ILMU
BEDAH CA
TIROID
Pembimbing:
Penyusun:
Ronaldo 20190420354
RSAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
Ronaldo 20190420354
Referat “Ca Tiroid” ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas
dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah RSAL Dr.
Ramelan Fakultas Kedokteran Universitas Hangtuah Surabaya.
Segenap puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa
yang selalu melimpahkan segala rahmat dan anugerah-Nya maka tugas referat
dengan judul “Ca Tiroid” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas
ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti
kepaniteraan di bagian Ilmu Bedah RSPAL dr. Ramelan Surabaya. Saya
mengucapkan terima kasih kepada dr. Arif Soepono, Sp. B (K) ONK selaku
dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas ini, terima kasih atas bimbingan,
saran, petunjuk dan waktunya sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
DAFTAR TABEL....................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................4
DAFTAR SINGKATAN.........................................................................................5
BAB 1......................................................................................................................6
BAB 2......................................................................................................................8
2.1 Definisi dan Epidemiologi.........................................................................8
2.2 Embriologi Kelenjar Tiroid.......................................................................8
2.3 Anatomi Kelenjar Tiroid...........................................................................9
2.4 Histologi Kelenjar Tiroid........................................................................12
2.5 Fisiologi Kelenjar Tiroid.........................................................................13
2.6 Faktor Resiko..........................................................................................15
2.7 Klasifikasi................................................................................................15
2.8 Staging.....................................................................................................18
2.9 Diagnosis.................................................................................................21
2.10 Diagnosis Banding..................................................................................24
2.11 Penatalaksanaan.......................................................................................25
2.12 Prognosis.................................................................................................30
BAB 3....................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR SINGKATAN
DIT = Diiodotirosin
FNAB = Fine Needle Aspiration Biopsy
FTC = Follicular Thyroid Cancer
5
BAB 1
PENDAHULUA
6
bergantung pada stage dari kanker tersebut dan ketahanan tubuh penderita.
Deteksi dan penanganan dini terhadap penderita kanker tiroid untuk
meningkatkan harapan hidup sangat penting dalam proses penyembuhan kanker
tiroid, oleh karena itu referat ini akan menjelaskan informasi yang dibutuhkan
mengenai penyakit kanker tiroid.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
8
sebagai penyakit kongenital seperti kista dan sinus duktus tiroglosus, tiroid
lingual, dan tiroid ektopik (Sjamsuhidajat and Jong, 2010).
9
Vaskularisasi
Glandula tiroidea memperoleh darah dari a. thyroidea superior dan a.
thyroidea inferior (Gambar 2.2.). A. thyroidea superior, cabang pertama a.
carotis externa, melintas turun ke kutub atas masing-masing lobus
glandula tiroidea, menembus fascia pretrachealis, dan membentuk ramus
glandularis anterior dan ramus glandularis posterior. A. thyroidea inferior,
cabang truncus thryocervicalis, melintas ke superomedial di belakang
carotid sheath dan mencapai bagian posterior glandula thyroidea. A.
thyroidea inferior terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia
pretrachealis fasciae cervicalis profunda dan memasok darah ke kutub
bawah glandula thyroidea (Moore, 2014).
Tiga pasang vena thyroidea menyalurkan darah dari pleksus vena pada
permukaan anterior glandula thyroidea dan trachea (Gambar 2.3.). Vena
thyroidea superior menyalurkan darah dari kutub atas, vena thyroidea
media menyalurkan darah dari bagian tengah kedua lobus, dan vena
thyroidea inferior menyalurkan darah dari kutub bawah. Vena thyroidea
superior dan vena thyroidea media bermuara ke dalam vena jugularis
interna, dan vena thyroidea inferior ke dalam vena brachiocephalica
(Moore, 2014).
10
Gambar 2.4. Vena pada Kel. Tiroid
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe glandula thyroidea melintas di dalam jaringan ikat antar
lobus, melingkari arteri, dan berhubungan dengan anyaman pembuluh
limfe kapsul. Selanjutnya pembuluh limfe menuju ke nodi lymphoidei
cervicalis anterior profunda paratrachealis (Gambar 2.4.). Di sebelah
lateral, pembuluh limfe mengikuti vena thyroidea superior dan melintas ke
nodi lymphoidei brachiocephalica atau ke dalam ductus thoracicus.
