Anda di halaman 1dari 51

PENGEMBANGAN MODUL AJAR MUATAN MATEMATIKA

PADA MATERI TENTANG OPERASI HITUNG BILANGAN

PECAHAN KELAS VI UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN PESERTA DIDIK DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL ADDIE

PROPOSAL

Diajukan kepada Universitas Katolik Santu Paulus Ruteng

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana

OLEH:

ELFRIDA SURYANI

NPM : 19103022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS

KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2023

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Manik (2017), Matematika merupakan salah satu pelajaran yang

ditakuti oleh peserta didik, hal tersebut disebabkan karena mereka mengalami

kesulitan dalam hal menghafal maupun menyelesaikan masalah. Yudhautama &

Ratu (2019); Dahlan(2018) mengatakan bahwa sebagian peserta didik mengakui

bahwa matematika itu penting, namun sebagian dari peserta didik masih

mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Hal tersebut dikarenakan

matematika bersifat abstrak. Karena sifat abstrak tersebut pada akhirnya banyak

peserta didik yang kurang tertarik terhadap matematika (Rahmayani & Amalia

2020). Lebih lanjut, Santi & Kurnia (2019) mengatakan guru juga mengalami

kendala dalam mengajarkan matematika terkait sifatnya yang abstrak. Terutama

gambaran konkret dari materi yang disampaikan, sehingga hal tersebut berakibat

langsung kepada rendah dan tidak meratanya kualitas hasil yang dicapai oleh para

peserta didik.
Sebagai salah satu ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan

berargumentasi, matematika berperan pentimg untuk memberikan dukungan

dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Ofori et al., 2020). Oleh

karena itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai baik oleh siswa,

terutama sejak usia sekolah dasar (Amaliyah et al., 2021).

Penanaman konsep pada jenjang Sekolah Dasar (SD) merupakan faktor

terpenting bagi peserta didik khususnya mata pelajaran matematika agar

kedepannya menekankan pemahaman pada konsep matematika (Maharani, 2017).

Dalam hal ini, saat guru mengajar harus sesuai dengan konsep matematika. Salah

satu konsep prasarat yang utama dalam mata pelajaran matematika adalah operasi

hitung dasar yang terdiri dari operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan

pembagian bilangan asli, maupun bilangan pecahan (Rachman, 2018).

Wahyuningtyas & Shinta, (2017) menyebutkan bahwa salah satu penyebab siswa

mengalami sesulitan atau kekeliruan dalam menyelesaikan permasalahan

matematika adalah kesalahan pada prinsip operasi hitung.

Umumya pembelajaran matematika di sekolah masih cenderung terfokus

pada ketercapaian target materi menurut kurikulum atau buku ajar yang dipakai

sebagai buku wajib, bukan pada pemahaman materi yang dipelajari (Surya et al.,

2020; Yusnaldi et al., 2021). Hal ini mengakibatkan siswa cenderung hanya

menghapal konsep-konsep matematika, tanpa memahami maksud dan isinya

(Darmani et al.,2020; Renaldie al., 2018; Radillah et al., 2019; Ni’mah et al.,

2019). Selanjutnya Rizqi, (2018), mengatakan adapun masalah yang dihadapi


oleh peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika,

sehingga tidak terlalu memahami materi yang sedang dipelajarinya adalah

pembelajaran cenderung lebih bersifat konvensional, sehingga peserta didik tidak

mendapatkan kebebasan untuk mengekspresikan ide-ide yang mereka miliki

karena pembelajaran didominasi oleh guru dari awal sampai selesainya proses

pembelajaran.

Hal ini juga dialami penulis saat magang I dan magang II, di sekolah dasar

kegiatan belajar siswa yang banyak ditemui sampai saat ini hanyalah kegiatan

pembelajaran konvesional dengan metode ceramah yang dianggap paling efektif

dalam proses pembelajaran (Fitra et al., 2022). Di sekolah dasar masih

menggunakan buku paket dari pemerintah dan LKPD. Pada dasarnya

menggunakan buku paket tentunya pemahaman siswa kurang aktif dalam belajar

matematika operasi hitung bilangan pecahan. Di sekolah dasar bahan ajar yang

digunakan hanya berisi antara lain 1) hanya berisi rangkuman; 2) berisi soal-soal

rutin; 3) tampilan kurang menarik; 4) Bahasa yang digunakan tidak komunikatif.

Selain itu, LKPD hanya mengembangankan pengetahuan dan kecepatan siswa

dalam berhitung tetapi belum mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan

kreatif peserta didik hal ini ditemukan oleh (Maulida et al., 2022).

Proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efesien jika

menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik,

mendukung kompetensi yang hendak dicapai peserta didik, memiliki uraian yang

sistematis, tes yang terstandar serta strategi pembelajaran yang cocok bagi peserta
didik (Yanala et al., 2021). Hal ini, agar guru memiliki banyak waktu untuk

membimbing siswa daam memahami suatu topik pembelajaran dan metode yang

digunakan lebih variatif dan interaktif karena guru tidak cendrung berceramah.

Sedangkan bagi siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan sendiri dan

membantu potensi untuk menjadi pelajar sendiri (Fajri, 2018).

Dalam penelitian ini akan mengembangkan modul ajar dengan

menggunakan model ADDIE. Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar

yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat

pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik

menguasai atau memahami tujuan belajar yang spesifik (Rachman, 2018). Modul

ini berisi aktivitas dengan membuat keterkaitan yang makna, penyajian masalah

dalam bentuk open-ended, penerapan problem possing, bekerja sama, pemberian

layanan secara individu melalui cek pemahaman, dan penelitian mandiri. Modul

yang disusun dalam penelitian ini yaitu modul pembelajaran bilangan pecahan

untuk kelas VI. Materi yang diberikan yaitu penanaman konsep operasi hitung

bilangan pecahan (Febriana & Putri 2022). Materi ini menjadi salah satu dasar

dalam membelajarkan konsep bilangan yang lebih kompleks. Kompetensi yang

harus dimiliki yaitu meliputi : mengoperasi hitung bilangan pecahan (Novyanti,

2020).

Tahap pengembangan yang dipakai dalam penelitian ini mengacu pada

model ADDIE. Menurut (Mahiroh et al., 2020) Model pengembangan ADDIE

terdapat lima tahap rencana untuk mengembang satu produk, yaitu analysis
(menganalisis), desain (merancang), development (mengembang), implementation

(mengimplementasikan), dan evaluation (mengevaluasi). ADDIE merupakan

suatu konsep untuk mengembangkan suatu produk berupa modul ajar. Konsep

ADDIE diterapkan untuk mengembangkan pembelajaran yang berbasis kinerja

atau menghasilkan produk. Manfaat model ADDIE adalah dapat memudahkan

kerangka kerja dalam situasi rumit, sangat tepat untuk mengembangkan produk

pendidikan dan sumber daya pembelajaran (kurnia et al., 2019).

