Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDEKATAN FILOSOFIS TENTANG BERBAGAI METODE


PENDIDIKAN ISLAM DAN EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

(Diajukan dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam)

Dosen Pengampu : Dr. Dian, M.Ag

Disusun oleh:

Kelompok 6

Muhammad Sulthon Ar Rizieq (1202010095)

Nanda Noor Ramadani (1202010098)

Putri Tsani Sayidah Fitriani (1202010110)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
KOTA BANDUNG
2023
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah yang berjudul “Pendekatan Filosofis Tentang Berbagai
Metode Pendidikan Islam Dan Evaluasi Pendidikan Islam” ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Tanpa adanya berkat dan rahmat Allah SWT tidak
mungkin rasanya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai


sumber literatur pustaka, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Dian, M.Ag yang telah
memberikan tugas membuat makalah ini dan dapat penulis selesaikan dengan
lancar.
Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan pada penulis khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam
pembuataan makalah   ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah yang lebih baik.
Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Bandung, 13 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pendekatan Filosofis Metode Pendidikan Islam.............................................3
1. Definisi Metode Pendidikan Islam.................................................................3
2. Jenis Metode Dalam Pendidikan Islam..........................................................5
3. Metode Pendidikan Islam dalam Tinjauan Filosofis....................................10
B. Pendekatan Filosofis Evaluasi Pendidikan Islam.........................................13
1. Pengertian Evaluasi pendidikan islam..............................................................13
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam.................................................13
3. Prinsip Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam.......................................................15
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
A. Kesimpulan...................................................................................................17
B. Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidik sering mendapatkan sorotan yang sangat besar ketika dalam


sebuah lembaga pendidikan banyak anak muridnya yang gagal dalam
pembelajaran dan terkadang pendidik selalu menjadi orang pertama yang
memiliki cap sebagai orang yang gagal mensukseskan murid-muridnya di
dalam pembelajaran. Namun bila kita lihat dan kita teliti, hal itu tidak lah
selamanya benar. Kita harus tetap memiliki pandangan bahwa para pendidik
pun adalah seorang manusia. Dari penjelasan tersebut dapat kita artikan
bahwa tidak selamanya pendidik yang bersalah dalam kegagalan
muridmuridnya dalam pembelajaran dikelas. Banyak faktor yang
mempengaruhi kenapa seorang murid bisa gagal dalam pembelajaran dikelas
(Dian D. &., 2019)

Pendidik yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan pembelajaran


yang terjadi di dalam kelas. Oleh karena itu, Pendidik dalam proses
pendidikan Islam tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang
akan diberikan kepada peserta didiknya, tetapi ia harus menguasai berbagai
metode dan teknik pendidikan guna kelangsungan trasnformasi dan
internalisasi mata pelajaran. (Mujib & Mudzakkir, 2010: 167).

Dengan adanya metode pendidikan tersebut akan mudah


menghantarkan para guru dalam menyampaikan materi pelajarannya.
Sehingga para peserta didik tidak merasa kesulitan dan merasa jenuh dalam
belajar. Dalam persfektif filsafat pendidikan Islam metode pendidikan Islam
tidaklah sama dengan metode pendidikan yang ada di barat. Walaupun ada
beberapa metode yang hampir sama. Tetapi tetap saja dalam pengungkapan
istilah terdapat perbedaan.

Menurut Shaleh (1990: 198) yang perlu dipahami dari metode


pendidikan Islam adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami

1
hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam,
yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi
kepada Allah SWT.

Begitu pentingnya metode pendidikan ini, sampai Al-Syaibany (1979:


554-555) mengatakan bahwa keberhasilan guru dalam mengajar salah
satunya dapat dinilai dari metode yang diterapkannya. Maka tak jarang kita
lihat seorang guru yang ahli dan menguasai di dalam materi pelajaranya
tetapi gagal dalam pengajaranya. Ketidaktepatan dalam memilih metode dan
menerapkannya akan berakibat pada pencapaian tujuan pendidikan yang tak
sempurna. Oleh karena itu, perlu adanya satu tinjauan filosofis mengenai hal
ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode Pendidikan islam ?
2. Apa saja jenis-jenis metode Pendidikan islam ?
3. Bagaimana metode Pendidikan islam dalam tinjauan filosofis ?
4. Apa yang dimaksud dengan evaluasi Pendidikan islam?
5. Apa saja Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam ?
6. Apa saja Prinsip Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam ?

