Anda di halaman 1dari 18

PEMERIKSAAN FISIK MUSKULOSKELETAL

Oleh :
1. Amelia Agustin 220210096
2. Amos Christopher Cahyadi 220210327
3. Indah Alifia Hardian 220210158
4. Najwa Maura Nandira 220210198

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2022/2023
ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

1.1 Latar Belakang


Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas,
seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari
kekuatan sistem saraf dan muskuloskeletal. Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang
itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana kemampuannya
dalam melakukan berbagai aktivitas. Kemampuan aktivitas seseorang itu tidak terlepas dari
keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal. Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau
keadaan bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya.

1.2 Tujuan

1. Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian.


2. Untuk mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya ganguan pada bagian tertentu
umum.

iv
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1Pengertian Pemeriksaan Fisik Muskuloskeletal


Pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletal adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
tulang, persendian dan otot. Perawat dapat belajar mengintegrasikan bagian-bagian pengkajian
muskuloskeletal pada saat klien berjalan, bergerak di tempat tidur atau melakukan segala jenis
dengan menggunakan inspeksi dan palpasi.

2.2Anatomi Dan Fisiologi Muskuloskeletal


Anatomi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang nama bagian tubuh
dan susunan bagian tubuh sistem skeletal, rangka atau tulang merupakan sistem organ tubuh
manusia yang berperan untuk menompang tubuh, berfungsi juga sebagai tempat melekatnya otot
dan meyongkong tubuh, pergerakan, produksi sel darah, tempat menyimpan kalsium dan sebagai
melindungi organ vital lainya seperti mata, otak, lambung jantung dan sebagainya. Fisiologi
muskuloskeletal adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang fungsi dan interaksi antara sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf dalam menjaga stabilitas, gerakan, dan dukungan tubuh. Sistem
muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, dan jaringan ikat, sedangkan sistem saraf terdiri dari
otak, sumsum tulang belakang, dan saraf tepi.

2.2.1 Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago,
ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3).
a) Tulang
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari jenis sel, yaitu osteoblast, osteosit,
dan osteoklas. Fungsi tulang :
1) Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot otot tubuh.
2) Melindungi organ yanng lunak, seperti otak, jantung, paru-paru, dan sebagainya.
3) Membantu pergerakan tubuh.
4) Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium.
5) Membantu proses hematopoiesis, yaitu proses pembentukan sel darah merah di
sumsum tulang.
b) Otot
Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan gerakan-gerakan.
Otot ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka
terdapat pada sistem skeletal dan merupakan otot yang paling berperan dalam
aktivitas fisik.