11
Inervasi
Saraf-saraf glandula thyroidea berasal dari ganglion cervicalis superior,
ganglion cervicalis medius, dan ganglion cervicalis inferior (Gambar 2.5.).
Saraf-saraf ini mencapai glandula thyroidea melalui nervus cardiacus,
nervus laryngeus superior, dan nervus laryngeus inferior, serta nervus-
nervus sepanjang arteri tiroid. Beberapa sabut bersifat vasomotoris.
12
Gambar 2.7. Histologi Kel. Tiroid
13
sangat bervariasi terhadap jaringan/organ tubuh yang pada umumnya
berhubungan dengan metabolisme sel.
Pada kelenjar tiroid, juga terdapat sel parafolikuler yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme
kalsium, dengan menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap
tulang (Sjamsuhidajat and Jong, 2010).
14
2.6 Faktor Resiko
Kondisi Geografis
Kondisi geografi endemis dengan aktivasi Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) berlebih berhubungan dengan FTC. Sedangkan
geografi nonendemis dengan tingkat yodium tinggi berkaitan dengan
PTC.
Usia
Usia di bawah 20 tahun atau di atas 60 tahun memiliki resiko keganasan
lebih tinggi.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko keganasan lebih tinggi
dibanding perempuan.
Paparan Radiasi dan lain-lain
Paparan radiasi dengan dosis radiasi di atas 20 Gy secara signifikan
berhubungan dengan terjadinya PTC tipe sporadik. Riwayat paparan
radiasi di daerah kepala dan leher pada masa lampau, riwayat gangguan
mekanik di daerah leher, dan riwayat penyakit serupa dalam keluarga
(biasanya berupa MTC) juga dapat menjadi faktor resiko kanker tiroid.
(Pasaribu, 2010)
2.7 Klasifikasi
Karsinoma Papiler Tiroid (Papillary Thyroid Cancer/PTC)
Karsinoma papiler merupakan 80-85% dari seluruh keganasan
pada kelenjar tiroid. Karsinoma tipe ini dapat terjadi pada semua
umur, dengan puncak kejadian pada usia 40-49 tahun. Karsinoma ini
merupakan karsinoma tiroid yang bersifat kronik, tumbuh lambat,
dan mempunyai prognosis yang paling baik di antara jenis karsinoma
tiroid lainnya. Walaupun telah ada metastasis limfogen di leher,
dengan pengobatan yang baik, dapat dicapai ketahanan hidup sampai
20 tahun atau lebih. Karena tumbuh lambat dan penyebarannya di
luar tiroid juga lambat, sukar untuk menilai keberhasilan berbagai
cara teknik pembedahan atau penanganan lain. Faktor yang membuat
prognosis baik adalah usia di bawah 40 tahun, wanita, dan jenis
histologik papiler. Penyebaran limfogen tidak terlalu memengaruhi
prognosis. Faktor yang membuat prognosis kurang baik adalah usia
di atas 45 tahun serta grade tumor T3 dan T4. Tumor ini jarang
bermetastasis secara hematogen, tetapi pada 10% kasus terdapat
metastasis jauh.
15
Secara makroskopis, karsinoma papiler tiroid merupakan tumor
tidak berkapsul, berbatas tegas dengan jaringan tiroid normal,
kadang didapatkan gambaran kistik, kalsifikasi, atau osifikasi.
Delapan persen multisentris dan sering didapatkan pada kedua lobus.
Sebagian besar disertai pembesaran kelenjar limfe regional di leher.
16
tahun, tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan pada
anak, dan biasanya disertai gangguan endokrin lainnya.
Bila dicurigai ada karsinoma meduler tiroid, dilakukan
pemeriksaan kadar kalsitonin darah sebelum dan sesudah
perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium. Kalsitonin,
juga merupakan hormon yang dapat digunakan sebagai alat skrining
pada keluarga dengan karsinoma meduler.
