Anda di halaman 1dari 34

Surat Gembala Ardas Tahun EKARISTI

Tahun IV: 2021


KEALLAHAN KRISTUS MEMELUK KEMANUSIAAN KITA

Pendahuluan
Spiritualitas Gereja Keuskupan Tanjungkarang dari amanat
Perpasgelar 2017 adalah: “Sahabat Kristus yang dihidupi oleh Roh
Kudus dan menghidupi Ekaristi, tidak membeda-bedakan orang”. Kita
telah menetapkan dalam Ardas Keuskupan kita bahwa tahun 2021 adalah
Tahun Ekaristi. Kita percaya bahwa dosa, sebagai bentuk kelemahan
kemanusiaan kita, tidak menghalangi Allah yang maharahim untuk tetap
mencintai manusia, citra diri-Nya. Demi pulihnya martabat keilahian
manusia, Yesus Kristus - Putera Allah, telah menebus manusia bukan
dengan perak atau emas, melainkan dengan darah-Nya yang mulia (1 Pet 1:
18-19). Ekaristi adalah pengorbanan dan pemberian diri Kristus terus-
menerus bagi keselamatan manusia.
Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium 11 menyatakan, “Dengan
ikut serta dalam korban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani,
kita mempersembahkan Anak Domba ilahi dan diri sendiri bersama dengan-
Nya kepada Allah”. Pernyataan itu ditegaskan oleh Katekismus Gereja
Katolik (KGK) yang mengatakan, “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula
semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan berhubungan erat dengan
Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci
tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Yesus Kristus, Paskah
kita” (KGK 1324).
Gereja Katolik Keuskupan Tanjungkarang mengundang putra-
putrinya agar menjadikan semangat hidup Yesus yang ada dalam Ekaristi
sebagai cara beriman yang benar. Melalui Ekaristi mari kita menimba
kekuatan dari Sang Guru dan Pemilik kehidupan (Yoh 14: 6), sehingga
hidup kita sesuai dengan hidup-Nya, “Cara pikir kita, sesuai dengan
Ekaristi, dan sebaliknya Ekaristi memperkuat cara pikir kita” (KGK 1327).
1|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Ekaristi: Syukur atas Pemberian Diri Tuhan
Kata Ekaristi artinya “bersyukur atau mengucap syukur”. Sejalan
dengan Spiritualitas Ardas Keuskupan Tanjungkarang, kita bersyukur
bahwa kita mempunyai Sahabat yang luar biasa agung yang telah tanpa
pamrih dan tanpa pilih kasih rela mengorbankan diri-Nya sebagai silih atas
keberdosaan kita (bdk. Yoh 15:13-15). Karena pengorbanan diri Kristus itu,
maka status kita sebagai budak atau hamba dosa dihapuskan, dan
dikembalikan ke kehormatan yang luhur sebagai “gambar dan rupa diri
Allah” (bdk. Kej 1:26-27) dan karena itu pantas menyandang predikat
sebagai “anak-anak Allah” (1 Yoh 3: 1-2).
Dalam perjamuan malam terakhir (Mat 26:26-28; Mrk 14:22-24;
Luk 22:19-20), dan dalam Surat St. Paulus (1 Kor 11:23-25), Yesus dicatat
telah mengungkapkan pemberian Diri-Nya dengan mengatakan, "Inilah
tubuh-Ku, inilah darah-Ku … makanlah dan minumlah”. Yesus sungguh-
sungguh sadar sepenuh jiwa raga-Nya ketika menyatakan bahwa Diri-Nya
adalah makanan dan minuman bagi para murid-Nya. Kesadaran Yesus itu
nampak dengan tidak mengoreksi atau menarik pernyataan-Nya itu ketika
banyak murid-Nya meninggalkan Dia karena terguncang imannya (Yoh 6:
66).
Yesus memberikan diri-Nya agar kita mempunyai hidup seperti
kehidupan mulia yang dimiliki-Nya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya,
kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-
Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan
membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-
benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di
dalam dia" (Yoh 6: 53-56).
St. Paulus menjelaskan dengan sangat baik apa yang dimaksudkan
oleh Yesus itu, "Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita
ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti
2|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?" (1
Kor 10: 16). Di tempat lain St. Paulus menulis, "Jadi barangsiapa dengan
cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa
terhadap tubuh dan darah Tuhan" (1 Kor 11: 27).
Ekaristi: Perjanjian Baru Penyempurna Persembahan Perjanjian
Lama
Ekaristi diberikan oleh Kristus sendiri sebagai “Perjanjian yang
Baru” antara Allah dan manusia. Pemahaman Gereja Katolik atas pendirian
Ekaristi oleh Yesus pada perjamuan malam terakhir, sejak bapa-bapa Gereja
sampai sekarang, menekankan dasar-dasarnya dalam sejarah perjanjian yang
bersumber dari Perjanjian Lama.1
St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa pra-tanda yang paling jelas
dari Perjanjian Lama mengenai Ekaristi adalah tindakan imam agung
Melkisedek dalam Kej 14: 18. Tindakan Melkisedek membawa roti dan
anggur untuk Abraham, sejak zaman Klemens dari Aleksandria (150 - 215)
telah dipandang sebagai pra-tanda roti dan anggur yang digunakan dalam
Sakramen Ekaristi. Karenanya, "Gereja melihat dalam tindakan raja dan
imam Melkisedek yang membawa roti dan anggur itu sebagai pra-tanda
dari persembahan Gereja sendiri".
Manna yang memberi makan bangsa Israel di padang gurun juga
dipandang sebagai pra-tanda Ekaristi. Hubungan antara tanda tersebut
dengan Ekaristi dijelaskan oleh St. Yohanes dalam bab 6 Injilnya, yaitu
pengajaran mengenai Roti Hidup. St. Lukas menafsirkan kenangan akan
keluaran dari Mesir (Kel 16: 19 – 21), yaitu bahwa manna dikumpulkan
dalam jumlah yang cukup untuk satu hari saja. Di situlah dalam Doa Bapa
Kami, kita berdoa untuk memohon rejeki, bukan kelimpahan makanan,
melainkan rejeki yang cukup untuk hari ini. St. Ambrosius melihat pra-
tanda Ekaristi dalam rupa manna di padang gurun dan rupa air dari batu
yang memberi makanan dan minuman bagi bangsa Israel (bdk. 1 Kor. 10:3-
4).

