Anda di halaman 1dari 19

Cara Menghitung Zakat Profesi

Perbedaan dalam cara menghitung antara zakat gaji, upah, honorarium, dan yang sejenis dengan
zakat pendapatan hasil kerja profesi, diuraikan yaitu:

Pertama: Menghitung pendapatan aktif tetap periodik (gaji)


Seorang pekerja atau pegawai pada akhir masa haul menghitung sisa dari seluruh penghasilannya,
apabila jumlahnya telah melampaui nisab, maka ia wajib menunaikan zakat sebanyak 2,5%, dan
apabila pegawai tersebut telah mengeluarkan zakat penghasilannya pada saat menerima
penghasilan tersebut atau dengan kata lain pegawai tersebut menyicil dan mempercepat waktu
pembayaran wajib zakat karena alasan satu dan lain hal, maka pegawai tersebut tidak perlu lagi
membayarkan zakatnya pada akhir masa haul, agar tidak terjadi double pembayaran dalam
mengeluarkan zakat sebagaimana yang terdapat dalam Hadis Nabi SAW. Si pegawai tersebut
dapat pula menggabungkan terlebih dahulu sisa gaji yang diterimanya dengan seluruh aktiva
keuangan yang dimilikinya pada akhir masa haul kemudian baru mengeluarkan zakatnya,

Kedua: Menghitung pendapatan pasif tidak tetap


Perhitungan zakat ini diambil dari pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi, seperti dokter,
pengacara akuntan, atau profesi keterampilan lainnya, seperti tukang kayu, penjahit, dan lain
sebagainya.
Langkah yang diambil dalam menghitung adalah sebagai berikut:
1. Tentukan pendapatan total dalam kurun waktu tertentu (masa kerja, musim, masa haul)
disesuaikan dengan karakter bidang profesi yang digarapnya. Dan yang terbaik penentuan kurun
waktu tersebut adalah dengan batasan kurun masa haul.
2. Potong pendapatan tersebut dengan biaya operasional yang diperlukan untuk usaha profesi
tersebut.
3. Potong pendapatan tersebut dengan utang.
4. Potong pendapatan tersebut dengan keperluan primer sehari-hari yang jumlahnya disesuaikan
dengan besar atau kecilnya anggota keluarga.
5. Apabila sisa pendapatan tersebut setelah dipotong dengan keperluan-keperluan pada poin
sebelumnya masih tetap melampaui nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
1. Rp. 100 juta
2. by operasional 15 juta
3. utang 10 juta
4. peng.operasional 15 juta
5. pengeluaran lain-lain 10 juta
6. Bersih gaji Rp 50 juta (nisab /tahun 85 gram emas atau 200 dirham)

Kategori Zakat Pertanian dan Perkebunan


Aset apa saja yang wajib zakat?
Apa syarat dan berapa besaran nisabnya?...

Pengertian dan Ruang Lingkup Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan


Dalam kajian fikih klasik, hasil pertanian adalah semua hasil pertanian yang ditanam dengan
menggunakan bibit biji-bijian yang hasilnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan serta yang
lainnya. Sedangkan yang dimaksud hasil perkebunan adalah buah-buahan yang berasal dari
pepohonan atau umbi-umbian. Sistem pengairan pertanian dan perkebunan objek zakat mendapat
perhatian lebih dalam kajian zakat karena kedua hal tersebut berkaitan dengan volume persentase
wajib zakatnya.
Dengan melihat kondisi agraris Indonesia, secara sederhana dapat disampaikan bahwa yang
dimaksud dengan hasil pertanian adalah semua hasil pertanian dan perkebunan yang ditanam
masyarakat secara umum, seperti padi, jagung, tebu, buah-buahan, sawit, kapas, sayur-mayur, dan
lain sebagainya, kecuali ganja dan tumbuhan psikotropika lainnya, karena jenis tumbuhan ini tidak
biasa ditanam.