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian
radioterapi tidak memuaskan. Pemberian yodium radioaktif juga
tidak berhasil karena tumor ini bukan berasal dari sel folikuler, tetapi
dari sel parafolikuler (sel C) sehingga tidak menangkap atau
menyerap yodium radioaktif.
17
2.8 Staging
Berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 8,
penilaian TNM pada kanker tiroid sebagai berikut (AJCC Cancer Staging
Manual, 2017):
T (tumor size) :
TX : tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0 : tidak ditemukan tumor primer
18
N (node), kelenjar getah bening regional :
NX : kel. getah bening regional tidak dapat dievaluasi
N0 : tidak ditemukan metastasis kel. getah bening regional leher
N0a : terdapat satu atau lebih bukti sitologi atau histologi kgb
jinak N0b : tidak terdapat bukti radiologi atau klinis metastasis
kgb leher
N1 : metastasis pada kel. getah bening regional
N1a : metastasis kgb leher pada level VI atau VII (pretracheal,
paratracheal, atau prelaryngeal/Delphian, atau mediastinum
superior). Dapat unilateral atau bilateral
N1b : metastasis kgb leher lateral (level I, II, III, IV, atau V) unilateral,
bilateral, atau kontralateral; atau kgb retropharyngeal
19
Setelah mengetahui masing-masing faktor T, N, dan M, ketiga faktor
tersebut kemudian digabung untuk mendapatkan stadium kanker sebagai berikut :
PTC, FTC, MTC Usia < 55 th
Tabel 2.1. Stadium Penderita < 55 tahun
Stadium T N M
Stadium I T grade berapapun N grade berapapun M0
Stadium II T grade berapapun N grade berapapun M1
Anaplastik
Tabel 2.3. Stadium Anaplastik
Stadium T N M
Stadium IV A T1-T3a N0/NX M0
Stadium IV B T1-T3a N1 M0
T3b-T4 N grade berapapun M0
Stadium IV C T grade berapapun N grade berapapun M1
20
2.9 Diagnosis
A. Anamnesis
o Keluhan benjolan pada leher bagian depan, benjolan membesar
sangat lambat, dan jika terjadi cepat, harus dicurigai sebagai
degenerasi kistik atau karsinoma anaplastik.
o Penekanan terhadap organ atau struktur sekitarnya. Tumor primer
biasanya tidak dikeluhkan dan tidak ditemukan secara klinis, bila
tumor cukup besar akan timbul keluhan karena desakan mekanis
pada trakea dan esofagus, atau rasa mengganjal di leher.
o Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian lateral.
Pada karsinoma tiroid didapatkan angka penyebaran ke kelenjar
getah bening sebesar 21-82%.
o Menanyakan faktor resiko karsinoma tiroid seperti riwayat paparan
radiasi, usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga memiliki
penyakit yang sama.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Melihat adanya penonjolan/massa pada kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening regional.
Melihat gerakan tumor pada kelenjar tiroid. Pada umumnya
tumor tiroid akan ikut dengan gerakan menelan, akan tetapi
pada stadium lanjut yang telah berinfiltrasi ke jaringan sekitar,
tumor menjadi terfiksasi dan seringkali tidak bergerak pada
waktu menelan. Hal ini sering menjadi indikator bahwa tumor
sudah tidak dapat diangkat.
Mencari tanda metastasis, yaitu penonjolan pada bagian tubuh
lain seperti di tengkorak atau humerus, yang sering terjadi pada
karsinoma folikular.
b. Palpasi
Palpasi kelenjar tiroid meraba apakah terdapat
penonjolan/massa pada kel. tiroid, tidak nyeri, mono-nodul
atau multi-nodul (pada umumnya mono-nodul).
Palpasi kelenjar getah bening untuk menentukan karsinoma
telah berinfiltrasi ke kelenjar getah bening.
