Oleh :
1. Amelia Agustin 220210096
2. Amos Christopher Cahyadi 220210327
3. Indah Alifia Hardian 220210158
4. Najwa Maura Nandira 220210198
iii
BAB I
1.2 Tujuan
iv
BAB II
TINJAUAN TEORI
v
Otot rangka berfungsi dalam membantu pengontrolan gerakan, mempertahankan
postur tubuh, dan menghasilkan panas.
c) Tendon
Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan perpanjangan dari
pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang mengikatkannya pada
tulang. Tendon ini dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan
pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah.
d) Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat, lentur, dan
kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian dan menjaga kestabilan.
e) Kartilago
Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat tetapi elastis dan
tidak mempunyai pembuluh darah. Fungsi kartilago antara lain:
1) Mengurangi gesekan dan berperan sebagai bantalan antar tulang di persendian.
2) Membantu menopang berat badan saat tubuh melakukan kegiatan seperti berlari,
membungkuk, atau melakukan peregangan.
3) Sebagai perekat tulang-tulang di tubuh.
4) Menjalankan fungsi sesuai organ yang dibentuknya. Contoh, telinga yang
seluruhnya terdiri dari kartilago berfungsi untuk mendengar.
f) Sendi
Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya kelenturan.
Ada tiga jenis sendi, yaitu sendi sinartroses (sendi yang tidak bergerak, seperti batas
tulang tengkorak), sendi amfiartoses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu
gerakan, seperti tulang vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas
pergerakannya, seperti sendi bahu dan sendi leher).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang (Reeves,
Charlene, 2001: 248). Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum menbentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris (Syaifudin, 1992: 32).
Menurut Doenges (2000: 761) Fraktur dapat dibagi menjadi 150, tetapi lima yang utama
adalah:
1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu
sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok (greenstik).
2. Complete: Garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari tulang, dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3. Tertutup (Simple): Fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Terbuka (Complete): Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi.
vi
5. Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang dengan tak ada trauma atau hanya
minimal.
2.3Anamnesis Muskuloskeletal
1. Data Subjektif
a. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, jenis transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat
dengan klien.
b. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus, bayi prasekolah, remaja dan tua.
c. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status
kesehatannya dapat dipengaruhi.
d. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi (misal;
penyakit DM yang merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif,
TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
e. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena
kondisi ini dapat mengakibatkan stres pada sendi penyangga tubuh dan
prdisposisi terjadinya instabilitas legamen khususnya pada punggung
bagian bawah. Kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur
karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan
konsumsi vitamin A, D, kalsium serta protein yang merupakan zat untuk
menjaga kondisi muskuloskeletal.
f. Aktivas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitas
sehari-hari. Kebiasaan membewa benda-benda berat yang dapat
menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya. Perlu dikaji pula aktivitas
hidup sehari-hari, s a a t a m b u l a s i a p a k a h n y e r i p a d a s e n d i , a p a k a h
menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat, walker)
g. Riwayat kesehatan masa lalu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak
langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau
kerusakan tulang rawan, riwayat artritis, dan osteomielitis.
h. Riwayat kesehatan sekarang. Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada
riwayat trauma. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbul
untuk pertama kalinya atau berulang. Kaji klien untuk mengungkapkan
alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan.
Keluhan utama pasien dengan gangguan muskuloskeletal meliputi :
i. Nyeri. Identifikas i lokas i nyeri. N yeri bias anya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut.Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang
vii
menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah
nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan. Nyeri saat bergerak
merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut.
Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri
pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri
makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Tanyakan apakah nyeri
hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.
2. Data Obyektif
a. Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
b. Bandingakan dengan sisi lainnya.
c. Pengukuran kekuatan otot (0-5)
d. Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
e. Kyposis, scoliosis, lordosis.
ix
lokasi keluhan nyeri, dan harus ditunjukan
apakah nyeri menjalar ke dengan tepat oleh pasien.
area lain. Pada kondisi klinik, lokasi
nyeri pada sistem
musculoskeletal dapat
menjadi petunjuk area
yang mengalami
gangguan, misalnya nyeri
lokasi lutut pada astritis
rematik, atau pada nyeri
akibat fraktur yang bersifat
lunak pada area local yang
mengalami fraktur.