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Sakramen_Ekaristi_(Gereja_Katolik). dikutip tgl. 14
Agustus 2020.
3|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Sementara ritual lain, yakni malam Paskah Yahudi yang
dideskripsikan dalam Kitab Keluaran mengandung dua elemen fisik utama:
seekor anak domba yang jantan dan tidak bercela sebagai kurban dan roti
yang tidak beragi (Kel 12:1-10), adalah juga pra-tanda Ekaristi. Bahkan,
selain ritual untuk malam Paskah itu sendiri, Kitab Keluaran mematenkan
Paskah sebagai "ketetapan untuk selamanya" yang dirayakan melalui "hari
raya makan roti yang tidak beragi" (Kel 12: 14 - 20). St. Paulus
merefleksikan hubungan Paskah Yahudi itu dengan Kristus, "... Sebab anak
domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah
kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi
keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu
kemurnian dan kebenaran" (1 Kor 5:7-8). Jadi Kristus adalah anak
domba yang baru, dan Ekaristi adalah roti Paskah yang baru.
Seperti St. Thomas Aquinas, para teolog juga meyakini bahwa
pengorbanan-pengorbanan Perjanjian Lama lainnya juga merupakan pra-
tanda yang mengisyaratkan Ekaristi, yakni: Kristus sendiri yang
dikorbankan bagi manusia. Dalam perjamuan malam terakhir Yesus sendiri
dengan jelas berkata, “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang
ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Mat 26: 28;
Luk 22: 20).
KGK 1340 menegaskan, “Dengan merayakan perjamuan malam
terakhir bersama murid-murid-Nya dalam rangka perjamuan Paskah, Yesus
memberi arti definitif kepada paskah Yahudi. Kepergian Yesus kepada
Bapa-Nya dalam kematian dan kebangkitan – Paska baru – diantisipasi
dalam perjamuan malam. Dan itu dirayakan dalam Ekaristi. Ini
menyempurnakan paska Yahudi dan mengantisipasi paska abadi Gereja
dalam kemuliaan Kerajaan”.
Ekaristi: Kristus Hadir Sepenuh Jiwa-Raga-Nya
Gereja Katolik mengajarkan bahwa ketika roti dan anggur
dikonsakrir oleh imam dalam Ekaristi, keduanya bukan lagi roti dan anggur
tetapi menjadi tubuh dan darah Kristus yang mahamulia.2 Realitas atau
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Sakramen_Ekaristi_(Gereja_Katolik). dikutip tgl. 14
Agustus 2020.
4|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
kenyataannya, yakni roti dan anggur, mengalami perubahan, walaupun
atribut atau tampilan lahiriahnya tidak berubah. Pengudusan atau konsekrasi
roti dan anggur yang terpisah menghadirkan terpisahnya tubuh Yesus dari
darah-Nya di atas Kalvari. Jadi pemisahan itu menghadirkan wafat Kristus
yang mengurbankan diri-Nya di atas altar salib.
Tetapi Kristus yang wafat telah bangkit. Maka, sekalipun tampilan
roti dan anggur itu tetap terpisah, tubuh dan darah Kristus kembali menyatu.
Maka ketika kita menerima salah satunya, kita menerima yang lainnya juga.
Inilah yang disebut "konkomitansi" (concomitance = seiring atau secara
bersamaan). Kendati kita menerima salah satunya, kita menerima keduanya
secara lengkap. Jadi baik kita menerima hosti (tubuh Kristus) ataupun
anggur (darah Kristus), kita menerima Kristus sepenuhnya. Dalam komuni
kudus Ekaristi, Kristus hadir secara utuh, seluruh dan sepenuh diri-Nya,
segenap jiwa dan raga-Nya.
Perubahan  roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dalam
Ekaristi disebut transubstansiasi (dari kata Latin transsubstantiatio -
melampaui wujudnya). "Substansi" adalah wujud atau isi atau hakekat atau
apa yang ada dan terkandung dalam dirinya sendiri. Perubahan yang terjadi
dalam Ekaristi berkaitan dengan perubahan wujudnya (yakni: isinya atau
hakekatnya atau sesuatu yang terkandung di dalam dirinya) itulah yang
berubah; bukan bagaimana caranya hal itu berubah. Tentang roti dan anggur
yang dipegang oleh Yesus, Yesus mengatakan, "Inilah tubuh-Ku … Inilah
Darah-Ku". Apa yang Dia pegang di tangan-Nya tetap memiliki keseluruhan
tampilan roti dan anggur. Namun karena kata-kata-Nya itu, "substansi" roti
diubah menjadi "substansi" tubuh-Nya, dan “substansi” anggur diubah
menjadi “substansi” darah-Nya. Dengan kata lain, melalui kata-kata-Nya,
Yesus menyatakan bahwa roti tersebut bukan sekedar roti biasa
tetapi sebenarnya adalah tubuh-Nya, dan anggur itu bukan anggur biasa
tetapi sebenarnya adalah darah-Nya.
Melalui transubstansiasi itu Kristus benar-benar, sungguh-sungguh,
dan secara substansial (secara apa adanya) hadir dalam tampilan roti dan
anggur. Jika substansi dapat diartikan isi, maka transubstansi berarti
melampaui isi yang ada. Sederhananya substansi yang lahiriah itu diubah
5|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
menjadi sesuatu yang lain yang isinya melampaui yang lahiriah, yaitu
menjadi yang spiritual (supra lahiriah/supra natural). Jadi, Kristus adalah
benar-benar, sungguh-sungguh, dan hadir secara transsubstansial
(melampaui yang lahiriah) dalam Ekaristi itu. Dia sungguh hadir bukan
secara fisik seperti kehadiran-Nya secara lahiriah di Yudea dua ribu tahun
yang lalu. Karena kebangkitan-Nya Dia hadir secara baru. Dalam pengertian
ini Ekaristi bukan perjamuan kanibalis, melainkan perjamuan perjumpaan
atau persekutuan antara manusia dengan Tuhan-nya. Tuhan yang tidak
tampak itu adalah Tuhan yang hidup. Dia yang hidup, karena kasih-Nya,
hadir sepenuhnya kepada manusia.
Gereja meyakini bahwa perubahan yang sama itu terjadi pada
substansi roti dan anggur di dalam setiap Ekaristi Katolik di seluruh dunia.
Hal demikian itu adalah keinginan Kristus sendiri, “Perbuatlah ini sebagai
kenangan akan Aku” (Luk 22: 19; 1 Kor 11: 24-26). “Kenangan” itu bukan
sekedar mengingat secara nostalgis, melainkan “menghadirkan” Dia dalam
hidup kita kini dan sekarang.
Ekaristi: Tuhan Kita Sangat Rendah Hati
Dalam pembukaan Injilnya, St. Yohanes mengatakan bahwa Sang
Sabda, yang sejak semula bersama dengan Allah, dan yang adalah Allah,
rela menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1: 1 dan 14). St. Paulus
dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi, mengungkapkan hal yang senada,
“Kristus Yesus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil 2: 5-8). Betapa luar biasa rendah
hatinya Penebus kita. Berbeda dengan manusia yang sibuk mencari
kehormatan, status sosial, derajat dan pangkat yang tinggi, Kristus justru
menanggalkan seluruh kekayaan yang dimiliki-Nya (bdk. Mat 11: 27) untuk
menjangkau manusia yang berada dalam lembah kekelaman (bdk Yes 9: 1-
2; Mat 4: 13-16).

6|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Kita harus terus mengingat Spiritualitas Gereja Keuskupan kita hasil
Perpasgelar 2017 untuk menghidupi semangat hidup Kristus itu. Dia telah
menjadikan kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. Dia yang telah mengangkat
kita setara, sederajat dan semartabat dengan diri-Nya, telah memberikan
contoh nyata bagaimana mengasihi manusia sepenuh jiwa raga-Nya. Dia
adalah Sahabat kita yang telah rela mengorbankan hidup-Nya bagi kita (Yoh
15: 13). Ekaristi adalah tindakan pengorbanan diri Sahabat kita yang adalah
Imam Agung kita, Yesus Kristus yang, kendati berkorban hanya sekali
namun ternyata terus menerus sampai selama-lamanya (Ibr 10:12).
Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan, “Perbuatlah
ini sebagai kenangan akan Aku” (Luk 22: 19; 1 Kor 11: 24-26). Itu adalah
permintaan-Nya kepada para rasul-Nya untuk menghadirkan Diri-Nya
melalui perayaan Ekaristi. KGK 1337 mengatakan, “… Untuk
meninggalkan bagi mereka suatu jaminan cinta kasih ini, dan mengundang
mereka dalam Paskah-Nya, Ia menetapkan Ekaristi sebagai kenangan akan
kematian dan kebangkitan-Nya dengan menugaskan rasul-rasul-Nya, waktu
itu Ia tahbiskan sebagai imam-imam Perjanjian Baru, untuk merayakannya
sampai Ia datang”.
Bapa Suci St. Yohanes Paulus II dengan sangat indah
mengungkapkan kerendahan hati Tuhan, “Dengan kata-kata manusia
sederhana, bahkan kata-kata manusia yang berdosa, Allah tidak malu untuk
hadir menemui manusia”. Tuhan Yesus, dalam keallahan-Nya ingin tetap
mencintai dan memeluk kemanusiaan kita yang rapuh. Dia hadir melalui
kata-kata imam yang mengkonsakrir roti dan anggur menjadi tubuh dan
darah-Nya.
Ekaristi: Tubuh dan Kepala (Gereja dan Kristus) Tidak Terpisahkan
Sekali lagi Ekaristi bukanlah perjamuan kanibalis, melainkan
perjamuan perjumpaan dan persatuan antara manusia dengan Tuhannya;
Tuhan yang tidak tampak tetapi yang hidup dan hadir sepenuhnya karena
kasih-Nya kepada manusia. Kristus itu adalah Tuhan yang dahulu pernah
hidup sebagai manusia di Palestina, yang karena menebus manusia
mengalami sengsara dan kematian; tetapi yang sekarang telah bangkit dan