C. Tujuan 
1. Ingin memahami metode Pendidikan islam.
2. Ingin mengetahui jenis-jenis metode Pendidikan islam.
3. Ingin menganalisa metode Pendidikan islam dalam tinjauan filosofis.
4. Ingin memahami evaluasi Pendidikan islam
5. Ingin mengetahui Tujuan dan Fungsi evaluasi Pendidikan islam
6. Ingin mengetahui prinsip prinsip evaluasi Pendidikan islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Filosofis Metode Pendidikan Islam


1. Definisi Metode Pendidikan Islam
Dari segi bahasa kata metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan
hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan
demikian, dari sudut pandang ini, maka metode dapat dimaknai sebagai jalan
atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Rasyidin, 2008, p.
174). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata metode diartikan sebagai
cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud
(dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya) (Penyusun, 2002, p. 767). Maka
dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam itu adalah
jalan atau cara yang teratur dan terpikir baik yang harus dilalui untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam.
Menurut (Rasyidin, 2008, pp. 174-175) dalam bukunya Falsafah
Pendidikan Islami bahwa dalam Alquran, terdapat beberapa terma yang sering
dimaknai dengan metode, di antaranya thariqah, manhaj, dan washilah. Kata
thariqah setidaknya diulang sebanyak 9 kali. Kata ini selalu muncul dalam arti
jalan, dalam beberapa konteks, yang pertama konteks objek yang dituju,
seperti yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa: 169. Dalam ayat ini Allah SWT
tidak akan menunjuki jalan orang-orang kafir yang melakukan kezaliman,
kecuali jalan ke neraka jahannam. Kedua, dalam konteks sifat jalan yang
ditempuh, seperti yang terdapat dalam Q.S.Al-Ahqaaf: 30. Dalam ayat ini sifat
jalan yang ditempuh adalah thariq almustaqim (jalan lurus). Ketiga, dalam
konteks jalan khusus, seperti yang terdapat dalam Q.S. Thaha: 77. Dalam ayat
ini dijelaskan bahwa perintah Allah kepada Musa a.s untuk membuat jalan
khusus yakni jalan yang kering di laut. Keempat dalam konteks konsekuensi
mengikuti suatu jalan. Seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-Jin:1. Dalam ayat
ini orang-orang yang tetap berada pada jalan lurus maka konskeunsinya akan di
beri minum air yang segar (rizki yang banyak). Ke lima dalam arti instrumen,

3
seperti dalam Q.S. Almukminu: 17, yang menjelaskan bahwa Allah telah
menciptakan tujuh buah jalan (tujuh langit).
Sedangkan manhaj dalam kamus almunawwir yang di kutip oleh
(Harahap, 2018) di sebutkan minhaj = Al-Uslub yang berarti juga
metode, = cara. Menurut (Nata, 1997, p. 92) dari ketiga ta’rif tersebut
yaitu thariqah, manhaj, dan washilah, yang paling dekat dengan arti metode
adalah Al-thariqah.
Secara terminologi, penulis mengutip beberapa pendapat para ahli terkait
dengan hal ini, diantaranya adalah:
1). Ahmad Tafsir Mendefinisikan sebagai suatu cara yang paling tepat dan
cepat dalam mengajarkan mata pelajaran (Tafsir, 1996, p. 9).
2). (Nata, 1997, p. 97) menyebutkan bahwa metode tarbiyatul Islamiyah adalah
sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaanya sebagi
khalifah di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia
ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah
yang keduanya dapat digunakan sebagai saluran penyampaian materi pelajaran.
3). (Rasyidin, 2008, p. 176) mengemukakan bahwa metode pendidikan Islami
adalah metode pendidikan yang mengakomodir kedirian manusia dan cara
sampainya ilmu kedalam diri mereka.
4). (Syaibany, 1979, p. 553) mengemukakan: Segala kegiatan yang terarah
yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran
yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya dan suasana alam
sekitarnya dan tujuan menolong muridmuridnya untuk mencapai proses belajar
yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan.
Dalam buku Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan karangan Tim Depag
RI sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Mujib, Perumusan pengertian metode
juga biasanya disandingkan dengan tekhnik, yang mana keduanya saling
berhubungan. Metode pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam
penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi

4
tertentu. Sedangkan tekhnik pendidikan Islam adalah langkah-langkah kongkrit
pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. (Mudzakkir,
2010, pp. 165-166).
2. Jenis Metode Dalam Pendidikan Islam
Ibnu Khaldun sebagaimana yang dikutip oleh Warul Walidin (2003:
126-127) mengungkapkan bahwa sejalan dengan teori teori belajar malakah
dan tadrijnya maka Ibnu Khaldun menampilkan metode mengajar yang diberi
nama metode tiga tahap sabil al-ijmal, al-syrh wa al-bayan, takhallus, yang hal
ini cenderung pada hal penstrukturan pengajarannya:
- Penyajian global (Sabili Al-Ijmal) Pertama-tama, guru menyajikan kepada
kepada subjek didik hal-hal pokok, problem-problem prinsipil dari setiap
materi pembahasan dalam bab-bab, dari suatu disiplin/aspek keterampilan.
Keterangan-keterangan diberikan secara global (ijmal).
- Pengembangan (al-syrh wa al-bayan) Guru menyajikan kembali pengetahuan
atau keterampilan dalam pokok bahasan itu kepada subjek belajar dalam taraf
yang lebih tinggi. Tahap ini dapat disebut dengan tahap pengembangan sebab
di sini materi pelajaran lebih dikonkritkan pula dengan berbagai contoh
(termasuk peragaan) dan perbandingan-perbandingan seperlunya.
- Penyimpulan (takhallus) Guru menyajikan sekali lagi pokok bahasan itu,
namun terakhir ini secara lebih mendalam dan rinci dalam konteks yang
menyeluruh. Semu masalah yang dipandang urgen dan sulit serta kabur harus
dituntaskan.
(Nata, 1997, p. 95) sedikitnya mengemukakan tujuh jenis metode dalam
pendidikan Islam yaitu metode teladan, metode kisah-kisah, metode nasihat,
metode pembiasaan, metode hukum dan ganjaran, metode ceramah, dan
metode diskusi.
a) Metode Teladan Dalam Alquran
Kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi
sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat
ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik. Suatu hal yang tak
dapat dipungkiri bahwa anak-anak cendrung suka dan senang meniru tingkah

5
laku orang tua, guru/pendidik serta orang lain yang dikaguminya. Bahwa setiap
pribadi secara psikologis akan mencari tokoh yang dapat diteladani.
(Syafaruddin, 2009, p. 112).
Kata-kata uswah dalam Alquran diulang sebanyak enam kali dengan
mengambil sampel pada diri para Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi
Ibrahim, dan kaum yang beriman teguh pada Allah. Salah satu ayat yang
menyinggung tentang uswah sekaligus menjelaskan bahwa Rasul lah yang
menjadi teladan bagi kita, adalah tedapat pada ayat:
ٗ ِ‫ُوا ٱهَّلل َ َو ۡٱليَ ۡو َم ٱأۡل ٓ ِخ َر َو َذ َك َر ٱهَّلل َ َكث‬
٢١ ‫يرا‬ ْ ‫َة لِّ َمن َكانَ يَ ۡرج‬ٞ ‫لَّقَ ۡد َكانَ لَ ُكمۡ فِي َرسُو ِل ٱهَّلل ِ ُأ ۡس َوةٌ َح َسن‬
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. ( Q.S. al-Ahzab:
21).
b) Metode Kisah-kisah
Metode yang menampilkan cerita sejarah faktual tentang kehidupan
manusia yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku yang
ditampilkan oleh kisah-kisah yang terdapat di dalam sumber pendidikan Islam
itu sendiri. (Ramayulis, 2008, p. 196) mengartikan metode kisah ialah suatu
cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran melalui kisah
atau cerita. Prinsip metode ini diambil dalam AlQur’an surat Yusuf :
٣ َ‫ص بِ َمٓا َأ ۡو َح ۡينَٓا ِإلَ ۡيكَ ٰهَ َذا ۡٱلقُ ۡر َءانَ َوِإن ُكنتَ ِمن قَ ۡبلِ ِهۦ لَ ِمنَ ۡٱل ٰ َغفِلِين‬ َ َ‫ك َأ ۡح َسنَ ۡٱلق‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ن َۡحنُ نَقُصُّ َعلَ ۡي‬
Artinya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami
mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (QS.
Yusuf: 3).
Salah satu contohnya menurut (Abdullah, 2010, p. 206) adalah di dalam
Alquran diceritakan kisah antara Nabi Musa a.s dengan Raja Fir’aun, dari kisah
ini terdapat beberapa contoh perbuatan baik yang dilakukan oleh Nabi Musa
dan contoh perbuatan buruk oleh Fir’aun.
c) Metode Nasihat.