Refered atau penjalaran
nyeri yang disebut juga
nyeri kiriman adalah suatu
keluhan nyeri pada suatu
tempat yang sebenarnya
akibat kelainan dari tempat
lain.
Sebagai contoh : nyeri
radicular pada
penyempitan atai suatu
herniasi diskus, akan
dirasakan nyeri pada
sepanjang ekstremitas
bawah.
x
Severity (scale) of pain Pengkaji seberapa jauh Pengkajian nyeri dengan
rasa nyeri yang dirasakan menilai skala nyeri
pasien. merupakan pengkajian
yang paling penting dari
pengkajian nyeri dengan
pendekatan PQRST.
Pengkajian ini juga
menjadi parameter penting
dalam menentukan
keberhasilan suatu
intervensi.
Sebagai contoh : pasien
yang mengalami fraktur
sebelum dilakukan
intervensu imobilisasi
mempunyai derajat skala
nyeri 3 (0-4) atau nyeri
berat, maka setelah
mendapat intervensi
apakah skala nyeri
mengalami penurunan,
misalnya 1(0-4) atau nyeri
ringan.
Berat ringannya suatu
keluhan nyeri bersifat
subjektif oleh karena itu
pada pengkajian tersebut
estimasi harus ditentukan
oleh pasien sendiri.
Teknik pengkajian
dilakukan dengan cara :
xi
pasien bisa ditanya dengan
menggunakan rentang 0-4
dan pasien akan menilai
seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan.
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nyeri sedang
3 = nyeri berat
4 = nyeri berat sekali
Time Berapa lama nyeri Sifat mula timbulnya
berlangsung, kapan, (onset), tentukan apakah
apakah bertamabah buruk gejala timbul mendadak,
pada malam hari atau perlahan – lahan, atau
siang hari. seketika itu juga.
Tanyakan apakah gejala –
gejala timbul secara terus
menerus atau hilang timbul
(intermiten).
Tanyakan apa yang sedang
dilakukan pasien saat
gejala timbul. Lama
timbulnya (durasi).
Tanyakan kapan gejala
tersebut pertama kali
timbul dan usahakan
menghitung tanggalnya
seteliti mungkin.
2. Deformitas
xii
Deformitas atau kelainan bentuk merupakan suatu keluhan yang menyebabkan
pasien meminta pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan
berapa lama keluhan dirasakan, kemana pasien pernah meminta pertolongan
sebelum ke rumah sakit, apakah pernah ke dukun urut atau patah tulang karena ada
beberapa kasus deformitas setelah pasien meminta pertolongan pada dukun patah,
atau apakah tanpa ada tindakan apa-apa setelah mengalami suatu trauma. Perlu
diarahkan pada pasien apakah keadaan/masalah kelainan bentuk pada dirinya
menyebabkan perubahan pada citra diri pasien.
3. Kekakuan/instabilitas pada sendi.
Kekakuan atau ketidakstabilan pada sendi merupakan suatu keluhan yang dirasakan
pasien mengganggu aktivitas pasien sehari-hari dan menyebabkan pasien meminta
pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama keluhan
dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebabkan gangguan pada aktivitas pasien.
Kelainan ini bisa bersifat umum misalnya pada atritis rematoid, ankilosing
spondilitis, atau bersifat local pada sendi-sendi tertentu. Locking
merupakan suatu kekakuan sendi oleh tulang rawan atau meniscus. Perlu
diketahui apakah kelainan yang ada menyebabkan ketidakstabilan sendi dan
ditelusuri pula penyebabnya apakah karena kelemahan otot atau kelemahan/robekan
ada ligament dan selaput sendi.
