlarut
dalam cairan pelarut (Safitri et al, 2018).

11
2.6. faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu
Kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
antaranya:

1. Jenis kayu: Jenis kayu yang diekstraksi dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas kadar ekstraktif yang dihasilkan. Misalnya, kayu yang mengandung
banyak zat warna atau lignin cenderung menghasilkan ekstrak yang lebih
banyak daripada kayu yang lebih ringan.

2. Ukuran partikel kayu: Ukuran partikel kayu yang digunakan dalam proses
ekstraksi juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif.
Ukuran partikel yang lebih kecil cenderung menghasilkan ekstrak yang lebih
banyak dan berkualitas.

3. Suhu dan waktu ekstraksi: Suhu dan waktu ekstraksi juga berpengaruh pada
kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu. Suhu dan waktu yang tepat dapat
meningkatkan rendemen ekstrak dan mempertahankan kualitasnya.

4. Jenis pelarut: Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat


mempengaruhi kualitas dan kuantitas kadar ekstraktif kayu. Beberapa pelarut
mungkin lebih cocok untuk mengeluarkan komponen tertentu dari kayu,
sementara pelarut lainnya dapat merusak kandungan senyawa aktif dalam kayu.

5. Metode ekstraksi: Berbagai metode ekstraksi seperti maserasi, soklet, ekstraksi


bertekanan tinggi, dan ekstraksi superkritikal dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas kadar ekstraktif kayu. Setiap metode memiliki kelebihan dan
kekurangan yang harus dipertimbangkan tergantung pada jenis kayu yang
digunakan dan tujuan ekstraksi.

12
6. Tingkat keasaman: Tingkat keasaman juga mempengaruhi kualitas dan
kuantitas kadar ekstraktif kayu. Beberapa senyawa ekstraktif mungkin lebih
mudah diekstraksi pada pH tertentu, sementara yang lainnya membutuhkan pH
yang berbeda (Hutabarat et al, 2019).

13
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah air, corong, gelas beaker 250 ml,
hot plate, kertas saring, dan oven
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah serbuk kayu atau kulit kayu
3.2. Metode
Metode praktikum untuk menentukan kadar ekstraktif kayu/kulit kayu dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama-tama, ±2 gram serbuk kayu/kulit
kayu yang sudah kering ditimbang (BS). Kemudian, disediakan air sebanyak ±150-200
ml dalam gelas beaker berukuran 250 ml. Serbuk kayu/kulit kayu dimasukkan ke dalam
gelas beaker dan diaduk sampai rata sambil dipanaskan selama 1 jam (apabila airnya
berkurang maka ditambahkan lagi hingga tetap pada volume 150 ml). Selanjutnya,
disediakan 1 buah gelas beaker lain berukuran 250 ml yang bersih dan kering dan
ditimbang beratnya (BG). Kertas saring dan corong juga disediakan. Larutan ekstraktif
disaring menggunakan saringan yang ditempatkan pada corong. Larutan hasil
penyaringan ditampung dalam gelas beaker. Larutan ekstraktif dalam gelas beaker
kemudian dipanaskan kembali hingga airnya menjadi lebih kurang separuhnya,
kemudian dioven dengan suhu 103±2 oC selama 24 jam hingga airnya habis dan
ditimbang kembali berat gelas beserta serbuk/padatan zat ekstraktif (BGE). Kadar
ekstraktif dihitung dengan rumus:

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 = (𝐵𝐺𝐸 (𝑔𝑟) − 𝐵𝐺 (𝑔𝑟)) / 𝐵𝑆 (𝑔𝑟) 𝑥 100%

Di mana, BGE merupakan berat padatan zat ekstraktif beserta gelas (gr), BG
merupakan berat gelas (gr), dan BS merupakan berat serbuk (gr)

14
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan


Tabel 4.1 Kadar ekstraktif kayu akasia dan mahoni

Jenis Kayu Berat serbuk (g) Berat padatan ekstraktif (g) Kadar ekstraktif kayu (%)
Akasia 2 0.4 20
Mahoni 2 0.635 31.75

4.2.Pembahasan
Dari data di atas, terlihat bahwa kayu mahoni memiliki kadar ekstraktif yang
lebih tinggi (31.75%) dibandingkan dengan kayu akasia (20%). Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah sifat-sifat bahan itu sendiri,
jenis bahan yang diekstraksi, dan efek dari proses ekstraksi yang dilakukan. Sifat-
sifat bahan tersebut mencakup sifat kimia dan fisika dari bahan seperti kandungan
senyawa kimia tertentu yang terdapat pada kayu tersebut, kekerasan dan kepadatan
kayu, serta tekstur dan warnanya. Kadar ekstraktif kayu dipengaruhi oleh
kandungan senyawa kimia seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Selain itu,
faktor lain yang mempengaruhi kadar ekstraktif adalah jenis pelarut yang
digunakan dan metode ekstraksi. Dalam praktikum ini, metode yang digunakan
adalah metode perebusan. Metode ini dianggap kurang efektif dibandingkan
dengan metode solvent extraction karena pelarut yang digunakan dalam metode
perebusan (air) tidak dapat mengekstraksi senyawa-senyawa tertentu yang terdapat
dalam kayu. Sebagai perbandingan, metode solvent extraction menggunakan
pelarut organik seperti etanol atau metanol yang lebih efektif dalam mengekstraksi
senyawa-senyawa tersebut (Nawawi & Widyani, 2022).