Nisab Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan


Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa zakat hasil pertanian dan perkebunan tidak wajib
dikeluarkan kecuali telah mencapai nisab tertentu yaitu 5 Sha'. Sedangkan bagi hasil bumi yang
tidak dapat ditimbang seperti kapas, linen, dan sayur, maka nisabnya adalah senilai harga 5 Sha'
atau yang setara dengan 200 dirham. Nisab tersebut dihitung setelah panen dan keringnya buah.
Untuk beberapa jenis buah tertentu diperbolehkan untuk melaksanakan penaksiran sebelum masa
panen tiba.
Yang menjadi permasalahan dewasa ini adalah kebanyakan teknologi pertanian maupun
perkebunan yang dikembangkan tidak lagi bergantung kepada musim-musim panen tertentu. Hal
tersebut dikarenakan para petani dan pekebun dapat mengolah lahannya sehingga dapat
menghasilkan panen pada setiap minggu, bulan, atau beberapa kali dalam satu periode musim
tanam.
Untuk kondisi seperti ini dapat diterapkan sistematika haul untuk kewajiban zakatnya. Dengan
begitu petani yang mengalami panen sebanyak 12 kali dalam setahun misalnya, dapat
menggabungkan terlebih dahulu seluruh hasil bersih panennya untuk kemudian dibayarkan
kewajiban zakatnya di akhir tahun.

Sumber Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan


Sumber zakat hasil pertanian adalah seluruh hasil pertanian atau perkebunan tersebut setelah
dipotong biaya:
1) Biaya produksi atau pengelolaan lahan pertanian dan perkebunan tersebut, seperti biaya benih,
pupuk, pemberantas hama, dan lain sebagainya. Berdasarkan hal itu tanggungan pengelolaan dapat
meringankan zakat hasil pertanian.
2) Hasil pertanian dan perkebunan yang dikonsumsi sendiri untuk keperluan pokok kehidupan
sehari-hari keluarga petani atau pekebun tersebut. Besarannya dapat ditentukan sendiri oleh calon
muzaki mengikuti ketentuan kelayakan umum.
3) Biaya sewa tanah. Para fuqaha berpendapat bahwa pembayaran sewa dan pajak tanah dapat
mengurangi jumlah total dari hasil pertanian dan perkebunan ini menunjukkan bahwa setelah kita
membayar pajak tanah tidak perlu lagi membayar zakat.
4) Biaya kehidupan sehari-hari. Biasanya seorang petani atau pekebun membiayai keluarganya
dari hasil pertanian dan perkebunan tersebut. Karena itu kebutuhan ini harus menjadi salah satu
faktor pengurang kewajiban zakat aset pertanian dan perkebunan.
5) Biaya selain utang, sewa, dan pajak. Pendapat yang paling kuat mengatakan dibolehkannya
potongan dari biaya-biaya yang dialokasikan untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan, seperti
harga benih, pupuk, insektisida, dan sejenisnya. Alasan dari pendapat ini adalah bahwa biaya
produksi dapat memengaruhi volume zakat dan yang disebut dengan pertumbuhan riil adalah
peningkatan hasil setelah dipotong oleh tanggungan-tanggungannya. Dari pemahaman tersebut
disimpulkan bahwa volume zakat pertanian diambil setelah biaya pengelolaan dikeluarkan dari
hasil pertanian tersebut atau dengan kata lain zakat diambil dari hasil bersih lahan pertanian dan
perkebunan.

Penentuan kadar hasil bumi dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian akan
karakteristik dari produk tersebut. Dan biasanya para petani maupun pekebun sudah cukup
dianggap orang yang mempunyai kapabilitas untuk penentuan hal tersebut.

Persentase Volume Zakat Pertanian dan Perkebunan


Untuk volume zakat pertanian dan perkebunan ditentukan dengan sistem pengairan yang
diterapkan untuk pertanian maupun perkebunan tersebut, sebagai berikut:
1. Apabila lahan yang irigasinya ditentukan oleh curah hujan, sungai-sungai, mata air, atau lainnya
(lahan tadah hujan) yang diperoleh tanpa mengalami kesulitan, maka persentase zakatnya 10%
(1/10) dari hasil pertanian.
2. Adapun zakat yang irigasinya menggunakan alat yang beragam (bendungan irigasi), maka
persentase zakatnya adalah 5% (1/20). karena kewajiban petani/tanggungan untuk biaya pengairan
dapat memengaruhi tingkat nilai kekayaan dari aset yang berkembang.
3. Apabila pengairan pada setengah periode lahan melalui curah hujan dan setengah periode
lainnya melalui irigasi, maka persentase zakatnya 7,5% dari hasil pertanian.