6
Alquran juga menggunakan kalimatkalimat yang menyentuh hati untuk
mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian
dikenal dengan nasehat. Dalam mewujudkan intraksi antara pendidik dan
pesrta didik, nasehat merupakan cara mendidik yang bertumpu pada bahasa.
Cara ini banyak sekali dijumpai dalam Alquran, karena nasehat pada dasarnya
bersifat penyampain pesan dari sumbernya kepada pihak yang dipandang
memerlukannya. Dalam surah Luqman ayat 13 dan 14 misalnya, merupakan
contoh menarik dalam menasehati anaknya. Berikut kutipan ayat tersebut:
١٣ ‫يم‬ٞ ‫ك لَظُ ۡل ٌم َع ِظ‬
َ ‫ي اَل تُ ۡش ِر ۡك بِٱهَّلل ۖ ِ ِإ َّن ٱل ِّش ۡر‬ ۡ ُ‫َوِإ ۡذ قَا َل لُ ۡق ٰ َمن‬
َّ َ‫ٱِلبنِ ِهۦ َوهُ َو يَ ِعظُ ۥهُ ٰيَبُن‬
ِ ‫ي ۡٱل َم‬
١٤ ‫صي ُر‬ ۡ ‫صلُ ۥهُ فِي عَا َم ۡي ِن َأ ِن‬
َّ َ‫ٱش ُك ۡر لِي َولِ ٰ َولِد َۡيكَ ِإل‬ َ ٰ ِ‫َو َوص َّۡينَا ٱِإۡل ن ٰ َسنَ بِ ٰ َولِد َۡي ِه َح َملَ ۡتهُ ُأ ُّمهۥُ َو ۡهنًا َعلَ ٰى َو ۡه ٖن َوف‬
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya
dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. (Q.S, Luqman: 13-14).
d) Metode Pembiasaan
Cara lain yang digunakan Alquran dalam memberikan materi pendidikan
adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini
termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Ahnad Tafsir, Inti
pembiasaan adalah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan
salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk
kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila masuk
ruangan hendaklah mengucapkan salam, ini juga satu cara membiasakan.
(Tafsir, 1996, p. 144).
e) Metode Hukun dan Ganjaran
Terhadap metode hukuman tersebut terdapat pro dan kontra, setuju dan
menolak. Kecendrungan-kecendrungan pendidikan modern sekarang
memandang tabu terhadap itu, padahal dalam kenyataan, manusia banyak

7
melakukan pelanggaran, dan ini tidak dpat dibiarkan. Islam memandang bahwa
hukuman bukan sebagai tindakan yang pertama kali yang harus dilakukan oleh
seorang pendidik, dan bukan pula cara yang didahulukan. Nasihatlah yang
paling didahulukan. Didalam Al-Quran hukuman biasa dikenal dengan nama
azab yang didalamnya diulang sebanyak 373 kali. Jumlah yang besar ini
menunjukkan perhatian yang amat besar terhadap masalah hukum ini, dan
meminta perhatian dari ummat manusia. Sedangkan kata ganjaran disebutkan
dalam kata ajrun yang diulang sebanyak 105 kali.
Menurut Abdullah relevansi hukuman dan ganjaran hendaknya dilihat
kearah tabiat atau sifat dasar manusia melalui pengaruhnya atas keamanan
individu dan pilihan-pilihan yang dilakukan. Maka hal ini akan mengacu
kepada pengujian terhadap kekuatan motivasi. Hukuman dan ganjaran kiranya
dipergunakan oleh guru untuk meneguhkan atau melemahkan respon-respon
khusus tertentu. Penekanan-penekanan yang lebih besar hendaknya diberikan
disini kepada metode hukuman karena perbuatan yang sangat bertentangan,
namun hukuman hendaknya menjadi pijakan awal yang tidak akan diberikan
kecuali ganjaran telah gagal membawa hasil yang diinginkan.
Salah satu contoh yang berkaitan dengan hukuman di dalam Al-Quran
adalah tentang hukuman potong tangan bagi yang mencuri (Q.S. Al-Maidah:
38). Dan yang berkaitan dengan ganjaran adalah tentang pahala yang didapat
oleh orang yang beramal yaitu ampunan dari Tuhan dan surga yang di
dalamnya mengalir sungai-sungai (Q.S.AlImran: 135).
f) Metode Ceramah (Khutbah)
Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan
dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah
ditentukan. Metode ceramah ini dekat dengan kata tabligh yaitu menyampaikan
suatu ajaran. Dalam hal metode ceramah Saleh, menggabungkan metode
ceramah dengan metode cerita karena kebiasaan metode cerita akan
diungkapkan melalui ceramah oleh para pendidik. Sehubungan dengan
dekatnya kata metode ceramah dengan kata tabligh maka ayat yang
menunjukkan metode ceramah terdapat dalam ayat:

