Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

HUKUM DAN PERATURAN PARIWISATA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan Peraturan Pariwisata

Dosen Pengampu :

Gilang Pratama Putra, M.Pd.

Disusun oleh :

Nama : Mentari Puteri Dwi


NIM : 2101092

PROGRAM STUDI INDUSTRI


PARIWISATA UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS
DAERAH SUMEDANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selaku penulis panjatkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Yang memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melaksanakan tugas mata kuliah
Hukum Peraturan Pariwisata. Makalah ini menjelaskan tentang hak dan
perlindungan hukum bagi mereka yang terlibat dalam usaha di bidang Industri
Pariwisata. Mata kuliah Hukum dan Peraturan Pariwisata ini diampu Bapak
Gilang Pratama Putra, M.Pd. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada beliau yang telah membimbing saya dalam penyusunan makalah ini.
Penulis mengetahui bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
jadi mohon dimaafkan jika terdapat kesalahan tata bahasa. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan makalah ini di
masa yang akan datang. Semoga makalah yang disusun ini dapat memberikan
dampak positif bagi para pembaca. Terima kasih.

Penulis, 6 Mei 2022

Mentari Putri Dewi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sertifikasi Usaha Pariwasata Dan Sertifikasi Pekerja Pariwisata..............2
B. Urgensi Sertifikasi Usaha Pariwisata Dan Sertifikasi Pekerja Pariwisata.2
C. PERMENPAR...........................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN
A. Tourism Export Dan Tourism Import........................................................4
B. Contoh Tourism Export Dan Tourism Import...........................................5
BAB IV MATERI HPP
A. Prinsip Dan Pengaturan Pariwisata Nasional Dan Internasional...............7
B. Pluralisme Lokal Dalam Kebijakan Kepariwisataan.................................10
C. Hukum Bisnis Kepariwisataan Dan Dasar Hukum Bisnis Pariwisata.......15
D. Prinsip Dan Pengaturan Pariwisata Internasional......................................18
E. Prinsip Dan Pengaturan Pariwisata Nasional............................................19
F. Usaha Jasa Pariwisata Dan Pengelolaanya Di Indonesia..........................26
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………..27
B. Saran………………………………………………………………………27

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….28

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting
dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Pariwisata secara umum dianggap
sebagai sumber pendapatan devisa yang dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional, khususnya dalam mengurangi jumlah pengangguran yang ada
di suatu negara.

Bisnis pariwisata tidak terlepas dari dua peran penting yaitu hubungan antara
pengusaha pariwisata dengan wisatawan. Undang-undang Nomor 14 Tahun
1999 tentang dasar hukum kepariwisataan bertujuan untuk menjadi kerangka
hukum untuk melindungi hak dan kewajiban mereka yang terlibat dalam
kepariwisataan. Pihak-pihak yang terkait dengan bisnis pariwisata harus lebih
memperhatikan perlindungan hukum bagi para pemangku kepentingan di
Industri Pariwisata.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu sertifikasi usaha wisata dan sertifikasi pekerja pariwisata, Urgensi, dan
UU yang berkaitan dengan sertifikasi usaha wisata dan sertifikasi pekerja
pariwisata?
2. Apa yang dimaksud dengan tourism import dan tourism export?
3. Bagaimana hukum dan peraturan pariwisata yang berlaku di bidang industri
pariwisata?
1.3 Tujuan
1. Memahami sertifikasi usaha wisata dan sertifikasi pekerja pariwisata.
2. Memahami tourism import dan tourism export.
3. Memahami hukum dan peraturan pariwisata yang berlaku di bidang industri
pariwisata.

1
BAB 2

SERTIFIKASI USAHA PARIWISATA DAN SERTIFIKASI PEKERJA


PARIWISATA

2.1 Apa Itu Sertifikasi Usaha Pariwisata dan Sertifikasi Pekerja Pariwisata
A. Sertifikasi Usaha Pariwisata
Adalah proses pemberian sertifikat kepada suatu usaha di bidang pariwisata, untuk
mendukung peningkatan mutu produk atau jasa yang dihasilkan.1
Sertifikasi Usaha Pariwisata memberikan pengakuan independ bahwa sistem
manajemen dari suatu usaha pariwisata :
a. Sesuai dengan standar yang ditentukan 
b. Mampu mencapai kebijakan dan sasaran yang ditetapkan secara konsisten; dan 
c. Implementasi secara efektif dan efisien.

B. Sertifikasi Pekerja Pariwisata


Sertifikasi Pekerja atau Profesi merupakan pengakuan terhadap kompetensi
seseorang terutama di pariwisata yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja. Wujudnya dalam bentuk sertifikat yang dikeluarkan sebuah LSP resmi.2

2.2 Urgensi Sertifikasi Usaha Pariwisata dan Sertifikasi Pekerja Pariwisata.

A. Urgensi Sertifikasi Usaha Pariwisata


Sertifikasi Usaha Pariwisata sebagai sarana untuk memperoleh sertifikat usaha.
Bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Kepariwisataan dan Produktivitas
Usaha Pariwisata. Dilaksanakan oleh LSU bidang pariwisata dengan mengacu pada
standar Usaha Pariwisata. Sertifikat yang didapatkan menjadi bukti tertulis oleh
Lembaga sertifikasi kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar usaha
pariwisata.

2
B. Urgensi Sertifikasi Pekerja Pariwisata
Meningkatkan SDM pekerja pariwisata, dan juga agar para pekerja pariwisata
memiliki standar kemampuan yang sesuai dengan kompetensinya masing-masing,
sehingga dapat memberikan pelayanan untuk tamu dengan baik dan benar.

2.3 PERMENPAR

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi


Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata. Menimbang bahwa untuk
melaksanakan ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sertifikasi Kompetensi
dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata;

Mengingat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966).

