Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PROFESI KEGURUAN
Tentang
MENGEMBANGKAN PROFESIONALISASI GURU

Disusun Oleh:

KELOMPOK 6
Rika Malia : 2014070007
M. Syahrol Ma’rup : 2014070019
Yassirli Ambrina : 2014070029
Riffa Fitulina : 2014070032

Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. H. Syafruddin Nurdin, M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1444H/2023M
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
Rahmat Nya sehingga makalah dengan judul “Mengembangkan Profesionalisasi Guru”.

Makalah ini disusun dengan maksimal dan mendapat bimbingan serta arahan. Untuk
itu pemakalah ucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu baik moril maupun
materil. Khususnya kepada dosen pengampu, yang telah membimbing pemakalah dalam
proses penyelesaian makalah ini.

Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Pemakalah
berharap semoga makalah ini dapat menambah bahan bacaan yang bermanfaat bagi siapapun,
terutama sekali dalam melaksanakan profesional dalam bidang kependidikan.

Padang, 31 Maret 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Pengertian Profesionalisme Guru................................................................................................3
2.2 Konsep Pengembangan Profesionalisme Guru Berkelanjutan.....................................................9
2.3 Pihak-Pihak Yang Berperan Dalam Pengembangan Profesionalisme Guru................................12
2.4 Cara Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Paradigma Baru................................................14
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................18
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan rangkaian proses pemberdayaan potensi dan kompetensi
individu untuk menjadi manusia berkualitas yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini
dilakukan tidak sekedar untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menggali,
menemukan, dan menempapotensi yang dimiliki, tapi juga untuk mengembangkannya
dengan tanpa menghilangkan karakteristik masing-masing. Untuk itu sistem pendidikan
bangsa yang berpenduduk lebih dari 200juta manusia ini harus dirancang sedemikian rupa
sehingga kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya mampu bersaing
dengan negara-negara lain di tengah kelindan dan kompetisi globalisasi.

Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak mudah,
haruslah SDM ini diperoleh dari pendidikan yang bermutu unggul. Dan bagaimana
pendidikan bermutu unggul ini didapatkan? Tentunya pendidikan unggul ini diperoleh
dari guru yang bermutu unggul juga (guru yang profesional).

Dalam dunia pendidikan khususnya, guru adalah sebagai kekuatan pembebasan


(liberating Force), karena posisi dan peranannya adalah untuk mengajar dan membimbing
peserta didik supaya menjadi manusia yang berkualitas dalam hal memiliki ilmu
pengetahuan, watak bermartabat, dan berguna bagi masyarakat. Atau dalam adagium
Jawa yang berarti “digugu lan ditiru” (orang yang diikuti dan dicontoh. Sehingga,
Kompetensi yang dituntut dari guru profesional adalah memiliki kebiasaan dan
kemampuan ilmiah dalam merancang, melaksanakan, menemukan kekuatan dan
kelemahan dalam kegiatan pengembangan, serta memanfaatkannya untuk kegiatan
perbaikan berikutnya (UT, 2010)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan profesionalisme guru?
2. Bagaimana konsep pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan?
3. Siapa saja pihak-pihak yang berperan dalam pengembangan profesionalisme
guru?
4. Meningkatkan mutu pendidikan melalui paradigma baru?

1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan profesionalisme guru

iv
2. Agar dapat mengetahui Bagaimana konsep pengembangan profesionalisme guru
berkelanjutan
3. Agar dapat mengetahui Siapa saja pihak-pihak yang berperan dalam
pengembangan profesionalisme guru
4. Agar dapat mengetahui Meningkatkan mutu pendidikan melalui paradigma baru

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Profesionalisme Guru


a. Profesionalisme

Dalam studi tentang masalah profesionalisme, kita akan berkenalan dengan


sejumlah definisi tentang “profesi”. Salah satunya adalah definisi yang dikemukakan
oleh Dr. Sikun Pribadi yang dikutip oleh Prof. Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya
“pendiidikan guru berdasarkan pendekatan kompetensi”, yakni: profesi itu pada
hakikatnya adalah suatu pernyataaan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan
mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena
orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.1

Rumusan yang singkat ini mengandung sejumlah makna, dintaranya hakikat


profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka, profesi mengandung
unsur pengabdian, profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa profesionalisme adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara
pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) yang dilakukan oleh seseorang.

b. Guru

Banyak sekali definisi mengenai pengertian guru, salah satunya pengertian


guru yang terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan Islam bahwa guru adalah pekerja
profesional yang secara khusus disiapkan untuk mendidik anak-anak yang telah
diamanatkan orangtua untuk dapat mendidik anaknya di sekolah.2 Ungkapan
diatasdapat diartikan sebagai suatu kesediaan untuk melaksanakan dengan sebaik-
baiknya terhadap tugas yang diamantkan kepadanya, dengan kesediaan menerima
segala konsekuensinya.