1.2 Indetifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diindentifikasikan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

a. Materi yang dibelajarkan keada peserta didik bersifat abstrak.

b. Peserta didik masih mengalami kesulitan dalam memahami materi.

c. Ketergantungan terhadap buku paket yang tersedia menjadi bahan pokok

pembelajaran seperti LKS sehinga diperlukan media atau bahan ajar lain

sebagai pendamping.

d. Minimnya bahan ajar yang tersedia, seperti bahan ajar berupa modul

matematika.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka peneliti ini akan difokuskan

pada Pengembangan Modul Ajar Matematika Kelas VI Materi Tentang Operasi


Hitung Bilangan Bulat Agar Dapat Meingkatkan Pemahaman Peserta Didik

Menggunakan Metode ADDIE.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka masalah dalam peneliti ini

dirumuskan sebagai berikut : apakah modul ajar muatan matematika pada

materi tentang operasi hitung bilangan bulat kelas VI menggunkan model

ADDIE dapat meningkatkan pemahaman peserta didik?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan maslah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari

peneliti ini adalah untuk mengembangkan modul ajar muatan matematika

pada materi tentang operasi hitung bilangan bulat dalam meningkatkan

pemahaman peserta didik menggunakan model ADDIE tingkat SD/MI.

1.6 Spesifik Produk Yang Dikembangkan

Produk yang akan dikembangkan adalah produk yang berupa modul

ajar dengan menggunakan model ADDIE. Spesifikasi yang ingin dicapai

dalam produk penelitian ini yaitu:

1. Indikator pembelajaran

2. Sintaks pembelajaran

3. Tujuan pembelajaran

4. Instrument penilaian
5. LKPD

6. Materi ajar

1.7 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diharapkan :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis modul ajar ini memberikan manfaat bagi dunia Pendidikan

khususnya Sekolah dasar dalam pembelajaran Matematika operasi hitung

bilangan bulat, sehingga dapat menjadi pendukung teori untuk penelitian-

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan modul ajar

Matematika.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Bagi sekolah

Dapat memberikan sumbangan berupa pengembangan modul ajar untuk

belajar secara mandiri bagi peserta didik dan sebagai bahan untuk

memperbaiki kualitas pembelajaran tentang operasi hitung bilangan bulat

pada kelas VI. Sebagai bahan pertimbangan terhadap peningkatan kinerja

guru, sebagai upaya peningkatan kualitas pengelolaan pengajaran. 

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi dan inspirasi untuk

mendorong guru selalu menggali kreatifitas diri dalam penyampaian


materi menggunakan modul ajar yang menarik pada pelajaran Matematika

khususnya pada pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat.

3. Bagi peseta didik

Modul ajar yang dikembangkan sebagai salah satu sumber belajar peserta

didik kuhususnya muatan matematika pada materi operasi hitung bilangan

bulat, membantu meningkatkan pemahaman peserta didik, serta membantu

peserta didik untuk belajar secara mandiri dengan tingkat kemampuan

kognitif masing-masing peserta didik.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil pengembangan modul ajar muatan matematika pada materi tentang

operasi hitung bilangan bulat menggunakan model ADDIE ini diharapkan

mampu memperkaya keberadaan modul yang dapat memperkaya

pengalaman, membangun konsep matematika pada diri siswa dan

membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Selain itu, modul ini juga dapat melengkapi dan memfasilitasi siswa

dalam pembelajaran operasi hitu bilangan bulat di SD/MI.

1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Melalui produk berupa modul ajar yang dikembangkan, ada bebrapa

asumsi dan keterbatasan sebagai berikut: pengembagan modul ajar dapat

digunakan oleh peserta didik agar mampu meningkatkan pemahaman peserta

didik. Namun pengembangan modul ajar ini memiliki keterbatasan hanya sampai

pada tahap evaluasi dan pengembangan. Cakupan materi dalam modul ajar ini
hanya pada muatan Matematika pada materi tentang operasi hitung bilangan bulat

di sekolah dasar.
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Deskripsi Konseptual Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

a. Hakikat pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Menurut Afani (2017), matematika merupakan ilmu yang membahas

angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik,

mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan

struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat. Hal ini berarti

bahwa objek yang dibahas dalam matematika hanyalah pada permasalah

angka saja, baik dalam permasalahan angka-angka yang memiliki nilai

maupun sebagai sarana dalam memecahkan suatu masalah (Muttaqin &

Darmawan, 2022).

Primatika (2020), mengatakan bahwa matematika merupakan salah

satu mata pelajaran yang dalam proses pembelajarannya membutuhkan tingkat

pemahaman yang lebih, karena matematika tidak hanya sebatas persoalan

hitung menghitung dan bukan hanya hapalan, tetapi cakupannya jauh lebih

luas dari presepsi kebanyakan orang selama ini. Pembelajaran matematika

merupakan salah satu muatan dalam pembelajaran tematik di sekolah

dasar. Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak hanya berorientasi

pada penguasaan materi matematika saja, melainkan materi matematika


diposisikan sebagai alat serta sarana bagi siswa dalam mencapai

sebuah kompetensi.

Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa matematika adalah suatu pembelajaran menghitung untuk

meningkatkan pemahaman peserta didik serta memahami konsep-konsep yang

abstrak dalam matematika. Serta membahas tentang masalah pada angka yang

terdapat pada materi bilangan pecahan yang sulit untk dimengerti oleh peserta

didik.

b. Tujuan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar

Menurut Ginanjar (2019), tujuan umum pendidikan matematika di SD

adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Adapun

tujuan matematika di SD secara khusus menurut Depdiknas (Mizaniya, 2020)

sebagai berikut :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan konsep algoritme

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan

dan pernyataan matematika

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan

solusi yang diperoleh


4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media

lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan

sehari-hari

Selanjutnya Ramadan (2019), tujuan yang hendak dicapai dari

pembelajaran matematika sekolah adalah.

1) Menumbuhkan dan Mengembangkan keterampilan berhitung

(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

2) Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat digunakan melalui kegiatan

matematika

3) Pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lanjut di sekolah tingkat

pertama.

4) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut Kurikulum 2013

(Kemendikbud, 2013) menekanan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran yaitu :

1) Menggunakan pendekatan ilmiah.

2) Dalam pembelajaran matematika kegiatan yanng dilakukan agar

pembelajaran bermakna yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar,

menyaji, dan mencipta.


Lebih lanjut Pratamawati (2021), Pembelajaran matematika di

sekolah dasar (SD) mempunyai tujuan utama, yaitu :

1) Mempersiapkan siswa agar mampu serta terampil dalam penggunaan

matematika serta memberikan pembelajaran dalam proses penalaran

yang terkait dengan matematika.