v
Otot rangka berfungsi dalam membantu pengontrolan gerakan, mempertahankan
postur tubuh, dan menghasilkan panas.
c) Tendon
Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan perpanjangan dari
pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang mengikatkannya pada
tulang. Tendon ini dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan
pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah.
d) Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat, lentur, dan
kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian dan menjaga kestabilan.
e) Kartilago
Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat tetapi elastis dan
tidak mempunyai pembuluh darah. Fungsi kartilago antara lain:
1) Mengurangi gesekan dan berperan sebagai bantalan antar tulang di persendian.
2) Membantu menopang berat badan saat tubuh melakukan kegiatan seperti berlari,
membungkuk, atau melakukan peregangan.
3) Sebagai perekat tulang-tulang di tubuh.
4) Menjalankan fungsi sesuai organ yang dibentuknya. Contoh, telinga yang
seluruhnya terdiri dari kartilago berfungsi untuk mendengar.
f) Sendi
Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya kelenturan.
Ada tiga jenis sendi, yaitu sendi sinartroses (sendi yang tidak bergerak, seperti batas
tulang tengkorak), sendi amfiartoses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu
gerakan, seperti tulang vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas
pergerakannya, seperti sendi bahu dan sendi leher).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang (Reeves,
Charlene, 2001: 248). Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum menbentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris (Syaifudin, 1992: 32).
Menurut Doenges (2000: 761) Fraktur dapat dibagi menjadi 150, tetapi lima yang utama
adalah:
1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu
sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok (greenstik).
2. Complete: Garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari tulang, dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3. Tertutup (Simple): Fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Terbuka (Complete): Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi.
vi
5. Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang dengan tak ada trauma atau hanya
minimal.
2.3Anamnesis Muskuloskeletal
1. Data Subjektif
a. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, jenis transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat
dengan klien.
b. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus, bayi prasekolah, remaja dan tua.
c. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status
kesehatannya dapat dipengaruhi.
d. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi (misal;
penyakit DM yang merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif,
TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
e. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena
kondisi ini dapat mengakibatkan stres pada sendi penyangga tubuh dan
prdisposisi terjadinya instabilitas legamen khususnya pada punggung
bagian bawah. Kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur
karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan
konsumsi vitamin A, D, kalsium serta protein yang merupakan zat untuk
menjaga kondisi muskuloskeletal.
f. Aktivas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitas
sehari-hari. Kebiasaan membewa benda-benda berat yang dapat
menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya. Perlu dikaji pula aktivitas
hidup sehari-hari, s a a t a m b u l a s i a p a k a h n y e r i p a d a s e n d i , a p a k a h
menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat, walker)
g. Riwayat kesehatan masa lalu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak
langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau
kerusakan tulang rawan, riwayat artritis, dan osteomielitis.
h. Riwayat kesehatan sekarang. Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada
riwayat trauma. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbul
untuk pertama kalinya atau berulang. Kaji klien untuk mengungkapkan
alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan.
Keluhan utama pasien dengan gangguan muskuloskeletal meliputi :
i. Nyeri. Identifikas i lokas i nyeri. N yeri bias anya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut.Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang

vii
menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah
nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan. Nyeri saat bergerak
merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut.
Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri
pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri
makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Tanyakan apakah nyeri
hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.

2. Data Obyektif
a. Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
b. Bandingakan dengan sisi lainnya.
c. Pengukuran kekuatan otot (0-5)
d. Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
e. Kyposis, scoliosis, lordosis.

2.4Keluhan Utama Dalam Sistem Muskuloskeletal


Berbagai macam keluhan yang menyebabkan pasien datang bertemu dengan
pengkaji di klinik. Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan
muskoloskeletal adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada gangguan
muskoloskeletal sehingga perlu diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat dari
nyeri. Kebanyakan pasien dengan penyakit atau kondisi traumatic, baik yang terjadi
pada otot, tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri. Nyeri tulang dapat
dijelaskan secara khas sebagai nyeri dalam dan tumpul yang bersifat menusuk,
sementara nyeri otot dijelaskan sebagai adanya rasa pegal. Nyeri fraktur t a j a m
d a n m e n u s u k d a n d a p a t d i h i l a n g k a n d e n g a n imobilisasi. Nyeri tajam
juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot atau penekanan
pada saraf sensoris. Kebanyakan nyeri muskoloskeletal dapat dikurangi dengan
istirahat. N y e r i y a n g bertambah karena aktivitas menunjukan memar sendi atau
otot. Sementara nyeri pada satu titik yang terus bertambah merupakan proses
infeksi (Osteomielitis), tumor ganas, atau komplikasi vascular. Nyeri menyebar
terdapat pada keadaan yang mengakibatkan tekanan pada serabut saraf. Rasa nyeri
berbeda dari satu individu ke individu yang lain berdasarkan atas ambang nyeri
dan toleransi nyeri masing-masing pasien. Pada setiap orang pengajian Maupun
penanganannya harus dibedakan pula untuk masing-masing pasien. Agar lebih
komprehensifnya pengkajian nyeri, ada suatu pendekatan yan memudahkan
peserta didik untuk melakukan pengkajian, yaitu pengkajian nyeri dengan
pendekatan PQRST.
viii
Pengkajian Deskripsi Teknik Pengkajian,
Prediksi Hasil, dan
Implikasi Klinis
Provoking Incident Pengkajian untuk Pada kondisi nyeri otot,
menentukan faktor atau tulang dan sendi biasanya
peristiwa yang disebabkan oleh adanya
mencetuskan keluhan kerusakan jaringan saraf
nyeri. akibat suatu trauma atau
merupakan respon dari
peradangan lokal.
Quality of pain Pengkajian sifat keluhan Dalam hal ini perlu
(karakter), seperti apa rasa ditanyakan kepada pasien
nyeri yang dirasakan atau apa maksud dari keluhan-
digambarkan pasien. keluhannya. Apakah
keluhan nyeri bersifat
menusuk, tajam, atau
tumpul menusuk.
Ingat :
Bahwa kebanyakan
deskripsi sifat dari nyeri
sulit ditafsirkan oleh
karena itu pengkaji harus
bisa menerangkan dalam
Bahasa yang lebih mudah
di mengerti oleh pasien
sehingga pasien akan lebih
mudah mendeskripsikan
ras nyeri tersebut.
Region Refered Pengkaji untuk Region merupakan
menentukan area atau pengkajian lokasi nyeri