7|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
hidup mulia di sisi Bapa. Sebab Kristus itu hanya satu, dan Dia tetap sama,
dahulu dan sekarang dan sampai selama-lamanya (Ibr 13: 8). Maka dengan
perintah untuk merayakan Ekaristi, Yesus bukan hanya ingin agar murid-
murid-Nya mengenang (menghadirkan) Dia secara liturgis tentang hidup,
kematian dan kebangkitan-Nya; melainkan agar Dia bisa terus menerus
melakukan pembelaan-Nya bagi kita di depan Bapa (lihat KGK 1341 dan
Prefasi Paskah III).
Sekarang mari kita cermati kata-kata St. Paulus dalam 1 Kor 6: 15,
“Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus?”. Dalam Kol
1: 18 Paulus mengatakan: “Ia adalah Kepala tubuh, yaitu jemaat”. Jadi kita
harus menyadari sepenuhnya bahwa Gereja (yakni Umat Allah) adalah
Tubuh Mistik Kristus. Merayakan Ekaristi berarti kita bersama merayakan
perjamuan bersama Tuhan dan Tuhan bersama kita. Kita menerima tubuh
Tuhan, tetapi kita juga secara spiritual saling menerima sesama kita
(anggota Gereja) satu sama lain. Untuk ambil bagian dalam Perjamuan ini,
Paulus menasehatkan agar kita bersikap pantas: “Jadi barang siapa dengan
cara yang tidak layak makan roti dan minum cawan Tuhan, ia berdosa
terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang
menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari
cawan itu” (1 Kor. 11: 27-28).
Dari pengajaran St. Paulus tersebut dan dari ajaran Gereja, kita harus
menyadari bahwa di dalam Tubuh Mistik Kristus, yakni di antara anggota-
anggota Gereja, bahkan Gereja dengan sesama manusia yang lain harus
hanya ada persaudaraan yang sejati. Kristus yang satu dan sama, menjadi
santapan dan minuman perjamuan kita. Pesan-Nya jelas: Dia mencintai kita
semua, maka hendaklah kita juga saling mengasihi. Maka Ekaristi adalah
juga perjamuan cinta kasih dan perjamuan persaudaraan yang sejati, “…
sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling
mengasihi … kamu adalah murid-murid-Ku yaitu jikalau kamu saling
mengasihi” (Yoh 13: 14-15).
Ekaristi: Perutusan Membangun Persaudaraan Sejati
Dengan Ekaristi, kita menyantap tubuh dan minum darah Kristus.
Kristus sendiri, Kristus seutuhnya menjadi santapan kita. Kristus manjing,
8|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
merasuk dalam jiwa raga kita, meresap dalam tubuh, mengalir dalam nadi
dan saraf-saraf, dalam sungsum tulang belulang kita. “Dia datang agar kita
mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:
10).
Dengan merayakan Ekaristi dan karena dihidupi oleh rejeki rohani
itu, kita seharusnya memiliki Roh Kristus dalam hidup kita. Hidup kita
menjadi dijiwai atau disemangati oleh Kristus. Kita menjadi alter Christus
(Kristus yang lain) seperti dengan tepat diungkapkan oleh St. Paulus,
“Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristuslah yang hidup dalam
diriku” (Gal. 2: 20).
Melalui Ekaristi, sangat nyata bahwa Allah mengasihi manusia,
siapapun dia dan apapun latar belakangnya, “Karena Roti itu satu, maka kita
sekalipun banyak adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian
dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10: 17). Spirit Ekaristis adalah menyatukan
dengan meretas segala sekat yang memisahkan manusia dari sesamanya.
Dalam perjalanan kerasulannya, Petrus menghayati sikap hidup kristiani
yang sejati, “Sungguh, kini aku tahu bahwa Tuhan tidak membeda-bedakan
orang” (Kis 10: 34).
Pribadi Yesus, Sang Jalan, Kebenaran dan Kehidupan; serta
keteladanan hidup-Nya: rendah hati, penuh kasih, rela dan berani berkorban,
meretas segala sekat perbedaan, tidak diskriminatif, tidak membeda-
bedakan orang, dan lain-lain; adalah juga panggilan hidup kita sepenuhnya.
Itulah sebabnya perayaan Ekaristi selalu diakhiri dengan seruan, “Ite, missa
est - Pergilah, tugas perutusan telah dimaklumkan”.

Tanjungkarang, pada Pesta Salib Suci,


14 September 2020
Salam doa dan berkat,
Mgr. Yohanes Harun Yuwono
Uskup Keuskupan Tanjungkarang

9|A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Pengantar

Pademi COVID–19 belum juga berlalu, hingga kita sudah


memasuki masa Adven. Masa Adven sebagai masa persiapan kedatangan
Tuhan ke dalam dunia. Kata Adven, berasal dari kata Adventus (bahasa
Latin), yang artinya kedatangan. Oleh karenanya, masa Adven menjadi saat
persiapan akan kedatangan Tuhan di satu sisi, di sisi lain sebagai ungkapan
iman akan Tuhan Yesus yang hadir sekarang sekaligus ungkapan penantian
harapan akan kedatangan-Nya yang kedua – akhir zaman, eskatologis.
Selain mempersiapkan liturgi yang mendukung, masa Adven juga
digunakan untuk merenungkan kesiapan hati, rumah, keluarga dan
komunitas kita sebagai tempat atau ruang hadirnya Tuhan. Mendukung
sekaligus menyambut Tahun 2021 sebagai Tahun EKARISTI, maka
masa Adven tahun 2020 ini hendak mengajak keluarga-keluarga
membangun sikap hidup yang Ekaristis. Setiap keluarga diharapkan
semakin mencintai EKARISTI karena “Keallahan Kristus memeluk
kemanusiaan kita” (Surat Gembala Ardas Tahun ke IV 2021: Tahun
Ekaristi).
Pada Adven 2020 ini, Keuskupan Tanjungkarang mengundang
keluarga-keluarga untuk merenungkan tema: “MEMBANGUN
KELUARGA YANG EKARISTIS: Tanda Allah Mencintai dan
Memeluk Kita”. Tema ini akan dikonkretkan dalam 4 Sub Tema yang
harapannya direnungkan selama 4 pekan masa Adven:
1. Keluarga yang Bersyukur (Yohanes 6 : 53 – 56)
2. Keluarga yang Utuh (Ibrani 13 : 6 – 9)
3. Keluarga yang Bertobat (Filipi 2 : 5 – 8)
4. Keluarga yang Ekaristis (Galatia 2 : 18 – 21)
Bentuk pertemuan yang ditawarkan adalah sarasehan dalam
kemasan ibadat sabda di kelompok MaWar (5 Warga / 5 KK terdekat di
lingkungan) dengan berlaku protokol kesehatan: 3M (Memakai Masker,
Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak).

10 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Urutan Sarasehan dalam Ibadat:
Nyanyian Pembuka, Tanda Salib dan Salam, Pengantar, Doa
Pembuka, Kisah Inspiratif, Bahan Pendalaman, Bacaan Kitab Suci, Doa
Spontan, Doa Bapa Kami, Doa Ardas 2021: Tahun EKARISTI, Doa
Penutup, Pengumuman, Berkat dan Nyanyian Penutup.
Pemandu bisa membagikan Kisah Inspiratif dengan membacakan
dalam pertemuan atau membaca bersama-sama lalu melanjutkan dengan
Pendalaman Bersama. Diakhir pendalaman bersama dilanjutkan dengan
Doa Spontan dari masing-masing yang hadir. Untuk Doa Ardas IV
Tahun 2021: Tahun Ekaristi ada di halaman 33, sedangkan halaman 34
dan 35 disediakan alternatif doa bersama yang lain.
Selamat memasuki Masa Adven
sekaligus
membangun Keluarga yang semakin mencintai EKARISTI.

