Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN ORGANISASI PEMERINTAHAN DAERAH

MEMBANGUN KEPEMIMPINAN MODERN

Manusia pada dasarnya adalah makhluk organisasi (Homo Organization), artinya


sejak dari dalam kandungan sampai dengan liang lahat, manusia suka tidak suka,
sengaja ataupun tidak sengaja akan berhubungan dengan organisasi. Dengan perkataan
lain, organisasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
Dalam memasuki organisasi, ada dua kepentingan yang belum tentu sejalan, yakni
kepentingan individual dan kepentingan organisasional. Setiap masuk dalam organisasi,
orang memiliki kepentingan individual, tetapi pada saat bersamaan yang bersangkutan
harus juga berhadapan dengan kepentingan organisasi. Manajemen yang baik harus
dapat memadukan antara kepentingan individual dan kepentingan organisasional,
karena kalau tidak akan dapat menjadi bibit konflik berkepanjangan ynag menyebabkan
iklim organisasi menjadi tidak sehat.
Organisasi dapat diibaratkan seperti sebuah organisme hidup yang dapat lahir,
tumbuh berkembang dan kemungkinan mati. Agar organisasi dapat tetap “survive”
menghadapi perubahan, suatu organisasi harus fleksibel dan memiliki daya adaptasi.
Pada sisi lain, organisasi merupakan sebuah system terbuka yang menerima dan
member masukan kepada lingkungan, baik lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal.
Pada organisasi pemerintah, lingkungan eksternal yang paling dominan
mempengaruhinya adalah factor politik, hokum, social budaya serta teknologi. Factor
politik berupa perubahan kebijakan politik yang diikuti dengan perubahan peraturan
perundang-undangan. Factor social budaya berupa tata nilai masyarakat dan aparatur
dimana organisasi pemerintahan itu berada. Factor teknologi berupa kemajuan teknologi
dalam berbagai aspek seperti teknologi informasi dan komunikasi, teknologi pengolahan
data serta teknologi peralatan perkantoran dan lain sebagainya.
Dalam konteks pemerintahan di Indonesia, telah terjadi perubahan politik secara
mendasar karena adanya gerakan reformasi. Salah satu agenda perubahan politik adalah
pergantian paradigm penyelenggaraan pemerintahan yang semula bergerak sentralistik

By. Arif Zainudin Page 1


menjadi desentralistik. Perubahan politik tersebut diikuti dengan lahirnya berbagai
peraturan perundang-undangan yang baru antara lain UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
Perubahan di atas harus diikuti dengan penataan ulang kelembagaan pemerintahan
daerah, agar mampu mengadaptasi perubahan yang berjalan secara cepat. Kelembagaan
yang dimaksud disini adalah meliputi organisasi dan tata kerjanya.

A. Perkembangan Konsep Organisasi Pada Abad 21


Sebagai organisme hidup yang dinamis, organisasi harus mampu beradaptasi
dengan perubhan C.K. Prhalad (1987) mengemukakan bahwa : “If you learn, you’ll
change, if you don’t change, you’ll die”. Artinya kalu kita mau belajar berarti kita mau
berubah mengikuti atau mendahului perubahan, maka kita akan tersingkir. Hal ini juga
berlaku pada organisasi pada umumnya serta organisasi pemerintahan pada khususnya.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan Peter M. Senge (1990) mengenai perlunya
membentuk organisasi pembelajaran (learning organization) yang dimulai dari
pembelajaran individual (individual Learning) dan kelompok pembelajaran (group
Learning).
Senge (1990) mengemukakan pendapatnya mengenai disiplin kelima, yaitu
berpikir sistematik (systemic thinking), yang dimulai dari empat disiplin lainnya yaitu :
1. Kematangan pribadi (personal maturity)
2. Model mental (mental models)
3. Menyebarkan misi (shared vision)
4. Tim pembelajaran (team learning)
Para ahli organisasi seperti Gouillart & Kelly (1995), Belbin (1996), Mohrman
et al (1998), Groth (1999), pada umumnya sepakat bahwa organisasi abad 21 memiliki
cirri :
1. Lebih kecil (smaller)
2. Lebih cepat (faster)
3. Lebih terbuka (openness)
4. Lebih melebar (wideness).
Pada sisi lain; Warren & Rennis (1995) misalnya menyarankan agar organisasi
abad 21 khususnya organisasi pemerintahan lebih mengutamakan kemampuan