2) Memahami definisi matematika dan dapat menerapkan algoritma atau

konsep serta dapat mengurai konsep yang terkait,

3) Menerapkan penalara pada pola dan sifat dalam melangsungkan

manipulasi matematika secara umum, mengorganisasikan bukti, atau

menguraikan ide dan perbuatan dalam pernyataan matematika,

4) Mengatasi masalah yang termasuk kemampuan memahami dengan benar

sebuah masalah, membentuk dan mengatasi pola matematika, serta upaya

menemukan solusi,

5) Memahami ide melalui diagram, simbol matematika, tabel, untuk

memahami suatu situasi atau masalah,

6) Mempunyai sikap menghargai penerapan matematika dalam keseharian

(Pratamawati et al., 2021). Pembelajaran matematika semestinya

menjadi kegiatan yang

Adapun tujuan dari belajar matematika selain mendapatkan pengetahuan

juga melatih kemampuan berpikir siswa, menggiring siswa agar memiliki

keterampilan berpikir tingkat tinggi tidaklah semudah membalikkan telapak


tangan, perlu proses dan ketelatenan guru dalam membimbingnya (Arini

2017). Tujuan belajar matematika yaitu untuk mendorong peserta didik

mampu memecahkan masalah melalui proses berpikir yang kritis, logis, dan

rasional. Tujuan tersebut sekaligus menjawab bahwa kemampuan matematika

tidak terbatas pada angka dan rumus saja (Ofori, 2020).

Berdasarkan tujuan dari beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa tujuan matematika adalah untuk untuk melatih berpikir siswa dalam

memahami konsep matematika dan mengaplikasikan konsep algoritma

menggunkan penalaran pada pola dan sifat pada matematika serta memahami

pembelajaran matematika. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan

menghitung dalam pengetahuan dasar matematika untuk membentuk sikap

logis, kritis, cermat, kretif dan disiplin. Mempersiapkan siswa agar mampu

memahami definisi matematika dan mengatasi masalah serta memahami ide

melalui diagram, simbol matematika, dan tabel untuk memahami situasi atau

masalah dalam menghitung angka.

c. Ruang Lingkup Pembelan Matematika di Sekolah Dasar

Menurut Suciati & Wahyuni (2018), mengatakan bahwa ruang lingkup

matematika terdapat berbagai jenis himpunan bilangan yaitu :

1) Himpunan bilangan kompleks.

2) Himpunan bilangan real.


3) Himpunan bilangan rasional. Pada himpunan bilangan rasional, khususnya

himpunan bilangan pecahan, masih banyak siswa maupun mahasiswa

yang melakukan kesalahan pada operasi hitung pecahan, baik operasi

penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian.

Nasaruddin (2018), mengatakan bahwa ruang Lingkup untuk pembelajaran

matematika sekolah dasar (SD/MI) sebagai berikut:

1) Bilangan

2) Geometrid dan pengukuran

3) Pengolahan data

Selain itu, Permendikbud nomor 21 tahun 2016 dalam (Mizaniya, 2020)

tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah untuk ruang lingkup materi

matematika pada jenjang SD/MI yaitu:

1) Bilangan asli dan pecahan sederhana,.

2) Geometri dan pengukuran sederhana.

3) Statistika dan peluang (Kemendikbud, 2016).

Menurut (Lisnani, 2019) Ruang lingkup matematika SD ada tiga yaitu :

1) Bilangan

Bilangan cacah, bulat, prima, pecahan, kelipatan dan faktor, pangkat dan

akar sederhana

2) Geometri dan pengukuran


Bangun datar dan bangun ruang, hubungan antar garis, pengukuran (berat,

panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, dan debit, letak dan

koordinat suatu benda),

3) Statistika

Menyajikan dan menafsirkan data tunggal dalam penyelesaian masalah

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian ruang lingkup matematika diatas menjelelaskan

tentang bilangan real, bilangan rasional, bilangan asli dan bilangan pecahan

sedehana, serta bilangan geometri sederhana untuk menyelesaikan masalah

dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Deskripsi Konseptual Modul Ajar Model ADDIE

a. Modul Ajar

1) Pengertian Modul

Menurut Harahap & Fauzi (2018), modul merupakan salah satu bahan

ajar yang memuat seperangkat pengalaman belajar dengan terencana dan

didesain secara utuh untuk membantu peserta didik menguasai materi belajar

dan evaluasi. Selanjutnya Utaminingsih & Wasitohadi, (2017) modul yaitu

bahan ajar yang disusun secara sistematis menggunakan bahasa yang mudah

dipahami peserta didik, agar bisa belajar mandiri dengan bimbingan atau

bantuan minimal dari guru. Modul adalah bentuk dari bahan ajar cetak yang
dimanfaatkan untuk membantu pendidik dan peserta didik dalam proses

pembelajaran.

Modul ajar sangat penting dalam proses pembelajaran bagi guru dan

siswa (Maulinda, 2022). Lebih lanjut Sungkono (2022) dengan modul siswa

dapat mencapai dan menyelesaikan bahan belajarnya dengan belajar secara

individual. Adapun penggunaan modul pada pembelajaran yang sesuai

dengan kondisi peserta didik akan berpengaruh pada tingkat pemahaman

peserta didik, hal ini sejalan dengan pendapat Alfiansyah & Hakiky (2021).

Berdasarkan pemaparan para ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

modul merupakan salah satu bahan ajar yang didesain secara utuh untuk

membantu guru dan peserta didik menguasai materi belajar dengan

menggunakan bahasa yang mudah dipahami peserta didik serta sesuai

dengan kondisi peserta didik akan berpengaruh pada tingkat pemahaman

peserta didik.

2) Kelebihan dan Kekurangan Modul Ajar

a. Kelebihan Modul ajar

Menurut Feriyanti (2019), mengungkapkan beberapa keuntungan yang

diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara lain:

1. Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas

pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.


2. Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada

modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang

mana mereka belum berhasil.

3. Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.

4. Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun

menurut jenjang akademik.

5. Penyajian yang bersifat statis pada modul cetak dapat diubah menjadi

lebih interaktif dan lebih dinamis.

Selain itu Puspitasari (2019), pembelajaran dengan menggunakan

modul memiliki kelebihan yaitu :

1. Fokus pada kemampuan individual siswa.

2. Adanya kontrol terhadap hasil belajar dengan penggunaan

standar kompetensi di setiap modul yang harus dicapai masing-

masing siswa.

3. Relevansi kurikulum yang ditunjukan dengan adanya tujuan dan cara

pencapaiannya, sehingga siswa dapat mengetahui keterkaitan antara

pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.