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 sampai Pasal 6. Bab II Pengembangan Sertifikasi


Kompetensi di Bidang Pariwisata Bagian kesatu Umum Pasal 7 sampai Pasal 15. Bab
III Pengembangan Sertifikasi Usaha Pariwisata Bagian Kesatu Umum Pasal 16, Bagian
Kedua Standarisasi Pasal 17 sampai pasal 18, Bagian Ketiga Kelembagaan Pasal 19
sampai pasal 25.4

3
BAB 3

TOURISM EXPORT DAN TOURISM IMPORT

3.1 Pengertian Tourism Export dan Tourism Import


Salah satu sektor ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia yaitu sektor
pariwisata, pertumbuhan ini utamanya sangat terasa di Kawasan negara maju.
Cepatnya pertumbuhan ini mengalahkan pertumbuhan ekspor barang dagangan, hal
tersebut dibuktikan oleh peningkatan bidang pariwisata selama tujuh tahun
berturut-turut, ekspor pariwisata tumbuh lebih cepat daripada ekspor barang
dagangan (+3%), hal tersebut mencerminkan permintaan yang kuat untuk
perjalanan internasional di lingkungan ekonomi yang umumnya kuat. Pertumbuhan
yang kuat dalam perjalanan wisata keluar dari berbagai pasar sumber di seluruh
dunia dan mendorong pendapatan dari pariwisata internasional mencapai total USD
1,7 triliun. Bidang pariwisata dapat dikategorikan ke dalam kegiatan ekspor dan
impor karena bidang ini masih termasuk dalam kegiatan perdagangan. Pariwisata
secara luas dianggap sebagai sektor kunci untuk pembangunan ekonomi di banyak
negara meski penanganannya tidak persis seperti kegiatan ekspor dan impor barang
dagangan. Pariwisata adalah perdagangan; pariwisata adalah ekspor. Hal ini karena
pariwisata menumbuhkan pendapatan nasional suatu negara dan meningkatkan
pendapatan mata uang asing. Bidang pariwisata juga tunduk pada kerasnya pasar
internasional seperti sektor perdagangan lainnya, maka dari itu bidang pariwisata
harus dibudayakan agar berdaya saing.

Melalui sektor industri pariwisata, pendapatan negara-negara tersebut berasal


dari impor pariwisata (tourism import) dan ekspor pariwisata (tourism export).
Ekspor pariwisata (tourism export) berarti wisatawan dari tempat lain melakukan

4
perjalanan ke negara tujuan atau negara tuan rumah dan mengonsumsi barang dan
jasa dari negara tersebut. Sementara itu impor pariwisata (tourism import) memiliki
arti yang berkebalikan dengan ekspor pariwisata. Maksudnya, impor pariwisata
berarti warga domestik tuan rumah yang bepergian ke negara tujuan yang tentunya
mereka juga akan mengkonsumsi barang dan jasa dari negara tersebut. Pernyataan
tersebut didukung oleh teori dalam buku Tourism: Principles and practice oleh
Fletcher, J., Fyall, A., Gilbert, D., & Wanhill, S. (2017), yang menyatakan bahwa
pengeluaran wisatawan internasional dapat diinterpretasikan sebagai ekspor yang
tidak terlihat dari negara lain.

3.2 Contoh Tourism Export dan Tourism Import


Fletcher, J., Fyall, A., Gilbert, D., & Wanhill, S. (2017) dalam bukunya Tourism:
Principles and practice menyatakan bahwa pengeluaran wisatawan internasional
dapat diinterpretasikan sebagai ekspor yang tidak terlihat dari negara lain. Agar
lebih mudah dipahami, Bali akan digunakan sebagai contoh. Bali adalah kota
internasional dengan industri pariwisata yang berkembang pesat sehingga menarik
banyak wisatawan dari seluruh dunia. Pada hari ketika wisatawan pertama kali tiba
di Bali sampai mereka pergi, mereka akan memiliki kebutuhan dasar transportasi,
akomodasi dan makanan dan minuman. Ketika wisatawan pergi ke tempat-tempat
indah yang berbeda, mereka tetap akan membutuhkan transportasi dan mereka
dapat membeli oleh-oleh. Selain itu, beberapa dari mereka akan mengunjungi
tempat-tempat hiburan, dan pada akhirnya mereka perlu makan dan memiliki
tempat tinggal (misalnya hotel). Karena mereka menikmati semua layanan ini, Bali
mengekspor pariwisata karena Bali menyediakan semua layanan ini. Di sisi lain,
mengimpor pariwisata berarti bahwa orang-orang dari negara tuan rumah
melakukan perjalanan ke tempat lain dan mengkonsumsi barang dan jasa di sana.

Padahal, impor pariwisata justru kebalikan dari ekspor pariwisata. Warga


domestik negara tuan rumah bepergian ke tempat lain dan tentunya mereka juga
akan membutuhkan akomodasi dan transportasi. Oleh karena itu, kami mengimpor
pariwisata dari tempat lain. Kesimpulannya, menurut informasi yang diberikan di

5
atas, kelompok kami sangat setuju bahwa pariwisata harus mencakup impor dan
ekspor. Selanjutnya, impor dan ekspor harus dijaga dalam keadaan seimbang.

BAB 4

MATERI HUKUM PERATURAN DAN PARIWISATA

4.1 Prinsip dan Pengaturan Pariwisata Nasional dan Internasional

Pengaturan bisnis pariwisata di Indonesia diyakini berawal pada tahun 1962


dimana hukum yang mengaturnya yaitu hukum kepariwisataan baru tersusun 28 tahun.
Setelahnya yaitu pada tahun 1990 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1990 tentang kepariwisatuan yang selanjutnya 

UUK Lama Undang-Undang tersebut pada dasarnya bertujuan seperti diatur


alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negar Republik Indonesia 1945.
Secara tegas menyatakan tujuan terwujudnya suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Tahun 1990 tentang
kepariwisataan Pasal 2, yang merumuskan tentang penyelenggaraan kepariwisataan
yang harus dilakasanakan berdasarkan asas manfaat usaha bersama dan kekeluargaan,
adil, dan merata. Perikehidupan dalam keseimbangan penyelenggaraan kepariwisataan
yang bertujuan untuk :

a. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestraikan, dan meningkatkan mutu


objek wisata dan daya tarik wisata.

b. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antarbangsa.

c. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.

d. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan


kemakmuran rakyat.

e. Mendorong pendayagunaan produksi nasional.