Dengan demikian, syariat Islam memberi batasan volume zakat untuk hasil pertanian dan
perkebunan berkisar antara 5%-10% menurut cara pengairannya dengan maksud memberikan
penyesuaian dan kemudahan bagi umat.
Untuk persentase zakat, ada pendapat yang menghubungkan antara potongan biaya pengelolaan
dengan persentase zakat:
1. Jika hasil biaya produksi menjadi pengurang dari hasil panen pertanian atau perkebunan, maka
sumber aset wajib zakatnya mengikuti persentase zakat lahan tadah hujan yaitu sebesar 10%.
2. Apabila biaya pengelolaan tidak menjadi faktor pengurang hasil panen, maka persentase
zakatnya disamakan dengan lahan irigasi yaitu sebesar 5%.
Kepada Siapa Diwajibkan Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan, Atas Pemilik atau
Penyewa?
Berdasarkan cara pendayagunaan lahan dan hasil pertanian, maka terdapat beberapa keadaan
berikut ini:
1. Apabila pemilik menggarap lahannya secara individu, maka diwajibkan membayar zakatnya
mengikuti kaidah-kaidah yang telah diterangkan ketika hasilnya telah mencapai nisabnya.
2. Apabila pemilik lahan memberikan kepada orang lain untuk menggarap lahannya tanpa
menerima imbalan apa pun, maka penggarap lahan yang membayar zakat dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah diterangkan ketika hasilnya telah mencapai nisab.
3. Apabila bersyarikat (kerja sama) di mana si pemilik lahan menawarkan lahannya dan orang
yang menggarapnya dengan kesepakatan bagi hasil di antara keduanya menurut bagian tertentu
yang telah diketahui mengikuti peraturan syarikat mudharabah (bagi hasil), maka setiap pihak yang
bersyarikat (pemilik dan penggarap) berkewajiban untuk membayar zakat sesuai dengan bagian
masing-masing apabila telah mencapai nisabnya.
4. Apabila pemilik lahan menyewakan lahannya kepada orang lain dengan sewa tertentu baik
pembayaran sewa berbentuk barang atau uang, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di
antara para ahli fikih sebagai berikut:
- Si pemilik lahan wajib mengeluarkan zakat karena zakat adalah hak tanah. Pendapat ini
sulit diterapkan karena pemilik tanah mengalami kesulitan untuk menentukan hasil lahan
dan biaya pengelolaan pertanian.
- Si penyewa lahan wajib mengeluarkan zakat, karena zakat adalah hak tanam bukan hak
tanah. Sedangkan si pemilik lahan membayar zakat dari harga uang sewa setelah uang sewa
tersebut digabungkan dengan harta lain yang dimilikinya dan mencapai nisab.

Kalkulasi Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan


Zakat pertanian dan perkebunan dihitung baik itu yang berbentuk barang maupun uang sebagai
berikut:
1. Berdasarkan jumlah total hasil lahan baik itu yang berbentuk barang atau uang.
2. Penentuan utang-utang, harga sewa dan pajaknya, begitu juga biaya produksi.
3. Penentuan nilai yang wajib dizakatkan adalah setelah mengurangi utang utang, harga sewa
pajak, dan biaya produksi (poin dua) dari hasil total lahan dan hal tersebut diikuti dengan
pencapaian nisabnya.
4. Penentuan metode pengairan lahan dengan tadah hujan atau irigasi dengan demikian diketahui
persentase zakatnya.
5. Apabila sudah mencapai nisab, maka jumlah tersebut dikalikan dengan persentase zakat.

Contoh form zakat


Kategori Zakat Properti Produktif
Aset apa saja yang wajib zakat?
Apa syarat dan berapa besaran nisabnya?
Bagaimana cara menghitungnya?

Properti terbagi kepada dua macam, yaitu:


1. Komoditas properti yang dimiliki dengan maksud untuk dimanfaatkan secara pribadi (nonbisnis
oriented) Artinya, dimiliki untuk memenuhi kebutuhan primer individu, bukan untuk mendapatkan
revenue (pendapatan), contohnya: rumah tempat tinggal, kendaraan pribadi, atau hewan
tunggangan. Bentuk komoditas tersebut tidak dikenakan zakat mal karena termasuk komoditas
dikhususkan untuk keperluan pokok manusia.
2. Komoditas properti yang dimiliki dengan maksud orientasi bisnis (bisnis oriented), contohnya:
apartemen, mobil-mobil, alat-alat, perkakas, dan angkutan-angkutan yang mempunyai revenue
dengan jalan disewakan kepada orang lain, dan sebagainya. Jenis properti semacam ini tidak ada
pada masa awal pendirian negara Islam.