Akan tetapi Mushlihuddin (2022), memiliki pendapat bahwa kelebihan

modul sebagai berikut ini:


1) Modul yang dikembangkan memberikan wawasan pengetahuan baru

kepada siswa.

2) Modul ini disusun menggunakan langkah-langkah berbasis masalah

3) Bahan ajar berupa modul menggunakan model berbasis masalah yang

membuat belajar iswa lebih menarik.

4) Tampilan bahan ajar berupa modul lebih menarik

5) Materi yang disajikan lebih lengkap.

Anggoro (2019), mengatakan bahwa adapun kelebihan modul ajar yaitu :

1) Modul ajar dapat mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa.

2) Modul ajar dapat membuat peserta didik lebih tertarik untuk mengikuti

proses pembelajaran.

3) Modul ajar ini dilengkapi dengan gambar, serta dicantumkan contoh

dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik lebih mudah

memahami isi materi yang terdapat dalam modul.

b. Kelemahan Modul Ajar

Menurut Sari (2017), adapun kelemahan dalam pembuatan modul,

kelemahan modul yaitu :

1) Dari segi pembuatan modul memerlukan waktu yang tidak singkat.

2) Kurangnya disiplin belajar yang tinggi yang mungkin dimiliki oleh

beberapa siswa.
Selanjutnya, adapun kelemahan modul ajar yang ditemukan oleh

Suryanto, (2017) sebagai berikut :

1) Terdapat beberapa gambar dan karakter yang ada dalam buku

modul yang kurang tepat, namun sudah direvisi sehingga

relevan dengan materi.

2) Terdapat beberapa teks yang salah dalam pengetikan, namun

sudah diperbaiki dan sesuai dengan penggunaan kata baku.

Selain itu Puspitasari (2019), kelemahan pembelajaran menggunakan

modul, diantaranya:

1) Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Bagus

atau tidak kualitas dari suatu modul bergantung pada

penyusunnya.

2) Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, karena setiap

siswa memiliki waktu yang berbeda-beda dalam menyelesaikan modul,

yang bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.

Lestari (2019), menyatakan bahwa kelemahan modul ajar yabg

dikembangkan sebagai berikut :

1. Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.


2. Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki

oleh siswa pada umumnya dan siswa yang belum matang pada

khususnya.

3. Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus

menerus mamantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan

konsultasi secara individu setiap waktu siswa membutuhkan.

Akan tetapi Khasanah & Nurmawati (2021), kelemahan modul yaitu:

1) Bahan ajar modul digital ini dapat diakses hanya menggunakan laptop

dan komputer,

2) Modul digital ini berbentuk soft file tetapi belum sampai pada

tahap publish internet sehingga tidak semua bisa mengakses modul

digital dengan menggunakan kvisoft flipbook maker proini pada

internet yang tersedia, dan audio video tumpang tindih.

Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

kelebihan dalam pembuatan modul ajar adalah untuk meningkatkan

motivasi siswa dan guru sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan

fokus pada kemampuan siswa terhadap hasil belajar dengan

menggunkaan standar kompetensi disetiap modul serta sesuai dengan

kurikulum yang ditunjukan dengan tujuan sehingga siswa dapat

mengetahui keterkaitan antara pembelajaran yang dihasilkan. Modul yang


dikembang ini juga memberikan wawasan pengetahuan baru pada siswa

agar meningkatkan kemampuan berfikir kreatif untuk mengikuti proses

pembelajaran. Dalam hal ini kelemahan dalam pembuatan modul ajar

adalah memerlukan waktu yang sangat panjang atau lama. Dalam hal ini

juga modul ajar terdapat gambar atau karakter yang kurang tepat disiplin

belajar serta kurang matang untuk siswa. Modul ini juga hanya

menggunkan laptop dan komputer yang berbetuk soft file dan tidak semua

bisa mengakses modul digital.

b. Model ADDIE

1. Pengertian ADDIE

Menurut Kurnia (2019), Salah satu tahapan yang dapat digunakan

dalam pengembangan bahan ajar digital yaitu menggunakan model ADDIE.

Model ADDIE adalah salah satu model yang menjadi pedoman dalam

mengembangkan pembelajaran yang efektif, dinamis dan mendukung

pembelajaran itu sendiri. Sejalan dengan pendapat Rohaeni (2020),

menyatakan bahwa ADDIE adalah model yang mudah untuk digunakan dan

dapat diterapkan dalam kurikulum yang mengajarkan pengetahuan,

keterampilan ataupun sikap.

Model pengembangan ini menggunakan model ADDIE yang

dikembangkan (Anugraheni, 2018). Selanjutnya Cahyadi (2019), model

ADDIE adalah suatu model desain. Mahardika & Agustiana (2021),


mengatakan bahwa Model ini terdiri dari empat tahap pengembangan, yaitu

tahap analyse, tahap development, tahap implemenation, tahap evaluation.

Berdasarkan uraian menurut para ahli diatas model ADDIE adalah

salah satu model yang menjadi pedoman untuk mengembangkan sebuah

modul ajar untuk mempermudahkan dalam pembelajaran dalam kelas. Hal

ini dikembangkan sesuai dengan kurikulum yang disediakan.

2. Tahap-tahap Model ADDIE

Berikut adalah tahap pengembangan perangkat pembelajaran model

ADDIE yang dikembangkan oleh (Sugiharni, 2018).

1) Tahap Analyse

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat

pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat pembelajaran

diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan.

2) Tahap Design

Pada langkah perancangan (design) disusun modul pada materi himpunan

dan logika. Menetapkan judul modul. Judul modul ditentukan berdasarkan

kompetensi dasar, indikator-indikator, dan materi pembelajaran yang

tercantum dalam kurikulum

3) Tahap Development

Tahap ini merupakan tahap untuk mempersiapkan perangkat


pembelajaran yang terdiri dari empat langkah yaitu: (1) penyusunan tes

acuan, (2) pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan tujuan, dan (3)

pemilihan format, pemilihan format dilakukan dengan mengkaji format

bahan ajar yang sudah ada (Sugiharni, 2018)

4. Tahap Implementaion

Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang

sudah direvisi berdasarkan masukkan dari pakar. Tahap ini meliputi: 1)

Validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi. 2) Simulasi yaitu

kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran. 3) Uji coba terbatas

dengan siswa yang sesungguhnya. Hasil tahap 2 dan 3 digunakan sebagai

dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut (uji coba

lapangan) dengan mahasiswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya

(Sugiharni, 2018).

5. Tahap Evaluation

Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah

dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di

sekolah lain, oleh pengajar yang lain.