8
Artinya: Dan kewajiban Kami tidak lain hanyalah menyampaikan
(perintah Allah) dengan jelas. (Q.S. Yaasin: 17).
g) Metode Diskusi
Metode ini juga diperhatikan oleh AlQuran dalam mendidik dan
mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian, dan sikap
pengetahuan mereka terhadap suatu masalah. Abdurrahman Saleh, juga
menggabungkan metode diskusi, tanya jawab dan dialog, karna pada dasarnya
antara metode yang ketiga tersebut saling mendukung yang tidak bisa
dipisahkan. (Ramayulis, 2008, p. 194) dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Pendidikan Islam, metode diskusi adalah suatu cara penyajian atau
penyampaian beban pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan
kepada peserta didik membicarakan dan menganalisis secara ilmiah guna
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai
alternatip pemecahan atas suatu masalah.
Selain dari beberapa metode diatas terdapat juga metode lain seperti yang
dijelaskan oleh Budiman (2008 : 74-77) :
- Metode demonstrasi Metode demonstrasi dimaksudkan sebagi suatu kegiatan
memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Salah satu contohnya
adalah sebagaimana rasul mencontohkan shalat kepada para sahabatnya.
- Metode eksperimen Contoh dari metode ini adalah Sahabat Rasulullah SAW
melakukan upaya pensucian diri dengan berguling ditanah ketika mereka tidak
menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya rasulullah SAW.
Memperbaiki eksperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci
menggunakan debu.
- Metode pengulangan Contohnya ketika nabi mengulangi perkataan
“celakalah” bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang tertawa. Oleh
karena itu Satu proses yang terpendting dalam pembelajaran adalah
pengulangan atau praktek yang berulangulang.
3. Metode Pendidikan Islam dalam Tinjauan Filosofis

9
Menurut H.M. Arifin metode dalam pandangan filosofis pendidikan
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu
mempunyai fungsi yang bersifat polipragmatis yakni bilamana metode itu
mengandung kegunaan yang serba ganda di satu sisi memberikan manfaat dan
berdampak positif namun di sisi lain bisa menjadi sesuatu yang membahayakan
dan berdampak negatif sebagaimana media yang berbasis IT (informsi
teknologi) dan monopragmatis atau alat yang hanya dapat dipergunakan untuk
mencapai satu macam tujuan saja seperti laboratorium. (H.M.Arifin, 1993, pp.
97-98).
Dalam sejarah pendidikan Islam, para pendidikan muslim menerapkan
berbagai metode mendidik dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Al-Ghazali
mengatakan, seorang pendidik harus menggunakan pengaruhnya serta cara
yang tepat guna sukses dalam tugas (Rohinah, 2013). Penggunaan pengaruh
cenderung menjadi suatu alat kontrol terhadap peserta didik untuk tetap berada
dalam naungan pengawasan dan pengarahan pendidik. Wibawa seorang guru,
misalnya, menjadi salah satu alat kontrol. Wawasan keilmuan yang luas juga
dapat menjadi alat kontrol. Di bawah pengaruh wibawa dan wawasan keilmuan
seorang guru maka peserta didik dapat dikontrol, diarahkan, dan dicetak sesuai
visi pendidikan.
Dalam hal mendidik, al-Ghazali mengambil sistem yang berasaskan
keseimbangan antara kemampuan rasional dan kekuasaan Tuhan, antara
kemapuan penalaran dan pengalaman mistik yang memberikan ruang kerja
bagi akal, serta keseimbangan antara berpikir deduktif logis dan pengalaman
empiris manusia (Tibawi, 1972). Karenanya, al-Ghazali tidak layak disebut
salah satu intelektual muslim yang mendikotomi ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, ia ingin mengintegrasikan seluruh disiplin ilmu pengetahuan dan
menanamkannya dalam pribadi anak didik secara seimbang.
Bagi al-Ghazali, anak didik diharapkan menjadi manusia yang
sempurna, yang mampu mengintegrasikan kemampuan rasional dan kekuasaan
Tuhan. Sehingga ia tumbuh berkembang menjadi manusia yang kritis sekalipun
spiritualis. Penalaran rasional dibutuhkan namun tidak lantas untuk menentang