ix
lokasi keluhan nyeri, dan harus ditunjukan
apakah nyeri menjalar ke dengan tepat oleh pasien.
area lain. Pada kondisi klinik, lokasi
nyeri pada sistem
musculoskeletal dapat
menjadi petunjuk area
yang mengalami
gangguan, misalnya nyeri
lokasi lutut pada astritis
rematik, atau pada nyeri
akibat fraktur yang bersifat
lunak pada area local yang
mengalami fraktur.
Refered atau penjalaran
nyeri yang disebut juga
nyeri kiriman adalah suatu
keluhan nyeri pada suatu
tempat yang sebenarnya
akibat kelainan dari tempat
lain.
Sebagai contoh : nyeri
radicular pada
penyempitan atai suatu
herniasi diskus, akan
dirasakan nyeri pada
sepanjang ekstremitas
bawah.

x
Severity (scale) of pain Pengkaji seberapa jauh Pengkajian nyeri dengan
rasa nyeri yang dirasakan menilai skala nyeri
pasien. merupakan pengkajian
yang paling penting dari
pengkajian nyeri dengan
pendekatan PQRST.
Pengkajian ini juga
menjadi parameter penting
dalam menentukan
keberhasilan suatu
intervensi.
Sebagai contoh : pasien
yang mengalami fraktur
sebelum dilakukan
intervensu imobilisasi
mempunyai derajat skala
nyeri 3 (0-4) atau nyeri
berat, maka setelah
mendapat intervensi
apakah skala nyeri
mengalami penurunan,
misalnya 1(0-4) atau nyeri
ringan.
Berat ringannya suatu
keluhan nyeri bersifat
subjektif oleh karena itu
pada pengkajian tersebut
estimasi harus ditentukan
oleh pasien sendiri.
Teknik pengkajian
dilakukan dengan cara :

xi
pasien bisa ditanya dengan
menggunakan rentang 0-4
dan pasien akan menilai
seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan.
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nyeri sedang
3 = nyeri berat
4 = nyeri berat sekali
Time Berapa lama nyeri Sifat mula timbulnya
berlangsung, kapan, (onset), tentukan apakah
apakah bertamabah buruk gejala timbul mendadak,
pada malam hari atau perlahan – lahan, atau
siang hari. seketika itu juga.
Tanyakan apakah gejala –
gejala timbul secara terus
menerus atau hilang timbul
(intermiten).
Tanyakan apa yang sedang
dilakukan pasien saat
gejala timbul. Lama
timbulnya (durasi).
Tanyakan kapan gejala
tersebut pertama kali
timbul dan usahakan
menghitung tanggalnya
seteliti mungkin.