11 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Keluarga yang Bersyukur
(Yohanes 6 : 53 – 56)

Gereja Keuskupan Tanjungkarang memiliki Spiritualitas yang


luar biasa, “Sahabat Kristus yang dihidupi oleh Roh Kudus dan
menghidupi Ekaristi, tidak membeda-bedakan orang”. Kata Ekaristi
artinya “bersyukur atau mengucap syukur”. Sejalan dengan Spiritualitas
Ardas Keuskupan Tanjungkarang, kita bersyukur bahwa kita mempunyai
Sahabat yang luar biasa agung yang tanpa pamrih dan tanpa pilih kasih rela
mengorbankan diri-Nya sebagai silih atas keberdosaan kita (Bdk. Yoh 15:
13-15). Karena pengorbanan diri Kristus itu, maka status kita sebagai budak
atau hamba dosa dihapuskan, dan dikembalikan ke kehormatan yang luhur
sebagai “gambar dan rupa diri Allah” (Bdk. Kej 1: 26-27) dan karena itu
pantas menyandang predikat sebagai “anak-anak Allah” (1 Yoh 3: 1-2).
Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium 11 menyatakan, “Dengan
ikut serta dalam korban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani,
kita mempersembahkan Anak Domba ilahi dan diri sendiri bersama dengan-
Nya kepada Allah”. Pernyataan itu ditegaskan oleh Katekismus Gereja
Katolik (KGK) yang mengatakan, “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula
semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan berhubungan erat dengan
Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci
tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Yesus Kristus, Paskah
kita” (KGK 1324).
Gereja Katolik Keuskupan Tanjungkarang mengundang putra-
putrinya (= baca: Keluarga dan Komunitas) agar menjadikan semangat
hidup Yesus yang ada dalam Ekaristi sebagai cara beriman yang benar.
Melalui Ekaristi mari kita menimba kekuatan dari Sang Guru dan Pemilik
kehidupan (Yoh 14: 6), sehingga hidup kita sesuai dengan hidup-Nya,
“Cara pikir kita, sesuai dengan Ekaristi, dan sebaliknya Ekaristi
memperkuat cara pikir kita” (KGK 1327).
Yesus memberikan diri-Nya agar kita mempunyai hidup seperti kehidupan
mulia yang dimiliki-Nya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau
kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu
12 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku
dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan
membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-
benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku
di dalam dia" (Yoh 6: 53 – 56).

Keluarga yang Utuh


(Ibrani 13 : 6 – 9)

Gereja Katolik mengajarkan bahwa ketika roti dan anggur


dikonsakrir oleh imam dalam Ekaristi, keduanya bukan lagi roti dan anggur
tetapi menjadi tubuh dan darah Kristus yang mahamulia. Realitas atau
kenyataannya, yakni roti dan anggur, mengalami perubahan, walaupun
atribut atau tampilan lahiriahnya tidak berubah. Pengudusan atau konsekrasi
roti dan anggur yang terpisah menghadirkan terpisahnya tubuh Yesus dari
darah-Nya di atas Kalvari. Jadi pemisahan itu menghadirkan wafat Kristus
yang mengurbankan diri-Nya di atas altar salib.
Tetapi Kristus yang wafat telah bangkit. Maka, sekalipun tampilan
roti dan anggur itu tetap terpisah, tubuh dan darah Kristus kembali menyatu.
Maka ketika kita menerima salah satunya, kita menerima yang lainnya juga.
Inilah yang disebut "konkomitansi" (concomitance = seiring atau secara
bersamaan). Kendati kita menerima salah satunya, kita menerima keduanya
secara lengkap. Jadi baik kita menerima hosti (tubuh Kristus) ataupun
anggur (darah Kristus), kita menerima Kristus sepenuhnya. Dalam komuni
kudus Ekaristi, Kristus hadir secara utuh, seluruh dan sepenuh diri-Nya,
segenap jiwa dan raga-Nya.
Gereja meyakini bahwa perubahan yang sama itu terjadi pada
substansi roti dan anggur di dalam setiap Ekaristi Katolik di seluruh dunia.
Hal demikian itu adalah keinginan Kristus sendiri, “Perbuatlah ini sebagai
kenangan akan Aku” (Luk 22: 19; 1 Kor 11: 24-26). “Kenangan” itu bukan
sekedar mengingat secara nostalgis, melainkan “menghadirkan” Dia dalam
hidup kita kini dan sekarang (hic et nunc).
13 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Keluarga yang Bertobat
(Filipi 2 : 5 – 8)

Dalam pembukaan Injilnya, St. Yohanes mengatakan bahwa Sang


Sabda, yang sejak semula bersama dengan Allah, dan yang adalah Allah,
rela menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1: 1 dan 14). St. Paulus
dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi, mengungkapkan hal yang senada,
“Kristus Yesus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil 2: 5-8). Betapa luar biasa rendah
hatinya Penebus kita. Berbeda dengan manusia yang sibuk mencari
kehormatan, status sosial, derajat dan pangkat yang tinggi, Kristus justru
menanggalkan seluruh kekayaan yang dimiliki-Nya (bdk. Mat 11: 27) untuk
menjangkau manusia yang berada dalam lembah kekelaman (bdk Yes 9: 1-
2; Mat 4: 13-16).
Kita harus terus mengingat Spiritualitas Gereja Keuskupan kita hasil
Perpasgelar 2017 untuk menghidupi semangat hidup Kristus itu. Dia telah
menjadikan kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. Dia yang telah mengangkat
kita setara, sederajat dan semartabat dengan diri-Nya, telah memberikan
contoh nyata bagaimana mengasihi manusia sepenuh jiwa raga-Nya. Dia
adalah Sahabat kita yang telah rela mengorbankan hidup-Nya bagi kita (Yoh
15: 13). Ekaristi adalah tindakan pengorbanan diri Sahabat kita yang adalah
Imam Agung kita, Yesus Kristus yang, kendati berkorban hanya sekali
namun ternyata terus menerus sampai selama-lamanya (Ibr 10:12).
Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan, “Perbuatlah
ini sebagai kenangan akan Aku” (Luk 22: 19; 1 Kor 11: 24-26). Itu adalah
permintaan-Nya kepada para rasul-Nya untuk menghadirkan Diri-Nya
melalui perayaan Ekaristi. KGK 1337 mengatakan, “… Untuk
meninggalkan bagi mereka suatu jaminan cinta kasih ini, dan mengundang
14 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
mereka dalam Paskah-Nya, Ia menetapkan Ekaristi sebagai kenangan akan
kematian dan kebangkitan-Nya dengan menugaskan rasul-rasul-Nya, waktu
itu Ia tahbiskan sebagai imam-imam Perjanjian Baru, untuk merayakannya
sampai Ia datang”.
Bapa Suci St. Yohanes Paulus II dengan sangat indah
mengungkapkan kerendahan hati Tuhan, “Dengan kata-kata manusia
sederhana, bahkan kata-kata manusia yang berdosa, Allah tidak malu untuk
hadir menemui manusia”. Tuhan Yesus, dalam keallahan-Nya ingin tetap
mencintai dan memeluk kemanusiaan kita yang rapuh. Dia hadir melalui
kata-kata imam yang mengkonsakrir roti dan anggur menjadi tubuh dan
darah-Nya.

Keluarga yang Ekaristis


(Galatia 2 : 18 – 21)

Dengan Ekaristi, kita menyantap tubuh dan minum darah Kristus.


Kristus sendiri, Kristus seutuhnya menjadi santapan kita. Kristus manjing,
merasuk dalam jiwa raga kita, meresap dalam tubuh, mengalir dalam nadi
dan saraf-saraf, dalam sungsum tulang belulang kita. “Dia datang agar kita
mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:
10).
Dengan merayakan Ekaristi dan karena dihidupi oleh rejeki rohani
itu, kita seharusnya memiliki Roh Kristus dalam hidup kita. Hidup kita
menjadi dijiwai atau disemangati oleh Kristus. Kita menjadi alter Christus
(Kristus yang lain) seperti dengan tepat diungkapkan oleh St. Paulus,
“Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristuslah yang hidup dalam
diriku” (Gal. 2: 20).
Melalui Ekaristi, sangat nyata bahwa Allah mengasihi manusia,
siapapun dia dan apapun latar belakangnya, “Karena Roti itu satu, maka kita
sekalipun banyak adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian
dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10: 17). Spirit Ekaristis adalah menyatukan
dengan meretas segala sekat yang memisahkan manusia dari sesamanya.
Dalam perjalanan kerasulannya, Petrus menghayati sikap hidup kristiani
15 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
yang sejati, “Sungguh, kini aku tahu bahwa Tuhan tidak membeda-bedakan
orang” (Kis 10: 34).
Pribadi Yesus, Sang Jalan, Kebenaran dan Kehidupan; serta
keteladanan hidup-Nya: rendah hati, penuh kasih, rela dan berani
berkorban, meretas segala sekat perbedaan, tidak diskriminatif, tidak
membeda-bedakan orang, dan lain-lain; adalah juga panggilan hidup kita
sepenuhnya. Itulah sebabnya perayaan Ekaristi selalu diakhiri dengan
seruan, “Ite, missa est - Pergilah, tugas perutusan telah dimaklumkan”.