By. Arif Zainudin Page 2


professional dibandingkan dengan kewenangan yang dimilikinya. Dalam bahasa yang
sederhana mereka mengatakan perlunya pergeseran dari paradigm kewenangan pada
paradigm profesionalisme (FROM MACHO to MAESTRO).
Ahli lain, yakni Frank Ostroff (1999) mengemukakan pendapatnya bahwa
organisasi abad 21 bersifat lebih melebar dan mengarah pada bentuk organisasi
horizontal. Model organisasi horizontal bertujuan agar lebih banyak anggota organisasi
yang diberdayakan agar menjadi lebih mendiri dalam mengambil keputusan. Ada tiga
langkah membentuk organasisi horizontal yakni :
1. Menentukan tujuan
2. Menyusun formulasi disain
3. Melembagakan pendekatan
Agar organisasi dapat selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan
sekitarnya, diperlukan proses transformasi. Goulilart & Kelly (1995) mengemukakan
model 4R untuk transformasi organisasi yaitu :
1. Reframing corporate direction
2. Restructuring the company
3. Reviatalizing the enterprise
4. Renewing people
Tahap pertama transformasi organisasi adlah menyusun kembali kerangka
tujuan organisasi dengan menetapkan visi dan misi sesuai dengan kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan yang dihadapi (analisis SWOT). Tahap kedua adalah menata
ulang struktur organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. Tahap ketiga adalah
memperbaiki iklim, mekanisme serta budaya organisasi agar sesuai dengan visi dan misi
yang baru. Tahap keempat adalah memperbaharui cara pandang dan semangat.
Keempat tahapan tersebut meliputi dua belas langkah sebagai berikut :
1. Mencapai tahapan mobilisasi
2. Menciptakan visi
3. Membangun alat ukur
4. Menyusun model ekonomik
5. Pembenahan infrastruktur kerja
6. Menata ulang arsitektur kerja
7. Mencapai focus pasar

By. Arif Zainudin Page 3


8. Kembangkan bisnis yang baru
9. Ubah peraturan melalui teknologi informasi
10. Ciptakan struktur imbalan
11. Bangun pembelajaran individual
12. Kembangkna organisasi
Transformasi organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Gouillart & Kelly di
atas pada dasarnya mencakuyp tiga dimensi yaitu :
1. Dimensi structural
2. Dimensi fungsional
3. Dimensi cultural
Dari ketiga dimensi di atas, maka dimensi cultural yang paling sulit berubah
karena menyangkut tata nilai yang sudah lama tertanam. Terlebih lagi setiap orang
mempunyai daya retensi terhadap perubahan. Secara hipotesis dapat dikatakan bahwa
semakin besar kepentingan seseorang terganggu oleh adanya perubahan, semakin besar
pula daya retensinya terhadap perubahan tersebut. Di sini diperlukan kepemimpinan
yang kuat dan memiliki visi yang jelas, sehingga dapat meyakinkan semua anggota
organisasi bahwa perubahan tersebut memang perlu dan untuk kepentingan bersama.
Abad 21 adalah abad telekomunikasi dan informatika. Oleh karena itu
organisasi perlu menghadapi kemajuan teknologi tersebut ke dalam tubuhnya. Oleh
karena itu, Groth (1999) telah menawarkan disain organisasi masa depan yang berbasis
teknologi informatika. Groth (1999) mengemukakan adanya tiga model organisasi
yaitu:
1. The Regulating Model
2. The Mediating Model
3. The Assiting Model
Groth (1999) selanjutnya mengemukakan bahwa di dalam membuat
konfigurasi organisasi yang baru diperlukan langkah-langkah:
1. Memberdayakan strutur organisasi yang sederhana
2. Menyempurnakan mesin birokrasi
3. Memperkuat profesionalisme birokrasi
4. Mengintegrasikan kembali bentuk-bentuk pembagian unit-unit di dalam
organisasi