6
Lalu mulai disusun undang-undang baru mengenai kepariwisataan yakni
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 yang selanjutnya disingkat menjadi UUK Baru
yang menetapkan tujuan kepariwisataan dalam Pasal 4 secara lebih luas yaitu :

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Peningkatan kesejahteraan rakyat.

c. Menghapus kemiskinan.

d. Mengatasi pengangguran.

e. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya.

f. Memajukan kebudayaan.

g. Mengangkat citra bangsa memupuk rasa cinta tanah air.

h. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa.

i. Mempererat persahabatan antarbangsa.

Sejumlah prinsip yang terdapat di dalam International Convention Travel


Contract, antara lain kebebasan berkontrak, itikad baik, peralihan resiko, ganti rugi,
alasan pemutusan serta force majeure, perubahan kontrak, pilihan hukum, dan
penyelesaian sengketa.

GATS (General Agreements On Trade In Services) atau Persetujuan Umum


Perdagangan Jasa yang masuk ke dalam sistem hukum Indonesia melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1995, yaitu Undang-Undang tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO Agreement) atau
Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia. Tujuan di bentuknya GATS
seperti ditegaskan dalam Deklarasi Puncta Del Este adalah untuk membentuk suatu
kerangka prinsip dan aturan multilateral bagi perdagangan jasa.

7
4.2 Praktik Penyelenggaraan Kebijakan Kepariwisataan di Kota Surakarta, Kota
Batu, dan Provinsi Bali.
Dalam mengembangkan suatu potensi pariwisata, setiap daerah memiliki upaya
dan kebijakan yang harus dilakukan demi terwujudnya tujuan bersama khususnya
dibidang pariwisata yang meliputi beberapa aspek seperti aspek ekonomi
perdagangan, aspek kebudayaan, aspek lingkungan hidup, dan aspek hukum.
Kebijakan pariwisata dibuat sebagai usaha memberikan kepastian pada wisatawan
dan masyarakat terkait dengan pengembangan pariwisata, sehingga dapat
memaksimalkan manfaat pariwisata kepada pemangku kepentingan dan
meminimalkan efek negatif, biaya, dan dampak lainnya yang terkait.

1. Pemerintah daerah Surakarta berkeinginan untuk mengembangkan destinasi wisata


yang ada di Surakarta agar menjadi salah satu kota pariwisata terbaik. Kawasan
strategis pun tersebar di beberapa titik tak hanya untuk memajukan destinasi
wisata nya saja, namun untuk memajukan masyarakat dan daerah setempat agar
kesejahteraan lebih merata. Destinasi pengembangan pariwisata tersebut berperan
besar dalam peningkatan pendapatan daerah, dan kawasan strategis inilah yang
berpengaruh terhadap pengembangan UMKM di kota Surakarta.

2. Kota Batu memiliki potensi alam yang menjadi daya tarik utama sehingga menjadi
tujuan untuk tempat beristirahat. Kota Batu pun semakin mengukuhkan branding
sebagai Kota Wisata dengan menjadikan wisata buatan sebagai wisata unggulan.
Selecta, Jatim Park I, Secret Zoo, dan Batu Night Spectaculer merupakan objek
wisata buatan yang ditetapkan sebagai wisata unggulan dalam RIPPDA Kota
Batu.

3. Pemerintah Bali mengeluarkan kebijakan yang salah satunya adalah


mengembangkan sebelas desa wisata yang ada di wilayah Badung Tengah dan
Badung Utara berdasarkan Peraturan Bupati Badung No. 47 tentang Penetapan
Kawasan Desa di Kabupaten Badung dan Surat Edaran Kadisparda Provinsi Bali
No. 556/317/i/DISPAR tentang Pengembangan 100 Desa Wisata 2014-2018. Hal
itu bertujuan untuk pemerataan pembangunan sektor pariwisata agar tidak hanya

8
terfokus di Badung Selatan (Kuta, Nusa Dua, dan sekitarnya) yang sudah menjadi
trade mark pariwisata Bali.

4.3 Pluralisme Lokal Dalam Kebijakan Kepariwisataan

Pembentukan peraturan dan kebijakan pariwisata guna menciptakan


kesejahteraan negara merupakan peran penting pemerintah dan pemerintah daerah.
Dampak positif yang diberikan dari kebijakan pariwisata berupa meningkatnya devisa
negara yang dapat menaikkan perekonomian di tempat tujuan wisata seperti
peningkatan jumlah tenaga kerja, peninhkatan jumlah wisatawan lokal dan
mancanegara, serta perkembangan seni dan kebudayaan Indonesia. Pengambilan
kebijakan top-down dianggap sudah menghilangkan hakikat dasar pembangunan yang
dimana seharusnya kualitas hidup rakyat semakin meningkat, bukan malah dirugikan.
Keterikatan masyarakat setempat sangat penting karena manfaat pariwisata lebih
banyak berpihak pada pemilik modal yang kebanyakan berasal dari luar daerah sekitar.

Untuk itu, kebijakan pariwisata berbasis pluralism lokal guna menciptakan


kesejahteraan negara meliputi elemen-elemen, diantaranya: (1) Dukungan peraturan dan
kelembagaan yang memihak masyarakat lokal; (2) Daya tarik alam, daya tarik budaya
dan daya tarik buatan adalah tiga komponen pembentuk produk wisata, dimana
ketiganya dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya; (3) Karakter kebijakan
berbasis integrasi dan karakteristik budaya; (4) Desa wisata sebagai produk wisata
alternatif disajikan untuk menjawab kejenuhan yang dialami wisatawan dalam
mengkonsumsi produk wisata.

4.5 Detail Perubahan Undang-Undang Kepariwisataan

Seiring berjalannya waktu, aktivitas masyarakat atau kehidupan bernegara


sekalipun akan terus mengalami perubahan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang terjadi pada masa itu. Begitu pula dengan peraturan yang mendasari hukum suatu
negara. Salah satu contohnya yaitu Undang-undang Kepariwisataan. Dari sejak
diterbitkannya undang-undang hingga saat ini pun Undang-undang Kepariwisataan terus
mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi karena ada beberapa hal yang tidak

9
sesuai dengan perkembangan zaman pada waktu itu serta adanya tumpang tindih
kewenangan antara lembaga satu dengan lembaga yang lainnya. 