Definisi yang hampir sama mengenai guru terdapat dalam UU Nomor 14


Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwasanya guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

1
Oemar Hamalik. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.hlm, 1.
2
Novan Ardy Wiyani dkk. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: r-ruzz Media. Hlm, 97.

vi
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.3

Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa guru profesional


adalah kemampuan seorang guru untuk melaksanakan tugas pokoknya sebagai
seorang pendidik dan pengajar yang meliputi kemampuan dalam merencanakan,
menjalankan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

c. Kompetensi Guru

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapa,


kemamampuan, dan wewenang. Sedangkan Kompetensi guru profesional adalah
merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihyati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.

Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi


tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif dan efisien serta
mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut berdasarkan UU
Sisdiknas Nomor 14 tentang Guru dan Dosen menentukan bahwa guru yang
profesional harus memiliki empat kompetensi, diantaranya:

1. Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta


didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
potensi yang dimiliki peserta didik, perencanaan dan pelasanaan
pembelajaran, serta pengevaluasian hasil belajar.
2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa, arif, berwibawa,
kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, rapi. Serta menjadi usatun hasanah
bagi peserta didik
3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian dibidang
pendidikan.
4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi baik dengan peserta didik, orang tua peserta didik dan
masyarakat, sesama pendidik/ teman sejawat dan apat bekerja sama
3
Asrorun Ni’am Sholeh. 2006. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta: elsas jakarta. Hlm, 157.

vii
dengan dewan pendidikan/komite sekolah, mampu berperan aktif dalam
pelestarian dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan
dalam kegiatan sosial.
d. Peran Guru Profesional dalam Pembelajaran
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap kebehasilan pembelajaran di
sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-
potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa
bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara
individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan.
Gurdl. u juga harus bepacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan
belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinnya secara
optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan
memposisikan diri sebagai berikut:4
1) Orang tua yang penuh kasih sayang terhadap peserta didiknya.
2) Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3) Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta
didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.
4) Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui
permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5) Memupuk rasa percaya diri, bareani dan bertanggung jawab.
6) Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain,
dan lingkungannya.
7) Mengembangkan kreativitas.
8) Menjadi pembantu ketika diperlukan

Untuk memenuhi tuntutan diatas, guru harus mmpu memaknai pembelajaran, serta
menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan
kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut dapat diidentifikasikan
sedikitnya 19 peran guru dalam pembelajaran, diantaranya:5
a) Guru sebagai pendidik.

4
E. Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm, 36.
5
Ibid. hlm, 37-65.

viii
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi
bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Sebab, output mendidik adalah
supaya anak didik menjadi anak yang ahlakul karimah. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung
jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
b) Guru sebagai pengajar.
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan
memahami materi standar yang dipelajari agar ilmu pengetahuan yang
awalnya sedikit menjadi banyak.
c) Guru sebagai pembimbing.
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawabatas
kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral,
dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
d) Guru sebagai pelatih.
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukn latihan keterampilan,
baik intelektual maupun motorik, karena tanpa latihan seorang peserta didik
tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan
mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi
standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas
melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan
potensi masing-masing.
e) Guru sebagai penasehat.
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang
tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat.
Banyak guru cenderung menganggap konseling terlalu banyak membicarakan
klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya
mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada
tingkat manapun berarti menjadi penasihat dan menjadi orang kepercayaan,
kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut.
f) Guru sebagai pembaharu (Innovator).