Pengertian dan Ruang Lingkup Zakat Properti Produktif


Properti produktif adalah aset properti yang diproduktifkan untuk meraih keuntungan atau
peningkatan nilai materil properti tersebut. Properti tersebut tidak diperjualbelikan dan tidak pula
dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan primer individu. Produktivitas properti diusahakan
dengan cara menyewakannya kepada orang lain atau dengan jalan menjual hasil dari
produktivitasnya.
Syarat-syarat aset yang tergolong dalam kategori wajib zakat properti produktif adalah sebagai
berikut:
- Properti tersebut tidak dikhususkan untuk komoditas perdagangan.
- Properti tidak dikhususkan untuk pemenuhan kebutuhan primer bagi pemiliknya, seperti
tempat tinggal dan sarana transportasi untuk mencari rezeki.
- Properti yang disewakan atau dikembangkan untuk tujuan mendapatkan penghasilan baik
sifatnya rutin atau tidak rutin.
-
Dari persyaratan tersebut, beberapa contoh aset properti produktif wajib zakat:
- Rumah sewaan
Pada saat ini dapat dapat ditemukan investasi harta dalam bentuk rumah tinggal yang disewakan
kepada orang lain dengan harga sewa tertentu. Berdasarkan syarat-syarat yang telah dikemukakan
maka harga sewa tersebut wajib dikenakan zakat properti produktif.
- Usaha angkutan transportasi
Sebagian masyarakat banyak menginvestasikan hartanya pada usaha angkutan dan transportasi
tertentu baik transportasi untuk manusia, hewan maupun barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya dengan harga sewa tertentu. Upah atau sewa wajib dikenakan zakat properti produktif.

- Proyek pengembangbiakan hewan pedaging


Para investor pada saat ini banyak menginvestasikan hartanya pada pembudidayaan hewan ternak
dengan tujuan pengembangbiakan dan menjual hasil dari budi daya tersebut (hewan pedaging).
Hasil pembudidayaan ternak dikenakan zakat properti produktif. Sebab, walaupun hewan ternak
tersebut tidak termasuk kategori hewan gembala (saimah) dan tidak untuk dijualbelikan, akan
tetapi hewan tersebut dijadikan properti dengan tujuan untuk mendapatkan hasilnya, seperti susu,
daging, dan lainnya.
- Proyek hasil budi daya hewan ternak
Hasil ini didapatkan dari sejenis hewan yang dapat diambil hasilnya seperti susu dan lain-lain,
maka penghasilan dari budi daya hewan tersebut dikategorikan dalam zakat properti produktif
- Perusahaan penghasil madu perusahaan ini memproduksi madu dengan jalan menjadikan lebah
sebagai properti kemudian dibudidayakan dalam lingkungan tertentu, maka pendapatan
perusahan tersebut wajib dikeluarkan zakat properti produktif.

Penghitungan dari zakat properti produktif sebagai berikut:

Nisab Zakat Properti Produktif


Mayoritas ahli fikih berpendapat bahwa nisab zakat properti produktif dianalogikan dengan nisab
komoditas perdagangan dan aset keuangan yaitu sepadan dengan nilai 85 gram emas atau 200
dirham perak. Penghitungan tersebut didasarkan atas prinsip haul yaitu dijumlahkan seluruh
pendapatan periodik -bulanan ataupun tidak- selama satu tahun. Jika kemudian jumlah total
pendapatan tersebut melebihi nisab, maka wajib dizakatkan. Mayoritas ahli fikih tersebut
menyandarkan pendapatnya pada mazhab Imam bin Hambal dalam zakat pertanian dan
perkebunan yang menyatukan seluruh pendapatan bulanan selama satu tahun. Beliau berkata "...
Apabila masa panen madu lebah dalam setahun dua kali, maka gabungkanlah keduanya".

Persentase Volume Zakat Properti Produktif


Ahli fikih modern berpendapat bahwa kadar dari zakat properti produktif di-qiyas-kan dengan
zakat pertanian dan perkebunan tadah hujan yaitu 10% dari hasil bersih (net income). Dengan
demikian, apabila hasil yang diperoleh dari komoditas investasi kita kurang dengan biaya
produksi, maka hasil bersihnya sepadan dengan hasil pertanian dan perkebunan lahan tadah hujan.