Kurniati (2018), mengatakan bahwa dalam pengembangan modul ini,

prosedur pengembangan yang dilakukan terdiri atas lima tahap, yakni:

1) Analisis (Analysis)
Langkah analisis terdiri atas dua tahap, yaitu : analisis kinerja atau

performanse analysis dan analisis kebutuhan atau need analysis.

2) Perencanaan (design)

Pada langkah perancangan (design) disusun modul pada materi himpunan

dan logika.

3) Pengembangan (Development)

Pada langkah ini berbentuk media cetak dirancang secara menarik,

bervariasi, dan komunikatif serta dilengkapi dengan informasi berupa teks

dan gambar dan disusun berdasarkan format penulisan yang baik.

4) Implementasi (Implementation)

Langkah selanjutnya adalah menguji keefektifan praktikalisasi modul di

kelas. Desain yang peneliti gunakan yaitu desain one-shot case study.

Rancangan one-shot case study disebut juga rancangan one-group

posttestonly design.

5) Evaluasi (Evaluation)

Pada langkah evaluasi ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan modul

yang dikembangkan pada tahap implementasi serta melakukan revisi

produk II berdasarkan evaluasi pada saat uji coba lapangan.

Selanjutnya Maskur, (2020) mengatakan model ADDIE mencakup


lima tahapan yakni:

1) Analisis (Analyze)

Bertujuan untuk melakukan analisis yang berkaitan dengan produk yang

akan dikembangkan, dimana tahap analisis ini terdiri dari dua tahap, yaitu

analisis kinerja (performance analysis) dan analisis kebutuhan (need

analysis).

2) Perancangan (Design)

Fase desain berhubungan dengan tujuan pembelajaran, instrumen

penilaian, latihan, konten, analisis materi pelajaran, perencanaan pelajaran

dan pemilihan bahan ajar. Fase desain harus sistematis dan spesifik

3) Pengembangan (Development)

Bertujuan untuk mewujudkan desain yang telah dirancang menjadi produk

yang nyata (Farhatin, Pujiastuti, & Mutaqin, 2020).

4) Penerapan (Implementation)

Fase ini akan di jalankan program yang sudah di siapkan guna melihat

sistem maupun instruktur sudah siap di gunakan, data yang di dapat akan

di gunakan untuk melakukan proses perbaikan selanjutnya

5) Evaluation

Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan sumatif.
Evaluation formatif dilaksanakan pada setiap akhir tatap muka

(mingguan) sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah kegiatan

berakhir secara keseluruhan.

Model ADDIE dikembangkan oleh (Sari, 2017), untuk merancang

sistem pembelajaran. Berikut ini diberikan contoh kegiatan pada setiap

tahap pengembangan model atau metode pembelajaran, yaitu:

1) Analysis

Pada tahap ini, kegiatan utama adalah menganalisis perlunya

pengembangan model/metode pembelajaran baru dan menganalisis

kelayakan dan syarat-syarat pengembangan model/metode pembelajaran

baru.

2) Design

Dalam perancangan model/metode pembelajaran, tahap desain memiliki

kemiripan dengan merancang kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini

merupakan proses sistematik yang dimulai dari menetapkan tujuan

belajar, merancang skenario atau kegiatan belajar mengajar, merancang

perangkat pembelajaran, merancang materi pembelajaran dan alat evaluasi

hasil belajar.

3) Development

Development dalam model ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan


produk. Dalam tahap desain, telah disusun kerangka konseptual penerapan

model/metode pembelajaran baru

4) Implementation

Pada tahap ini diimplementasikan rancangan dan metode yang telah

dikembangkan pada situasi yang nyata yaitu di kelas.

5) Evaluation

Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan sumatif.

Evaluation formatif dilaksanakan pada setiap akhir tatap muka

(mingguan) sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah kegiatan

berakhir secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model ADDIE

terdapat beberapa tahap pengembangan, yang dimana tahap analsis

(analysis), tahap desain (design), tahap penerapan (deveopment), tahap

implemetasi (implementation) dan tahap evaluasi (evaluation). Beberapa

tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta membuat desain yang

kita susun untuk kerangka konseptual penerapan model untuk

mengimplemetasi rancangan serta evaluasi sebuah modul ajar.

2.1.3 Deskripsi Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Problem Based Learning


Adapun pendekatan yang dapat digunakan yaitu problem based

learning (PBL). Salah satu jenis pendekatan pembelajaran yang dapat

meningkatkan kretifitas berpikir siswa dalam belajar matematika yaitu

model pembelajaran berbasis masalah (Daming & Saman, 2022).

Menurut Nyoman (2022), problem based learning (PBL) merupakan

pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah yang nyata

dalam kehidupan sehari-hari (autentik) yang tidak terstruktur (ill-

structured) dan bersifat terbuka untuk mengembangkan keterampilan

siswa menyelesaikan masalah yang diberikan dan membuat siswa bisa

berpikir secara cepat atau kritis. Selanjutnya Zainal (2022), Problem-

Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar

peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir

dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belaajar sendiri serta

memiliki berpartisipasi dalam tim.

Akan tetapi Kusumawati (2018), juga mengatakan Problem Based

Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada

siswa dimana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan

pengalaman sehari-hari. Model Problem Based Learning (PBL) adalah

suatu model untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar

menghadapi masalah dengan latihan yang memberikan stimulus untuk

belajar (Setiana, 2019).


Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan model

pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar

dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian

masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk

mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu

subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan

analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara

tepat sumber-sumber pembelajaran.

b. Karakteristik Problem Based Learning

Menurut Haryanti (2017), seorang guru hendaknya mampu untuk

mengenal dan mengetahui karakteristik siswa, sebab pemahaman yang

baik terhadap karakteristik siswa akan sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan proses belajar siswa. Setiap siswa memiliki cara khas saat

berpikir, dan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan

pemecahan masalah siswa adalah karakteristik cara berpikir siswa, yang

merupakan cara khas yang digunakan seseorang dalam mengamati dan

beraktivitas mental, yakni mengatur dan mengolah informasi di bidang

kognitif.

Selanjutnya Suhendar & Ekayanti (2018), menyatakan karakteristik

PBL sebagai berikut.

1. Masalah digunakan untuk mengawali pembelajaran.


2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang

disajikan secara mengambang.

3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk.

4. Masalah membuat peserta didik tertantang untuk mendapatkan

pembelajaran yang baru.

5. Sangat mengutamakan belajar mandiri.

6. Memanfaatka sumber pengetahuan yang bervariasi.

7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.

Dari 7 karakteristik PBLtersebut, sangat dimungkinkan dapat

meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa. Dikarenakan PBLmelatih

mahasiswa untuk menemukan, mengembangkan, maupun

mengaplikasikan konsep yang dimiliki secara aktif dari berbagai

sumber pengetahuan dengan memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari.