(Sjamsuhidajat and Jong, 2010)
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi tiroid
kebanyakan pasien dengan nodul tiroid biasanya menunjukkan
angka normal. Kondisi hipotiroid maupun hipertiroid lebih
mengarah kepada gangguan fungsional dari tiroid, seperti pada
nodul toksik tiroid atau tiroiditis Hashimoto, dibandingkan kearah
21
suatu kanker. Langkah pertama yang dianjurkan adalah
menentukan status fungsi tiroid dengan memeriksa TSH. Pada
kanker tiroid umumnya fungsi tiroid normal atau meningkat.
Dapat dilakukan juga pemeriksaan tiroglobulin, suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh sel normal tiroid atau kanker
tiroid berdiferensiasi baik, tetapi pemeriksaan tiroglobulin tidak
direkomendasikan pada awal tatalaksana karena tidak bisa
memberikan gambaran suatu tumor ganas atau jinak, kecuali pada
kasus kadar tiroglobulin yang terlalu tinggi seperti pada kasus
kanker tiroid yang sudah bermetastasis. Pemeriksaan tiroglobulin
direkomendasikan untuk evaluasi pasca tindakan tiroidektomi total
dengan adjuvan RAI (radioactive iodine), dalam kondisi ini
diharapkan sisa tumor dan tiroid normal sudah tidak ada, sehingga
pada pemeriksaan tiroglobulin yang hasilnya positif atau
meningkat menunjukkan suatu pertumbuhan baru.
b. Foto Polos
Pemeriksaan foto polos dilakukan untuk mencari
metastasis. Dilakukan foto paru AP, foto polos jaringan lunak leher
AP dan lateral dengan posisi leher hiperekstensi bila tumornya
besar, esofagogram bila secara klinis terdapat tanda infiltrasi ke
esofagus, dan bone scan bila ada tanda metastasis ke tulang.
c. Ultrasonografi (USG)
Kanker tiroid berdiferensiasi baik, khususnya tipe papiler,
memiliki angka penyebaran regional ke KGB leher sebesar 20-50%
walaupun ukuran tumor primer kecil dan intratiroid. Frekuensi
mikro-metastasis kurang dari <2 mm sebesar 9%, sehingga
diperlukan pemeriksaan USG untuk menilai tumor primer dan
penyebaran KGB.
Di samping itu USG dapat dipakai untuk membedakan
nodul yang padat dan kistik, serta dapat dimanfaatkan untuk
panduan dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB).
22
Sensitivitas MRI dan PET relatif lebih rendah sekitar 30-
40% dibandingkan CT scan untuk menilai KGB leher. PET dapat
mendeteksi KGB dengan inflamasi sehingga menurunkan
spesifisitas pemeriksaan ini. Semestara MRI dipengaruhi struktur
dari traktus respiratorius, dan lebih sulit mengevaluasi nodul
dengan volume kecil. Tetapi pemeriksaan PET dapat sekaligus
mendeteksi metastasis jauh dari tumor tiroid, walaupun
pemeriksaan ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara
rutin.
23
Tabel 2.4. Klasifikasi Bethesda.
3. Tiroiditis
Tiroiditis merupakan peradangan pada kelenjar tiroid, dapat terjadi akut,
subakut, dan kronis. Tiroiditis akut dan sub akut sangat jarang ditemukan
dan biasanya disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus atau infeksi
virus pada saluran napas. Tiroiditis kronis umumnya merupakan penyakit
autoimun yang disertai kenaikan kadar antibodi terhadap hormon
tiroid/produk tiroid dalam darah.
Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai. Pada penyakit ini
didapatkan infiltrasi limfosit ke seluruh kel. tiroid yang
menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar. Sering terjadi pada
24
wanita dewasa. Jika terjadi pembesaran akan timbul rasa nyeri pada
palpasi. Awalnya eutiroidisme, berkembang menjadi hipotiroidisme.
Tiroiditis de Quervain
Inflamasi akut pada seluruh kelenjar tiroid, yang disebabkan
infiltrasi sel neutrofil yang disusul oleh sel limfosit dan histiosit.