Ketentuan Sumber Zakat Properti Produktif


Zakat properti produktif diwajibkan atas penghasilan bersih -dianalogikan atas zakat pertanian dan
perkebunan- atau setelah dikurangi biaya dan ongkos yang dikeluarkan untuk menghasilkan
pendapatan tersebut, dengan syarat menjaga nilai riil modal Investasi.
Karakteristik beban biaya dan ongkos yang harus dipotong sangat beragam disesuaikan dengan
jenis proyek tertentu. Akan tetapi dimungkinkan untuk meletakkan atau memberikan semacam
kaidah umum yaitu beban biaya adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendapatan dari hasil
properti produktif, dengan tidak mengurangi kehati-hatian kita dari unsur-unsur pemborosan,
kelalaian, dan berlebihan.
Di lain pihak, harus diperhitungkan penyusutan komoditas properti produktif, berdasarkan biaya
pengganti modal pada waktu kalkulasi sumber zakat dan tidak pada saat hari pembangunan
properti (historical cost). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga modal riil investasi.
Penentuan dan standarisasi unsur-unsur biaya dan nilai penyusutan didasarkan pada jangka waktu
tahunan, sebab sangat sukar diterapkan dan ditentukan apabila perhitungannya dilakukan per
bulan.
Utang harus pula dipisahkan dari total pendapatan sebagai realisasi prinsip standarisasi
kemampuan per individu wajib zakat dan untuk menunjukan bahwa zakat hanya diwajibkan bagi
si kaya sebagaimana yang berlaku dalam zakat perkebunan dan pertanian.
Dr. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa net revenue (pendapatan bersih) dapat dikurangi dengan
biaya minimum keperluan pribadi dan keluarga si wajib zakat, jika mereka tidak mempunyai
sumber pendapatan lain. Pendapatan bersih tersebut juga dapat dikurangi oleh pengurangan
sejumlah bagian untuk melengkapi pendapatan si wajib zakat yang berasal dari sumber lain agar
dapat memenuhi batas minimum tersebut. Alasan dari pendapat beliau adalah bahwa zakat
diwajibkan hanya untuk orang kaya . Jika si wajib zakat tersebut termasuk kategori kaya, maka
wajib baginya untuk membayar zakat dan tidak boleh ada potongan biaya untuk kebutuhan
minimum kehidupan keluarga.
Jumlah batas minimum kebutuhan keluarga yang terus berubah dari waktu ke waktu berdasarkan
kepada naik dan turunnya harga kebutuhan pokok membuat para pakar fikih kontemporer
menyerahkan penentuannya kepada si wajib zakat sendiri. Namun, kami berpendapat bahwa
penerapan pendapat ini dapat mengganggu hak-hak para penerima zakat. Oleh karena itu, menurut
kami hanya berpedoman kepada nisab.
Dengan kesadaran bahwa standar kebutuhan minimum kehidupan keluarga berbeda-beda dari
waktu ke waktu mengikuti naik turunnya harga, maka para ahli fikih menyatakan bahwa yang
bertanggung jawab menentukan jumlah batas minimum kebutuhan keluarga adalah si wajib zakat
itu sendiri.

Kalkulasi Zakat Properti Produktif


Penghitungan zakat properti produktif secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Penentuan total pendapatan satu tahun yang disesuaikan dengan harga pasar di akhir tahun.
- Penentuan biaya langsung dan tidak langsung begitu pula dengan biaya-biaya lain yang terkait
selama setahun, dan keterkaitan tersebut merupakan kausalitas antara unsur-unsur biaya dan
pendapatan.
- Menentukan penyusutan aktiva tetap selama setahun yang dihitung berdasarkan biaya
pengganti (replacement cost).
- Pendapatan dikurangi biaya langsung dan tidak langsung serta jumlah penyusutan untuk
menentukan pendapatan bersih (net income).
- Pendapatan dikurangi utang dan kebutuhan pokok.
- Zakat properti produktif dihitung berdasarkan 10% dari pendapatan bersih jika telah
mencapai nisab.
Langkah-langkah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kategori Zakat Binatang Ternak


Aset apa saja yang wajib zakat?
Apa syarat dan berapa besaran nisabnya?
Bagaimana cara menghitungnya?

Aset binatang termasuk jenis aset terpenting yang terkenal pada permulaan berdirinya negara Islam
di Jazirah Arab. Binatang ternak -yang dalam bahasa Arab sering kali disebut dengan kata yang
berbeda seperti an'am dan masyiyah- yang paling banyak terdapat adalah jenis unta, sapi, dan
kambing.

Pengertian Zakat Binatang Ternak


Dalam fikih Islam, binatang ternak diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok:
1. Pemeliharaan hewan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok atau alat
produksi, semisal memelihara kerbau yang dimanfaatkan untuk kepentingan membajak sawah atau
kuda yang dimanfaatkan sebagai alat transportasi (penarikan delman).
2. Hewan yang dipelihara untuk tujuan memproduksi suatu hasil komoditas tertentu seperti
binatang yang disewakan atau hewan pedaging atau hewan susu perahan. Binatang semacam ini
termasuk jenis binatang ma'lufat (binatang ternak yang dikandangkan).
3. Hewan yang digembalakan untuk tujuan peternakan (pengembangbiakan). Jenis hewan ternakan
seperti inilah yang termasuk dalam kategori aset wajib zakat binatang ternak (zakat an'am).