Lebih lanjut Dewi & Wardani (2019), mengemukakan bahwa

Karakteristik Problem Based learning yaitu :

1) Pembelajaran berpusat pada siswa

2) Masalah otentik dari fokus pengorganisasian untuk belajar

3) Informasi baru diperoleh melalui pembelajaran mandiri

4) Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil

5) Guru bertindak sebagai fasilitator


Karakteristik dari problem based learning yang dikembangkan oleh

Darwati & Purana (2021), yaitu :

1) Masalah atau isu-isu : titik awal pembelajaran dan aktivitas problem

based learningadalah masalah atau isu yang menarik.

2) Otentik : peserta didik mencari solusi yang realistik dengan dunia

nyata dan masalah yang autentik.

3) Penyelidikan dan pemecahan masalah. Peserta didik dalam

pembelajaran problem based learningsecara aktif terlibat dalam

belajar melalui penyelidikan dan pemecahan masalah daripada

memproleh pengetahuan dan ketrampilan melalui mendengarkan

atau membaca.

4) Pandangan interdisipliner. Peserta didik mengeksplorasi berbagai

disiplin ilmu dan memberikan gambaran dari beberapa perspektif

mereka ketika terlibat dalam penyelidikan problem based learning.

5) Kolaborasi kelompok kecil. Pembelajaran terjadi dalam kelompok

yang terdiri dari 5-6 orang anggota kelompok.

6) Produk, artefak, exhibitions, dan presentasi. Peserta didik menunjukkan

hasil pembelajaran mereka dengan menciptakan produk, artefak, dan

pameran.

Selain itu Hotimah (2020), juga mengatakan bahwa karakteristik

problem based learning adalah sebagai berikut :


1) Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata

siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

2) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam artitidak

menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan

penyelesaian siswa.

3) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah

dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan

siswa.

4) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah

tersebut harus mencakup seluruh materi pelajaranyang akan diajarkan

sesuai dengan waktu, ruang, dansumber yang tersedia.

5) Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai

pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah.

6) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu masalah yang diajukan

hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem

Based Learning dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam

proses Problem Based Learning yaitu adanya suatu permasalahan,

pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.

c. Sintaksis Problem Based Learning


Menurut Shofiyah (2018), Guru atau pengajar akan dapat

melakasanakan proses Pembelajaran Berbasis Masalah jika seluruh

perangkat pembelajaran (masalah, formulir pelengkap, dan lain –lain) sudah

siap. Siswa juga harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk

kelompok–kelompok kecil. Sintaks dalam PBL secara umum adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran PBL

Fase Satu Tahap Perilaku Guru

Fase 1 Guru menginorasikan tujuan-tujuan

Mengorientasikan siswa pada masalah pembelajaran, mendeskripsikan

kebutuhan-kebutuhan logistik peting, dan

memotivasikan agar terlibat dalam

kegiatan pemecahan masalah yang

mereka pilih sendiri.

Fase 2 Guru membantu siswa menentukan dan

Mengorganisasikan siswa untuk belajar mengatur tugas-tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah itu.

Fase 3 Guru mendorong siswa mengumpulkan

Membantu penyelidikan mandiri dan informasi yang sesuai, menlaksanakan

kelompok eksperimen, mencari penjelasan dan

solusi.
Fase 4 Guru membantu siswa dalam

Mengembangkan dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan hasil

karya serta memaerkannya. karya siswa yang sesuai seperti laporan.

Fase 5 Guru membanu siswa melakukan refleksi

Menganalisis dan mengevaluasi proses atau penyelidikan dan proses-proses yang

pemecahan masalah. mereka gunakan.

Selanjutnya Fauni (2019), untuk meningkatkan hasil belajar serta

berhasil memberikan kontribusi yaitu model pembelajaran PBL dengan

menerapkan 5 sintak utama yang dikembangkan yaitu :

1) Siswa diajarkan mengenai permasalahan yang berkaitan pembelajaran.

2) Mengenal prinsip operasi hitung dengan mencari informasi guna

menyelesaikan suatu permasalahan.

3) Membantu penyelidikan baik mandiri maupun kelompok dengan memecahkan

permasalahan pada soal yang di dapat.

4) Aktivitas lebih mengarahkan kepada penyajian hasil pekerjaan kelompok

dengan mempresentasikannya di depan kelas.

5) Aktivitas lebih mengarahkan siswa untuk berinteraksi lebih aktif melalui

penerapan konsep yang mereka dapat dan konsep yang sudah mereka

miliki melalui aktivitas komunikatif, seperti tanya jawab, kuis individu

maupun kelompok, dan berdiskusi.


Berdasarkan uraian sintaks diatas dapat disimpulkan bahwa sintaks

problem based learning adalah guru harus mendeskripsikan kebutuhan-

kebutuhan logistik yang penting dan memotivasikan agar terlibat dalam

kegiatan pemecahan masalah yang siswa pilih. Guru juga harus membimbing

agar siswa dapat memahami serta mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai serta melaksanakan eksperimen dan melakukan

aktivitas dalam mengerjakan kelompok maupun individu.

d. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning

Menurut Hotimah (2020), Sebagai suatu model pembelajaran, Problem

Based Learning memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

1) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan

pengetahuan baru bagi siswa.

2) Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

3) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami

masalah dunia nyata.

4) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

5) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

6) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan

yang mereka miliki dalam dunia nyata.


7) Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar sekalipun

belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

8) Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna

memecahkan masalah dunia

Selanjutnya Darwati (2021), kelebihan problem based learning itu adalah

sebagai berikut :

1) Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannyabenar-benar

diserap dengan baik.

2) Siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain

3) Siswa dapat memperoleh pemecahan masalah dari berbagai sumber.

Rerung (2017) mengatakan bahwa menambahkan kelebihan PBL

sebagai berikut:

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam

situasi nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui

aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada

hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa


4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok -Siswa terbiasa

menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan,

internet, wawancara dan observasi.

Lebih lanjut Afriansyah (2017), ada juga kelebihan Problem Based

Learning diantara lain yaitu

1) Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat

(Auditory).

2) Melatih siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif (Intellectually).

3) Melatih siswa untuk mengingat kembali tentang materi yang telah dipelajari

(Repetition).

4) Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif

Akan tetapi, adapun kelemahan model problem based learning

(Purana, 2021) adalah sebagai berikut :

1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau kepercayaan bahwa masalah

yang dipelajari sulit dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2) Keberhasilan pembelajaran melalui problem based learning membutuhkan

cukup banyak waktu untuk mempersiapkan.

3) Tanpa adanya pemahaman dari masalah yang dipelajari maka peserta didik

tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Menurut Alan (2017), adapun kekurangan problem based learning

sebagai berikut :
1) Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.