Perubahan dalam Undang-undang Kepariwisataan ini merupakan suatu hal wajar


karena didalam undang-undang tersebut tidak hanya menyesuaikan keadaan zaman saja
namun juga dapat menjawab semua keluhan dari masyarakat khususnya para pelaku
usaha di sektor pariwisata. Dengan demikian perubahan dalam Undang-undang
Kepariwisataan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas sektor pariwisata secara
lebih baik lagi dengan segala kebijakan yang telah disesuaikan dengan situasi dan
kondisi dari masa ke masa.

4.6 Kontradiksi Peraturan Pariwisata Lokal, Nasional dan Global

Dapat disimpulkan bahwa terjadinya over tourism menjadi pertentangan


ditengah-tengah Industri Pariwisata. Over Tourism yang menjadi keuntungan bagi para
pelaku usaha di Indonesia, ternyata ditentang oleh pariwisata nasional dan diberlakukan
juga di negara-negara kaya pariwisata di Asia dan Eropa karenabdianggap membawa
dampak negatif seperti, pelanggaran terhadap tatanan adat yang dilakukan oleh
wisatawan.

Dari setiap wilayah lokal, nasional dan global pastinya memiliki peraturannya
sendiri. Setiap daerahnya terutama negara lain memiliki dasar hukum yang berbeda.
Maka dari itu, peraturan di setiap wilayahnya akan memiliki bentuk dan perbedaan dari
setiap peraturan yang diterapkannya.

4.7 Kebijakan Pariwisata dan Relasi Pusat Daerah

Kebijakan pemerintah dalam memajukan sektor pariwisata adalah dengan cara


terencana dan menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang efesien dan optimal
bagi masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan cultural. Rencana tersebut harus
mampu memberikan kerangka kebijakan pemerintah, untuk mendorong dan
mengendalikan lebih baik lagi dalam pengembangan pariwisata pada saat ini. Peranan
yang sangat penting bagi pemerintah dalam mengembangkan pariwisata dalam garis
besarnya adalah menyediakan infrastruktur (tidak hanya dalam bentuk fisik) yang

10
sangat memadai, memperluas berbagai bentuk fasilitas memberikan yang terbaik, dan
sentra-sentra pasar, serta lainnya.

4.8 Paham Negara Kesejahteraan Dalam Pengaturan Kepariwisataan di Indonesia

Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan dan


kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia yang tersebar di seluruh daerah-daerah di
Indonesia . 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang memuat fungsi, tujuan, dan
prinsip-prinsip penyelenggaraan pariwisata yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat
juga menjadi dasar panduan yang bersifat multidimensi serta multidisiplin sebagai
wujud juga kebutuhan negara. Kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu
fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, juga menjadi bagian dari hak asasi manusia
yang harus dihormati juga dilindungi.

4.9 Perspektif Pemerintah Terhadap Kebijakan Pariwisata

Kebijakan pemerintah dirumuskan agar terciptanya sistem pariwisata yang


nyaman dan tepat bagi wisatawan dan juga masyarakat sekitar. Kebijakan yang diberi
pemerintah bertujuan untuk mengontrol dan memberikan insentif dalam melakukan
pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Pengembangan pariwisata merupakan
salah satu kunci untuk meningkatkan pendapatan di setiap daerah. Kunci utama
keberhasilan pengembangan pembangunan di sektor pariwisata adalah pemerintah yang
berkomitmen terhadap tujuannyabmengembangkan pariwisata. Pemerintah dalam
pengembangan sektor pariwisata menetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 Pasal 11 yang menyebutkan bahwa, pemerintah bersama lembaga yang
terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
kepariwisataan untuk mendukung kepariwisataan. Implementasi kebijakan pemerintah
khususnya pemerintah daerah Kabupaten Sumedang adalah dengan adanya Peraturan
Daerah Kabupaten Sumedang No. 10 tahun 2020 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Kabupaten Sumedang tahun 2020-2025. Dalam hal ini ekowisata di
Waduk Jatigede merupakan representatif dari peraturan tersebut. 

11
4.10 Konsep dan Ruang Lingkup Hukum Kepariwisataan
Pemerintah dan pemerintah daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat
berkewajiban untuk dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat
ditegakkan sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia,
peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan
perdamaian dunia.

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan


adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945:

A. UUK Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 3


Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah,
dan Pemerintah Daerah.

B. UUK Asas, Fungsi, Dan Tujuan Pasal 2


Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:

1. Manfaat
2. Kekeluargaan
3. Adil dan merata
4. Keseimbangan
5. Kemandirian
6. Kelestarian
7. Partisipatif
8. Berkelanjutan
9. Demokratis
10. Kesetaraan, dan
11. Kesatuan.

C. UUK Pasal 3 dan pasal 4


Pasal 3

12
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan
pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pasal 4
1. Kepariwisataan bertujuan untuk
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
4. Menghapus kemiskinan
5. Mengatasi pengangguran
6. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
7. Memajukan kebudayaan
8. Mengangkat citra bangsa
9. Memupuk rasa cinta tanah air
10. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
11. Mempererat persahabatan antarbangsa.

D. UUK Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Pasal 5


1. Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip
2. Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari
konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan tuhan yang
maha esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara
manusia dan lingkungan
3. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal
4. Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas
5. Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup
6. Memberdayakan masyarakat setempat
7. Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta
keterpaduan antarpemangku kepentingan

13
8. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
9. Memperkukuh keutuhan negara kesatuan republik indonesia.

E. Tradisi Hukum Dalam Kegiatan Bisnis Pariwisata


1. Common law system
2. Civil law system

Common Law (Anglo Saxon) adalah sistem hukum yang berasal dari Inggris
dan berkembang di negaranegara jajahannya. Sistem hukum Common Law
mendasarkan pada putusan pengadilan sebagai sumber hukumnya.