16 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Pertemuan Keluarga yang Bersyukur
Minggu Adven I

Kata Ekaristi artinya “Bersyukur atau Mengucap Syukur”. Bilamana keluarga


merayakan Ekaristi, sejatinya sedang menghidupi imannya. Ekaristi adalah puncak
dan sumber iman setiap murid Tuhan Yesus. Sebagaimana ditegaskan dalam KGK
1324, “...Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni
Yesus Kristus, Paskah kita”. Yesus Kristus yang sedang kita nantikan kedatangan-Nya
dalam masa Adven ini, telah mengorbankan diri-Nya sebagai tebusan atas dosa kita,
manusia (bdk. 1 Ptr 1: 18-19). Ekaristi adalah pengorbanan dan pemberian diri Kristus
terus-menerus bagi keselamatan manusia. Dan buahnya ada rasa syukur, suka cita
dan damai.

Tujuan:
1. Keluarga Katolik semakin mampu bersyukur dalam hidup sehari-hari.
2. Keluarga Katolik semakin menyadari bahwa perayaan Ekaristi adalah
perayaan syukur.
3. Keluarga Katolik semakin bersyukur bahwa pondasi iman mereka
adalah Yesus yang memberikan Ekaristi.
Nyanyian Pembuka
Tanda Salib dan Salam
P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus
U Amin
P Terpujilah nama Tuhan
U Kini dan selamanya
Pengantar oleh Pemandu (dapat dibacakan intisari pertemuan
sebagaimana dicantumkan di atas)
Penyalaan Lilin Corona (dinyalakan lilin ke 1)
Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa,
Ya Allah sumber suka cita sejati, Engkau begitu mengasihi keluarga
kami, meski kami ini orang yang lemah dan berdosa. Mampukan kami,
khususnya keluarga kami untuk selalu bersyukur atas segala kasih
karunia-Mu yang senantiasa Kaulimpahkan kepada kami.

17 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Kami mohon kepadaMu semoga kasih-Mu semakin dapat kami
kobarkan dalam kehidupan kami sehingga semakin banyak orang dapat
merasakan kasih-Mu dan akhirnya memuji dan memuliakan Dikau
dengan rasa syukur setiap hari. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara
kami.
U Amin
Kisah Inspiratif:
Bapak Antonius dan istrinya adalah pasangan suami istri yang
tinggal di pelosok desa, jauh dari keramaian dan juga gereja paroki. Namun
sebagai umat katolik mereka berdua selalu rajin mengikuti perayaan
Ekaristi di gereja. Untuk sampai ke gereja paroki mereka harus berjalan
kaki dahulu ke tempat pemberhentian angkudes. Dari situ baru kemudian
mereka naik angkutan umum. Itu pun tidak hanya dilakukan sekali namun
harus ganti dua kali untuk bisa sampai di gereja paroki. Meski demikian hal
seperti ini tidak begitu mereka pikirkan. Yang sangat penting bagi mereka
adalah bisa mengikuti perayaan Ekaristi hari minggu.
Entah berapa beaya yang harus dikeluarkan setiap hari minggu
untuk pergi ke gereja, belum lagi dengan tulus menyiapkan uang untuk
kolekte. Semuanya itu dijalani dengan tulus dan iklas. Jika ada misa
lingkungan mereka selalu hadir meski harus menempuh perjalanan jauh
bahkan bisa memakan waktu sekitar 1 jam untuk sampai tempat
diadakannya perayaan Ekaristi. “Gusti Allah niku mahasaé, mila sampun
sapantes lan samesthinipun manawi kula tansah munjuk atur panuwun
dhateng Gusti srana ndhèrèk pahargyan Ekaristi” (Tuhan itu mahabaik,
maka sudah sepantasnya dan semestinya kalau kami senantiasa bersyukur
kepada Allah melalui Ekaristi).
Allah adalah kasih dan Allah telah memberikan segala-galanya
untuk kami, maka apa yang kami persembahkan kepada Allah sebetulnya
belum seberapa jika dibandingkan dengan yang telah Allah perbuat untuk
kami. Allah begitu baik terhadap kami karena Dia adalah kasih. “Gusti
Allah tansah saé ing panggalih, mboten damel kuciwa lan tansah paring
kasaénan dhateng brayat kawula”. Begitu mereka sering memberikan
kesaksian hidupnya.
18 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Bahan Pendalaman
1. Apa yang menarik dari cerita singkat tadi bagi Anda?
2. Pelajaran apa saja yang dapat kita petik dari cerita di atas?
3. Bagaimana keluarga kita bersyukur dalam berbagai situasi hidup?
4. Kalau Tuhan Yesus yang kita nantikan kedatangan-Nya memberikan
Ekaristi kepada kita, lalu apa yang mesti kita perbuat sebagai Sahabat
Yesus – Anak-anak Allah?
Sebagai peneguhan pemandu kemudian membacakan teks Kitab Suci dan
mengajak untuk hening sejenak merenungkan sabda Tuhan.
Yohanes 6 : 53 – 56
Doa Spontan
Bapa Kami
Doa Ardas 2021: “Tahun EKARISTI” (bisa dilihat di halaman 33)
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa,
Ya Allah yang Mahakuasa dan kekal, kami bersyukur kepada-Mu atas
segala berkat dan kasih-Mu yang senantiasa Kaulimpahkan kepada
kami. Berilah kami hati yang sederhana agar senantiasa dapat
mensyukuri segala anugerah-Mu. Semoga kamipun mampu untuk
senantiasa mewujudkan kasih-Mu dalam hidup kami sehari-hari. Demi
Kristus Tuhan dan pengantara kami.
U Amin
Pengumuman
Berkat
P Tuhan beserta kita
U Sekarang dan selama-lamanya
P Semoga Allah yang Mahakuasa memberkati kita: Dalam Nama Bapa
dan Putra dan Roh Kudus (masing-masing membuat tanda salib)
U Amin
Nyanyian Pengutusan

Pertemuan Keluarga yang Utuh


19 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Minggu Adven II

Dalam janji perkawinan, terungkap dengan jelas bahwa dalam dua kondisi yang
berbeda (untung-malang, sehat-sakit, suka-duka), setiap laki-laki dan perempuan
harus menghadirkan keutuhan cinta dan kasihnya bagi pasangannya. Perayaan
Ekaristi menghadirkan Yesus (sebagai Mempelai bagi Gereja-Nya) dalam hidup kita,
kini dan sekarang (hic et nunc) secara utuh. Melalui perayaan Ekaristi, keluarga
diundang untuk belajar memberikan diri secara utuh bagi pasangan dan anggota
keluarga didalamnya. Terlebih saat kondisi menuntut lebih untuk tetap hadir (tidak
absen) dan bertanggung jawab bagi keluarganya. Cinta yang sejati adalah kehadiran
yang nyata bagi setiap pribadi yang dipercayakan padanya, tanpa mengeluh dan tetap
tulus. Kita menantikan dengan rindu kedatangan (adventus) Tuhan dalam hidup yang
bersinggungan dengan kisah sehari-hari.
Tujuan:
1. Keluarga Katolik semakin bertanggung-jawab atas panggilan hidup
mereka.
2. Anak-anak semakin belajar terlibat dalam hidup keluarga.
3. Semakin terbangun kesetiaan demi keutuhan keluarga.
Nyanyian Pembuka
Tanda Salib dan Salam
P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus
U Amin
P Terpujilah nama Tuhan
U Kini dan selamanya
Pengantar oleh Pemandu (dapat dibacakan intisari pertemuan
sebagaimana dicantumkan di atas)
Penyalaan Lilin Corona (dinyalakan lilin ke 2)
Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa,
Ya Allah yang Mahasetia, kami bersyukur kepada-Mu karena melalui
Yesus Kristus Putera-Mu Engkau menghendaki keutuhan setiap
keluarga-Mu. Semoga kasih yang tulus tanpa pamrih dan penuh
pengorbanan dari Putera-Mu mendorong kami untuk bertanggungjawab
atas panggilan hidup dalam perkawinan dan pengorbanan untuk