ix
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu kedalam kehidupan
yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam
dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain. Seorang peserta didik
yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia
yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Tugas guru
adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam
istilah atau bahasa modern yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai
jembatan antara generasi tua dan generasi muda, yang juga penerjemah
pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
g) Guru sebagai model dan teladan.
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua
orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi
dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang
yang berada dilingkungannya.
h) Guru sebagai pribadi.
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang
pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa
digugu dan tiru”. Digugu maksudnya bahwa peran-pran yang disampaikan
guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau
diteladani.
i) Guru sebagai peneliti.
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya
memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu
diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh
karena itu seorang guru adalah seorang pencari atau peneliti.
j) Guru sebagai pendorong kreativitas.
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran
dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses
kreatifitas tersebut. kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan
sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau
adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
k) Guru sebagai pembangkit pandangan.
Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara
pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengembangkan
x
fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi denagn peserta didik di
segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya
dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.
l) Guru sebagai pekerja rutin.
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta
kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika
kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau
merusak keefektifan guru pada semua peranannya.
m) Guru sebagai pemindah kemah.
Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah,
yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam
meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami.
Guru berusaha keras untuk mengeahui masalah peserta didik, kepercayaan dan
kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan
meninggalknnya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru
harus memahami hal yang bermanfaat bagi peserta didinya
n) Guru sebagai pembawa cerita.
Guru meenjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang
kehidupan, karena cerita-cerita yang disampaikan guru sangat bermanfaat bagi
peserta didik untuk diambil manfaatnya.
o) Guru sebagai aktor.
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada
materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia
sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan
kembali pekerjaannyasehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat
dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan
kegiatannya. Tahun demi tahun sang aktor berusaha mengurangi respon bosan
dan berusha meningkatkan minat para pendengar.
p) Guru sebagai emansipator.
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik,
menghormati setiap insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan
merupakan “budak” stagnasi kebudayaan.
q) Guru sebagai evaluator.

xi
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta
variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang
hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik
apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan denagn prosedur yang
jelas, yang meliputi tiga tahap yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
Penilaian harus adil dan objektif.
r) Guru sebagai pengawet.
Salah satu tugas guru adaah mewariskan kebudayaan dari generasi ke genersi
berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang
bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa epan. Sarana
pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah
kurikulum.
s) Guru sebagai kulminator.
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap
dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan
meleati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik
bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Disini peran kulminator terpadu dengan
peran sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus
serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebiasaan dan
pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan cara yang sesuai
dengan perkembangan dan potensi anak didik.

2.2 Konsep Pengembangan Profesionalisme Guru Berkelanjutan


Peningkatan tenaga pendidik telah banyak dilakukan oleh pemerintah,
diantaranya tugas belajar, block grant KKG/MGMP, lomba guru prestasi, dan lainnya.
Hasil kajian di lapangan menunjukkan bahwa kompetensi guru dalam pengembangan
karya profesi masih rendah, hal ini ditunjukkan masih banyaknya guru yang
menduduki pangkat dan golongannya lebih dari 4 tahun. Bahkan ketika Permenpan
No 84 tahun 1993, terjadi bottle neck untuk pangkat dan golongan guru IV a,
sehingga jika permenpan tersebut dilaksanakan banyak guru yang harus dibebaskan
dari jabatan fungsionalnya, dan tidak lagi sebagai guru.

xii
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Permenegpan RB) No. 16 Th.2009 pengganti Permenpan No. 84 Th. 1993, tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, mengisyaratkan hal yang tidak jauh
berbeda. Kenaikan pangkat dan golongan mulai pada pangkat III a guru pertama,
karya pengembangan profesi sudah dipersyaratkan. Tiga macam pengembangan
profesionalisme guru berkelanjutan adalah:

1. Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan jenis dari pengembangan keprofesian


berkelanjutan guru untuk meningkatkan kompetensi dan keprofesiannya. Ada 2
macam kegiatan pengembangan diri yaitu pendidikan dan pelatihan (diklat)
fungsional dan/atau melalui kegiatan kolektif lainnya. Rincian dari masing-
masing kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengikuti diklat fungsional