4. Pembengkakan/benjolan.
Keluhan karena adanya pembengkakan pada ekstremitas merupakan suatu
tanda adanya bekas trauma yang terjadi pada pasien. Pembengkakan dapat
terjadi pada jaringan lunak, sendi atau tulang. Hal yang perlu ditanyakan adalah
lokasi spesifik pembengkakan, sudah berapa lama proses terjadinya trauma,
apakah sudah meminta tolong untuk mengatas i keluhan, dan apakah yang
terjadi s ecara perlahan-lahan, misalnya pada hematoma progresif dalam
beberapa waktu. Pembengkakan juga bisa disebabkan oleh infeksi, tumor jinak
atau ganas.
5. Kelemahan otot.
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum misalnya pada
penyakit distrofi muscular atau bersifat local karena gangguan neurologis pada
otot, misalnya pada lobus Hansen, adanya perineal paralisis, atau pada
penyakit poliomyelitis.
6. Gangguan atau hilangnya fungsi.
K e l u h a n g a n g g u a n d a n h i l a n g n y a f u n gs i d a r i o r g a n muskoloskeletal ini
merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama pada masalah gangguan
system muskoloskeletal. Gangguan atau hilangnya fungsi pada sendi dan anggota
gerak dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti gangguan fungsi karena nyeri
yang terjadi setelah trauma, adanya kekakuan sendi, atau kelemahan otot.
Anamnesis yang dilakukan pengkaji untuk menggali keluhan utama dari pasien
xiii
adalah berapa lama keluhan muncul, lokasi, atau organ yang mengalami
gangguan atau hilangnya fungsi dan apakah ada keluhan lain yang menyertai.
7. Gangguan sensibilitas.
Keluhan adanya gangguan sensibilitas terjadi apabila melibatkan kerusakan
saraf pada upper/lower motor neuron, baik bersifat local maupun menyeluruh.
Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi apabila terdapat trauma atau penekanan
pada saraf. Gangguan sensoris sering berhubungan dengan masalah
muskoloskeletal. Pasien mungkin menyatakan mengalami parestesia (perasaan
terbakar atau kesemutan) dan kebas. Perasaan tersebut mungkin akibat
penekanan pada serabut saraf ataupun gangguan peredaran darah. Pembengkakan
jaringan lunak atau trauma langsung terhadap struktur tersebut dapat mengganggu
fungsinya. Kehilangan fungsi dapat terjadi akibat gangguan struktur saraf dan
peredaran darah yang terletak sepanjang system muskoloskeletal. Status neurovascular
didaerah muskuloskeletal yang terkena harus dikaji untuk memperoleh informasi
untuk perencanaan intervensi. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah pasien
mengalami perasaan yang tak normal atau kebas; apakah gangguan ini bertambah
berat atau malah makin berkurang setelah permulaan keluhan mucul sampai pada saat
wawancara; apakah ada keluhan lain yang pasien rasakan seperti mengalami
nyeri dan bengkak (edema) apakah ada perubahan warna kulit bagian distal dari
daerah yang terkena seperti pucat dan sianosis.
xiv
Kurvatura normal tulang belakang konveks pada bagian dada dan konkaf pada
sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering terjadi
meliputi : scoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), kifosis (kenaikan
kurvatura lateral tulang belakang bagian dada), lordosis (membebek, kurvatura
tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan). Kifosis terjadi pada pasien
osteoporosis pada pasien neuromuscular. Skoliosis terjadi congenital, idiopatrik
(tidak diketahui penyebabnya) atau akibat kerusakan otot paraspinal
misalnya pada poliomyelitis. Lordosis dijumpai pada penderita kehamilan
karena menyesuaikan postur tubuhnya akibat perubahan pusat gaya beratnya.
Pemeriksaan kesimetrisan dilakukan dengan memeriksa kurvatura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dari pandangan anterior, posterior dan
lateral. Dengan cara berdiri di belakang pasien, dan memperhatikan
perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris.