Jenis radang ini jarang ditemukan. Gambaran klinis terjadi
pembesaran kelenjar tiroid sedang atau ringan yang sangat nyeri,
disertai gejala sistemik. Penyakit ini biasanya mereda setelah
beberapa minggu, tetapi sering kambuh kembali.
Tiroiditis Riedel
Jenis yang sangat jarang ditemukan, dianggap sebagai reaksi
autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras sehingga disebut juga
“struma kayu”. Kelenjar sering asimetris sehingga sulit dibedakan
dengan adenokarsinoma anaplastik karena konsistensi yang padat.
(Sjamsuhidajat and Jong, 2010)
2.11 Penatalaksanaan
1. Terapi Operatif
Tatalaksana utama pada karsinoma tiroid adalah dengan tindakan
operatif. Berbagai literatur dan sentral pendidikan tumor sekarang hanya
merekomendasikan dua tiper operasi tiroid, yaitu lobektomi dan
tiroidektomi total. American Thyroid Association dan International
Federation of Head and Neck Oncologic Societies merekomendasikan
lobektomi hanya pada kasus dengan risiko rendah, sedangkan pada kasus
risiko sedang dan tinggi disarankan untuk tiroidektomi total agar tercapai
kontrol lokal yang adekuat dan mempermudah untuk evaluasi pasca
operasi, sehingga dapat menekan angka kekambuhan.
a. Lobektomi unilateral dan isthmektomi/hemitiroidektomi
Pengangkatan satu lobus lateral dan isthmus serta lobus
piramidalis. Bila tumor terbatas pada satu sisi tiroid pada
pemeriksaan praoperatif, lesi yang tidak lebih dari T2, dan berisiko
rendah dapat dilakukan lobektomi unilateral dan isthmektomi.
b. Tiroidektomi total
Pengangkatan seluruh lobus tiroid beserta KGB sekitar. Dilakukan
bila lesi mengenai kedua lobus atau kanker tiroid sudah memiliki
metastase jauh, memerlukan terapi isotop pasca operasi.
Teknik Operasi :
i. Posisi penderita supinasi, kepala ekstensi dengan ganjal bantal
di bawah pundak penderita. Kepala diletakkan di atas donut
baloon, dan yakinkan posisi dagu sejajar dengan long axis
pada garis median
25
ii. Disinfeksi lapangan operasi dengan batas lateral : tepi depan
m. trapezius, batas atas : bibir bawah, batas bawah : kosta 3
iii. Membuat marker untuk insisi pada lipatan kulit leher 2 jari di
atas incisura jugularis (atau 1 cm di bawah kartilago krikoid)
memanjang sampai anterior otot sternokleidomastoideus
vi. Insisi fascia colli superficial secara vertikal pada garis tengah
strap muscle (m. sternohyoid dan m.sternothyroid) hingga
batas bawah sampai level incisura jugularis, batas atas sampai
kartilago tiroid.
26
Gambar 2.13. Insisi fascia coli dan pembukaan strap muscle
27
Gambar 2.15. Struktur pada diseksi pool bawah kel. tiroid
28
xiii. Ekstraksi kelenjar tiroid, penjahitan pada vasa tiroid yang
diligasi sebelumnya, kontrol perdarahan, dicuci dengan cairan
NaCl fisiologis.
xiv. Pemasangan drain yang ditembuskan ke kulit searah dengan
tepi sayatan luka operasi, kemudian difiksasi pada kulit
xv. Strap muscle direkatkan sedekat mungkin, kemudian fascia
colli ditutup dengan jahitan interrupted
xvi. Posisi leher dikembalikan, platysma didekatkan dan dijahit
interrupted.
xvii. Kulit dijahit dan ditutup dengan kasa steril. Pada waktu
ekstubasi, perhatikan keadaan pita suara dengan melihat laring
menggunakan laringoskop, adakah parese/asimetri pada korda
vokalis.
Komplikasi Pasca Operasi
a. Perdarahan
Bila darah pada botol drain > 300 ml/jam perlu dilakukan re-open.
