Perbedaan dalam cara menghitung antara zakat gaji, upah, honorarium, dan yang sejenis dengan
zakat pendapatan hasil kerja profesi, diuraikan yaitu:
Penentuan kadar hasil bumi dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian akan
karakteristik dari produk tersebut. Dan biasanya para petani maupun pekebun sudah cukup
dianggap orang yang mempunyai kapabilitas untuk penentuan hal tersebut.
Dengan demikian, syariat Islam memberi batasan volume zakat untuk hasil pertanian dan
perkebunan berkisar antara 5%-10% menurut cara pengairannya dengan maksud memberikan
penyesuaian dan kemudahan bagi umat.
Untuk persentase zakat, ada pendapat yang menghubungkan antara potongan biaya pengelolaan
dengan persentase zakat:
1. Jika hasil biaya produksi menjadi pengurang dari hasil panen pertanian atau perkebunan, maka
sumber aset wajib zakatnya mengikuti persentase zakat lahan tadah hujan yaitu sebesar 10%.
2. Apabila biaya pengelolaan tidak menjadi faktor pengurang hasil panen, maka persentase
zakatnya disamakan dengan lahan irigasi yaitu sebesar 5%.
Kepada Siapa Diwajibkan Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan, Atas Pemilik atau
Penyewa?
Berdasarkan cara pendayagunaan lahan dan hasil pertanian, maka terdapat beberapa keadaan
berikut ini:
1. Apabila pemilik menggarap lahannya secara individu, maka diwajibkan membayar zakatnya
mengikuti kaidah-kaidah yang telah diterangkan ketika hasilnya telah mencapai nisabnya.
2. Apabila pemilik lahan memberikan kepada orang lain untuk menggarap lahannya tanpa
menerima imbalan apa pun, maka penggarap lahan yang membayar zakat dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah diterangkan ketika hasilnya telah mencapai nisab.
3. Apabila bersyarikat (kerja sama) di mana si pemilik lahan menawarkan lahannya dan orang
yang menggarapnya dengan kesepakatan bagi hasil di antara keduanya menurut bagian tertentu
yang telah diketahui mengikuti peraturan syarikat mudharabah (bagi hasil), maka setiap pihak yang
bersyarikat (pemilik dan penggarap) berkewajiban untuk membayar zakat sesuai dengan bagian
masing-masing apabila telah mencapai nisabnya.
4. Apabila pemilik lahan menyewakan lahannya kepada orang lain dengan sewa tertentu baik
pembayaran sewa berbentuk barang atau uang, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di
antara para ahli fikih sebagai berikut:
- Si pemilik lahan wajib mengeluarkan zakat karena zakat adalah hak tanah. Pendapat ini
sulit diterapkan karena pemilik tanah mengalami kesulitan untuk menentukan hasil lahan
dan biaya pengelolaan pertanian.
- Si penyewa lahan wajib mengeluarkan zakat, karena zakat adalah hak tanam bukan hak
tanah. Sedangkan si pemilik lahan membayar zakat dari harga uang sewa setelah uang sewa
tersebut digabungkan dengan harta lain yang dimilikinya dan mencapai nisab.
Aset binatang termasuk jenis aset terpenting yang terkenal pada permulaan berdirinya negara Islam
di Jazirah Arab. Binatang ternak -yang dalam bahasa Arab sering kali disebut dengan kata yang
berbeda seperti an'am dan masyiyah- yang paling banyak terdapat adalah jenis unta, sapi, dan
kambing.
Ketentuan binatang ternak kategori aset wajib zakat binatang ternak (an'am) jika:
- Peternakan sudah berlangsung lebih dari masa satu haul.
- Binatang ternak digembalakan di tempat-tempat umum (ranch). Dalam istilah fikih binatang
ternak seperti ini disebut saimah. Selain itu, binatang ternak tersebut tidak dimanfaatkan untuk
kepentingan alat produksi (pembajak sawah).
- Ketentuan volume zakat yang wajib dikeluarkan sudah ditentukan dengan karakteristik tertentu
dan diambil dari binatang ternak itu sendiri, selain itu ketentuan tersebut tidak bisa digantikan yang
setara dengan nilai uang.
- Zakat yang dikeluarkan tidak harus dari hewan berkualitas unggul dan tidak pula dianjurkan dari
hewan dengan kualitas yang terendah (cacat misalnya). Dengan demikian, zakat ini diambil dari
jenis yang memiliki kualitas sedang.
Dengan demikian, dapat disampaikan bahwasanya dalam menghitung kewajiban zakat dari aset
binatang ternak yang masih muda, apakah wajib zakat atau tidak tergantung kepada jumlah
binatang ternak yang sudah dewasa. Bila yang sudah dewasa mencapai nisab, maka yang kecil
juga dihitung. Sedangkan apabila yang dewasa belum mencapai nisab, maka yang kecil tidak
dihitung.
1. Permasalahan penyatuan binatang-binatang ternak yang masih muda (anak unta, anak
sapi, dan anak domba) ke dalam kelompok binatang-binatang yang sudah dewasa
Apakah binatang-binatang ternak yang masih muda disatukan dengan binatang-binatang yang
dewasa dalam menentukan sumber zakat binatang ternak dan penentuan nisab?
Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara para fuqaha dalam masalah ini, akan tetapi
mayoritas berpendapat bahwa binatang-binatang yang masih muda tersebut dimasukkan dalam
kategori sumber zakat apabila jumlah binatang-binatang yang besar telah mencapai nisab dan
secara umum tidak dapat digugurkan dari hitungan. Hal ini disebabkan karena seseorang yang
diperintah untuk mengeluarkan zakat telah menjadi orang yang kaya ketika ia telah mencapai
nisab, oleh karena itu, maka tidak ada pengaruh terhadap kekayaannya tersebut apabila yang
dikeluarkan untuk zakat adalah dari binatang yang dapat menambah nisab meskipun masih kecil.