10
eksistensi dunia spiritual dan ketuhanan. Selain menjadi manusia yang
berwawasan luas tentang pengembangan kehidupan dunia, anak didik di dalam
pendidikan Islam dicita-citakan pula sebagai manusia yang spritualis dan dekat
dengan Tuhan.
Atas dasar pandangan al-Ghazali yang bercorak empiris, maka
tergambarlah metode pendidikan yang diinginkannya. Di antaranya lebih
menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam
mendidik, seperti: guru harus mencintai muridnya bagai anaknya sendiri,
memberi nasihat kepada anak didik agar menuntut ilmu tidak sekadar untuk
kepentingan pribadi malainkan untuk mendapat ridho Allah, mendorong murid
mencari ilmu yang bermanfaat, memberi contoh yang baik, mengajarkan hal-
hal sesuai kemampuan akal anak didik, memahami karakter setiap anak didik,
dan mendidik aspek keimanannya (Rohinah, 2013, p. 322).
Seorang guru atau tenaga pendidik bukan semata berkewajiban
mentransformasi keilmuan melainkan juga membimbing perkembangan akhlak
dan spiritualitas anak didik. Metode pendidikan Islam tidak berhenti
membicarakan langkah-langkah yang sebatas menularkan teori-teori
pengetahuan melainkan juga bagaimana anak dapat menerapkannya dalam
kehidupan, disertai dengan perilaku sehari-hari yang sejalan dengan tuntunan
agama. Alhasil, metode pendidikan Islam harus memperhatikan semua aspek
kepribadian anak didik. Jika al-Ghazali lebih fokus pada metode integrasi dan
moralitas maka Ibnu Khaldun memberikan prinsip-prinsip metodologis yang
cenderung psikologis dalam mengajar, seperti: a) hendaknya tidak memberikan
pelajaran tentang hal-hal sulit ekpada anak didik yang baru mulai belajar. Anak
didik harus diberi persiapan secara bertahap yang menuju kesempurnaan, b)
anak didik diajar tentang masalah masalah yang sederhana dan dilanjutkan ke
permasalahan yang lebih tinggi secara bertahap dengan mempergunakan
contoh yang baik, alat peraga, dan alat bantu lainnya, dan c) jangan
memberikan ilmu yang melebihi kemampuan akal pikiran anak didik. Sebab, ia
akan diserang rasa malas. (Tibawi, 1972, p. 43).

11
Ibnu Khaldun melihat sosok anak adalah pribadi yang belum dewasa
dan belum matang sepenuhnya. Anak masih berada pada usia dini, yang lebih
banyak memiliki kelemahan dibanding orang dewasa. Karenanya, pendidikan
yang diberikan kepada anak harus dijenjang dan diberikan secara bertahap,
guna menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Guru atau tenaga
pendidik harus memperhatikan aspek-aspek kepribadian masing-masing
peserta didik, memetakan tingkat kecerdasan dan kemampuan individual
mereka, serta memberikan ilmu pengetahuan dengan porsi yang tak harus
sama.
Tentu saja, metode pendidikan dari al-Ghazali dan Ibnu Khaldun
bersifat saling melengkapi. Dari al-Ghazali, seorang pendidik dapat belajar
tentang apa saja yang harus dikerjakan, dan dari Ibnu Khaldun dapat belajar
tentang bagaimana cara mengerjakan. Semua metode atau cara mendidik yang
diajarkan oleh al-Ghazali dan Ibnu Khaldun dapat bermanfaat bagi peserta
didik dalam rangka mencapai tujuan akhir pendidikan, yakni menjadi manusia
sempurna (insan kamil).
Berikutnya adalah metode pendidikan yang ditawarkan oleh Ibnu Sina.
Menurut pendapatnya, anak-anak harus diperhatikan pendidikan akhlaknya.
Pertama, anak harus dijauhkan dari kemarahan, takut, perasaan sedih, serta
kurang tidur. Kedua, Keinginan-keinginan dan kesenangan anak-anak harus
diperhatikan. Menurut pandangan ibnu Sina, ada dua manfaat yang diperoleh
dari kedua hal tersebut, yaitu manfaat jasmani dan rohani. Dengan cara-cara di
atas, budi pekerti yang luhur dapat dikembangkan dalam diri semenjak masa
kanak-kanak sejalan dengan kecenderungan yang baik. Budi pekerti yang luhur
lahir dari kecenderungan yang luhur pula. Begitupula budi pekerti yang buruk
lahir dari kecenderungan yang buruk pula. (Syalabi, 1954, p. 188) Metode
mengajar yang disampaikan oleh Ibnu Sina ini tak lain adalah melengkapi dua
teoretikus sebelumnya.
Jadi sangat jelas bahwa peran metode sangat berfungsi dalam
menyampaikan materi pendidikan. Namun demikian, sejalan dengan
pandangan Al-Qur’an bahwa manusia memiliki potensi yang luar biasa baik

12
dari aspek jasmani, jiwa, dan akal pikiran. Sehingga dalam menyampaikan
materi pendidikan yang bisa mencakup ketiga aspek baik kognitif,
psikomotorik, maupun afektif tentunya diperlukan pendekatan dengan metode
yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan yang mendukung
tercapainya keberhasilan proses pembelajaran bagi peserta didik.