2. Deformitas

xii
Deformitas atau kelainan bentuk merupakan suatu keluhan yang menyebabkan
pasien meminta pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan
berapa lama keluhan dirasakan, kemana pasien pernah meminta pertolongan
sebelum ke rumah sakit, apakah pernah ke dukun urut atau patah tulang karena ada
beberapa kasus deformitas setelah pasien meminta pertolongan pada dukun patah,
atau apakah tanpa ada tindakan apa-apa setelah mengalami suatu trauma. Perlu
diarahkan pada pasien apakah keadaan/masalah kelainan bentuk pada dirinya
menyebabkan perubahan pada citra diri pasien.
3. Kekakuan/instabilitas pada sendi.
Kekakuan atau ketidakstabilan pada sendi merupakan suatu keluhan yang dirasakan
pasien mengganggu aktivitas pasien sehari-hari dan menyebabkan pasien meminta
pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama keluhan
dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebabkan gangguan pada aktivitas pasien.
Kelainan ini bisa bersifat umum misalnya pada atritis rematoid, ankilosing
spondilitis, atau bersifat local pada sendi-sendi tertentu. Locking
merupakan suatu kekakuan sendi oleh tulang rawan atau meniscus. Perlu
diketahui apakah kelainan yang ada menyebabkan ketidakstabilan sendi dan
ditelusuri pula penyebabnya apakah karena kelemahan otot atau kelemahan/robekan
ada ligament dan selaput sendi.
4. Pembengkakan/benjolan.
Keluhan karena adanya pembengkakan pada ekstremitas merupakan suatu
tanda adanya bekas trauma yang terjadi pada pasien. Pembengkakan dapat
terjadi pada jaringan lunak, sendi atau tulang. Hal yang perlu ditanyakan adalah
lokasi spesifik pembengkakan, sudah berapa lama proses terjadinya trauma,
apakah sudah meminta tolong untuk mengatas i keluhan, dan apakah yang
terjadi s ecara perlahan-lahan, misalnya pada hematoma progresif dalam
beberapa waktu. Pembengkakan juga bisa disebabkan oleh infeksi, tumor jinak
atau ganas.
5. Kelemahan otot.
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum misalnya pada
penyakit distrofi muscular atau bersifat local karena gangguan neurologis pada
otot, misalnya pada lobus Hansen, adanya perineal paralisis, atau pada
penyakit poliomyelitis.
6. Gangguan atau hilangnya fungsi.
K e l u h a n g a n g g u a n d a n h i l a n g n y a f u n gs i d a r i o r g a n muskoloskeletal ini
merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama pada masalah gangguan
system muskoloskeletal. Gangguan atau hilangnya fungsi pada sendi dan anggota
gerak dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti gangguan fungsi karena nyeri
yang terjadi setelah trauma, adanya kekakuan sendi, atau kelemahan otot.
Anamnesis yang dilakukan pengkaji untuk menggali keluhan utama dari pasien

xiii
adalah berapa lama keluhan muncul, lokasi, atau organ yang mengalami
gangguan atau hilangnya fungsi dan apakah ada keluhan lain yang menyertai.
7. Gangguan sensibilitas.
Keluhan adanya gangguan sensibilitas terjadi apabila melibatkan kerusakan
saraf pada upper/lower motor neuron, baik bersifat local maupun menyeluruh.
Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi apabila terdapat trauma atau penekanan
pada saraf. Gangguan sensoris sering berhubungan dengan masalah
muskoloskeletal. Pasien mungkin menyatakan mengalami parestesia (perasaan
terbakar atau kesemutan) dan kebas. Perasaan tersebut mungkin akibat
penekanan pada serabut saraf ataupun gangguan peredaran darah. Pembengkakan
jaringan lunak atau trauma langsung terhadap struktur tersebut dapat mengganggu
fungsinya. Kehilangan fungsi dapat terjadi akibat gangguan struktur saraf dan
peredaran darah yang terletak sepanjang system muskoloskeletal. Status neurovascular
didaerah muskuloskeletal yang terkena harus dikaji untuk memperoleh informasi
untuk perencanaan intervensi. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah pasien
mengalami perasaan yang tak normal atau kebas; apakah gangguan ini bertambah
berat atau malah makin berkurang setelah permulaan keluhan mucul sampai pada saat
wawancara; apakah ada keluhan lain yang pasien rasakan seperti mengalami
nyeri dan bengkak (edema) apakah ada perubahan warna kulit bagian distal dari
daerah yang terkena seperti pucat dan sianosis.