20 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
keutuhannya, meski situasi dan kondisi kadang menuntut lain. Demi
Kristus Tuhan dan pengantara kami.
U Amin
Kisah Inspiratif:
Hidup serba kekurangan terasa akrab bagi Khotimah. Hingga di
usia senja, Khotimah masih berkutat dengan pekerjaannya membuat tempe
bungkel. Kebutaan yang dialami tak menutup niatnya untuk tetap bertahan
hidup dengan usahanya sendiri. Segala daya dan upaya ia lakukan demi
menyambung hidup, demi sang cucu tercinta, Wahyudin.
Wahyudin sudah berusia 10 tahun namun keadaan fisiknya tidak
selayaknya anak berusia 10 tahun. Fisik dan mentalnya sangat terganggu
sehingga Wahyudin harus diasuh oleh neneknya, Khotimah.
Ibunya meninggalkan Wahyudin begitu saja, sedangkan ayahnya
menikah lagi dengan orang lain dan tidak lagi memikirkan keadaan
Wahyudin. Khotimah adalah satu-satunya orang yang memperhatikan
kehidupan Wahyudin. Meski dalam keterbatasan, Khotimah tetap
memberikan kasih sayangnya yang sangat dalam kepada Wahyudin,
cucunya.
Usaha dari membuat tempe bungkel semula masih sangat
mencukupi untuk kehidupan keluarganya, termasuk untuk menghidupi
Wahyudin. Namun semakin lama produksinya semakin berkurang karena
banyak juga yang usaha membuat tempe. Semula dapat menghabiskan
kedelai sebanyak 8 kg dalam waktu dua hari sekali, kini Khotimah hanya
membuat tempe menghabiskan 2 kg kedelai saja. Memang tempe buatan
Khotimah masih sangat tradisional, dibungkus memakai daun pisang. Kini
banyak orang lebih menyukai tempe yang dibungkus dengan plastik.
Robini, salah satu anak Khotimah masih ikut membantu ibunya
menjualkan tempe buatan Khotimah. Tidak tiap hari Khotimah mendapat
uang dari hasil penjualan tempe, karena kadang orang mengambil tempe
tidak langsung membayarnya. Kalau tempe tidak habis pasti akan
membusuk, maka Robini membiarkan tempe buatan Khotimah dihutang
terlebih dahulu.

21 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Itulah sebabnya, Khotimah terjerat hutang oleh beberapa rentenir
yang tentu saja semakin membuat hidup Khotimah menjadi semakin berat.
Apa yang dilakukan oleh Khotimah semata-mata demi cintanya kepada
Wahyudin. Sebenarnya Wahyudin pernah diberi bantuan sebuah kursi roda
oleh pemerintah, namun kursi roda itu dijual oleh ibunya. Khotimah hanya
bisa pasrah.
Cinta tanpa pamrih sang nenek bagi cucunya menjadi pelajaran
yang sangat berharga untuk kita semua. Dalam keterbatasan fisik dan
ekonomi, Khotimah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus
mencintai. Wahyudin tidak bisa memberikan balasan yang sepandan
dengan cinta yang telah diberikan oleh sang nenek kepadanya. Dari
Khotimah kita bisa belajar bahwa cinta adalah memberi tanpa pamrih dan
tulus hati tidak mengharapkan balasan sedikitpun.

Bahan Pendalaman
1. Apa yang menarik dan mengesan bagi kita tentang kisah Ibu Khotimah?
Perasaan apa yang muncul dalam diri kita saat membaca dan mendengar
kisah tadi?
2. Menurut saudara-saudari, apa yang mendasari Ibu Khotimah melakukan
hal itu?
3. Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kisah Ibu Khotimah tadi?
4. Sebagai umat katolik apa yang mesti kita perbuat jika menjumpai kasus
keluarga: KDRT, perpisahan, orang tua yang meninggalkan anak-
anaknya dan kisah sedih lain yang ada di sekitar kita?

Sebagai peneguhan pemandu kemudian membacakan teks Kitab Suci dan


mengajak untuk hening sejenak merenungkan sabda Tuhan.

Ibrani 13 : 6 – 9

Doa Spontan

Bapa Kami
22 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Doa Ardas 2021: “Tahun EKARISTI” (bisa dilihat di halaman 33)
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa,
Ya Allah, dalam Hati Yesus Putera-Mu, Mempelai Agung, Kaunyatakan
segala kebaikan dan kemurahan-Mu yang tanpa batas. Pancarkanlah
dalam diri kami semangat Hati Yesus Putera-Mu agar kami semakin
setia dan bertanggungjawab demi keutuhan keluarga kami, keteladanan
bagi anak-anak kami juga kesaksian bagi keluarga yang lain. Demi
Kristus Tuhan dan Pengantara kami.
U Amin

Pengumuman

Berkat
P Tuhan beserta kita
U Sekarang dan selama-lamanya
P Semoga Allah yang Mahakuasa memberkati kita: Dalam Nama Bapa
dan Putra dan Roh Kudus (masing-masing membuat tanda salib)
U Amin

Nyanyian Pengutusan

23 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Pertemuan Keluarga yang Bertobat
Minggu Adven III

Ciri keluarga yang sehat adalah keluarga yang mampu menghadirkan kasih dan
pengampunan. Perayaan Ekaristi adalah perayaan kerendahan hati, pengorbanan diri
dan bukti keteladanan Tuhan Yesus bagi kita manusia. “Dengan kata-kata manusia
sederhana, bahkan kata-kata manusia yang berdosa, Allah tidak malu untuk hadir
menemui manusia”, ungkapan Santo Yohanes Paulus II akan kerendahan hati Tuhan.
Keluarga yang bertobat adalah keluarga yang mau menjadi sehat dalam kisah
kehidupannya. Sebagaimana Tuhan Yesus, dalam keallahan-Nya ingin tetap mencintai
dan memeluk kemanusiaan kita yang rapuh. Kepedulian Allah adalah teladan yang
nyata untuk kepedulian kita kepada sesama. Kristus menanggalkan seluruh kekayaan
yang dimiliki-Nya (bdk. Mat 11: 27) untuk menjangkau manusia yang berada dalam
lembah kekelaman (bdk. Yes 9: 1-2; Mat 4: 13-16).
Tujuan
1. Para Orang Tua dalam setiap keluarga Katolik semakin menyadari akan
panggilan membangun pertobatan bersama dalam keluarga.
2. Masing-masing anggota keluarga semakin rendah hati untuk
mengusahakan sikap mengampuni bagi yang lain.
3. Terbangunnya Keluarga Katolik yang Sehat dengan mengembangkan
kasih dan pengampunan dalam keluarga.
Nyanyian Pembuka
Tanda Salib dan Salam
P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus
U Amin
P Terpujilah nama Tuhan
U Kini dan selamanya
Pengantar oleh Pemandu (dapat dibacakan intisari pertemuan
sebagaimana dicantumkan di atas)
Penyalaan Lilin Corona (dinyalakan lilin ke 3 – warna pink)
Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa,
Allah Bapa yang Maharahim, melalui sabda Putera-Mu Engkau selalu
mengingatkan kami akan pentingnya hidup dalam kasih dan
pengampunan. Ajarilah kami agar senantiasa belajar berbuat kasih dan
24 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
memaafkan sehingga keluarga kami menjadi keluarga yang sehat.
Engkau menghendaki kami, dalam masa penantian kedatangan Putera-
Mu, kami menyiapkannya dengan rendah hati, berbagi kasih dan
melakukan pertobatan. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.
U Amin

