Disusun oleh:
Bimo Wicaksono
11920015
Kelompok 4
Asisten:
Qonita Qurrotu’aini (11919014)
Haniifah Najmah P.R. (11919023)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Minyak atsiri adalah senyawa aromatik yang terdapat pada tumbuhan dan
memiliki aroma yang kuat dan khas. Proses ekstraksi minyak atsiri dari tumbuhan dapat
dilakukan dengan beberapa metode, termasuk penyulingan uap, penyulingan air, dan
ekstraksi dengan pelarut. Dalam penyulingan minyak eucalyptus, daun eucalyptus
dicuci dan dipotong-potong sebelum dimasukkan ke dalam tangki penyulingan
bersama dengan air. Proses pemanasan di bawah tekanan kemudian dilakukan untuk
menghasilkan uap yang mengandung minyak atsiri, yang kemudian didinginkan dan
dipisahkan dari air (Kumar et al., 2020).
3
berkualitas tinggi. Diharapkan bahwa dengan mempelajari topik ini, kita dapat
mengembangkan teknik dan strategi baru untuk meningkatkan rendemen minyak
eucalyptus dan meningkatkan kualitas minyak atsiri secara keseluruhan (Barua and
Boruah, 2010).
1.2.Tujuan
Praktikum kali ini memiliki tujuan sebagai berikut
1. Menentukan rendemen dari minyak atsiri eucalyptus berdasarkan perlakuan
lama penyimpanannya
2. Menentukan berat jenis dari minyak atsiri eucalyptus berdasarkan perlakuan
lama penyimpanannya
3. Menentukan kelarutan dalam alkohol minyak atsiri berdasarkan lama
penyulingan dan ratio alkoholnya
1.3.Hipotesis
Hipotesis sementara yang dapat ditarik dalam praktikum ini adalah :
1. Rendemen dari minyak eucalyptus akan semakin menurun seiring lama
penyimpanan dikarenakan perubahan sifat fisik dan kimia dari bahan itu
sendiri
2. Berat jenis dari minyaka atsiri eucalyptus akan meningkan seiring lama
penyimpanan dikarenakan perubahan sifat fisik dan kimia dan bahan bakunya
3. Kelarutan dalam alkohol akan berkurang seiring lama waktu penyulingan
namun meningkat jika ratio alkoholnya semakin besar.
4
BAB II
TEORI DASAR
5
Ukuran potongan bahan baku juga dapat mempengaruhi rendemen dan kualitas
minyak atsiri yang dihasilkan. Potongan bahan baku yang lebih kecil dapat
meningkatkan luas permukaan kontak antara bahan baku dan pelarut atau uap, sehingga
senyawa aromatik dapat lebih mudah terlepas dari bahan baku. Selain itu, waktu
ekstraksi juga harus diperhatikan agar senyawa aromatik yang terkandung pada bahan
baku dapat diekstraksi dengan sempurna (Pino & Marbot, 2003).
Selain itu, suhu dan tekanan yang digunakan dalam proses ekstraksi juga dapat
mempengaruhi rendemen dan kualitas minyak atsiri. Suhu dan tekanan yang tepat
dapat membantu memisahkan senyawa aromatik dari bahan baku dengan lebih efektif
dan efisien. Oleh karena itu, pengaturan suhu dan tekanan yang tepat pada proses
ekstraksi sangat penting untuk menghasilkan rendemen dan kualitas minyak atsiri yang
tinggi (Pino & Marbot, 2003).
Kualitas pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi juga sangat berpengaruh
terhadap rendemen dan kualitas minyak atsiri. Pelarut yang digunakan harus sesuai
dengan jenis senyawa aromatik yang ingin diekstraksi, dan harus memiliki kemurnian
yang tinggi agar tidak tercampur dengan senyawa-senyawa lain yang dapat
mempengaruhi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan. Selain itu, proses pemurnian
setelah ekstraksi juga sangat penting untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut yang masih
terdapat dalam minyak atsiri (Rubiolo, 2006).
1. Minyak kayu putih (Cajeput oil): Minyak kayu putih diekstraksi dari daun dan
ranting pohon kayu putih (Melaleuca leucadendron). Minyak kayu putih
memiliki kandungan utama 1,8-cineole (sekitar 50-70%) dan terpenoid lain
seperti alfa-terpineol, limonene, dan alpha-pinene. Rendemen minyak kayu
putih sekitar 2-4% (berat kering) tergantung pada jenis tanaman dan proses
ekstraksi yang digunakan.
