Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN MANUAL OPERASI & PEMELIHARAAN

BUKU 1 : KETENTUAN UMUM


SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

BAB II
RIWAYAT BENDUNGAN

2.1. UMUM
Riwayat Bendungan Rotiklot merupakan catatan dan informasi untuk mengidentifikasi kegiatan
OP Bendungan yang diperlukan.

2.2. POTENSI LONGSOR DI AREA GENANGAN


Lereng di daerah genangan sudah diidentikasi kemungkinan potensi longsor. Lereng asli yang
tidak dibersihkan (clearing & grubbing), dimana batulempung Bobonaro yang merupakan
basement rock masih ditutupi soil dan tumbuhan asli umumnya lebih stabil terhadap longsor.
Penyebaran lereng asli ini berada di dinding kiri area genangan.
Sebagian lereng dinding kanan area genangan sudah di clearing & grubbing, dengan maksud
untuk melandaikan slope yang curam, dan membersihkan sampah berupa pohon tumbang di
area genangan. Clearing & grubbing tersebut menyebabkan batulempung Bobonaro tersingkap
dan kontak langsung dengan cuaca. Adanya sifat burai menyebabkan keadaan ini berpotensi
terjadi longsoran. Peta Potensi Longsor Area Genangan Bendungan Rotiklot disajikan pada
Gambar 2.1.

2.3. IDENTIFIKASI RETAKAN DI PUNCAK BENDUNGAN ROTIKLOT


Telah terjadi retakan melintang di puncak bendungan rotiklot, yang teramati di trotoar hulu dan
hilir STA 459,70. Lebar retakan di trotoar 1cm. Di permukaan jalan aspal tampak retak, dengan
jalur retakan terputus-putus (retakan tidak menerus dari trotoar hulu ke hilir).
Kejadian retakan dipuncak bendungan Rotiklot telah dibahas dalam sidang pleno pada hari
Rabu, 23 Mei 2018 di Jakarta. Berdasarkan hasil keputusan Sidang Pleno Persiapan Pengisian
Waduk Rotiklot tersebut, harus dibuat test pit pada retakan melintang di puncak bendungan
Rotiklot untuk pemeriksaan dan pemantauan retakan tersebut.
Lokasi testpit dipilih pada jalur retakan di jalan aspal yang paling lebar dan panjang. Lebar
retakan dijalan aspal 1mm, panjang 100cm. Penggalian testpit ini dimaksudkan dapat
mengidentifikasi bidang retakan.
Pada lubang testpit, hanya 2 bidang yang mengalami retak, yaitu bidang hulu dan hilir. Bidang
hulu, terlihat retakan mulai dari permukaan lapisan agregat A, bidang retakan sedikit terbuka
<0,5mm, sampai kedalaman 10 cm retakan sudah rapat, dan jalur retakan tidak berkembang
(berhenti) pada kedalaman 15cm.
Bidang hilir, terlihat retakan mulai dari permukaan lapisan agregat A, bidang retakan sedikit
terbuka <0,5mm, sampai kedalaman 10 cm retakan sudah rapat, dan jalur retakan tidak
berkembang (berhenti) pada kedalaman 15cm.

II- 1
LAPORAN MANUAL OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

Gambar 2.1. Peta Potensi Longsor Area Genangan Bendungan Rotiklot

II- 2
LAPORAN OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

Bidang hilir, terlihat retakan mulai dari permukaan lapisan agregat A, bidang retakan sedikit
terbuka <0,5mm, sampai kedalaman 10 cm retakan sudah rapat, dan jalur retakan tidak
berkembang (berhenti) pada kedalaman 15cm.
Pada dasar lubang testpit, di kedalaman 15cm, masih terlihat jalur retakan, bidang retakan
tertutup, panjang retakan 20cm. Saat penggalian sampai kedalaman 30 cm, sudah tidak
didapatkan retakan.
Disimpulkan dimensi retakan di permukaan jalan aspal, panjang 100cm, lebar 1mm, dalam
15cm, retakan disebabkan adanya gaya tarikan (tension), yang ditimbulkan oleh settlement
massa timbunan, dimana pengaruh paling besar berada di permukaan. Semakin rigid suatu
bangunan (trotoar) akan mengalami tension semakin kuat.
Tanda-tanda retakan tension di lokasi yaitu: bidang retakan terbuka, permukaan bidang
retakan kasar, dan jalur retakan tidak lurus dan terputus putus (Gambar 2.2).
Adanya retakan melintang (hulu-hilir) di puncak bendungan Rotiklot akan mengkhawatirkan
keamanan bendungan terhadap kebocoran (piping), bila bidang retakan tersebut
berkembang cukup dalam (2,5m) sampai menembus timbunan inti zona 1 (Gambar 2.3).
Dimensi retakan: panjang 100 cm, lebar 1 mm, dalam 15 cm. Posisi retakan masih berada di
dalam lapisan agregat A, untuk sampai ke inti timbunan (zona 1) berjarak 115 cm (agregat B
20 cm, pasir filter 10 cm, dan random 85 cm).