B. Pendekatan Filosofis Evaluasi Pendidikan Islam

1. Pengertian Evaluasi pendidikan islam

Menurut bahasa evaluasi berasal dari bahasa Inggris, “evaluation”, yang


berarti penilaian atau penaksiran. (Echols dan Shadily, 1983: 220). Sedangkan
menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan intrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan (Arikunto,
1993, p. 1).

Evaluasi dalam pendidikan islam merupakan cara atau teknik penilaian


terhadaptingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat
komprehensif dariseluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan
spiritual-religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya
bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup
beramal dan berbakti kepada Tuhan dan Masyarakat (H.M.Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, 1993, p. 162).

2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam

Tujuan evaluasi pendidikan adalah mengetahui kadar pemahaman anak


didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik
untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program
evaluasi bertujuan mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan
yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan
anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana

13
pendidik bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam. (Bukhori U, 2010: 196).

Secara filosofis fungsi evaluasi selain menilai dan mengukur juga


memotivasi serta memacu peserta didik agar lebih bersungguh-sungguh dan
sukses dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan Islam. (Djanan, 2009:
131). Sementara itu Al Rasyidin menyebutkan bahwa idealnya evaluasi
pendidikan berfungsi sebagai instrumen yang untuk menjamin kontinuitas
pembentukan dan pengembangan kepribadian Muslim menuju khalifah yang
berkualitas dan hamba yang takwa kepada Allah Swt. (Al Rasyidin, 2008:
186).

Selain itu, Pendidikan Islam Harus Mampu Melahirkan Profil Religius.


Dalam al -Qur'an, disebutkan bahwa tujuan manusia diciptakan adalah agar
berbidah kepada-Nya seperti dalam Al Qur’an :

َ ‫ت ۡٱل ِج َّن َوٱِإۡل‬


٥٦ ‫نس ِإاَّل لِيَ ۡعبُدُو ِ¦ن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ۡق‬

Artinya :” Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka mengabdi kepada -Ku. (Q.S. 51:56).

Untuk Itu tujuan pendidikan Islam juga mengacu pada tujuan manusia
diciptakan dan dengan demlklan, pendidikan Islam harus melahirkan
InsanInsan yang senantiasa taat kepada Khalik-Nya. Berdasarkan hal tersebut,
maka paradlgma yang harus dibangun oleh pendidikan Islam adalah Tauhid
Paradigm atau paradigma tauhid. Pendidikan Islam harus dapat mendldik dan
mengajarkan kepada setlap peserta didik agar menjadi manusia religius. (Dian,
2020, p. 120).

Landasan dan sumber pendidikan karakter bangsa yang ingin


dikembangkan melalui lembaga pendidikan digali dari nilai-nilai yang selama
ini menjadi karakter bangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai agama Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa selalu didasarkan pada ajaran agama dan
kepercayaannya. (Rosyad, 2022).

14
3. Prinsip Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam evaluasi


pendidikan Islam, yaitu: prinsip kontinuitas, prinsip menyeluruh, prinsip
obyektivitas, dan prinsip mengacu pada tujuan. (Muhaimin, 1993: 279-280).

a) Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)

Bila aktivitas pendidikan Islam dipandang sebagai suatu proses untuk


mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus
dilakukan secara kontiniu. Prinsip ini selaras dengan istiqamah dalam Islam,
yaitu setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah Swt.,
yang diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengamalkannya,
serta tetap membela tegaknya agama Islam, sungguhpun terdapat berbagai
tantangan yang senantiasa dihadapinya.

b) Prinsip Menyeluruh (komprehensif)

Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman


hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab
dan sebagainya, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran Surat Al-Zalzalah
(99) Ayat 7-8.

c) Prinsip objektivitas

Objektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-


baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-
unsur subjektivitas dari evaluator. Allah Swt. memerintahkan agar
seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian
menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah, 5:
8). Prinsip ini hanya dapat ditetapkan bila penyelenggara pendidikan
mempunyai sifat siddiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.

d) Prinsip mengacu kepada tujuan

15
Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai tujuan tertentu,
karena aktivitas yang tidak mempunyai tujuan berarti merupakan atau
pekerjaan sia-sia.

e) Sasaran Evaluasi Pendidikan islam

Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yakni:

1. Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat,


perhatian,keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.