6
2. Minyak nilam (Patchouli oil): Minyak nilam diekstraksi dari daun tanaman
nilam (Pogostemon cablin) yang tumbuh di daerah tropis Asia Tenggara.
Minyak nilam mengandung patchouli alcohol, alpha-bulnesene, alpha-guaiene,
dan sejumlah senyawa aromatik lainnya. Rendemen minyak nilam berkisar
antara 2-5% tergantung pada kondisi tumbuh dan teknik ekstraksi yang
digunakan.
3. Minyak kayu manis (Cinnamon oil): Minyak kayu manis diekstraksi dari kulit
kayu Cinnamomum zeylanicum dan Cinnamomum cassia. Kandungan utama
dalam minyak kayu manis adalah cinnamaldehyde, eugenol, dan eugenyl
acetate. Rendemen minyak kayu manis berkisar antara 0,5-4% tergantung pada
jenis tanaman dan proses ekstraksi yang digunakan (Baser, 2015).
7
BAB III
METODOLOGI
3.2. Metode
3.2.1. Perhitungan rendemen dan proses penyulingan
Diletakan bahan baku kedalam saringan dan di bagian bawah terdapat kuali
berisi air yang akan menyalurkan uap panas ke dalam bahan melalui lubang
saringan. Dilakukan penyulingan selama + 2 jam, hasil penyulingan ditampung di
dalam wadah gelas ukur 100ml. Setelah disuling dihitung parameter sebagai
berikut.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑢𝑛
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑥 100% (1)
8
3.2.3. Sifat kelarutan dalam alcohol
Dicampurkan larutan alcohol 70% dengan sampel minyak eucalyptus dengan
perbandingan 2 : 8 (2mL sampel dan 8mL alcohol), Diamati hasilnya dengan
kategori sebagai berikut:
1. Sampel larut sempurna jika campuran membentuk campuran jernih dan
cerah
2. Larut dengan kekeruhan jika larutan yang dihasilkan tidak sepenuhnya
jernih dan cerah
9
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Keruh,
Ulangan
1 1:1 Larut dengan kekeruhan berwarna
1
buram
10
Gambar 4.2 kelarutan alcohol Jernih,
1:4 1:4 Larut dengan sempurna berwarna cerah
Keruh,
1:1 Larut dengan kekeruhan berwarna
buram
Ulangan
2 Gambar 4.3 Kelarutan alcohol
2
1:1
Jernih,
1:4 Gambar 4.4 kelarutan alcohol 1:4 Larut dengan sempurna berwarna cerah
4.2.Pembahasan
Pada percobaan penyulingan minyak atsiri terdapat dua jenis perlakuan dalam
penyimpanan. Berdasarkan pengamatan pada ulangan 1 dan 2 dimana ulangan 1
merupakan perlakuan penyimpanan minyak atsiri selama 1 minggu dan ulangan 2
merupakan perlakuan penyimpanan minyak atsiri selama 2 minggu terdapat perbedaan
hasil dimana hasil penyimpanan 1 minggu lebih tinggi yaitu 0.741% sedangkan
penyimpanan 2 minggu hanya menghasilkan 0.722% rendemen. Hal ini sesuai dengan
literatur berdasarkan Abdulghani et al (2020) lama penyimpanan bahan baku minyak
atsiri dapat mempengaruhi persen rendemen minyak atsiri yang disimpan dalam waktu
11
yang lama cenderung mengalami perubahan sifat kimia dan fisik, yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas minyak atsiri yang dihasilkan, dimana dalam
konteks ini dapat menurunkan persen rendemen minyak atsiri. Beberapa faktor yang
dapat menyebabkan hal ini dapat terjadi adalah penyimpanan yang tidak tepat dimana
hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar air, memicu kerusakan mikrobiologis,
atau menyebabkan oksidasi pada senyawa-senyawa kimia dari bahan baku. Hal ini
dapat menyebabkan penurunan kualitas dari bahan baku dan dapat menurunkan
persentase rendemen (Jadhav et al, 2013). Namun, di luar dari perbandingan kedua
persentasi rendemen tersebut kedua minyak atsiri ini tidak memenuhi SNI 06-6971-
2004 yang mengatur tentang rendemen minyak atsiri, dimana dinyatakan bahwa
minimal rendemen minyak atsiri eucalyptus sebesar 1.5% dan berdasarkan hasil
pengamatan di atas kedua minyak atsiri tidak memenuhi standar tersebut (Badan
Standardisasi Nasional, 2004).