Gambar 2.2. Retakan Halus Pada Permukaan

II-3
LAPORAN OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

Gambar 2.3. Retakan Melintang

2.4. ZONA LEMAH DI DASAR PONDASI


A. River bed zone
Penamaan River bed zone dimaksudkan adalah daerah alur sungai rotiklot semula yang
ditimbun tubuh bendungan (Cofferdam Hulu, Main dam Hulu, River bed, Main dam Hilir, dan
Cofferdam Hilir). Meskipun Penggalian endapan alluvial dan penimbunan dengan material
urugan dikerjakan dengan teliti, sesuai dengan rencana desain, tetapi kecenderungan tingkah
laku air akan mencari daerah terrendah, atau melewati jalur semula. Oleh karena itu river bed
zone termasuk daerah lemah dan berpotensi dirembesi (leakage).
Sehingga perlu diwaspadai rembesan air (leakage) daerah disekitar river bed zone di cofferdam
hilir. (Lihat Gambar 2.4 Peta Potensi Rembesan Bendungan Rotiklot).
B. Cofferdam Hilir
Ada perbaikan tapak pondasi di area Cofferdam Hilir, disebabkan masih ada konglomerat
endapan sungai pada elevasi desain dengan kekerasan lunak sedang (D). Konglomerat endapan

II-4
LAPORAN OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

sungai tersebut tidak mampu menopang struktur bendungan, dan menjadi zona lemah yang
dapat berpotensi dirembesi air (leakage). Untuk menceggah kemungkinan itu maka harus ada
perbaikan pondasi, yaitu dengan mengupas seluruh konglomerat endapan sungai tersebut.
Penggalian konglomerat dilakukan sedalam 3-5m dari elevasi desain 37,5 m sampai dengan
elevasi 34 m, sampai didapatkan batuan dasar (batulempung Bobonaro), dengan tingkat
kelulusan air rendah permeabilitas 2.46 x10 -04, dan daya dukung cukup baik, SPT > 60, kemudian
dilanjutkan dengan penghamparan clay, timbunan material random, dan rip-rap. Peta Potensi
Rembesan Bendungan Rotiklot disajikan pada Gambar 2.4.
C. Maindam Hilir
Ada perbaikan tapak pondasi pada area maindam hilir, disebabkan masih didapat endapan
alluvial yang bersifat lepas (D). Endapan alluvial tersebut tidak akan mampu menopang struktur
bendungan, dan menjadi zona lemah yang dapat berpotensi dirembesi air (leakage). Untuk
menceggah kemungkinan itu maka harus ada perbaikan pondasi, yaitu dengan mengupas
seluruh endapan alluvial tersebut. Penggalian dilakukan sedalam 3-3,5 m dari elevasi desain
37,5 m sampai dengan elevasi 34 m, dan sudah sesuai dengan elevasi desain revisi.
Tingkat kelulusan air rendah permeabilitas 2.46E-04, dan daya dukung cukup baik, nilai SPT >
60, dilanjutkan dengan penghamparan clay, timbunan material random, dan rip-rap. Peta
Potensi Rembesan Bendungan Rotiklot disajikan pada Gambar 2.4.
D. As Maindam Sandaran Kanan STA 320 s/d STA 480
Di As main dam sandaran kanan dari STA 370 s/d STA 380 pada elevasi desain masih didapatkan
endapan alluvial, sehingga perlu dilanjutkan penggalian untuk mencapai tanah keras
(batulempung Bobonaro). Disebakan endapan alluvial tersebut tidak mampu menopang
struktur bendungan, dan akan menjadi zona lemah yang dapat dilalui air (kebocoran waduk).
Untuk mencegah kemungkinan itu maka harus dilakukan perbaikan pondasi, yaitu dengan
mengupas seluruh endapan alluvial tersebut, sampai didapatkan batuan dasar (batulempung
Bobonaro), dengan tingkat kelulusan air rendah, permeabilitas berkisar antara 6.16 x10 -05 -1.72
x10-06, dan daya dukung cukup baik, SPT > 60. Tebal endapan alluvial yang harus digali 0,78 m di
STA 370, dan 1,67 m di STA 380.
Lubang hasil penggalian kemudian dicor beton (dental) dengan tebal menyesuaikan hasil galian.
Setelah pengecoran dental selesai, maka As Main Dam telah siap dilakukan penimbunan. Peta
Potensi Rembesan Bendungan Rotiklot disajikan pada Gambar 2.4.