Sedangkan, sistem hukum Civil Law (Eropa Kontinental) yang berlaku di


negara-negara Eropa daratan dan negara-negara jajahannya, termasuk Indonesia,
berpegang kepada kodifikasi undang-undang menjadi sumber hukum utamanya.
Selain itu sistem peradilan pada sistem hukum Civil Law yang bersifat inkuisitorial
(hakim mempunyai peranan besar) dalam mengarahkan dan memutus suatu perkara
yang ditanganinya

4.11 Hukum Bisnis Kepariwisataan dan Dasar Hukum Bisnis Pariwisata

A. Pentingnya Pengaturan Hukum Kepariwisataan


a. Sarana menciptakan “ketertiban” yang menjadi landasan keteraturan,
keterpaduan, keserasian/keharmonisan dari langkah-langkah dan upaya-
upaya yang dilaksanakan oleh para penyelenggara kepariwisataan, yaitu
pemerintah, badan usaha/industri pariwisata, pelaku usaha dan
masyarakat.
b. Terkait dengan sifat perspektif di perundang-undangan, pengaturan
ditujukan ke masa depan, maka harus memenuhi syarat kepastian, agar
para penyelengara mengetahui apa/ tingkah laku apa yang diharapkan
dari mereka untuk waktu kedepan, bukan yang sudah terlewati.

14
c. Kepastian mengenai hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan:
menjadi pedoman yang pasti sekaligus memberi perlindungan bagi
penyelenggara keperiwisataan.
d. Keadilan dalam hubungannya dengan hukum kepariwisataan,
penekanannya lebih pada hasil-hasil yang diperoleh harus dapat
dinikmati oleh masyarakat dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya dan seluas-luasnya bagi kehidupan bangsa dan Negara.

B. Kepariwisataan dalam Hukum Nasional


1. UU RI No.9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan, yang kemudian
dicabut dengan UU No.10 Tahun 2009.
2. PP No. 50 Tahun 2011 Tentang rencana induk pengembangan
kepariwisataan nasional tahun 2010- 2015.
3. Peraturan pelaksana lainnya.
C. Aspek Hukum Kepariwisataan

Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan multi- aspek, bersifat nasional dan


internasional (global), memiliki fungsi sebagai agent of economic development dan
agent of cultural development, mencakup berbagai aspek secara multi-dimensi, karena
itu kebijakan hukum kepariwisataan harus diarahkan kepada:

1. Hukum kepariwisataan harus mampu mempertimbangkan sifat khas,


fungsi, dan seluruh aspek kegiatan bisnis kepariwisataan.
2. Mampu membangun suatu sistem hukum yang mampu memberikan
perlakuan-perlakuan yang tepat terhadap kegiatan bisnis kepariwisataan
sebagai suatu bentuk kegiatan bisnis yang berkarakter khas.
3. Mampu membangun tradisi bisnis sesuai dengan kelaziman-kelaziman
yang berlaku dalam kegiatan perdagangan jasa global, khususnya
perdagangan jasa pariwisata.
4. Mampu membangun lingkungan, etika dan aktivitas bisnis yang kondusif
Aspek Hukum Kepariwisataan.

15
5. Mampu membangun kapasitas bisnis setiap pelaku bisnis, termasuk
melindingi kepentingankepentingan mereka secara adil, nasional maupun
internasional.
6. Mampu membangun kapasitas hukum untuk mendukung dari peran dan
fungsinya, baik sebagai agent of economis development maupun sebagai
agent of cultural development, secara profesional penegasan bidang
masing-masing, keterhubungan diantara keduanya, serta umpan balik
kepariwisataan terhadap kebudayaan secara positif.
7. Mampu menjamin keberlanjutan lingkungan hidup.
D. Konsep Hukum Bisnis Pariwisata

Hukum bisnis pariwisata adalah perangkat kaidah, azasazas, ketentuan, institusi


dan mekanismenya, nasional maupun internasional yang digunakan sebagai dasar untuk
mengatur perdagangan jasa pariwisata.

E. Fungsi Hukum Bisnis Pariwisata


1. Bisa untuk dijadikan sebagai suatu sumber informasi bagi semua yang akan
menggeluti bisnis pariwisata.
2. Pelaku bisnis pariwisata lebih mengetahui hak dan kewajbannya saat akan
mambangun sebuah usaha. Agar usaha atau bisnisnya tidak akan
menyimpang dari suatu aturan yang ada didunia bisnisan yang sudah tertulis
di perundang-undangan khususnya UUK NO 10 TAHUN 2009 dan tidak
ada yang akan dirugikan.
3. Untuk para pelaku bisnis agar memahami suatu hak-hak dan kewajibannya
dalam sebuah kegiatan bisnis pariwisata/hospitality.
4. Agar untuk bisa mewujudkan suatu watak dan perilaku kegiatan dibidang
bisnis atau juga suatu kegiatan usaha yang adil, jujur, wajar, sehat dan
dinamis (yang dijamin suatu hukum bisnis).

F. Tujuan Hukum Bisnis Pariwisata


1. Penjamin yang berfungsinya sebagai keamanan mekanisme pasar yang
efektif dan efisien.

16
2. Pelindung dari berbagai jenis usaha, khususnya pada Usaha Kecil
Menengah (UKM).
3. Membantu perbaikan pada suatu sistem keuangan dan juga sistem
perbankan yang ada di Indonesia.
4. Pemberi suatu perlindungan bagi para pelaku ekonomi dan juga para
pelaku bisnis pariwisata.
5. Perwujudan dari sebuah bisnis yang aman dan juga adil untuk seluruh para
pelaku usaha pariwisata.

G. Dasar Hukum Tentang Usaha Pariwisata

Pada pasal 14 Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan


ditetapkan bahwa usaha pariwisata meliputi usaha:

1. Usaha daya tarik wisata


2. Usaha kawasan pariwisata
3. Usaha jasa transportasi wisata
4. Usaha jasa perjalanan wisata
5. Usaha jasa makanan dan minuman
6. Usaha penyediaan akomodasi
7. Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
8. Usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran
9. Usaha jasa informasi pariwisata
10. Usaha jasa konsultan pariwisata
11. Usaha jasa pramuwisata
12. Usaha wisata tirta
13. Usaha spa.