Kisah Inspiratif:
Siti Lestari, Lumpuh Layuh Sejak Lahir di Rumah Gedek
Minggu, 16 Juni 2013, 18:47 Arfi Bambani Amri, Tudji Martudji
(Surabaya)
Sejak lahir hingga saat ini berumur 10 tahun, Siti Lestari
Kurniawati, anak pertama pasangan Nurul Huda (30) dan Rosanah (28),
warga Dusun Laok, Desa Bilaan, Kecamatan Proppo, Kabupaten
Pamekasan, Madura, Jawa Timur, tergolek tak berdaya. Tubuh Siti Lestari
terus mengecil, kurus kering dan menyusut tak mampu melawan penyakit
lumpuh layuh dan kekurangan gizi.
Siti setiap hari ditemani neneknya, Satini. Cucu pertama Satini ini
tak mampu berbuat apa-apa, tubuhnya hanya tinggal tulang dibalut kulit
dan kaku tak mampu digerakkan. Menghadapi kenyataan itu, keluarga
miskin yang buta huruf itu tak mampu berbuat apa-apa termasuk untuk
berobat ke rumah sakit, karena tidak punya biaya. “Tidak ada biaya. Buat
makan sehari-hari saja kurang. Orang tuanya merantau, ibunya jadi
pembantu rumah tangga dan bapaknya menjadi supir di Malang,” ucap
Satini dengan Bahasa Madura. Siti ditidurkan tanpa alas kasur di balai
bambu di teras rumah.
Keluarga miskin ini mengatakan perangkat pemerintahan di
desanya tidak ada tanggapan dan upaya memberikan bantuan pengobatan.
Entah perangkat desa setempat itu tidak mengetahui atau memang pura-
pura tidak tahu, mereka mengaku hanya pasrah. “Tidak ada yang tahu,
atau mungkin sengaja tidak mau tahu,” lanjut nenek itu sambil terisak.
Sementara, dikonfirmasi soal derita Siti, Hasan Basri, kepala dusun
setempat mengaku tidak mengetahui ada warganya menderita seperti itu.
Hasan mengatakan yang sudah tiga tahun sebagai kepala desa, mengaku
25 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
baru mendengar ada sejumlah orang berdatangan dari Surabaya dengan
diantar beberapa wartawan yang ramai-ramai menuju rumah gedek tempat
nenek Satini tinggal.
Tamu dari Surabaya yang datang ke lokasi ternyata adalah Tim
Reaksi Cepat dari Sub Direktorat Kemitraan dan Bina Lingkungan PT
Pelabuhan Indonesia III (Persero). “Awalnya, Pak Wahyu Suparyono,
Direktur Keuangan Pelindo III, yang juga membawahi Sub Direktorat
Kemitraan dan Bina Lingkungan yang memerintahkan agar menolong
seorang anak bernama Siti Lestari Kurniawati. Itu setelah beliau membaca
berita di koran,” kata Kepala Humas PT Pelindo III, Edi Priyanto, Minggu
16 Juni 2013. Tanpa buang waktu, perintah itu segera dilakukan. Dengan
mengendarai dua unit mobil, tim pun berangkat menuju desa terpencil di
Pamekasan, Madura. Dilanjutkan dengan berjalan kaki hingga akhirnya
sampai di rumah tinggal nenek Satini.
Wahyu Suparyono menambahkan, yang dilakukan adalah bentuk
kepedulian perusahaan terhadap masyarakat kurang beruntung, termasuk
yang dialami oleh Siti. Untuk meringankan biaya pengobatan, perusahaan
memberikan bantuan Rp. 20 juta. “Saya berharap kegiatan ini dapat
memberikan dampak positif terhadap kesehatan Siti, kedepannya Pelindo
III terus melakukan beragam kegiatan positif sebagai kontribusi terhadap
masyarakat, baik di bidang kesehatan, sosial dan bidang lingkungan,” ujar
Wahyu.
Edi menambahkan, melalui program tersebut diharapkan ada banyak pihak
yang bermitra untuk bersama-sama meningkatkan kualitas gizi masyarakat
yang disalurkan di lokasi kumuh, padat dan miskin.

Bahan Pendalaman
1. Sejauh Anda menyimak, apa inti kisah di atas? Perasaan apa saja yang
muncul ketika membaca dan mendengar cerita di atas?
2. Perangkat Desa tidak tahu kalau ada warganya yang menderita lumpuh
seperti itu. Namun justru orang yang jauh dari Desa itu yang
mengulurkan tangannya membantu Siti Lestari. Apa yang mesti kita
perbuat jika menjumpai sanak saudara seperti Siti Lestari yang ada di
26 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
sekitar kita? Beranikah kita bertobat, mengakui diri sebagai pribadi yang
kurang peduli memberikan hati dan mengulurkan tangan untuk anggota
keluarga dan mereka yang lumpuh dan tak berdaya?
3. Apa yang menggerakkan kita untuk memperbaiki diri, bertobat? Apakah
sungguh karena digerakkan oleh iman kita?
Sebagai peneguhan pemandu kemudian membacakan teks Kitab Suci dan
mengajak untuk hening sejenak merenungkan sabda Tuhan.
Filipi 2 : 5 – 8

Doa Spontan
Bapa Kami
Doa Ardas 2021: “Tahun EKARISTI” (bisa dilihat di halaman 33)
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa,
Allah yang Maharahim, masih banyak keluarga yang menderita di
sekitar kami. Namun kami masih menutup mata dan menutup hati
terhadap mereka. Kami masih sering memikirkan diri kami sendiri dan
kurang peduli. Kami masih terkungkung dengan egoisme dan
kenyamanan kami, sekeluarga. Kami mohon bukalah pikiran dan hati
kami, agar kami bersama keluarga dalam masa Adven ini, mau peduli
kepada saudara-saudari kami maupun keluarga yang mengalami
penderitaan dalam hidupnya. Demi Kristus Tuhan kami.
U Amin
Pengumuman
Berkat
P Tuhan beserta kita
U Sekarang dan selama-lamanya
P Semoga Allah Yang Mahakuasa memberkati kita: Dalam Nama Bapa
dan Putra dan Roh Kudus (masing-masing membuat tanda salib)
U Amin
Nyanyian Pengutusan

Pertemuan Keluarga yang Ekaristis


27 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Minggu Adven IV
Setiap akhir merayakan Ekaristi, kita selalu mendapatkan perutusan dari Allah lewat
imam yang memimpin perayaan Ekaristi, “Ite, missa est” (Pergilah, tugas perutusan
telah dimaklumkan). Kita menjadi “alter Christus” (Kristus yang lain). Kristus manjing,
merasuk dalam jiwa raga kita, meresap dalam tubuh, mengalir dalam nadi dan saraf-
saraf, dalam sungsum tulang belulang kita. Kita mengkonkretkan buah-buah Ekaristi
dalam hidup yang nyata: menyatukan dengan meretas segala sekat yang memisahkan
manusia dari sesamanya. Bahkan melewati batas dan sekat segala perbedaan dan
memampukan kita untuk berdialog (trilogi dialog: agama, budaya dan kemiskinan).
Perayaan Ekaristi adalah perjamuan cinta kasih dan perjamuan persaudaraan yang
sejati.

Tujuan:
1. Keluarga Katolik semakin mengembangkan nilai-nilai Ekaristis.
2. Terjadinya kebersamaan dan kebersatuan dalam hidup menggereja
berkat Ekaristi.
3. Keluarga Katolik yang mampu memberikan kesaksian hidup dalam
perbedaan dan persaudaraan sejati.
Nyanyian Pembuka
Tanda Salib dan Salam
P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus
U Amin
P Terpujilah nama Tuhan
U Kini dan selamanya
Pengantar oleh Pemandu (dapat dibacakan intisari pertemuan
sebagaimana dicantumkan di atas)
Penyalaan Lilin Corona (dinyalakan lilin ke 4)
Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa,
Ya Allah yang Mahakasih, kasih setia-Mu senantiasa kami rasakan
dalam hidup kami. Dalam masa pandemi ini, kami semakin merindukan
Ekaristi, sumber dan puncak hidup beriman kami. Terlebih kerinduan
kami akan kedatangan Putra-Mu yang semakin mendekat kami rayakan.
Berilah kami hati yang sederhana agar senantiasa dapat memberikan
kasih kami dalam kesederhanaan dan kerendahan hati. Semoga
28 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
karenanya hati kami merasakan kedamaian karena kami dapat
membagikan kasih bagi sesama kami dalam persaudaraan yang sejati.
Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin
U Amin