2.5 Pemeriksaan Fisik Muskuloskeletal


Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari
kesalahan. Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan
palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi,
kekuatan otot, cara berjalan, dan kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-
hari.
1. Pengkajian Skeletal Tubuh
Skelet tubuh dapat dikaji dengan adanya deformitas dan
kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat
dijumpai.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidan sejajar
dalam kondisi anatomis harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi menunjukkan patahan tulang. Biasanya terjadi
krepitus (suara berderik ) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang
harus diminimalkan untuk mencegah cedera lebih lanjut. (Smeltzer, 2002)
Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang di antaranya a m a t o k e n o r m a l a n
s u s u n a n t u l a n g d a n k a j i a d a n y a deformitas, lakukan palpasi untuk mengetahui
adanya edema a t a u n y e r i t e k a n , d a n a m a t i k e a d a a n t u l a n g u n t u k
mengetahui adanya pembengkakan.
2. Pengkajian Tulang Belakang

xiv
Kurvatura normal tulang belakang konveks pada bagian dada dan konkaf pada
sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering terjadi
meliputi : scoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), kifosis (kenaikan
kurvatura lateral tulang belakang bagian dada), lordosis (membebek, kurvatura
tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan). Kifosis terjadi pada pasien
osteoporosis pada pasien neuromuscular. Skoliosis terjadi congenital, idiopatrik
(tidak diketahui penyebabnya) atau akibat kerusakan otot paraspinal
misalnya pada poliomyelitis. Lordosis dijumpai pada penderita kehamilan
karena menyesuaikan postur tubuhnya akibat perubahan pusat gaya beratnya.
Pemeriksaan kesimetrisan dilakukan dengan memeriksa kurvatura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dari pandangan anterior, posterior dan
lateral. Dengan cara berdiri di belakang pasien, dan memperhatikan
perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris.
Simetri bahu dan pinggul serta kelurusan tulang belakang diperiksa dengan
pasien berdiri tegak, dan membungkuk ke depan (fleksi). Skoliosis ditandai
dengan abnormal kurvatura lateral tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi,
garis pinggang yang tidak simetri dan scapula yang yang menonjol, akan lebih jelas
dengan uji membungkuk kedepan. Lansia akan mengalami kehilangan tinggi badan
karena hilangnya tulang rawan dan tulang belakang.
3. Pengkajian Persendian
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan, deformitas,
stabilitas dan benjolan.Luas gerakan dievaluasi secara aktif (sendi digerakkan
oleh otot sekitar sendi dan pasif dengan sendi digerakkan oleh pemeriksa).
Luas gerakan normal sendi-sendi besar menurut American Academy of
Orthopedic Surgeons diukur dengan goniometer (busur derajat yang dirancang
khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi). Bila suatu sendi di ekstensi maksimal
namun terdapat sisa fleksi, dikatakan bahwa luas gerakan terbatas.Yang disebabkan
karena deformitas skeletal, patologi sendi atau kontraktur otot dan tendo
disekitarnya. Pada lansia penurunan keterbatasan gerakan yang disebabkan patologi
degeneratif sendi dapat berakibat menurunnya kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari.Inspeksi persendian dan bandingkan secara bilateral.Harusnya
didapat kesimetrisan tanpa kemerahan, pembengkakan, pembesaran /
deformitas. Palpasi sendi dan tulang untuk mengetahui edema dan
tenderness.Palpasi sendi selama gerakan untuk mengetahui adanya krepitasi.
Sendi harusnya terasa lembut saat bergerak dan tidak ada nodul. Deformitas sendi
disebabakan oleh kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi), subluksasi
(lepasnya sebagian permukaan sendi atau distrupsi struktur sekitar sendi,
dislokasi (lepasnya permukaan sendi). Kelemahan atau putusnya struktur
penyangga sendi dapat menakibatkan sendi terlalu lemah untuk berfungsi normal,
sehinga memerlukan alat penyokong eksternal ( misalnya brace). Jika sendi terasa