Bila merupakan perdarahan arterial, drain kurang cepat
menampung darah dan menggumpal di leher sehingga menekan
trakea yang mengakubatkan penderita sesak nafas.
b. Lesi n. laringeus rekuren dan laringeus eksternus superior
Cedera pada n. laringeus rekuren unilateral menyebabkan suara
parau atau kesulitan bernafas pada beberapa hari pasca operasi,
dapat terjadi disfagia dan aspirasi juga.
Cedera pada n. laringeus rekuren bilateral menebabkan stridor
bifasik, gagal nafas, atau keduanya.
c. Hipoparatiroidisme
Hipokalsemia transien terjadi 1-2 hari pasca operasi. Bila timbul
gejala parestesia, kram, kejang, perlu diberikan terapi IV kalsium
glukonas 10% sebanyak 10 ml disertai kalsium peroral.
Hipoparatiroidisme permanen bila kelenjar terambil sebanyak 2
atau lebih atau terjadi kerusakan vaskularisasi. Sehingga perlu
dilakukan autotransplantasi kelenjar paratiroid pada m.
sternokleidomastoideus.
d. Hipotiroidisme
e. Infeksi
29
2. Terapi Non-Operatif
a. Radioterapi
i. Radioterapi internal dengan Radioactive Iodine (RAI)
American Thyroid Assosiation merekomendasikan untuk
RAI scanning pasca operasi pada semua level resiko, dan
RAI ablasi pada resiko sedang dan berat menggunakan I-
131 dengan dosis maksimal 150 mCi
ii. Radioterapi eksternal
Radioterapi dapat diberikan sebagai adjuvan pada kasus
kanker tiroid yang tidak responsif terhadap RAI ablasi dan
supresi hormonal, seperti pada kasus kanker berdiferensiasi
buruk, anaplastik, atau medular. Radioterapi dapat juga
diberikan pada kasus metastasis tulang dari kanker tiroid.
Dosis yang dianjurkan pada daerah yang berpotensi
diinfiltrasi tumor atau clinical target volume (CVT) adalah
sebesar 54 Gy pada KGB level II-VII, sementara CVT
resiko sedang pada level VI sebesar 60-63 Gy, dan CVT
resiko tinggi disertai batas sayatan positif disebesar 66 Gy.
b. Terapi hormonal
Pemeriksaan tiroglobulin direkomendasikan untuk menilai
apakah terdapat pertumbuhan baru jaringan tiroid pasca operasi.
Pada kasus kanker tiroid resiko rendah jika kadar tiroglobulin tidak
terstimulasi <0,2 ng/mL dilakukan kontrol TSH dengan
menggunakan levotiroksin dengan target 0,5-2 mU/L, sementara
jika kadar tiroglobulin ≥ 0,2 ng/mL target TSH diturunkan menjadi
0,1-0,5 mU/L. Kasus tiroid resiko sedang kadar TSH dikontrol
dengan target 0,1-0,5 mU/L, sementara resiko berat kontrol target
TSH < 0,1 mU/L.
2.12 Prognosis
Prognosis karsinoma tiroid bervariasi, ada yang tumbuh lambat dengan
angka kematian yang rendah, ada pula yang tumbuh cepat dengan angka kematian
yang tinggi. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi prognosis karsinoma
tiroid yaitu jenis kanker, stadium, dan metastasis. Pada PTC angka survival 5
tahun sebesar 80-90%, pada FTC sebesar 50-70%, pada MTC sebesar 30-40%,
dan pada ATC hanya < 5% (Sjamsuhidajat and Jong, 2010).
Selain itu, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi prognosis seperti
usia, ukuran tumor, dan jenis operasi juga mempengaruhi prognosis penyakit.
Terdapat beberapa skoring yang dipakai dalam menentukan prognosis dari
karsinoma tiroid yaitu AGES (Age, Grade, Extent, Size); AMES (Age, Metastases,
30
Extent, Size); dan MACIS (Metastases, Age, Completeness of surgical,
Extrathyroidal invasion, Size) (Adham, 2019).
Tabel 2.5. Tabel Skoring AGES, AMES, dan MACIS
31
BAB 3
KESIMPULA
32
DAFTAR PUSTAKA
33