By. Arif Zainudin Page 4


5. Mentransformasi bentuk-bentuk unit khusus (adhocracy)
Organisasi yang berbasis pada teknologi informatika perlu diimbangi dengan
penggunaan manajemen yang sesuai yakni manajemen genersi kelima yang dinamakan
“Human Networking Management”. (Charles M. Savage, 1990). Manajemen generasi
kelima ini berbasis pada pengetahuan dengan dipandu oleh visi yang telah dipahami
bersama. Organisasi tidak lagi berbentuk piramida yang hierarkhis, melainkan
berbentuk jaringan yang diisi oleh orang-orang professional. Kepemimpinan masih
diperlukan tetapi tidak dominan, karena anggota organisasi bekerja atas dasar tanggung
jawab yang tinggi.

B. Kemungkinan Implementasi Konsep Organisasi Abad 21 pada


Lingkungnan Pemerintahan Daerah di Indonesia
Perkembangan konsep organisasi secara umum sebagaimana dikemukakan di
atas tidak serta merta dapat diberlakukan pada organisasi pemerintahan. Menurut Kuhn
(1976) organisasi pemerintahan disusun atas enam asumsi sebgai berikut:
1. Pemerintah adalah organisasi formal yang kompleks
2. Pemerintah melingkupi seluruh masyarakat
3. Pemerintah secara potensial mempunyai ruang lingkup yang tidak terbatas
di dalam menentukan perihal keputusan dan pengaruh yang ditimbulkan
4. Afiliasi keanggotaan oleh individu (warga Negara) diakui secara otomatis
melalui kelahiran dan diakhiri dengan kematian
5. Pemerintah menjalankan monopoli di dalam penggunaan kekuasaan atau
delegasi atasnya
6. Terdapat banyak pendukung pemeritah yang mempunyai tujuan
bertentangan sehingga harus dipenuhi oleh kegiatan pemerintah dan
memberikan setiap kepentingan yang berbeda cara pemecahan yang
berbeda, apabila berbagai konflik tidak dapat diatasi melalui komunikasi
dan transaksi.
Kuhn (1976) selanjutnya mengemukakan bahwa berdasarkan asumsi diatas
pemerintahan dapat dibagi menjadi lima tipe yaitu:
1. Tipe organisasi kerjasam/kooperatif
2. Tipe organisasi pencari keuntungan

By. Arif Zainudin Page 5


3. Tipe organisasi pelayan
4. Tipe organisasi penekan
5. Tipe organisasi kombinasi.
Dikaitkan dengan konteks organisasi pemerintah daerah di Indonesia, dapat
digambarkan karakteristik umumnya sebgai berikut. Pada masa UU Nomor 5 Tahun
1974, organisasi pemerintah daerahnya memiliki karakteristik:
1. Serba seragam, kaku dan tidak akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat
2. Lebih berorientasi kepada keberhasilan kepemimpinan kepala daerah,
bukan kepada pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat
3. Fungsi utamanya lebih sebagai promotor pembangunan dibandingkan
sebagai pelayan masyarakat
4. Terpengaruh pada model organisasi dan manajemen militer yang tidak
berorientasi pada pelayanan
5. Unsur staf memegang peranan penting sebagai “think tank”, sedangkan
unsur pelaksana kurang memperoleh perhatiannya semestinya
6. Tidak ada pengukuran kinerja yang bersifat obyektif dan berparameter
jelas. Pengukuran kinerja lebih didasarkan pada pertimbangan subyektif
dari pimpinan
7. Lebih bercorak organisasi structural yang berdimensi pada kekuasaan,
dibandingkan organisasi fungsional yang berorientasipada kompetensi.
Hierarkhi dan rentang kendali dijaga secara ketat.
Pada masa lalu karakteritik organisasi pemerintah daerah semacam itu
dirasakan sesuai karena pemerintahannya bersifat respresif dan masyarakatnya
dimobilisasi, bukan berpartisipasi secara aktif. Seiring dengan perubahan situasi dan
kondisi social politik masyarakat, organisasi semacam itu tidak lagi dapat dipertahakan.
Seiring dengan semangat desentralisasi, dilakukan pula perubahan model
organisasi pemerintahan daerah. Di bawah UU Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor
84 Tahun 2000 yang telah diganti dengan PP Nomor 8 Tahun 2003, diperoleh gambaran
karakteristik umum organisasi pemerintahan daerah yaitu sebagai berikut:
1. Bersifat luwes sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing
(self renewing system)