II-5
LAPORAN MANUAL OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

Gambar 2.4. Peta Potensi Rembesan Bendungan Rotiklot

II-6
LAPORAN OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

2.5. PERBAIKAN PONDASI BAWAH PERMUKAAN


Pekerjaan grouting secara umum adalah suatu proses memasukan cairan dengan tekanan
(penyuntikan) kedalam rongga atau pori pada batuan pondasi, yang dalam waktu tertentu
cairan tersebut akan menjadi padat dan keras secara fisika maupun kimiawi, dengan tujuan :
1. Mengurangi intensitas aliran filtrasi (kebocoran-kebocoran) dari waduk yang mengalir keluar
melalui bidang-bidang diskontinuitas yang terbuka pada batuan pondasi.
2. Mengurangi gaya angkat ke atas (uplift) pada dasar tubuh bendungan yang di sebabkan oleh
tekanan air tanah yang berasal dari dalam batuan pondasi.
3. Meningkatkan daya dukung batuan pondasi dengan membentuk lapisan batuan pondasi
menjadi lebih kompak dan padat.
Setiap gambaran proyek dari suatu bendungan pada dasarnya tergantung pada tapak ( ground)
yang mendukung. Suprasarana (superstructure) adalah hasil pengolahan dengan kualitas
terkontrol dalam desainnya dan spesifikasi konstruksinya, sedangkan geologi pondasi dan
geomekanika sudah tertentu (given). Umumnya terpendam (hidden), heterogen dan berpola
komplek, sehingga perlu investigasi lebih lanjut untuk menyingkapnya, dengan diadakan
grouting test yang bertujuan untuk :
1. Mendapatkan gambaran yang lebih detail mengenai pengaturan jarak dan pola lubang
grouting.
2. Mengetahui metoda pelaksanaan yang cocok dengan kondisi batuan.
3. Menentukan besarnya tekanan injeksi pada waktu pelaksanaan.
4. Perbandingan campuran semen dan air.
5. Memperkirakan banyaknya material yang akan di gunakan.
6. Menentukan jenis dan banyaknya peralatan yang akan di butuhkan.
Sedangkan dari hasil uji dari pelaksanaan pekerjaan uji grouting test didapatkan data sebagai
berikut :
1. Dapat di ketahui bahwa nilai Lugeon (Lu) Grouting test lebih kecil dari 5 (Lu ≤ 5).
2. Perbandingan awal campuran semen dan air = 1 : 6.
3. Jarak titik pemboran Curtain Hole adalah 3 m.
4. Memperkirakan material semen yang masuk, sekitar 3 – 6 kg.
Tekanan untuk grouting berkisar 1,50 sampai 3 kg/cm².

II - 7
LAPORAN OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

Contents
2.1. UMUM.............................................................................................................................................1

2.2. POTENSI LONGSOR DIAREA GENANGAN........................................................................................1

2.3. IDENTIFIKASI RETAKAN DI PUNCAK BENDUNGAN ROTIKLOT........................................................1

Gambar 2.1. Peta Potensi Longsor Area Genangan Bendungan Rotiklot...........................................2

Gambar 2.2. Retakan Halus Pada Permukaan.....................................................................................3

Gambar 2.3. Retakan Melintang..........................................................................................................4

2.4. ZONA LEMAH DI DASAR PONDASI..................................................................................................4

A. River bed zone....................................................................................................................................4

B. Cofferdam Hilir....................................................................................................................................4

C. Maindam Hilir.....................................................................................................................................5

D. As Maindam Sandaran Kanan STA 320 s/d STA 480..........................................................................5

2.5. PERBAIKAN PONDASI BAWAH PERMUKAAN.................................................................................7

II - 8
LAPORAN OPERASI & PEMELIHARAAN
BUKU 1 : KETENTUAN UMUM
SUPERVISI PEMBANGUNAN BENDUNGAN ROTIKLOT DI KABUPATEN BELU

9 dari 39

Anda mungkin juga menyukai