H. Sumber Hukum Bisnis

Merupakan sebuah dasar utama dalam suatu pembentukan hukum bisnis, sumber
hukum bisnis ini juga harus mempunyai beberapa syarat yakni:

17
1. Asas untuk kebebasan kontrak yang dimana pada para pelaku bisnis bisa
membuat serta menentukan isi dari suatu perjanjian yang telah disepakati.
2. Asas kontrak perjanjian antara para pihak-pihak yang berperan pada
masingmasing pihak tunduk terhadap suatu aturan yang sudah disetujui.

I. Sumber hukum bisnis berdasarkan undang-undang

Secara umum yaitu sebagai berikut:

1. Hukum Perdata (KUH Perdata), Hukum Perdata yakni yang contohnya


hukum perjanjian (kontrak), hak-hak kebendaan, sebagai sumber dimana
terjadinya bisnis.
2. Hukum Dagang (KUH Dagang), Hukum Dagang yaitu misalnya kewajiban
pembukuan, perusahaan persekutuan (Firma, CV, asuransi, pengangkutan,
surat berharga, dan pedagang perantara, keagenan atau distributor, dsb).
3. Hukum Publik (Pidana Ekonomi atau KUH Pidana), Hukum Publik yakni
yang mempunyai contohnya kejahatan-kejahatan di bidang ekonomi atau
bisnis seperti Penyeludupan, illegal logging, dan korupsi, dsb.

4.12 Prinsip dan Pengaturan Pariwisata Internasional

Pengaturan pariwisata dalam GAT-s WTO: WTO tidak lain adalah


pengembangan dari General Agreement of Tariffs and Trade (GATT) yang diawali
dengan ditandatanganinya Piagam Atlantik (Atlantic Charter) bulan Agustus 1941.
Salah satu tujuan dari piagam ini adalah menciptakan suatu sistem perdagangan dunia
yang didasarkan pada prinsip nondiskriminasi dan kebebasan tukar menukar barang dan
jasa.

Pedoman filosofis GATs adalah bahwa semakin mudah dunia usaha bersaing
dalam melakukan bisnis, semakin banyak transaksi perdagangan dapat dilakukan hingga
ekonomi dapat semakin bertumbuh.

18
GATs memiliki 2 pilar utama perlakuan nasional (national treatment) dan akses
pasa (market access)

Kesepakatan khusus tentang pariwisata dalam GATs: Salah satu dasar


pencapaian GATs adalah untuk menumbuhkan saling pengertian dan respek antar
bangsa dan masyarakat selain juga mempromosikan nilai-nilai etika yang umum berlaku
pada kemanusiaan. Ditambah dengan kewajiban adanya sikap bertoleransi dan respek
atas keberagaraman agama, falsafah dan moral kepercayaan, keduanya merupakan asas
kepariwisataan yang bertanggung jawab.

4.13 Prinsip dan Pengaturan Pariwisata Internasional dan Nasional

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 termuat tujuan kegiatan


pariwisata Indonesia dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan untuk
mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
nilai-nilai agama adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai hidup dalam masyarakat;
kelestarian budaya dan lingkungan hidup dan kelangsungan usaha pariwisata.

Dalam UUK baru seluruh aspek yang ada dalam paragraph awal dalam UUK lama
juga tercakup kembali. Namun, ada sesuatu yang baru dalam paragraph awal UU baru
tersebut yaitu pada paragraph (b) yang isinya: “Bahwa kebebasan melakukan perjalanan
dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak
asasi manusia.”

Ini tidak ada dalam UUK yang lama. Hal ini rupanya mengadopsi pasal 13
Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi
Manusia) Tahun 1949 yang menyebutkan sebagai berikut:

1. Everyone has the right to freedom of movement and residence within the
borders of each state.
2. Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return
to his country

19
Hal lain yang juga dianggap sangat baik pada UUK baru ada pada paraghraph (c)
yaitu dengan dimasukkannya unsur penting yang kini juga tengah menjadi isu dunia
pada umumnya. Hal tersebut terkait kepariwisataan yang merupakan bagian
pembangunan nasional yang harus dilakukan secara bertanggung jawab dan
berkelanjutan.

Dua istilah penting berkelanjutan dan bertanggung jawab belum ada pada
pengaturan yang lama. Perdagangan pariwisata di Indonesia baru diproklamirkan ketika
Hotel Indonesia diresmikan yaitu baru pada tahun 1962. Namun, sebenarnya kegiatan
pariwisata telah dilaksanakan jauh sebelum itu, yaitu Pada zaman kolonialisme Belanda.
Kegiatan terkait pariwisata kemudian seolah sempat menghilang saat terjadi perang
dunia II dan semasa awal pemerintahan presiden Soekarno. Perjanjian WTO merupakan
perjanjian internasional yang diratifikasi oleh Indonesia sebagai salah satu negara
anggota WTO pada tahun 1994. Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber
hukum internasional yang sempurna karena dibuat oleh negara-negara dan dibuat secara
tertulis sehingga memberikan kepastian hukum. Perjanjian internasional diartikan
sebagai suatu persetujuan antara subjeksubjek hukum internasional yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Persetujuan tersebut
dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. (diadopsi dari konsep Schwarzenberger)

Prof. Dr. J.G. Starke “Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas asas-asas dan peraturan tingkah laku yang mengikat negara-
negara. sehingga ditaati dalam hubungan negara-negara, dan karna itu di taati dalam
hubungan negara negara.”

Bila prinsip fundamental dari hukum internasional dilanggar oleh suatu negara
(salah secara internasional), negara/pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi
atas kerugian yang dialaminya.