Diklat fungsional bagi guru yang dimaksud adalah kegiatan guru
dalam mengikuti pendidikan atau latihan yang digunakan untuk meningkatkan
keprofesionalan guru yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu. Jenis
kegiatan diklat dapat berupa kursus, pelatihan, penataran, maupun berbagai
bentuk diklat yang lain. Guru dapat mengikuti kegiatan diklat fungsional, atas
dasar program PKB yang dibuat oleh guru yang bersangkutan melalui
penugasan kepala sekolah/madrasah atau institusi yang lain, maupun atas
kehendak sendiri dari guru yang bersangkutan.
b. Mengikuti kegiatan kelektif guru
Kegiatan kolektif guru dimaksud adalah kegiatan guru dalam
mengikuti kegiatan temu ilmiah atau kegiatan bersama yang dilakukan guru,
dengan tujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan.
Macam kegiatan kolektif tersebut dapat berupa:
 Mengikuti lokakarya atau kegiatan kelompok/ musyawarah kerj a guru
atau inhouse training untuk penyusunan perangkat kurikulum,
perangkat pembelajaran (pengembangan penilaian, pengembangan
media pembelajaran, dan/atau kegiatan lainnya.

xiii
 Mengikuti kegiatan, seminar, koloqium, diskusi panel, atau bentuk
pertemuan ilmiah lainnya, baik sebagai pembahas maupun sebagai
peserta.
 Mengikuti kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas dan
kewajiban guru terkait dengan pengembangan keprofesiannya.
2. Publikasi Ilmiah

Publikasi Ilmiah Publikasi ilmiah merupakan jenis Pengembangan


Keprofesian Berkelanjutan yang terdiri dari tiga kelompok kegiatan, yakni:

a. Presentasi pada forum ilmiah;


Presentasi ilmiah adalah kegiatan yang dilakukan guru melalui
presentasi, pemaparan pada forum ilmiah (seminar, kolokium, panel, Dll).
Untuk keperluan presentasi, guru membuat prasaran/makalah ilmiah, baik
berupa hasil penelitian, gagasan, ulasan, atau tinjauan ilmiah, dimana isinya
terkait dengan permasalahan pendidikan formal pada satuan pendidikan guru
yang bersangkutan.
b. Publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan
formal;
Karya tulis ilmiah ini dapat dipublikasikan dalam bentuk laporan hasil
penelitian atau berupa tinjauan/gagasan ilmiah yang ditulis berdasar pada
pengalaman dan sesuai dengan tugas pokok serta fungsi guru. Publikasi ilmiah
di atas, terdiri dari empat kelompok, yakni: 1) Laporan hasil penelitian, 2)
Tinjauan ilmiah, 3) Tulisan ilmiah popular, dan 4) Artikel ilmiah.
c. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau pedoman guru.
d. Karya ini berupa laporan penelitian yang dilakukan guru pada bidang
pendidikan yang telah dilaksanakan guru di sekolah/madrasahnya dan sesuai
dengan tupoksinya. Ragam Laporan penelitian, dibedakan berdasar pada jenis
publikasinya.
 Laporan hasil penelitian yang diterbitkan/ dipublikasikan dalam bentuk
buku ber-ISBN dan telah mendapat pengakuan BSNP.
 Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/
dipublikasikan dalam majalah ilmiah/jurnal ilmiah diedarkan secara
nasional dan terakreditasi.

xiv
 Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/
dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat provinsi
 Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/
dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat kabupaten/kota.
 Laporan hasil penelitian yang diseminarkan di sekolah/madrasahnya dan
disimpan di perpustakaan.

Laporan hasil penelitian yang dimuat di buku atau jurnal, kerangka laporan
mengikuti persyaratan yang berlaku pada buku atau jurnalnya. Laporan
penelitian dalam bentuk makalah, format laporan terdiri dari bagian awal, isi
dan penunjang.

3. Karya Inovatif
Karya inovatif, terdiri dari 4 (empat) kelompok, yakni:
a) menemukan teknologi tepat guna;
b) menemukan/menciptakan karya seni;
c) membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/ praktikum;
d) mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya.

2.3 Pihak-Pihak Yang Berperan Dalam Pengembangan Profesionalisme Guru


Sudut pandang administrasi dan manajemen tenaga kependidikan akan melihat
guru dari sedikitnya empat aspek: pengadaan, pengangkatan, penempatan, dan
pembinaan guru. Guru disiapkan oleh LPTK, diangkat dan ditempatkan oleh
Pemerintah, dan dibina oleh pemakai lulusan bersama LPTK dan organisasi profesi.
Setiap tahap itu memepunyai probelematik dan ratifikasi persoalannya masing-
masing yang saling terkait dan tidak sederhana. Usaha pemecahan terhadap persoalan
pada satu aspek atau bahkan sub aspek tidak dengan sendirinya memecahkan
persoalan yang lain, kalau malah tidak membiakkan persoalan baru yang lebih rumit,
sementara itu, bila tidak dilakukan pemecahan, maka persoalan semakin berakumulasi
dengan resiko yang semakin besar pula.