Percobaan ini juga mengamati berat jenis dari minyak atsiri dimana pada
pengamatan terdapat kenaikan berat jenis yaitu pada perlakuan penyimpanan 1 terdapat
berat jenis sebesar 0.87 g/ml dan pada perlakuan penyimpanan 2 terdapat berat jenis
sebesar 0.88 g/ml. Berdasarkan Ramesh (2013) hal ini sesuai dimana lama
penyimpanan dapat mempengaruhi berat jenis dari minyak atsiri itu sendiri dan
memang cenderung naik semakin lama bahan baku dari minyak atsiri tersebut
disimpan. Hal ini terjadi dikarenakan oksidasi yang terjadi selama masa penyimpanan,
jika penyimpanan tidak tepat bahan baku minyak atsiri dapat teroksidasi oleh udara dan
cahaya. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan penurunan kualitas dari minyak atsiri
dimana peningkatan berat jenis termasuk di dalam penurunan kualitas tersebut. Dalam
hasil pengamatan, berat jenis yang dihasilkan mendekati rentang SNI walau tidak
menyentuk rentang yang dibutuhkan. Dalam SNI 06-2385-2006 berat jenis minyak
atsiri eucalyptus harus mencapai rentang 0.900 – 0.925 g/mL (Standar Nasional
Indonesia, 2006).
Terakhir pada percobaan ini juga diamati kelarutan minyak atsiri dalam alcohol.
Terdapat dua jenis rasio alkohol dengan minyak atsiri yaitu 1:1 dan 1:4 lalu ada juga
perbedaan lama waktu penyulingan yaitu 2 jam dan 3 jam. Untuk hasil yang diamati
12
tidak ada perbedaan signifikan terhadap kelarutan alkohol untuk perlakuan lama
penyulingan dikarenakan kedua lama penyulingan menghasilkan hasil yang sama. Hal
ini tidak sesuai dengan pernyataan Sayyed & Dwivedi (2015) dimana mereka
menyatakan bahwa penyulingan minyak atsiri yang dilakukan dalam waktu yang lama
dapat menghasilkan minyak yang lebih murni. Namun, proses penyulingannya yang
berlebihan dapat mengubah sifat fisik dan kimia dari minyak atsiri tersebut, seperti
mengurangi senyawa aktif atau mengubah strukturnya sehingga sukar larut dalam
alkohol. Selain lama waktu penyulingan, minya atsiri juga diuji berdasarkan ratio
minyak atsiri dengan alkohol yaitu 1:1 dan 1:4. Pada percobaan dapat diamati bahwa
minyak atsiri dengan ratio alkohol lebih besar yaitu 1:4 akan menghasilkan kelarutan
yang sempurna dengan larutan jernih berwarna cerah, sedangkan minyak atsiri dengan
rasio yang lebih sedikit yaitu 1:1 larut dengan kekeruhan dengan warna keruh dan
berwarna buram. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferhati & Supriyadi (2016) yang
menyatakan secara umum, semakin tinggi ratio alkohol terhadap minyak atsiri maka
minyak atsiri semakin larut dalam alkohol. Hal ini dikarenakan minyaka atsiri dan
alkohol keduanya polar, yang berarti mereka saling melarutkan dengan baik.
Selain metode penyulingan, terdapat beberapa alternatif metode lain yang dapat
digunakan untuk mengekstraksi minyak kayu putih, di antaranya:
1. Ekstraksi dengan pelarut
Metode ini melibatkan penggunaan pelarut organik, seperti heksana, etil asetat,
atau etanol, untuk mengekstraksi minyak kayu putih dari bahan mentahnya. Tahapan
ekstraksi meliputi penghancuran bahan mentah, perendaman dalam pelarut,
penyaringan, dan pemisahan pelarut dari minyak kayu putih. Kelebihan dari metode ini
adalah efektif dalam mengekstraksi senyawa-senyawa minor dalam minyak kayu putih
dan lebih cepat dibandingkan metode penyulingan. Namun, kekurangannya adalah
memerlukan penggunaan pelarut yang tidak ramah lingkungan dan dapat
meninggalkan residu pada produk akhir (Soares et al, 2018).