Prinsip-prinsip fundamental (berupa 7 prinsip)

1. Kedaulatan
2. Pengakuan
3. Pemufakatan

20
4. Iktikad baik
5. Hak membela diri
6. Tanggung jawab internasional
7. Kebebasan di laut lepas

Memiliki arti penting yang luar biasa dalam hukum internasional

A. PENGATURAN PARIWISATA INDONESIA SEBAGAI ANGGOTA WTO


Selain itu, perjanjian internasional mengatur masalah-masalah bersama yang
penting hubungan antarsubjek hukum internasional. Indonesia sebagai subjek
hukum internasional penuh (parexcellence), telah meratifikasi perjanjian WTO pada
2 November 1994 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Ini berati sebagai negara anggota
WTO, Indonesia telah pula mengizinkan peraturan WTO diberlakukan dan
mengesahkan isinya serta setuju untuk memberikan komitmen dalam mematuhinya.
Sesuai UU Nomor 24 Tahun 2000, Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam
bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat
secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum ublic.
Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kata ratifikasi
memiliki arti pengesahan suatu dokumen negara oleh parlemen, khususnya
pengesahaan UU, perjanjian antar negara, dan persetujuan hukum internasional.

B. PENGATURAN PARIWISATA INDONESIA SEBAGAI ANGGOTA WTO


PENGATURAN PARIWISATA NASIONAL BERDASARKAN
KESEPAKATAN INTERNASIONAL SELAIN GATS

Selain meratifikasi perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia WTO


melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia juga menyepakati beberapa
kebijakan penting mengenai Agreement of Service yang ruang lingkupnya regional.
Contohnya adalah Asean Framework Agreement on Services (AFAS).

21
AFAS adalah perjanjian diantara negara-negara ASEAN yang menyepakati berbagai
aspek perdagangan jasa antara lain: areas of cooperation, liberalisation, negotiation of
specific commitments, mutual recognition, denial of benefits, modification of schedules
of specific commitments dan settlement of disputes. Kesepakatan ini ditandatangani
oleh para kepala negara ASEAN pada 15 desember 1995.

C. PENGATURAN PARIWISATA NASIONAL BERDASARKAN


KESEPAKATAN INTERNASIONAL SELAIN GATS

Dalam aspek pariwisata, Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya


menyepakati 12 artikel perjanjian pariwisata ASEAN atau ASEAN Tourism Agreement.
Kesepakatan pengaturan pariwisata internasional lain yang juga tidak kalah pentingnya
adalah Tourism Working Group Meeting-TWG (dibentuk pada tahun 1991) yang
merupakan divisi khusus dari Asia Pacific Economic Corporation (APEC)

D. TUJUAN DARI ASEAN TOURISM AGREEMENT


 Untuk bekerja sama dalam memfasilitasi perjalanan ke dan dalam ASEAN;
 Meningkatkan kerjasama di bidang industri pariwisata antar Negara Anggota
ASEAN dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing;
 Untuk secara substansial mengurangi pembatasan perdagangan pariwisata dan
jasa perjalanan di antara Negara Anggota ASEAN;
 Untuk membangun jaringan terpadu pariwisata dan jasa perjalanan untuk
memaksimalkan sifat komplementer dari tempat-tempat wisata daerah;
 Meningkatkan pengembangan dan promosi ASEAN sebagai satu tujuan
pariwisata dengan standar, fasilitas dan atraksi kelas dunia;
 Untuk meningkatkan gotong royong dalam pengembangan sumber daya
manusia dan memperkuat kerja sama untuk mengembangkan, meningkatkan dan
memperluas fasilitas dan layanan pariwisata dan perjalanan di ASEAN; dan

22
 Untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi sektor publik dan swasta
untuk terlibat lebih dalam pengembangan pariwisata, perjalanan intraASEAN,
dan investasi dalam layanan dan fasilitas pariwisata

4.14 Usaha Jasa Pariwisata dan Pengelolaannya di Indonesia Tinjauan Umum


Tentang Klasifikasi Jasa Internasional

WTO pada tahun 2001, transaksi perdagangan jasa telah memberikan kontribusi
sebanyak 60% dari total Gross Domestic Product (GDP) dunia, dan hal tersebut
merupakan salah satu bukti nyata bahwa perdagangan jasa internasional berkembang
sangat pesat.

Perhitungan GDP menggunakan 2 metode yaitu:

- Dengan pendekatan pengeluaran yang berarti GDP dihitung dengan


mengukur jumlah yang dikeluarkan pada semua barang akhir selama satu
periode tertentu
- Metode pendekatan pendapatan ketika GDP dihitung berdasarkan
pendapatan berupa dari aspek upah, sewa, bunga dan laba yang diterima oleh
semua faktor produksi dalam memproduksi barang akhir.
Untuk periode 2000 hingga 2014, salah satu metode menunjukkan bahwa
perdagangan jasa menyebabkan peningkatan rata-rata 6,3 persen dalam PDB per
kapita untuk 148 negara, dengan beberapa keuntungan terbesar di negara
berkembang dan kurang berkembang.
The travel and tourism industries are affected by a wide range of shocks.
Individual travel decisions are influenced by various exogenous factors such as
income, the exchange rate, and political and environmental conditions (Pforr,
2009; Ritchie et al., 2014). All types of disasters can thus trigger a decline in

23
international demand for tourism by destroying relevant assets, reducing
incomes, or increasing uncertainty on the political and environmental safety at
destinations.
Natural disasters can destroy tourist accommodation and travel-related
infrastructure and can also adversely influence consumer perceptions. For
example, tourist visits to the Caribbean fall after hurricanes in the region, due
to perceptions by potential tourists that the event has destroyed the entire
region.
-(WTTC, 2018)
Adam Smith, salah satu tokoh dalam era Classical Economics, menjelaskan
mengenai transaksi jasa secara internasional yang dapat digolongkan dalam
empat bentuk, yakni:
 Konsumen berpindah ke negara tempat produsen jasa (misalnya turis dan studi
mahasiswa di luar negeri)
 Perusahaan sebagai produsen jasa berpindah ke negara tempat konsumen
(penanaman modal asing dalam bentuk bank, restoran, perusahaan konsultan
hukum)
 Individu-individu sebagai produsen jasa berpindah ke negara tempat konsumen
(tenaga kerja sementara di luar negeri, termasuk tenaga dokter, pengacara
arsitek)
 Hubungan antarnegara (cross border) antara konsumen dan produsen jasa
dilakukan melalui jaringan pos dan telekomunikasi.

