Anda di halaman 1dari 6

Movie Review

Schwochow, Christian, dir. Munich - The Edge of War. Screenplay by Ben Power. 2022;
London: Turbine Studios. Netflix.

Kelas : HI 2B
Kelompok :5
Anggota :
1. Fakhru Rizki Ramadhan (11221130000018) (fakhurizki.ramadhan22@mhs.uinjkt.ac.id)
2. Haidar Adhiwikara (11221130000062) (haidar.adhiwikara22@mhs.uinjkt.ac.id)
3. Sutan Sahara Alpasha (11221130000111) (sahara.alpasha22@mhs.uinjkt.ac.id)
4. Rohman Bachtiar Putra Ased (11221130000085) (rohman.bachtiar22@mhs.uinjkt.ac.id)
5. Abdul Rasyid Ramdhani (11221130000053) (rasyid.ramdhani22@mhs.uinjkt.ac.id)

Review Film Munich: The Edge of War (2022)

Ini adalah tulisan hasil review film Munich-The Edge of War (2022), adaptasi dari novel
"Munich" oleh Robert Harris. Kami menyajikan sinopsis film dan perdebatan dalam film ini
berdasarkan analisis konsep dan prinsip hubungan internasional. Langkah demi langkah
presentasi kelompok kami dimulai dengan video singkat berjudul “Munich: The Edge of War”
diikuti dengan ringkasan singkat dari film tersebut. Tim kami akan melakukan analisis film
dengan konsep hubungan internasional dan pendekatan praktis, terutama menggunakan
pendekatan liberalism klasik karena banyak kejadian dalam film yang relevan untuk dianalisis
dari perspektif ini. Peristiwa pertama dalam film melibatkan rencana Jerman untuk mengambil
wilayah Sudeten yang masih menjadi wilayah Cekoslowakia. Dialog Hitler dengan para perwira
angkatan daratnya tentang strategi merebut Sudetenland merupakan contoh hubungan
internasional yang dapat dianalisis menggunakan konsep dan pendekatan yang relevan. Analisis
akan kami jelaskan secara bertahap dalam ulasan kami.

Film ini berlatar sebelum Perang Dunia Kedua, tepatnya ketika kesepakatan politik dicapai di
Munich pada tahun 1938. George MacKay (Hugh Legat) adalah sekretaris Perdana Menteri
Inggris dan Jannis Niewohner (Paul Von Hartmann) adalah seorang penerjemah di Kementerian
Luar Negeri Jerman, mereka telah berpisah selama enam tahun dan akhirnya bersatu kembali
pada sebuah pertemuan di kota Munich. Pertemuan yang dihadiri oleh Adolf Hitler (Jerman),
Neville Chamberlain (Inggris), Edouard Daladier (Prancis) dan Benito Mussolini (Italia) itu
terkait dengan penjajahan Sudetenland melalui kesepakatan. Perdana Menteri Inggris pada
pertemuan tersebut mendorong solusi damai untuk masalah tersebut. Melalui teman lamanya,
Paul berusaha untuk mencegah Chamberlain menandatangani perjanjian dengan menjelaskan isi
bukti yang dimiliki Paul, namun usaha Paul dan Legat sia-sia, Chamberlain tetap
menandatangani perjanjian dan perjanjian perdamaian rata-rata hanya satu tahun. Belakangan,
Perdana Menteri Inggris Neville Chamberlain mengumumkan di radio bahwa dia akan terus
berusaha mencegah perang, atas nama perdamaian, dengan janji menyerahkan Sudetenland ke
Jerman.