Ketentuan binatang ternak kategori aset wajib zakat binatang ternak (an'am) jika:
- Peternakan sudah berlangsung lebih dari masa satu haul.
- Binatang ternak digembalakan di tempat-tempat umum (ranch). Dalam istilah fikih binatang
ternak seperti ini disebut saimah. Selain itu, binatang ternak tersebut tidak dimanfaatkan untuk
kepentingan alat produksi (pembajak sawah).
- Ketentuan volume zakat yang wajib dikeluarkan sudah ditentukan dengan karakteristik tertentu
dan diambil dari binatang ternak itu sendiri, selain itu ketentuan tersebut tidak bisa digantikan yang
setara dengan nilai uang.
- Zakat yang dikeluarkan tidak harus dari hewan berkualitas unggul dan tidak pula dianjurkan dari
hewan dengan kualitas yang terendah (cacat misalnya). Dengan demikian, zakat ini diambil dari
jenis yang memiliki kualitas sedang.

Ruang Lingkup Zakat Binatang Ternak


Sebagian besar ahli fikih Islam sepakat bahwa zakat binatang ternak diwajibkan pada semua jenis
binatang ternak baik yang dikenal pada masa kenabian ataupun tidak. Dapat disimpulkan bahwa
yang tidak termasuk dalam kategori binatang ternak adalah:
1. Hewan pedaging atau hewan susu perah (tidak digembalakan dan dikandangkan sepanjang
tahun), jenis ini masuk dalam kategori aset wajib zakat musytagillat.
2. Hewan yang dimanfaatkan sebagai alat produksi seperti mempersiapkan lahan pertanian atau
alat angkut petani dan hasil-hasil pertaniannya, walaupun hewan ternak itu termasuk kategori
saimah (digembalakan).
3. Kuda, bagal, keledai, dan sejenisnya yang dimanfaatkan untuk:
- Kegiatan-kegiatan produksi, perang atau untuk memenuhi kebutuhan primer pemiliknya.
- Hewan sewaan, dalam hal ini tercakup sebagai aset wajib zakat untuk kategori zakat
musytaghilat.
- Hewan dagangan, maka binatang tersebut tercakup sebagai aset wajib zakat untuk kategori zakat
komoditas perdagangan.

Nisab Zakat Binatang Ternak


Para ahli fikih Islam membagi binatang ternak dalam beberapa kelompok dan menentukan nisab
bagi setiap kelompok yaitu :
Pertama, Unta: nisabnya 5 ekor, dan tidak wajib zakat bila jumlahnya di bawah 5 ekor, yaitu
sepadan dengan 200 dirham perak pada zaman Rasulullah SAW.
Kedua, Kambing dan sejenisnya: nisabnya 40 ekor, tidak wajib zakat bila jumlahnya di bawah 40
ekor kambing.
Ketiga, Sapi dan sejenisnya: nisab 30 ekor, tidak wajib zakat bila jumlahnya di bawah 30 ekor
sapi.
Keempat, Binatang-binatang ternak lainnya yang dianalogikan dari ketiga kelompok di atas.
Sebagai contoh, nisab kerbau dapat dianalogikan dengan nisab sapi, dan lain sebagainya.
Dalam konsep fikih, untuk menentukan jumlah nisab beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
- Binatang ternak yang masih muda tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah nisab, semisal
bila seorang muslim memiliki 10 ekor kambing namun masih kecil-kecil, maka muslim tersebut
tidak wajib zakat.
- Bila jumlah binatang ternak yang sudah dewasa sudah mencapai nisab, maka binatang yang
masih muda masuk hitungan nisab dan wajib zakat, semisal seorang muslim memiliki 6 ekor unta
besar dan 4 unta kecil, maka kewajiban zakatnya disesuaikan dengan ketentuan 10 ekor unta.
Perhatikan contoh yang diilustrasikan dalam beberapa kemungkinan yang bisa terjadi seperti pada
berikut:
Zakat Sapi atau kerbau

Zakat Kambing atau Domba

Dengan demikian, dapat disampaikan bahwasanya dalam menghitung kewajiban zakat dari aset
binatang ternak yang masih muda, apakah wajib zakat atau tidak tergantung kepada jumlah
binatang ternak yang sudah dewasa. Bila yang sudah dewasa mencapai nisab, maka yang kecil
juga dihitung. Sedangkan apabila yang dewasa belum mencapai nisab, maka yang kecil tidak
dihitung.