Untuk mengekstraksi zat ekstraktif seperti tanin dari bahan tanaman, metode
ekstraksi yang paling umum digunakan adalah solvent extraction. Solvent
extraction melibatkan penggunaan pelarut organik untuk melarutkan senyawa-

15
senyawa tertentu dari bahan tanaman. Senyawa-senyawa ini kemudian dapat
dipisahkan dari pelarut menggunakan evaporasi atau distilasi. Tanin adalah
senyawa polifenolik kompleks yang terdiri dari beberapa struktur molekul yang
berbeda, sehingga tergolong dalam kelompok senyawa yang sulit dilarutkan dalam
air dan pelarut polar seperti metanol. Sebaliknya, senyawa ini mudah larut dalam
pelarut non-polar seperti etil asetat dan kloroform. Oleh karena itu, pelarut non-
polar seperti etil asetat dan kloroform sering digunakan dalam solvent extraction
untuk mengekstraksi tanin dari bahan tanaman (Li et al, 2019).

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa kayu mahoni
memiliki kadar ekstraktif yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
akasia. Rata-rata kadar ekstraktif kayu mahoni adalah 31,75%, sedangkan
rata-rata kadar ekstraktif kayu akasia adalah -1,25%. Hasil yang negatif pada
kayu akasia mungkin disebabkan oleh berbagai faktor seperti sifat-sifat
bahan, jenis bahan yang diekstraksi, dan efek dari proses ekstraksi yang
dilakukan.
2. Berdasarkan hasil praktikum, metode paling efektif untuk mengekstraksi
kadar ekstraktif kayu mahoni dan akasia adalah solvent extraction
menggunakan pelarut organik seperti etanol atau metanol. Metode ini
menghasilkan kadar ekstraktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode perebusan. Dalam praktikum ini, metode perebusan hanya
menghasilkan kadar ekstraktif yang rendah, terutama pada kayu akasia yang
bahkan menghasilkan hasil negatif. Oleh karena itu, metode solvent
extraction dapat digunakan sebagai metode yang lebih efektif untuk
mengekstraksi kadar ekstraktif dari kayu mahoni dan akasia.

5.2. Saran
Saran adalah pada saat praktikum kita melakukan dua jenis ekstraksi agar
mengetahui secara real hasil ekstraksi dan bisa menentukan hasil ekstraksi secara
faktual

17
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2020) Produksi Kayu M3. Diakses pada tanggal 25-03-2023 dari
Badan Pusat Statistik (bps.go.id)

Eskani, I. N., & Utamaningrat, I. M. A. (2019). Pengaruh Konsentrasi, Waktu


Perendaman dan Jenis Kayu pada Pengawetan Alami Kayu Menggunakan
Ekstrak Daun Sambiloto. Dinamika Kerajinan dan Batik, 36(1), 61-70.

Hutabarat, F. V., Diba, F., & Sisillia, L. (2019). Daya Hambat Ekstrak Kulit Jati
(Tectona grandis Linn F) terhadap Pertumbuhan Jamur Pelapuk Kayu
Schizophyllum commune Fries. Jurnal Hutan Lestari, 7(3).

Jalaluddin, J., Ishak, I., & Rosmayuni, R. (2017). Efektifitas inhibitor ekstrak tanin
kulit kayu akasia (Acacia Mangium) terhadap laju korosi baja lunak (ST. 37)
dalam media asam klorida. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 4(1), 89-99.

Li, P., Sakuragi, K., & Makino, H. (2019). Extraction techniques in sustainable biofuel
production: A concise review. Fuel Processing Technology, 193, 295-303.

Nawawi, D. S., & Widyani, M. (2010). Kajian sifat anatomi dan kimia kayu kaitannya
dengan sifat akustik kayu. Bionatura, 12(3).

Pujirahayu, N., Uslinawaty, Z., & Hadjar, N. (2015). Pemanfaatan Tanin Kulit Kayu
Akasia Untuk Pengawetan Jati Putih (Gmelina arborea) Terhadap Rayap Tanah
(Coptotermes curvignathus holmgren). Jurnal Ecogreen, 1(1), 29-36.

Safitri, I., Nuria, M. C., & Puspitasari, A. D. (2018). Perbandingan kadar


flavonoid dan fenolik total ekstrak metanol daun beluntas (Pluchea indica L.)
pada berbagai metode ekstraksi. Jurnal Inovasi Teknik Kimia, 3(1).

18
LAMPIRAN

19
20
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

Tabel A.1 Data mentah praktikum


Jenis Berat serbuk Berat gelas Berat padatan dan Kadar ekstraktif Rata-rata kadar ekstraktif
No Ulangan
Kayu (g) (g) gelas (g) (%) kayu (%)
1 (Kelompok
1 2 219 219.4 20
2)
Akasia 20
2 (Kelompok
2 2 196 195.55 -22.5
4)
1 (Kelompok
3 2 225 225.94 47
1)
Mahoni 31.75
2 (Kelompok
4 2 205 205.33 16.5
3)

21
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

22
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

23

Anda mungkin juga menyukai