Simetri bahu dan pinggul serta kelurusan tulang belakang diperiksa dengan
pasien berdiri tegak, dan membungkuk ke depan (fleksi). Skoliosis ditandai
dengan abnormal kurvatura lateral tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi,
garis pinggang yang tidak simetri dan scapula yang yang menonjol, akan lebih jelas
dengan uji membungkuk kedepan. Lansia akan mengalami kehilangan tinggi badan
karena hilangnya tulang rawan dan tulang belakang.
3. Pengkajian Persendian
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan, deformitas,
stabilitas dan benjolan.Luas gerakan dievaluasi secara aktif (sendi digerakkan
oleh otot sekitar sendi dan pasif dengan sendi digerakkan oleh pemeriksa).
Luas gerakan normal sendi-sendi besar menurut American Academy of
Orthopedic Surgeons diukur dengan goniometer (busur derajat yang dirancang
khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi). Bila suatu sendi di ekstensi maksimal
namun terdapat sisa fleksi, dikatakan bahwa luas gerakan terbatas.Yang disebabkan
karena deformitas skeletal, patologi sendi atau kontraktur otot dan tendo
disekitarnya. Pada lansia penurunan keterbatasan gerakan yang disebabkan patologi
degeneratif sendi dapat berakibat menurunnya kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari.Inspeksi persendian dan bandingkan secara bilateral.Harusnya
didapat kesimetrisan tanpa kemerahan, pembengkakan, pembesaran /
deformitas. Palpasi sendi dan tulang untuk mengetahui edema dan
tenderness.Palpasi sendi selama gerakan untuk mengetahui adanya krepitasi.
Sendi harusnya terasa lembut saat bergerak dan tidak ada nodul. Deformitas sendi
disebabakan oleh kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi), subluksasi
(lepasnya sebagian permukaan sendi atau distrupsi struktur sekitar sendi,
dislokasi (lepasnya permukaan sendi). Kelemahan atau putusnya struktur
penyangga sendi dapat menakibatkan sendi terlalu lemah untuk berfungsi normal,
sehinga memerlukan alat penyokong eksternal ( misalnya brace). Jika sendi terasa
xv
nyeri periksa adanya kelebihan cairan pada kapsulnya (efusi), pembengkakan,
dan peningkatan suhu, yang mencerminkan inflamasi aktif. Kita dapat
mencurigai adanya effuse jika sendi mebengkak,ukurannya dan tonjolan
tulangnya samar. Tempat tersering terjadi efusi adalah lutut. Bila hanya ada
sedikit cairan pada rongga sendi di bawah tempurung lutut dapat diketahui
dengan maneuver : aspek lateral dan medial lutut dalam dalam keadaan ekstensi
dapat diurut dengan kuat kearah bawah. Gerakan tersebut akan menggerakkan
cairan kearah bawah. Begitu ada tekanan dari sisi lateral dan medial pemeriksa
akan melihat benjolan disisi lain dibawah tempurung lutut.
4. Pengkajian Sistem Otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan merubah posisi, kekuatan otot
dan koordinasikan ukuran otot serta ukuran masing-masing otot.Kelemahan otot
menunjukkan polineuropati, gangguan elektrolit (kalsium dan kalium), miastenia
grafis, poliomyelitis, distrofi otot. Dengan palpasi otot saat ekstremitas relaks
digerakkan secara pasif akan terasa tonus otot. Mengkaji kekuatan otot
dilakukan dengan palpasi otot dan ekstremitas yang digerakkan secara pasif
dan rasakan tonus otot.
xvi
biasanya berhubungan erat dengan system saraf dan kardiovaskuler sehingga pengkajian
ketiga system tersebut sering dilakukan secara bersamaan.
Dasar dari pengkajian fisik system musculoskeletal adalah perbandingan
kesimetrisan tubuh. Kedalaman pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan
riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan pengkaji yang
memerlukan eksplorasi lebih jauh.
xvii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengkajian muskuloskeletal meliputi pemeriksaan pada tulang, persendian, dan otot-
otot. Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti, dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan fisik harus dilakukan
secara sistematis untuk menghindari kesalahan. Pengkajian keperawatan merupakan
evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi
integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan
kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
xviii