Volume Zakat Binatang Ternak


Volume zakat kategori aset wajib zakat binatang ternak relatif beragam antara satu jenis dengan
jenis lainnya.
Pertama: Volume zakat unta, sebagaimana digambarkan pada tabel zakat unta
Kedua: Volume zakat sapi kerbau dan yang sejenis, yaitu sapi jantan dan betina termasuk kerbau
dalam berbagai macam jenisnya. Volume zakatnya adalah tidak diwajibkan zakat pada sapi
sampai mencapai jumlah 30 ekor. Jika telah mencapai 30 ekor sapi yang digembalakan dan telah
sampai masa haul, maka zakatnya adalah seekor tabi' atau tabi'ah (sapi yang berumur satu tahun).
Apabila telah sampai 40 ekor, maka zakatnya adalah seekor musinnah (sapi yang berumur 2 tahun).
Apabila jumlahnya mencapai 60 ekor, maka zakatnya adalah 2 ekor tabi'. Sedangkan jika
jumlahnya sudah mencapai 70 ekor, maka zakatnya adalah seekor musinnah dan seekor tabi';
ketika jumlahnya mencapai 80 ekor, maka zakatnya 2 ekor musinnah; ketika jumlahnya 90 ekor,
maka zakatnya 3 ekor tabi'; ketika jumlahnya 110 ekor, maka zakatnya adalah 2 ekor musinnah
dan seekor tabi'; ketika jumlahnya 120 ekor, maka zakatnya 3 ekor musinnah atau 4 ekor tabi';
demikian seterusnya setiap kelipatan 30, maka dikenakan seekor tabi' dan setiap kelipatan 40,
maka dikenakan seekor musinnah.
Ketiga: Volume zakat kambing, maksudnya adalah domba dan kambing kacang, volume zakatnya
adalah sebagai berikut: tidak diwajibkan zakat pada kambing hingga mencapai 40 ekor dan apabila
telah mencapai 40 ekor kambing yang digembalakan dan telah masuk masa haul, maka dikenakan
seekor kambing hingga jumlah tersebut mencapai 120 ekor. Apabila telah mencapai 121 sampai
200 ekor, maka zakatnya adalah 2 ekor kambing dan bila jumlahnya 201 hingga 300 ekor, maka
zakatnya adalah 3 ekor kambing. Sedangkan bila telah mencapai jumlah 300 ekor maka setiap
kelipatan seratus, diambil seekor kambing. Dalam zakat domba diambil dari jenis jadz'u sedangkan
dalam zakat kambing diambilkan dari jenis tsany yaitu kacang yang telah masuk umur 2 tahun.
Dibolehkan untuk mengeluarkan zakat dengan kambing jantan apabila dalam jumlah yang menjadi
nisab kambing tersebut adalah semuanya jantan. Akan tetapi bila semua kambing yang mencapai
nisab berjenis kelamin betina atau campuran, maka menurut para pengikut Imam Hanafi
dibolehkan untuk mengeluarkan zakat dengan kambing jantan sedangkan menurut ulama lainnya
harus dengan kambing betina.

Penentuan Sumber Zakar Binatang Ternak


Zakat binatang ternak diwajibkan pada binatang itu sendiri dan bukan pada produk-produk yang
dihasilkannya sebab binatang tersebut dikategorikan sebagai aset yang berkembang dan berputar,
di mana zakat tersebut wajib dikeluarkan bila telah mencapai nisab tertentu. Para ahli fikih Islam
telah menentukan nisab dan kadar tertentu bagi setiap kelompok binatang yang hampir mempunyai
keserupaan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Penentuan sumber zakat binatang ternak ini ada beberapa permasalahan yang muncul, di antaranya
adalah:

1. Permasalahan penyatuan binatang-binatang ternak yang masih muda (anak unta, anak
sapi, dan anak domba) ke dalam kelompok binatang-binatang yang sudah dewasa
Apakah binatang-binatang ternak yang masih muda disatukan dengan binatang-binatang yang
dewasa dalam menentukan sumber zakat binatang ternak dan penentuan nisab?
Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara para fuqaha dalam masalah ini, akan tetapi
mayoritas berpendapat bahwa binatang-binatang yang masih muda tersebut dimasukkan dalam
kategori sumber zakat apabila jumlah binatang-binatang yang besar telah mencapai nisab dan
secara umum tidak dapat digugurkan dari hitungan. Hal ini disebabkan karena seseorang yang
diperintah untuk mengeluarkan zakat telah menjadi orang yang kaya ketika ia telah mencapai
nisab, oleh karena itu, maka tidak ada pengaruh terhadap kekayaannya tersebut apabila yang
dikeluarkan untuk zakat adalah dari binatang yang dapat menambah nisab meskipun masih kecil.