2. Segi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh


guru dalam prosesbelajar mengajar.

3. Segi-segi yang menyangkut proses belajar mengajar dan mengajar itu


sendiri,yaitu bahwaproses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara
objektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan
menentukan baik tidaknya hasil belajaryang dicapai oleh murid (Nata, 1997,
p. 143).

Sasaran Evaluasi Pendidikan Islam secara garis besar meliputi 4


kemampuan dasaranak didik yaitu:

1. Sikap dan pengalaman pribadinya, hubungannya dengan tuhan.

2. Sikap dan pengamalan dirinya, hubungannya dengan masyarakat.

3. Sikap dan pengalaman kehidupannya, hubungannya dengan alam sekitar.

4. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan
selakuanggota masyarakatnya, serta selaku khalifah dimuka bumi.
(H.M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, 1993, p. 162)

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari segi bahasa kata metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta
dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”.
Dengan demikian, dari sudut pandang ini, maka metode dapat dimaknai
sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan
Maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam itu
adalah jalan atau cara yang teratur dan terpikir baik yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Ibnu Khaldun menampilkan metode mengajar yang diberi nama
metode tiga tahap sabil al-ijmal, al-syrh wa al-bayan, takhallus, yang hal
ini cenderung pada hal penstrukturan pengajarannya. Nata sedikitnya
mengemukakan tujuh jenis metode dalam pendidikan Islam yaitu metode
teladan, metode kisah-kisah, metode nasihat, metode pembiasaan, metode
hukum dan ganjaran, metode ceramah, dan metode diskusi.
metode pendidikan dari al-Ghazali dan Ibnu Khaldun bersifat
saling melengkapi. Dari al-Ghazali, seorang pendidik dapat belajar tentang
apa saja yang harus dikerjakan, dan dari Ibnu Khaldun dapat belajar
tentang bagaimana cara mengerjakan. Semua metode atau cara mendidik
yang diajarkan oleh al-Ghazali dan Ibnu Khaldun dapat bermanfaat bagi
peserta didik dalam rangka mencapai tujuan akhir pendidikan, yakni
menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Al Rasyidin menyebutkan bahwa idealnya evaluasi pendidikan
berfungsi sebagai instrumen yang untuk menjamin kontinuitas
pembentukan dan pengembangan kepribadian Muslim menuju khalifah
yang berkualitas dan hamba yang takwa kepada Allah SWT.

17
B. Saran

Dengan adanya pembahasan pendekatan filosofis tentang berbagai


metode pendidikan islam dan evaluasi pendidikan islam diharapkan dapat
memberikan kemudahan dan pemahaman kepada khalayak umum
mengenai metode dan evaluasi pendidikan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. S. (2010). Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran Terj. H.
M. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi


Aksara.

Dian, D. &. (2019). Tingkat Stres Pendidik Dalam Menghadapi Akreditasi


Sekolah. TQAN: Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan, 133-139.

Dian, D. Q. (2020). Analisis kebijakan pendidikan : Kajian aplikatif pendidikan


Islam di Indonesia. Sukabumi: Farha Pustaka.

H.M.Arifin. (1993). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

H.M.Arifin. (1993). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Harahap, A. S. (2018). METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM


PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Jurnal Hikmah, 14.

Mudzakkir, A. M. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nata, A. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,.

Penyusun, T. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia , Ed. 3. Cet. Ke-2,. Jakarta:
Balai Pustaka.

Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islam,. Jakarta: Kalam Mulia.

Rasyidin, A. (2008). Falsafah Pendidikan Islami : Membangun Kerangka


Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan. Bandung:
Citapustaka Media Perintis,.

Rohinah. (2013). Filsafat Pendidikan Islam; Studi Filosofis atas Tujuan dan
Metode Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 321.

Rosyad, R. &. (2022). Model pendidikan perdamaian di sekolah Pondok


Peacesantren Garut. Bandung: PRODI S2 STUDI AGAMA-AGAMA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG.

Syafaruddin, d. (2009). Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat.


Jakarta: Pustaka Utama.

19
Syaibany, O. M.-T. (1979). Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan laggulung.
Jakarta: Bulan Bintang.

Syalabi, A. (1954). Sejarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Yahya,. Beirut.

Tafsir, A. (1996). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

Tibawi, A. (1972). Islamic Education, Headley Brothers.

20

Anda mungkin juga menyukai