2) Membutuhkan banyak waktu dan dana; dan tidak semua mata pelajaran dapat

diterapkan dengan metode ini.

3) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi

akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas

4) PBL kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasarkarena masalah

kemampuan bekerja dalam kelompok.

5) PBL biasanya mebutuhkan waktu yang tidak sedikit

6) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa

dalam kelompok secara efektif.

Menurut (Purana 2021), kelemahan prolem based learning diantara

lain sebagai berikut :

1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau kepercayaan bahwa

masalah yang dipelajari sulit dipecahkan, mereka akan merasa enggan

untuk mencoba.

2) Meberhasilan pembelajaran melalui problem based learning membutuhkan

cukup banyak waktu untuk mempersiapkan.

3) Tanpa adanya pemahaman dari masalah yang dipelajari maka peserta

didik tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Berdasarkan beberapa uraian tentang kelebihan dan kelemahan

problem based learning diatas adalah Kelebihan dari model PBL adalah
membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan diluar

sekolah, melatih keterampilan siswa untuk memecahkan masalah secara kritis

dan ilmiah serta melatih siswa berpikir ktiris, analisis, kreatif dan menyeluruh

karena dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk menyoroti

permasalahan dari berbagai aspek. Sedangkan, kekurangan dari model PBL

adalah seringnya siswa menemukan kesulitan dalam menentukan

permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa, selain itu juga model

PBL memerlukan waktu yang relatif lebih lamadari pembelajaran

konvensional serta tidak jarang siswa menghadapi kesulitan dalam belajar

karena dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut belajar mencari

data, menganalisis, merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah. Di sini

peran guru sangat penting dalam mendampingi siswa sehingga diharapkan

hambatan- hambatan yang ditemui oleh siswa dalam proses pembelajaran

dapat diatasi.

2.1. Deskripsi Kontekstual Pemahaman Peserta Didik

a. Pengertian pemahaman

Menurut Laila & Rahmat (2018), pemahaman berasal dari kata paham

yang berarti pengertian, pendapat atau pikiran, aliran atau haluan pandangan,

mengerti benar atau tahu benar, pandai dan mengerti benar (tentang suatu

hal). Pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,

perbuatan memahami atau memahamkan (Saputra, 2022). Selanjutnya Zakat


(2019), pemahaman adalah perilaku yang menunjukkan kemampuan seseorang

dalam menangkap pengertian suatu konsep. Pemahaman meliputi perilaku

menerjemahkan, menafsirkan, menyimpulkan atau memperhitungkan

konsep dengan menggunakan kata-kata atau simbol-simbol lain yang

dipilihnya sendiri.

Sumarmo (2017), mengatakan bahwa terdapat tiga macam pemahaman

sebagai berikut: a) pengubahan (translation) yaitu mengubah suatu soal kata-kata

menjadi bentuk simbol ataupun sebaliknya; b) Interpretasi (Interpretation) yaitu

menggunakan konsep-konsep yang tepat dalam menyelesaikan soal; c)

Ekstrapolasi (extrapolation), yaitu menerapkan konsep-konsep dalam

perhitungan. Selain itu Laila & Rahmat (2018), pemahaman yaitu kemampuan

seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui

atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti dari bahan

yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu

bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang

lain.

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

pemahaman dapat diartikan dengan kemampuan seseorang untuk menafsirkan,

menerjemahkan sesuatu sesuai dengan pilihan sendiri untuk bawa kedunia nyata.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman peserta didik

Menurut Salsabila (2020), terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi

pemahaman peserta didik yaitu sebagai berikut: faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal ialah faktor yang berhubungan erat dengan segala

kondisi siswa, meliputi : kesehatan fisik, psikologis, motivasi dan kondisi

psikoemosional yang stabil. Sedangkan faktor eksternal ialah faktor yang

berasal dari luar individu, baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan

sosial. Selanjutnya Jamil (2017), faktor yang mempengarhui pemahaman peserta

didik ada dua faktor, yaitu (1) faktor dalam diri sendiri (intern) meliputi

kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan Kesehatan,

serta kebiasaan siswa. (2) faktor dari luar siswa (eksternal), diantaranya

lingkungan fisik dan nonfisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga,

guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman sekolah.

Berdasarkan pemaparan para ahli diats, peneliti menyimpulkan bahwa

pemahaman peserta didik dapat di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

Internal dan faktor eksternal. Faktor internal besar pengaruhnya terjadi dalam diri

sendiri,seperti : kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan

dan Kesehatan, serta kebiasaan siswa. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi

diantaranya lingkungan fisik dan nonfisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan

keluarga, guru, pelaksanaan pembelajaran, metode pembelajaran dan teman

sekolah.

2.2 Kajian Penelitian yang Relavan


Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian terdahuu yang

relavan debgan penelitian yang sedang dilaksanakan saat ini. Berikut di bawah

ini beberapa hasil penelitian yang relavan :

a. Penelitian yang dilakukan oleh Merlin Yuniar, (2018) dengan judul,

“Pengembangan Modul Pembelajaran Dengan Scaffolding Pada Problem

Based Learning (PBL) Untuk Materi Operasi Hitung Pecahan Kelas V SD

Negri 02 Palembang Tahun 2018.” Hasil validasi ahli materi diperoleh

hasil skor kualitas sebanyak 3.43, ahli media diperoleh hasil skor kualitas

3.5, dengan demikian produk yang dikembangkan dinyatakan sangat layak

untuk digunakan. Setelah dilakukan validasi produk ke dosen ahli

kemudian produk diuji cobakan ke respon pendidik. Diperoleh respon

pendidik skala kecil dengan skor kualitas 3.79 dan respon pendidik skala

besar dengan skor kualitas 3.45 dinyatakan dalam kriteria sangat menarik

dan layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan

hasil penelitian maka disimpulkan bahwa modul ajar pada materi pecahan

yang berpendekatan problem based learning layak dan efektif digunakan

dalam proses pembelajaran. Persamaan dengan pengembangan modul,

sedangkan perbedaannya pada penelitian yang dilakukan Merlin Yuniar

adalah dengan menggunakan model PBL, sedangkan pada penelitian yang

dilakukan adalah membahas mengenai modul pembelajaran matematika

materi pecahan kelas VI SD/MI untuk meningkatkan pemahaman peserta

didik dengan menggunakan model ADDIE.