2. Permasalahan penyatuan antarbinatang ternak yang tidak sejenis


Apakah binatang-binatang ternak dapat disatukan antara satu jenis dengan jenis lainnya agar dapat
dicapai suatu nisab -dengan ketentuan bahwa binatang-binatang tersebut adalah milik seorang
mukallaf- sehingga jumlah dari penyatuan itu merupakan sumber zakat?
Jika demikian halnya, penentuan nisab yang didasarkan pada asas ini sama halnya dengan
diperbolehkannya penyatuan antara berbagai macam jenis penghasilan yang berbeda-beda,
demikian pula penyatuan yang terjadi pada uang serta hasil-hasil produksi bulanan dalam zakat
musytaghilat.
Dalam permasalahan ini tidak ditemukan suatu pendapat pun di dalam kitab-kitab fikih bahkan
dapat diambil satu kesimpulan bahwa hal tersebut tidak dibolehkan, sebab setiap jenis binatang
mempunyai nisab dan kadar yang telah ditentukan. Akan tetapi, apabila si pemilik harta ingin
melakukannya sebagai sebuah amalan sunnah dan dilakukannya dengan penuh kerelaan, maka
dibolehkan untuk m menyatukan antarjenis binatang tersebut agar dapat dicapai jumlah nisab
sehingga ia dapat mengeluarkan zakat.
Sedangkan penyatuan antara sapi dengan kerbau dibolehkan karena binatang binatang tersebut
merupakan satu jenis, demikian pula halnya dengan penyatuan antara kambing dengan kambing
kacang yang juga merupakan satu jernis.

3. Permasalahan penggabungan dan pemisahan antar beberapa sumber zakat


Permasalahan ini bersumber dari sebuah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW yang
melarang upaya penggabungan antarbeberapa sumber zakat maksud untuk mengurangi atau
menambah volume zakat yang harus dikeluarkan, sebagaimana juga dilarang membagi jumlah
nisab yang telah terkumpul dengan tujuan untuk mengurangi atau menambah volume zakat yang
diwajibkan.
Upaya penggabungan atau pemisahan tersebut dapat berasal dari si pemilik harta maupun petugas
pengumpul zakat. Imam Malik r.a dalam menjelaskan permasalahan bahwa "Maksud dari hal
tersebut (penggabungan dan pemisahan) adalah bahwa apabila ada tiga orang yang masing-masing
mempunyai 40 ekor kambing yang wajib dikeluarkan zakatnya, kemudian mereka
menggabungkannya sehingga mereka bertiga hanya diwajibkan untuk mengeluarkan zakat seekor
kambing, atau apabila dua orang yang berserikat mempunyai 201 ekor kambing sehingga zakat
harus dikeluarkan adalah 3 ekor kambing, kemudian mereka membagikannya sehingga setiap
orang hanya dikenakan seekor kambing.
Dart pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa:
- Kasus pertama: upaya penggabungan dilakukan oleh tiga orang yang masing-masing memiliki
40 ekor kambing agar dapat memperkecil volume zakat, sebab sebelum penggabungan tersebut
setiap orang dikenakan seekor kambing.
Setelah penggabungan ini mereka bertiga hanya dikenakan seekor kambing saja. Kasus ini
biasanya dilakukan oleh pemilik harta.
- Kasus kedua: upaya pemisahan harta antara tiga orang yang berserikat. Sebagai contoh, mereka
mempunyai 120 ekor kambing dan diwajibkan membayar seekor kambing, kemudian petugas
zakat membagikannya kepada tiga orang yang berserikat tersebut dengan tujuan agar dapat
mengambil 3 ekor kambing, atau 1 ekor dari setiap 40 kambing.

4. Permasalahan persekutuan dan perserikatan


Pengaruh persekutuan terhadap besar kecilnya volume zakat. Yang dimaksud dengan persekutuan
ini adalah bahwa dua orang atau lebih masing-masing memiliki sejumlah kambing atau unta atau
sapi, kemudian mereka sepakat agar setiap orang menggabungkan miliknya dengan milik orang
lain sehingga semua binatang yang ada akan selalu bersama-sama baik ketika pergi ke tempat
gembala, ketika pulang, makan, maupun di kandangnya, demikian pula dengan masalah
perkawinan antar sesamanya.

Anda mungkin juga menyukai