Kisah Inspiratif:
Tia adalah gadis kecil yang tinggal di Grabag, Kabupaten Magelang
Jawa Tengah. Ia tinggal bersama neneknya, Aspiah dan adiknya, Risky.
Tiap hari mereka bertiga mencari ikan petuk di sawah. Ikan-ikan kecil itu
mereka jual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Memang hasilnya tidak begitu banyak, kadang Rp 25.000. Namun ada
kalanya hanya mendapatkan uang Rp 10.000 atau bahkan hanya Rp 5.000
setiap hari dari hasil penjualan ikan petuk. Seberapa pun uang yang mereka
terima, mereka syukuri sebagai karunia Tuhan. Apalagi Tia, dia dengan
tulus membantu Aspiah, neneknya karena sangat sayang kepada neneknya.
“Yèn ra mbantu simbah, simbah mesakké wong wis tuwa, mengko iwaké
ora éntuk akèh”. Begitu kata Tia.
Banyak tetangga yang membantu mereka dengan memberikan
pekerjaan serabutan bagi mereka. Tia menyediakan diri mengantar beras
milik tetangga untuk dibawa ke tempat penggilingan tepung. Harapannya
hanya satu, yaitu mendapat sepeser rupiah untuk membantu neneknya.
Segala keinginan Tia hanya menjadi angan-angan saja. Dia berpikir lebih
baik uang hasil dari kerjanya dipergunakan untuk membantu neneknya dari
pada untuk jajan dan kepentingan dirinya.
Hidup dalam kesederhanaan bahkan dalam kemiskinan adalah
makanan sehari-hari bagi mereka. Makan pun seadanya. Daripada hanya
makan dengan garam, Tia pergi ke sawah mencari daun gènjèr sebagai
teman nasi untuk dimakan. Cukuplah bagi mereka bahkan bisa jadi sudah
merupakan hal yang sangat istimewa.
Cinta Tia kepada neneknya sangat sederhana namun sangat
mendalam. Cita-citanya menjadi guru hanyalah angan-angan belaka, karena
untuk membeli pensil saja, Aspiah neneknya tidak mampu memenuhi

29 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
keinginannya. Tia tidak marah, dia hanya pasrah saja karena tahu dan
memahami keadaan neneknya.
Bahan Pendalaman
1. Apakah Anda menemukan cinta dalam diri Tia kepada neneknya? Apa
wujud cinta Tia terhadap Aspiah?
2. Perasaan apa saja yang muncul dengan membaca dan mendengar kisah
Tia?
3. Setelah merenungkan tema-tema selama masa Adven ini, sebagai
pribadi (juga bersama keluarga), apa saja yang akan dilakukan agar
nilai-nilai Ekaristi menjadi nyata dalam kehidupan kita?
4. Apa yang akan kita lakukan di dalam keluarga, lingkungan, wilayah,
unit pastoral, dan paroki untuk membangun Budaya Cinta Ekaristi?
Sebagai peneguhan pemandu kemudian membacakan teks Kitab Suci dan
mengajak untuk hening sejenak merenungkan sabda Tuhan.
Galatia 2 : 18 – 21

Doa Spontan
Bapa Kami
Doa Ardas 2021: “Tahun EKARISTI” (bisa dilihat di halaman ..)
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa,
Ya Bapa yang Mahabaik. Melalui Putra-Mu, Engkau menghadirkan
keselamatan bagi semua orang yang percaya. Putra-Mu terlahir bagi
kami semua yang merindukan Ekaristi, saat merayakan dan
membagikannya dalam hidup kami bersama. Semoga perayaan Natal
yang sebentar lagi kami rayakan, menjadikan kami sekeluarga tidak
hanya mensyukuri atas Ekaristi yang kami terima tetapi juga
menjadikannya sumber dan puncak hidup dalam persaudaraan sejati
dengan semua orang yang berkehendak baik. Terima kasih atas
kesempatan yang penuh rahmat selama masa penantian ini. Dikau kami
puji, sembah dan muliakan, kini dan sepanjang segala masa.
U Amin

30 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Pengumuman
Berkat
P Tuhan beserta kita
U Sekarang dan selama-lamanya
P Semoga Allah yang Mahakuasa memberkati kita: Dalam Nama Bapa
dan Putra dan Roh Kudus (masing-masing membuat tanda salib)
U Amin
Nyanyian Pengutusan

31 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
DOA ARDAS TAHUN IV (2021): TAHUN EKARISTI

YA TUHAN DAN ALLAH KAMI

Tuhan Yesus Kristus, Engkau adalah Firman Allah,


yang sejak kekal bersama dengan Allah,
namun Engkau rela menjadi manusia seperti kami.
Kami puji Dikau, ya Tuhan dan Allah kami,
sebab dalam kasih-Mu yang demikian agung,
Engkau telah berkenan memeluk kerapuhan kemanusiaan kami.

Ya Tuhan dan Allah kami, melalui para rasul-Mu,


yang Engkau tahbiskan menjadi imam-imam-Mu,
Engkau telah mewariskan wujud kasih-Mu yang agung,
di dalam kurban Ekaristi Suci. Engkau Putera Allah yang Mahatinggi
namun solider dengan kemanusiaan kami. Engkau Roti hidup dan Roti
malaikat, namun berkenan dijamah dan dikecap oleh kami.
Engkau menjadi makanan dan minuman keselamatan kami.
Trimalah pujian kami, ya Tuhan dan Allah kami.

Ya Yesus Sahabat Sejati, dalam syukur tak terhingga kami kepada-Mu,


kami mohon: tinggallah selalu bersama kami. Cintailah dan lindungilah
kami, keluarga kami, Komunitas, Gereja, Nusa dan Bangsa kami.
Dengan berkat kerahiman dan penebusan-Mu, jiwailah kami untuk
membangun hidup penuh kasih persaudaraan, saling menjadi sukacita dan
rezeki bagi sesama, rela mengampuni dan melayani tanpa pamrih dan tanpa
pilih kasih, seturut teladan pengorbanan-Mu yang berkenan kepada Bapa.

Ya Yesus Putera Maria, Engkau yang bersama Bapa dan Roh Kudus,
Allah Tritunggal yang Esa dan Abadi, kami puji dan kami sembah,
kini dan sepanjang hidup kami.
Amin.
Bapa Kami …. Salam Maria …. Kemuliaan ….
32 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Penyerahan Keluarga kepada Tuhan Yesus (MB. 19A)

Tuhan Yesus, Engkau menguduskan hidup keluarga


dengan hidup dalam keluarga bersama Bunda Maria dan Santo Yosef di
Nasaret.
Kami sekeluarga berkumpul di hadapan-Mu
untuk membaharui penyerahan seluruh keluarga kami kepada-Mu,
raja dan pusat segala hati.
Kami mohon: tinggallah di dalam rumah kami ini, dan kuasailah kami.
Semoga rumah kami merupakan pusat kehidupan kristiani,
dimana kami mengasihi Allah Bapa dengan segenap hati
dalam persatuan dengan Dikau, Putera Allah dan gembala kami.

Ya Yesus Kristus, semoga kami hidup menurut pedoman Injil-Mu,


rukun, bijaksana, sederhana, dengan sayang menyayangi,
hormat menghormati, tolong menolong dengan senang hati.
Berilah supaya keramahan dan cinta kasih,
semangat pengorbanan, kerajinan dan penghasilan yang cukup
selalu berada dalam keluarga kami.
Semoga keluarga kami menjadi teladan
serta terang bagi keluarga-keluarga di sekitar kami.

Berkatilah kami, agar janganlah di antara kami menjauh dari pada-Mu,


satu-satunya sumber kebahagiaan kami.

Dikau kami puji bersama Bapa dan Roh Kudus, sekarang dan selama-
lamanya.
Amin

Doa Masa ADVEN (PS. 86)


33 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0
Ya Allah, Bapa yang Mahakudus
kami bersyukur ke hadirat-Mu
karena lewat masa penantian ini
Engkau menjanjikan Juruselamat yakni Yesus Kristus Putra-Mu.
Kedatangan-Nya dinubuatkan oleh para nabi,
dan dinantikan oleh Perawan Maria dengan cinta mesra.
Dialah Adam baru yang memulihkan persahabatan kami dengan Dikau.
Ia menolong yang lemah, dan menyelamatkan yang berdosa.
Ia membawa damai sejati bagi kami
dan membuat semakin banyak orang mengenal Engkau,
dan berani melaksanakan kehendak-Mu.
Ia datang sebagai manusia biasa,
untuk melaksanakan rencana-Mu
dan membukakan jalan keselamatan bagi kami.
Pada akhir zaman
Ia akan datang lagi dengan semarak dan mulia
untuk menyatakan kebahagiaan yang kami nantikan.
Kami mohon kelimpahan rahmat-Mu,
agar selama hidup di dunia ini
kami selalu siap siaga dan penuh harap
menantikan kedatangan-Nya yang mulia,
agar pada saat Ia datang nanti,
kami Kauperkenankan ikut berbahagia bersama Dia
dan seluruh umat kesayangan-Mu.
Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami,
kini dan sepanjang masa.
Amin

34 | A d v e n L i n g k u n g a n 2 0 2 0

Anda mungkin juga menyukai