Direktorat neraca pembayaran dan kerja sama ekonomi internasional,


Bappenas, membagi jasa internasional ke dalam tiga cara pengklasifikasian
yaitu:

 Klasifikasi sektor jasa dalam neraca pembayaran yang terdiri jasa


transportasi, travel, komunikasi, konstruksi, asuransi, keuangan, komputer,
royalti, dan jasa-jasa lain.
 Klasifikasi dari GATs, jasa dibagi dalam 12 sektor yaitu jasa bisnis,
komunikasi, konstruksi, distribusi, pendidikan, lingkungan, keuangan,

24
kesehatan, pariwisata, rekreasi kebudayaan dan olahraga, transportasi dan
jasa lainnya.
 Klasifikasi Central Product Classification yang meliputi jasa konstruksi, jasa
distribusi makanan, transportasi, keuangan, penyewaan, real estat, jasa bisnis
dan produksi serta jasa pelayanan indivodu, komunitas dan sosial.

A. USAHA JASA PARIWISARA MENURUT WTO-GATS

WTO membedakan 4 sektor sektor yang termasuk dalam usaha jasa pariwisata dan
perjalanan, yaitu:

 CPC 641-643
Hotels and restaurants (including catering)
 CPC 7471
Travel agencies and tour operators services
 CPC 7472
Tourist guides services
 Other.

B. KLASIFIKASI BERDASARKAN CPC


CPC 641 (Hotel and other lodging services)
CPC 6411 (Hotel lodging services)
CPC 6412 (Motel lodging services), dan
6419 (Other lodging services)

CPC 642 (Food serving services)


CPC 6421 (Full restaurant services)
CPC 6422 (self-service facilities)
CPC 6423 (catering services)
CPC 6431 (beverage serving services for consumption on the premises)
CPC 6432 (with entertainment)

25
C. Jenis Pelayanan dan Jasa dalam TTRS
1. Hotels and motels without restaurants;
2. Hotels and motels with restaurants;
3. Hotels and refuges;
4. Camping sites, including caravan sites;
5. Health-oriented accomodation;
6. Other provisions of lodging;
7. Bars and other drinking places;
8. Full-service restaurants;
9. Fast-food restaurants and cafetarias;
10. Institutional food services, caterers;
11. Food kiosks, vendors, refreshment stands;
12. Night-clubs and dinner theatres;
13. Travel agents;
14. Tour operators, packagers and wholesales;
15. Ticket offices;
16. Guides.

D. EMPAT BENTUK MODA PEMASOK JASA YANG DIATUR DALAM


GATS DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEGIATAN
PARIWISATA
 Cross border supply
 Consumption abroad
 Commercial presence
 Movement of natural persons

E. MANFAAT MENJADI ANGGOTA WTO-GATS DALAM ASPEK


PARIWISATA

26
 Memajukan pertumbuhan ekonomi khususnya pariwisata di negara
berkembang
 Menghindari terjadinya praktik-praktik yang menjurus pada kecurangan-
kecurangan usaha dan persaingan
 Mendukung kondisi persaingan yang profesional dengan memastikan
komitmen-komitmen yang konsisten
 Mengimplementasikan perkembangan pariwisata yang berkelanjutan dan
mempertahankan warisan budaya dan kelanjutan usaha pariwisata.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwasannya sektor yang paling maju dalam perekonomian


dunia, adalah pariwisata. Dalam menjalani usaha disektor ini, pastinya diharuskan
adanya sertifikasi, Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No. 52 Tahun 2012
Tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata, sertifikasi
usaha adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi usaha pariwisata
kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar usaha pariwisata. sesuai dengan
SKKNI bidang pariwisata, standar internasional dan/atau standar khusus. Sertifikasi ini

27
juga dibutuhkan untuk memberikan pengakuan pada kompetensi yang dimiliki oleh
tenaga kerja dan meningkatkan kualitas serta daya saing tenaga kerja. .Tourism export
adalah turis dari mancanegara melakukan pariwisata dan menggunakan produk serta
pelayanan yang ada di dalam negeri. Contohnya adalah ketika ada wisatawan dari luar
negeri yang sedang berwisata di Indonesia, selama turis tersebut datang ke Indonesia
sampai ia pulang kembali ke negara asalnya, mereka akan membutuhkan makanan,
transportasi dan akomodasi selama berwisata di Indonesia. Contohnya Ketika seorang
dari negara Indonesia melakukan perjalanan ke luar negeri, selama di luar negeri ia
merupakan turis impor.

5.2 Saran

Seharusnya dalam melakukan usaha di bidang ini para pengusaha, memiliki


perlindungan hukum yang lebih kuat dan tidak ada lagi kesalahan dalam prakteknya,
tetapi disatu sisi lain para pengusaha juga harus memiliki sertifikasi sebagai bukti
tulisan bahwa usaha yang mereka jalani memenuhi standar usaha pariwisata bagi para
pelakunya. Sisi lain dalam tourism export, para turis lebih baik diberikan informasi
dengan jlas untuk memperlihatkan informasi mengenai kepastian hukum mereka dan
akomodasi yang dibutuhkan oleh para turis.

Daftar Pustaka

Sertifikasi Usaha Pariwisata – ICSM. Accessed May 19, 2022.


https://icsm.co.id/sertifikasi-usaha-pariwisata/

Pentingnya Sertifikasi Profesi Pariwisata. Accessed May 19, 2022.


https://kliknusae.com/2016/11/pentingnya-sertifikasi-profesi-pariwisata

PP 52 tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang


Pariwisata | Jogloabang. Accessed May 19, 2022.
https://www.jogloabang.com/ekbis/pp-52-2012-sertifikasi-kompetensi-sertifikasi-
usaha-pariwisata

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK IN. Accessed May 19, 2022.

28
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2012/52TAHUN2012PP.HTM

Fletcher, J., Fyall, A., Gilbert, D., & Wanhill, S. (2017). Tourism: Principles and
practice. Pearson UK.
PhDessay.com. (2017). Is Tourism Considered an Import or an Export?. [Daring].
Tersedia di : https://phdessay.com/is-tourism-considered-an-import-or-an-export/
[Diakses pada: 19 May. 2022]

29

Anda mungkin juga menyukai