Dari sudut pandang keprofesian, kita dihadapkan pada tidak mudahnya


mendefinisikan secara pasti mengenai apa, siapa, dan bagaimana profesi keguruan.
Sekalipun jabatan guru disebut sebagai suatu profesi dan definisi profesi beserta
krietrianya telah dibuat, kesulitan dihadapi pada saat definisi dan kriteria tersebut

xv
dicocokan dengan kenyataan di lapangan. Latar belakang pendidikan, pengalaman,
komitmen dan penampilan guru kita amat beragam. Akses dan motivasi para guru
untuk meningkatkan profesionalismenya juga berbeda-beda. Sementara itu, kehendak
untuk meningkatkan profesionalisme guru seringkali dihadapkan pada agenda-agenda
mendesak yang membuat skenario yang telah dibuat sebelumnya mengalami
penyesuaian.

Sudut pandang birokrasi akan melihat guru sebagai bagian dari mesin
birokrasi pendidikan di tingkat sekolah. Guru dipandang sebagai kepanjangan tangan
birokrasi, karena itu sikap dan tingkah lakunya mesti sepenuhnya tunduk pada
ketentuan-ketentuan birokrasi. Manakala perspektif ini mewarnai cara berpikir
birokrasi ditataran atsanya, maka yang terjadi adalah guru diperlakukan ibarat
bawahan atau staf, semantara pertimbangan profesionalnya untuk mengambil pilihan
terbaik dalam menjalankan tugasnya sebagai guru terkalahkan. Perspektif birokrasi
juga akan melihat guru di Indonesia yang jumlahnya besar menjadi sebagai beban.
Untuk menggaji mereka, diperlukan dana trilyunan rupiah setiap tahun. Oleh sebab
itu, setiap kenaikan gaji atau tunjangan lainnya emmpunyai implikasi anggaran yang
tidak kecil.

Sudut pandang sistem pendidikan nasional, atau lebih khusus lagi sistem
persekolahan, akan melihat guru sebagai sentral dari segala upaya pendidikan dan
agen dalam pembaharuan pendidikan hingga ke tataran sekolah. Guru menjadi
tumpuan harapan untuk mewujudkan agenda-agenda pendidikan nasional:
peningkatan mutu dan relevansi, pemerataan dan perluasan kesempatan, dan
peningkatan efisiensi. Apabila kinerja sekolah, siswa, dan bahkan pendidikan nasional
secara keseluruhan kurang memuaskan, maka guru seringkali menajdi sasaran bagi
pihak yang daianggap paling - bertanggung jawab.

Kelembagaan Program Studi PPG diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang


memiliki program pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi
persyaratan dan memperoleh ijin yang ditetapkan oleh Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi.

1. Pengelolaan Program Studi PPG berada di tingkat perguruan tinggi di bawah


tanggung jawab Rektor.

xvi
2. Pengelolaan Program Studi PPG di tingkat perguruan tinggi dilakukan oleh
lembaga/ badan/unit pelaksana atau sebutan lain yang dibentuk oleh perguruan
tinggi dengan tugas pengelolaan Program Studi PPG di perguruan tinggi yang
bersangkutan.
3. Pengelolaan Program Studi PPG di tingkat perguruan tinggi didukung oleh:
 badan/lembaga/unit pelaksana penjaminan mutu atau sebutan lain yang
bertugas untuk melakukan kegiatan penjaminan mutu Program Studi PPG.
 badan/lembaga/unit pelaksana teknologi informasi dan komunikasi atau
sebutan lain yang bertugas untuk mengelola TIK Program Studi PPG.
 pengelola asrama dan atau sarana lain.
 pengelola keuangan.
 staf/tenaga pendukung.
4. Pengelolaan bidang studi PPG dilakukan oleh dua orang dosen sebagai
koordinator program di bawah tanggung jawab ketua Program Studi PPG.