13
Metode ini melibatkan penggunaan gas CO2 dalam keadaan superkritis untuk
mengekstraksi minyak kayu putih dari bahan mentahnya. CO2 superkritis dapat
mengekstraksi senyawa-senyawa yang lebih kompleks dan dapat menghasilkan
minyak kayu putih dengan kualitas yang lebih baik. Tahapan ekstraksi meliputi
penghancuran bahan mentah, ekstraksi dengan CO2 superkritis, dan pemisahan CO2
dari minyak kayu putih. Kelebihan dari metode ini adalah ramah lingkungan, tidak
meninggalkan residu pada produk akhir, dan dapat menghasilkan minyak kayu putih
dengan kualitas yang baik. Namun, kekurangannya adalah biaya produksi yang lebih
tinggi dibandingkan metode penyulingan dan ekstraksi dengan pelarut (Boonyuen &
Ketsa, 2019).
14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Minyak atsiri akan mengalami penurunan persen rendemen dari 0.741%
menjadi 0.722% seiring lamanya penyimpanan dikarenakan perubahan sifat
fisik dan kimia dari bahan baku seperti oksidasi ataupun serangan
mikrobiologis.
2. Berat jenis minyak atsiri akan semakin meningkat seiring lamanya
penyimpanan dari 0.87% menjadi 0.88% dikarenakan perubahan sifat fisik
dari bahan bakunya
3. Kelarutan minyak atsiri dalam alkohol tidak dipengaruhi oleh lama
penyulingan namun dipengaruhi dengan besar ratio alkohol dengan minyak
atsiri dimana semakin besar ratio alkohol dengan minyak atsiri maka akan
semakin larut minyak atsiri dalam alkohol dikarenakan keduanya bersifat
polar.
5.2. Saran
Disarankan agar terdapat perlakuan yang sama terhadap daun minyak kayu putih
dikarenakan ada yang dengan kayu dan ada yang tanpa kayu
15
DAFTAR PUSTAKA
Anjum, M., Iqbal, S., Tanveer, A., and Ali, B. (2019). Eucalyptus essential oil:
extraction, composition, and therapeutic potentials. In Essential oils in food
preservation, flavor and safety. London: Academic Press.
Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI 06-6971-2004: Minyak Atsiri dari Daun
Kayu Putih (Eucalyptus sp.). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Barua, C. C., and Boruah, P. (2010). Review on extraction of essential oil from
medicinal plants. Journal of natural products, 3, 70-80.
Boonyuen, N., & Ketsa, S. (2019). Extraction of essential oil from Melaleuca
leucadendra L. using supercritical carbon dioxide: Effects of extraction pressure,
temperature, and extraction time. Kasetsart Journal of Natural Science, 53(2). 284-
292.
Chenni, M., El Abed, D., Rakotomanomana, N., Fernandez, X., & Chemat, F. (2016).
Comparison between microwave hydrodistillation and hydrodistillation methods for
essential oil extraction from rosemary. Journal of Food Science and Technology, 53(1).
62-71.
16
Ferhati, E., & Supriyadi, S. (2016). Comparison of solubility of essential oil in ethanol,
propylene glycol, and their combination. AIP Conference Proceedings, 1755(1).
170003.
Jadhav, B. K., & Maheshwari, V. L. (2013). Effect of storage on yield and quality of
essential oil from dried chilli (Capsicum annuum L.). Journal of Food Science and
Technology, 50(3), 611-615.
Kumar, M., Dixit, N., and Kumar, P. (2020). Extraction and characterization of
essential oil from Eucalyptus. Journal of Essential Oil Bearing Plants, 23(2). 277-282.
Pino, J. A., and Marbot, R (2003) Essential oils from plants of the genus Cymbopogon.
Industrial Crops and Products, 17(3).183-194.
Rubiolo, P., et al. (2006) Comparison of different extraction methods for the analysis
of fragrances from Lavandula species by gas chromatography-mass spectrometry.
Journal of Chromatography A, 1108(1).76-82.
Sayyed, R. Z., & Dwivedi, G. (2015). Effect of time and temperature on the yield and
quality of essential oil from Mentha spicata. Journal of essential oil bearing plants,
18(5). 1127-1132.
Soares, V. L. F., Campos, M. G., & Ribeiro, M. G. (2018). Extraction of essential oil
from clove bud (Eugenia caryophyllus) using solvents and supercritical carbon dioxide.
The Journal of Supercritical Fluids, 135. 62-70.
17
LAMPIRAN
18
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
19
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
13.34
0.741% = 1800
𝑔 15.67 − 11.31
0.87 =
𝑚𝐿 5
20
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
Gambar C.1 berat piknometer Gambar C.2 berat piknometer setelah diisi
kosong
21