Kami menekankan liberalisme dalam film ini, yang tercermin dari keyakinan Chamberlain
terhadap perdamaian. Analisis Hal pertama yang akan kita pikirkan tentang setting film ini
adalah upaya untuk bernegosiasi menyelesaikan konflik Sudetenland dengan damai dan tanpa
perang. Jika kita melihatnya dalam teori liberalis memang beberapa orang memiliki pemikiran
seperti Chamberlain dan ketika mereka menerapkannya pada masalah internasional, kerjasama
yang lebih besar akan menciptakan perdamaian abadi. Posisi Chamberlain setidaknya terkait
dengan pengertian hubungan internasional dalam liberalisme, yaitu hukum internasional. Dalam
konsep ini, kaum liberal percaya bahwa meskipun setiap orang memiliki kepentingan dan rentan
terhadap konflik, orang dapat meninggalkan hasratnya dan menggunakan kebijaksanaannya
untuk mendorong "kerja sama yang saling menguntungkan" (Jackson & Sorensen 2013, 175).
Chamberlain dalam argumennya, dia berkata, ‘‘Saya bersedia berdiri memberi perlawanan dan
tertembak jika mencegah perang ‘‘(Schwochow 2022, 00:34:25 sampai 00:34:28). Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, Chamberlain meyakini bahwa tindakan agresif dengan
menggunakan hard power (militerisme) tidak akan menghasilkan perdamaian yang abadi. Inilah
sebabnya mengapa Inggris menandatangani Perjanjian Munich.

Penulis menemukan bahwa ada beberapa adegan yang berkaitan erat dengan opini dunia. Ini
ditunjukkan dalam adegan Perdana Menteri Inggris berbicara di radio tentang invasi Jerman ke
Cekoslowakia. “Ketika kita berbicara tentang kekuasaan, yang kita maksud adalah kendali
manusia atas pikiran dan tindakan manusia lain, sedangkan yang dimaksud dengan kekuatan
politik adalah hubungan timbal balik antara pemegang otoritas publik dan antara pemegang
otoritas publik dengan rakyat pada umumnya” (Hans J. Morgenthau, 1948) Jika dianalisis,
tujuan Perdana Menteri Inggris melakukan ini adalah untuk memenangkan simpati dunia dengan
memberi tahu dunia bahwa Jerman secara tidak langsung adalah orang jahat dan membuat publik
berpikir bahwa Inggris adalah pahlawan perdamaian dunia. Adegan lain yang membuat opini
dunia menunjuk adalah adegan di mana Perdana Menteri Inggris menjanjikan perdamaian
kepada rakyat Inggris, serta perjanjian perdamaian pribadi antara dia dan Hitler. Dalam konteks
janji perdamaian, tujuannya tentu saja untuk meraih simpati publik agar opini dunia percaya
bahwa Chamberlain akan memperjuangkan perdamaian. Karena publik percaya bahwa
Chamberlain memiliki pandangan yang sama. Kemudian, di adegan perjanjian perdamaian
pribadi antara dia dan Hitler, ada adegan di pesawat di mana Horace khawatir Hitler akan
mengkhianati perjanjian tersebut. Namun, Chamberlain percaya bahwa jika Hitler
mengkhianatinya, publik akan melihat sifat asli Hitler. Chamberlain merasa bahwa karena dia
telah mendapat dukungan dalam menjaga perdamaian, publik akan memihaknya. Namun, sangat
disayangkan opini dunia pasti bisa berubah akibat pergeseran psikologi sosial ke arah perspektif
isu ini. Sedangkan ketika Hitler benar-benar seorang pengkhianat, public mengkritik Jerman.
Namun, penonton juga akan menyalahkan Chamberlain karena tidak mampu mempertahankan
visinya tentang misi damai yang diagungkan.

Selain itu, dia berusaha mencapai perdamaian dengan Prancis karena dia mendapati rakyatnya
tidak siap untuk berperang melawan Jerman. Upaya ini terlihat dari cara Chamberlain dan
Monsieur Daladier (Perdana Menteri Prancis) mengorbankan Sudetenland untuk Jerman yang
merupakan bagian dari Cekoslowakia. Sedangkan ide realisme dalam film ini terungkap dalam
adegan dimana Paul menyatakan bahwa kesepakatan damai yang dicapai Inggris dan Jerman
hanya bersifat sementara. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar teori realisme bahwa konflik
internasional pada akhirnya hanya dapat diselesaikan melalui perang. Selain itu, adegan yang
menunjukkan Debat Hebat ditampilkan di mana Paul berdebat dengan Kanselir Chamberlain
tentang realitas politik. Kasus Perdana Menteri menjelaskan bahwa realitas politik adalah upaya
untuk menyelesaikan perselisihan secara damai, tanpa henti (yaitu, liberalisme). Hal ini
diperjelas dengan dokumen rahasia Jerman yang berisi rencana penaklukan wilayah Eropa, di
mana Hitler tanpa henti akan melakukan invasi ke wilayah Eropa.
Pesan moral dalam perdebatan antara teori realisme klasik dan liberalisme klasik dapat
melibatkan beberapa aspek. Berikut adalah beberapa pesan moral yang penulis dapat paparkan:

 Tekankan pentingnya keamanan dan kebebasan: Realisme klasik menekankan pentingnya


keamanan nasional dan peran kekuatan dalam hubungan internasional, sedangkan
liberalisme klasik menekankan pentingnya kebebasan individu dan kerja sama antar
negara. Pesan moral yang dapat dipertahankan adalah perlunya keseimbangan antara
keamanan dan kebebasan. Kedua aspek ini memiliki nilai moral yang tinggi, dan penting
untuk diperhatikan bagaimana keduanya dapat saling melengkapi dalam merumuskan
politik luar negeri dan menjalin hubungan yang beradab antar bangsa.

 Menghormati hak asasi manusia: Liberalisme klasik menekankan pentingnya hak asasi
manusia, termasuk kebebasan berbicara, beragama, dan berpendapat. Pesan moral yang
dapat diambil adalah pentingnya menghormati hak asasi manusia dalam konteks
hubungan internasional. Negara harus memastikan bahwa kebijakan luar negerinya tidak
melanggar hak asasi manusia di dalam atau di luar negeri dan harus bekerja sama untuk
mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan internasional.
 Pentingnya diplomasi dan dialog: Realisme klasik dan liberalisme klasik mengakui
pentingnya diplomasi dan dialog dalam hubungan internasional. Pesan moral yang dapat
dipertahankan adalah pentingnya mengutamakan diplomasi dan dialog sebagai sarana
penyelesaian konflik dan peningkatan kerjasama antar bangsa. Memilih jalan damai,
berdialog satu sama lain dan menemukan solusi bersama adalah pendekatan etis yang
penting dalam memperjuangkan kepentingan nasional dan mempromosikan perdamaian
dunia.
 Hindari tindakan egois dan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional: Realisme
klasik sering menekankan penggunaan kekuatan sebagai instrumen utama hubungan
internasional, sedangkan liberalisme klasik menekankan pentingnya kerja sama dan
pemecahan masalah bersama. Pesan moral yang dapat disampaikan adalah pentingnya
menghindari tindakan egois dan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dalam
hubungan internasional. Bangsa harus menggunakan kekuatan mereka dengan bijak.
KESIMPULAN

Kami menyimpulkan bahwa film Munich-The Edge of War menguraikan upaya perdamaian
Inggris dan sekutunya untuk menyelesaikan sengketa Sudetenland antara Jerman dan
Cekoslowakia. Teori hubungan internasional yang teridentifikasi dalam film tersebut adalah
liberalisme dan realisme. Dalam membawa perdamaian, Inggris menandatangani Perjanjian
Munich untuk mencegah Jerman menginvasi Cekoslowakia dan memberi Inggris cukup waktu
untuk mempersiapkan perang, mengumpulkan pasukan, dan membentuk aliansi. Perdana Menteri
Inggris, Neville Chamberlain siap melakukan apa pun untuk mencegah perang dan mewujudkan
perdamaian. Di pertengahan film, Hugh Legat, sekretaris pribadi Perdana Menteri Inggris, juga
percaya bahwa perdamaian dapat dicapai melalui diplomasi dan kesepakatan.
DAFTAR PUSTAKA

Schwochow, Christian, dir. Munich - The Edge of War. Screenplay by Ben Power. 2022;
London: Turbine Studios. Netflix.

Focke, Jaap W., and Dan Michman. “1933 to 1939: Clouds over Europe.” In Machseh
Lajesoumim: A Jewish Orphanage in the City of Leiden, 1890-1943, 59–94. Amsterdam
University Press, 2021. https://doi.org/10.2307/j.ctv1zvccg1.11.
Hans J. Morgenthau, Politics Among Nation: The Stuggle for Power and Peace 1st edition New
York: Alfred A. Knopf, Inc. 1948.

Anda mungkin juga menyukai