2.4 Cara Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Paradigma Baru


Mengutip hasil penelitian Abu-Duhou, Muchlas Samani (2016)
mengungkapkan bahwa: peningkatan mutu pendidikan dihasilkan oleh inovasi
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Namun, guru baru dapat melaksnakan
inovasi jika:
a. Memiliki kompetensi yang bagus;
b. Memiliki otonomi dalam melakukan inovasi;
c. Iklim kerja yang mendorong guru melakukan inovasi
Dengan demikian sangat jelas bahwa kompetensi dan kreaitivitas guru sangat
berperan dalam mendukung terbangunnya inovasai dalam pembelajaran. Tanpa guru
yang kreatif mustihil tercapai keinginan untuk meraih pendidikan berkuaalitas. Dalam
berbagai hasil penelitian terungkap bahwa faktor guru sangat kuat mempengaruhi
hasil belajar siswa, ambil contoh yang diungkapkan oleh Muchlas Samani (2016)
yang mengutip pendapat Barber dan Mourshed (2007) menyatakan bahwa 53 % hasil
belajar siswa ditententukan oleh guru. Bahkan hasil studi John Hettie pada tahun
2011, masih dalam tulisan Muchlas Samani (20016) menyimpulkan bahwa pengaruh
guru tersebut sebesar 58,8%.

xvii
Betapa dahsyatnya peran guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar
siswa hingga dapat mencapai angka di ataas 50 % mempengaruhi kualitas hasil
belajar sisiwa. Berkaitan dengan hal tersebut, Muhajir Effendy (2018) sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengungkapkan bahwa: jika masalah guru ini
tertangani dengan baik, sekitar 70 persen urusan pendidikan di Indoensia selesai.
Bangsa ini butuh guru yang kreatif, cerdas, inovatif, serta bekerja berdasarkan
panggilan jiwa, sehingga pikiran dan hatinya akan tergerak memajukan bangsa
melalui pendidikan.
Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu, diperlukan paradigma
baru pendidikan yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi.
Keempat pilar manajemen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan
pendidikan bermutu (Wirakartakusumah, 1998). Mutu adalah suatu terminologi
subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi
bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan
sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan
konsumen/pelanggan.
Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam
pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan
memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi
penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan
manfaat produk dan jasa tersebut. Pengertian otonomi dalam pendidikan belum
sepenuhnya mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling
tidak, dapat dimengerti sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam
penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/ staf non akademik,
pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar akademik. Dalam
penerapannya di sekolah, misalnya, paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya
diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tidak sekedar
sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.
Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output dan
outcome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara
tujuan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, etika dan
nilai (values) termasuk semua program dan kegiatan yang dilaksanakannya. Hal ini
memerlukan transparansi (keterbukaan) dari semua pihak yang terlibat dan
akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya.
xviii
Akreditasi merupakan suatu pengendalian dari luar melalui proses evaluasi
tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. Hasil akreditasi tersebut
perlu diketahui oleh masyarakat yang menunjukkan posisi lembaga pendidikan yang
bersangkutan dalam menghasilkan produk atau jasa yang bermutu. Pelaksanaan
akreditasi dilakukan oleh suatu badan independen yang berwenang.
Di Indonesia pelaksanaan akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan
Akreditasi Nasional (BAN). Evaluasi adalah suatu upaya sistematis untuk
mengumpulkan dan memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang
nilai, manfaat, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang dievaluasi,
kemudian menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses pengambilan keputusan
dan perencanaan. Evaluasi bisa dilakukan secara internal atau eksternal. Suatu
evaluasi akan lebih bermanfaat bila dilakukan secara berkesinambungan.
Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha
mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu:
1. Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukan situasi
“kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan
(stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf
lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam
meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
2. Perlu ditumbuhkembangkan motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat
dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh
motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus
menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang.
Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses
perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus
menerus.
4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai
mutu yang ditetapkan, haruslah dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-
unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi
persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah
satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain
untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.