b. Penelitian yang dilakukan oleh Carina Dewi Tri Utaminingsih (2020),

dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika Dengan

Menerapkan Pendekatan Saintifik Dalam Materi Pecahan Untuk Kelas V

SD Negri 01 Tonjong Tahun 2020”. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa dengan menerapkan enam yang diadopsi dari Model

pendekatan yang digunakan menggunakan system yang dirancang

dan dikembangkan oleh Borg &Gall lalu dikombinasikan dengan prosedur

penyusunan modul pembelajaran terbukti layak digunakan sebagai bahan

penunjang pembelajaran Matematika. Hal tersebut dibuktikan

denganhasil validasi ahli memperoleh nilai rata-rata 53,40. Selain itu

didukung dengan hasil pre-test dan post-test siswa yang ada

peningkatan. Rata-rata nilai pre-test yang diperoleh oleh siswa sebesar

70,17. Sedangkan nilai rata-rata post-test yang diperoleh oleh siswa

sebesar 80,17. Modul pembelajaran matematika ini dinyatakan

layak digunakan untuk pembelajaran. Persamaan dari penelitian ini

yaitu pengembangan modul. Sedangkan perbedaannya adalah

menggunakan model pembelajaran saintifik, sedangkan pada peneliti yang

dilakukan adalah membahas mengenai modul pembelajaran matematika

materi pecahan kelas VI SD/MI untuk meningkatkan pemahaman peserta

didik dengan menggunkan model ADDIE.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Rani Muliani (2019) dengan judul

“Pengembangan Modul Mata Pelajaran Matematika Materi Pecahan


Peserta Didik Kelas IV SD Negri Mawar Sharon Surabaya Tahun 2019”.

hasil validasi, didapat data dari para ahli skor rata-rata presentase ahli

materi 86,7% dikategorikan sangat layak, skor ahli bahasa sebesar 83,8%

dikategorikan sangat layak, dan skor ahli media sebesar 85%

dikategorikan sangat layak. Respon pendidik dalam uji kelompok kecil

memperoleh nilai rata-rata 84,8% dikategorikan sangat layak, sedang

dalam uji kelompok besar memperoleh nilai rata-rata 86,8% dikategorikan

sangat layak. Dapat disimpulkan bahwa persamaan penelitian ini adalah

membuat bahan ajar berupa Modul ajar pada mata pelajaran matematika

di kelas V, perbedaan dari penelitian ini yaitu dilakukan di kelas IV

SD/MI, sedangkan pada peneliti yaitu dilakukan di kelas VI SD/MI untuk

meningkatkan pemahaman peserta didik dengan menggunakan model

ADDIE.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Desri Aini (2021) dengan judul

“Pengembangan Modul Pemelajaran Matematika Materi Pecahan Untuk

Kelas IV SD Negeri Peatolong Kecamatan Tarutung Tahun 2019 ”. hasil

analisis data hasil validasi dan uji coba diperoleh bahwa pengembangan

modul ajar matematika materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar

menghasilkan modul ajar yang berkualitas, yaitu a) modul ajar

dikategorikan sangat valid (86,25), b) modul ajar dikategorikan praktis

dengan sedikit revisi, c) modul ajar dikategorikan efektif dengan

persentase ketuntasan klasikal 85,71% dan persentase skor angket respon


peserta didik 88,57%. Perbedaan dari peneliti ini yaitu dilakukan di kelas

V SD/MI, sedangkan pada peneliti yaitu dilakukan di kelas VI SD/MI

untuk meningkatkan pemahaman peerta didik dengan menggunkan model

ADDIE.

e. Penelitian yang dilakukan oleh Adelia Maharani (2021), dengan judul

“Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Cerita Bergambar Pada Materi

Operasi Hitung Pecahan Di Kelas V SD Negeri 13 Talang Kelapa Taun

2021”. hasil analisis data hasil validasi dan uji coba diperoleh bahwa

pengembangan modul ajar matematika materi pecahan kelas IV di Sekolah

Dasar menghasilkan modul ajar yang berkualitas. Nilai yang diperoleh

dari ahli materi adalah 78,5% dalam kategori “valid”, nilai dari ahli desain

adalah 91,6% dalam kategori “sangat valid”, nilai dari ahli bahasa adalah

90% dalam kategori “sangat valid” dan nilai dari guru kelas sebesar 85%

dengan kategori “sangat valid”. Hasil respon siswa setelah dilakukan uji

coba terbatas kepada 19 siswa kelas V C SD Negeri 13 Talang Kelapa

dalam tiga tahap uji coba diperoleh skor rata-rata 89% dengan kategori

“sangat baik”. Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa bahan ajar

berbasis cerita bergambar pada materi pecahan di kelas V SD layak

digunakan dalam proses pembelajaran sebagai buku pendamping untuk

menyampaikan materi di kelas. Hasil dari penelitian ini yaitu

menghasilkan bahan ajar, perbedaan dari peneliti ini yaitu dilakukan di

kelas V SD/MI, sedangkan pada peneliti yaitu dilakukan di kelas VI


SD/MI untuk meningkatkan pemahaman peerta didik dengan menggunkan

model ADDIE.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir pada penelitian ini bermula dari permasalahan

peserta didik yang sulit memahami materi operasi hitung bilangan

pecahan. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya masalah

tersebut yaitu ketersediaan bahan ajar yang masih terbatas, materi ini

dianggap menjadi materi yang sulit dipahami karna sifatnya yang abstrak

dan tidak dapat di lihat secara langsung proses yang terjadi pada materi

bilangan pecahan. Oleh karena itu, perlu disediakan bahan ajar berupa

modul.

Pada umumnya di sekolah sering dijumpai siswa-siswa yang tidak

tertarik belajar matematika, siswa berfikir bahwa pelajaran matematika

merupakan pelajaran yang sangat sulit, membingungkan serta

membosankan dan kurang menarik sehingga menyebabkan siswa kurang

aktif dalam mengikuti proses pelajaran bidang studi matematika. Didalam

bidang studi matematika terdapat materi operasi hitung pecahan, yang

terdapat penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Banyak

siswa yang beranggapan bidang studi matematika merupakan bidang studi

yang menakutkan, dan materi operasi hitung pecahan merupakan materi


yang sangat sulit, dikarenakan banyak menggunakan angka yang

menguras otak dan mengakibatkan cepat lelah dan pusing.

Rendahnya hasil belajar matematika pada


materi operasi hitung bilangan pecahan

Pemahaman peserta didik masih


rendah terkait materi operasi hitung
bilangan pecahan
Ketersediaan bahan
Bersifat Kurang mearik
ajar berupa modul Bersifat abstrak
konvesional dan monoton
ajar matematika

Mengahsilkan modul ajar sesuai dengan


masalah tersebut

Pemahaman peserta didik meningkat dan


berdampak pada hasil belajar.

2.4 Pernyataan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penggunaan modul ajar

muatan maematika pada materi operasi hitung bilangan bulat yang

dikembangkan menggunakan model ADDIE dapat meningkatkan pemahaman

peserta didik terhadap materioperasi hitug bilang pecahan?

Anda mungkin juga menyukai