xv
nyeri periksa adanya kelebihan cairan pada kapsulnya (efusi), pembengkakan,
dan peningkatan suhu, yang mencerminkan inflamasi aktif. Kita dapat
mencurigai adanya effuse jika sendi mebengkak,ukurannya dan tonjolan
tulangnya samar. Tempat tersering terjadi efusi adalah lutut. Bila hanya ada
sedikit cairan pada rongga sendi di bawah tempurung lutut dapat diketahui
dengan maneuver : aspek lateral dan medial lutut dalam dalam keadaan ekstensi
dapat diurut dengan kuat kearah bawah. Gerakan tersebut akan menggerakkan
cairan kearah bawah. Begitu ada tekanan dari sisi lateral dan medial pemeriksa
akan melihat benjolan disisi lain dibawah tempurung lutut.
4. Pengkajian Sistem Otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan merubah posisi, kekuatan otot
dan koordinasikan ukuran otot serta ukuran masing-masing otot.Kelemahan otot
menunjukkan polineuropati, gangguan elektrolit (kalsium dan kalium), miastenia
grafis, poliomyelitis, distrofi otot. Dengan palpasi otot saat ekstremitas relaks
digerakkan secara pasif akan terasa tonus otot. Mengkaji kekuatan otot
dilakukan dengan palpasi otot dan ekstremitas yang digerakkan secara pasif
dan rasakan tonus otot.

2.6Indikasi Pengkajian Sistem Muskuloskeletal


Pengkajian fisik sistem muskuloskeletal adalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data
yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
( Dewi Sartika, 2010) Keakuratan pemeriksaan fisik muskuloskeletal mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut. (Potter
dan Perry, 2005). Pengkajian fisik pada gangguan muskoloskeletal terdiri a t a s
p e n g k a j i a n f i s i k u m u m d a n p e n g k a j i a n l o k a l i s muskoloskeletal.
Pengkajian fisik ini dilakukan sebagaimana pengkajian fisik lainnya dan bertujuan
untuk mengklarifikasi hasil temuan dari anamnesis, untuk mengevaluasi keadaan fisik pasien
secara umum, serta melihat apakah ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan
muskoloskeletal.
Dalam melakukan pengkajian fisik gangguan musculoskeletal, pengkaji
memerlukan pengetahuan tentang anatomi, fisiologi dan fatofisiologi dari system
muskoloskeletal. Pengalaman dan keterampilan diperlukan dalam pengkajian dasar,
kemampuan fungsional, sampai maneuver pengkajian fisik canggih yang dapat
menegakkan diagnosis kelainan khusus tulang, otot, sendi. Pengkajian fisik
merupakan eveluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk
mengevaluasi integritas tulang, postur, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan
kemampuan pasien melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pengkajian musculoskeletal

xvi
biasanya berhubungan erat dengan system saraf dan kardiovaskuler sehingga pengkajian
ketiga system tersebut sering dilakukan secara bersamaan.
Dasar dari pengkajian fisik system musculoskeletal adalah perbandingan
kesimetrisan tubuh. Kedalaman pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan
riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan pengkaji yang
memerlukan eksplorasi lebih jauh.

2.7Kontraindikasi Pengkajian Sistem Muskuloskeletal


Nyeri tekan perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat
atau nyeri menjalar yang berasal dari tempat lain (referred pain).
Peserta didik tidak boleh melakukan palpasi pada pasien awal fraktur tanpa didampingi
oleh pembimbing. Teknik penekanan dimulai dengan meletakkan jari-jari tangan pada
area tempat pengkajian agar pasien merasa terbiasa dengan adanya tangan di tempat
pengkajian. Dengan memperhatikan ekspresi wajah pasien, penekanan dilakukan
perlahan-lahan. Analisis pengkajian untuk menentukan apakah nyeri bersifat local
(tenderness) atau nyeri dari tempat lain.

xvii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengkajian muskuloskeletal meliputi pemeriksaan pada tulang, persendian, dan otot-
otot. Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti, dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan fisik harus dilakukan
secara sistematis untuk menghindari kesalahan. Pengkajian keperawatan merupakan
evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi
integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan
kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

xviii

Anda mungkin juga menyukai