Anda di halaman 1dari 2

PERNYATAAN SIKAP

GRAND ISU
“UU CIPTA KERJA”
Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai
Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019). Perjalanan Undang- Undang Omnibus Law tentang
Cipta Kerja (UU Ciptaker) usulan pemerintah sudah memulai perjalanannnya sejak 17 Desember 2019.
1. Proses pembentukan yang terburu - buru
Proses pembentukan UU Cipta Kerja menunjukan bahwa DPR tidak sedang menjalankan dengan baik
fungsi legislasi yang dimilikinya. Reformasi mengamanatkan adanya penguatan fungsi legislasi DPR dengan
memberikan kekuasaan legislasi lebih condong ke DPR. Namun, DPR saat ini lebih menjalankan perannya
sebagai pemberi stempel terhadap kebijakan pemerintah.
Proses yang tidak transparan dan partisipatif menjadi warna yang tidak dapat dihilangkan dalam
menggambarkan proses pembentukan UU Cipta Kerja. Proses legislasi dilakukan secara tergesa, dan abai
untuk menghadirkan ruang demokrasi. Tertutupnya ruang demokrasi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja
disebabkan juga karena ruang partisipasi yang minim. Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa
makna. Rapat- rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan.
Selain itu, makna partisipasi tidak dapat dirasakan karena masyarakat tidak diberikan informasi yang cukup
terkait dengan substansi RUU yang sedang dibahas dan catatan-catatan atau risalah rapat sebelumnya,
sehingga sulit untuk dapat memantau rapat dengan baik. Padahal penyebarluasan risalah rapat adalah
kewajiban bagi DPR yang tertulis dalam Pasal 302 ayat (3) Tatib DPR yang menyatakan bahwa risalah rapat
yang bersifat terbuka dipublikasikan melalui media elektronik dan dapat diakses oleh masyarakat.

Penyebarluasan draft RUU kepada


masyarakat juga adalah kewajiban dari pembentuk UU yang tercantum dalam Pasal 96 ayat
(4) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
2. Pengeluaran PERPU yang tidak jelas
Terkait PERPU memang menjadi kewenangan Presiden untuk menerbitkanya akan tetapi
syarat adanya ihwal kegentingan yang memakasa menjadi wajib untuk dipenuhi sebagai
alasan terbitnya Perpu.
Dalam hal kegentingan Kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
Airlangga mengatakan, Perppu Cipta Kerja mendesak diterbitkan karena Indonesia dan
semua negara tengah menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi
terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi,"
Pertanyaannya yang menciptakan krisis keuangan di Indonesia siapa? Jelas Para petinggi
Negara. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada 1261 kasus korupsi
yang terjadi sepanjang 2004 hingga 3 Januari 2022. Berdasarkan wilayahnya, korupsi paling
banyak terjadi di pemerintah pusat, yakni 409 kasus.
3. Cacat Konstitusi
Terkait pengesahan Perppu Cipta Kerja lewat Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa
Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 menyalahi Konstitusi. Pasal 24C ayat (1) UUD
1945 menyatakan bahwa Putusan MK bersifat final. Hal itu berarti Putusan MK telah
memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan MK. Putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap memilki kekuatan hukum mengikat
untuk dilaksanakan. Namun nihilnya Para Dewan Perwakilan Rakyat RI mengesahkan
Perpu Menjadi UU yang notabennya masih dalam tahap pengujian Formil di Mahkamah
Konstitusi RI.

Anda mungkin juga menyukai