xix
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan tidak
lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan kepada
pelangggannya yang utamanya yaitu kepada mereka yang belajar dalam lembaga
pendidikan tersebut. Para pelanggan layanan pendidikan dapat terdiri dari berbagai
unsur paling tidak empat kelompok (Sallis, 1993). Mereka itu adalah pertama yang
belajar, bisa merupakan mahasiswa/pelajar/murid/peserta belajar yang biasa disebut
klien/pelanggan primer (primary external customers).
Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga
tersebut. Kedua, para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga
pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka
ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers). Pelanggan
lainnya yang ketiga bersifat tersier adalah lapangan kerja, bisa pemerintah maupun
masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).
Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan
lainnya yaitu yang berasal dari intern lembaga; mereka itu adalah para
guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan
lembaga pendidikan (internal customers). Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga
administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses
pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan
manajemen.
Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin
maju dan berkualitas dari suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik
kebanggaan maupun finansial (Karsidi, 2000). Seperti disebut diatas bahwa program
peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka
layanan pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan kebutuhan dan harapan
masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai
penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan
mutu layanan pendidikan.

xx
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Guru profesional adalah kemampuan seorang guru untuk melaksanakan tugas
pokoknya sebagai seorang pendidik dan pengajar yang meliputi kemampuan dalam
merencanakan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran. untuk menjadi guru yang
profesional berdasarkan UU Sisdiknas Nomor 14 tentang guru dan dosen menentukan bahwa
guru yang profesional harus memiliki setidaknya empat kompetensi yaitu, kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial.

Setelah empat kompetensi tersebut terpenuhi peran seorang guru profesional dalam
pembelajaran juga harus dipahami. Dalam makalah ini terdapat beberapa penjelasan
mengenai peran guru profesional dalam pembelajaran salah satunya adalah guru sebagai
pengajar, guru sebagai pendidik, guru sebagai pembimbing dan seterusnya.

Untuk mewujudkan guru profesional ada hal-hal yang harus diperhatikan yakni,
perbaikan sistem pendidikan dan pembinaan guru, perbaikan kesejahteraan guru, peningkatan
peran organisasi profesi, melaksanakan Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK)

xxi
DAFTAR PUSTAKA
Asrorun Ni’am Sholeh. 2006. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta: elsas jakarta. Hlm,
157.
DACWP-EV (Development Assistance Committee Working Party on Aid Evaluation). 2002.
Glossary of Key Terms in Evaluation and Results Based Management. Paris: OECD.
Website: www.oecd.org/dac/ evaluation.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. Directorate General of Higher Education, Ministry of
Education. 2003. Higher Education Long Term Strategy 20032010. Jakarta:
Directorate General of Higher Education, Ministry of Education Republic of
Indonesia.
Direktorat Pembinaan Akademik dan Kamahasiswaan. 2003. Pedoman Penjaminan Mutu
(Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Akademik dan
Kamahasiswaan.
Ditjen Dikti. Depdiknas. FMIPA ITB. 1997. Dari FIPIA - UI Bandung ke FMIPA ITB
Hammond, Linda Darling & Prince, Cynthia D. July. 2007.
E. Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hlm, 36.
Karsidi, Ravik, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Bahan Ceramah di
Pondok Assalam, Surakarta 19 Februari.
Lilies, Noorjanah. 2014. “Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Penulisan Karya
Tulis Ilmiah Bagi Guru Profesional di SMA NEGERI 1 KAUMAN KABUPATEN

xxii
TULUNGAGUNG”. Tulungagung: Jurnal Humanity. Vol.10, No. 1.
Novan Ardy Wiyani dkk. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: r-ruzz Media. Hlm, 97.
Oemar Hamalik. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:
Bumi Aksara.hlm, 1.
Pahrudin. 2015. “Peningkatan Kinerja dan Pengembangan Profesionalitas Guru Sebagai
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”. Surakarta: Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Ekonomi dan Bisnis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Standar Kualifikasi
dan Kompetensi Guru, Jakarta
Sasono, Adi, 1999. Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan, Makalah Konferensi
Internasional Ekonomi Jaringan, Hotel Sangri-La, Jakarta 5-7 Desember.
Sallis, Edward, 1993. Total Quality Management in Education, London: Kogam Page.
Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen
Mutu Terpadu. Bogor: IPB Bogor.
Sobri, Ahmad Yusuf.2016. “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”. Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII. Malang.
William, Frederick, 1984. The News Communication. Los Angeles: Wadsworth, Inc.
Wirakartakusumah, 1998. Pengertian Mutu Dalam Pendidikan, Lokakarya MMT
IPB, Kampus Dermaga Bogor, 2-6 Maret

xxiii

Anda mungkin juga menyukai