By. Arif Zainudin Page 6


2. Ada kaitan langsung antara visi, misi dengan bentuk dan susunan
organisasi (mission and rule driven organization)
3. Memiliki ukuran kinerja yang jelas dan terukur
4. Fungsi utamanya adalah memberi pelayanan kepada masyarakat, sehingga
unsur pelaksana (teknis maupun kewilayahan) perlu memperoleh perhatian
lebih besar baik dari segi kewenangan, personil, logistic maupun anggaran
5. Orientasi organisasi bergeser dari structural ke arah fungsional, dan dari
basis kewenangan kepada basis kompetensi
6. System hierarkhi menjadi lebih longgar serta rentang kendali menjadi tidak
beraturan, sehingga pengembangan karier pegawai secara structural
menjadi tidak pasti.
Seperti telah diketahui bersama bahwa berdasarkan PP Nomor 84 Tahun 2000,
pemerintah daerah diberi kebebasan untuk menyusun organisasinya sendiri sesuai
dengan lima criteria yang diterapkan dalam PP tersebut yaitu:
1. Berdasarkan pada kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh Daerah
2. Sesuai karakteristik, potensi dari kebutuhan Daerah
3. Sesuai kemampuan keuangan Daerah
4. Sesuai dengan ketersediaan sumber daya aparatur
5. Kemungkinan pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan atau dengan
pihak ketiga.
Selama lebih kurang dua tahun sejak keluarnya PP Nomor 84 Tahun 2000,
masing-masing pemerintah daerah telah menyusun organisasinya. Ditengarai adanya
gejala-gejala umum yang kurang menguntungkan, antara lain:
1. Pemerintah daerah cenderung membuat organisasi yang besar, sehingga
tidak efektif dan efisien
2. Membuat organisasi untuk menempatkan orang, bukan sebaliknya sehingga
organisasinya menjadi tambun dan tidak berorientasi padavisi dan misi
pemerintahan daerah
3. Pola mutasi dan rotasi yang tidak jelas sehingga tidak ada kepastian karier
bagi pegawai negeri sipil
4. Cenderung terjadi politisasi dalam pengisian jabatan-jabataan public.

By. Arif Zainudin Page 7


Kecenderungan di atas apabila dibiarkan akan merugikan kepentingan
masyarakat luas, karena sebagian besar dan public yang dikumpulkan dari pajak,
retribusi dan perolehan dari pemanfaatan sumber daya alam milik bangsa sebagian besar
habis untuk kepentingan birokrasi. Daerah bersangkutan akan jalan ditempat atau
bahkan mengalami kemunduran. Berdasarkan kecenderungan-kecenderungan tersebut
diatas, Pemerintah Pusat kemudian mengeluarkan PP Nomor 8 Tahun 2003 sebagai
pengganti PP Nomor Tahun 84 Tahun 2000. Inti dari PP yang baru adalah:
1. Memberikan criteria dan tolak ukur pembentukan organisasi pemerintah
daerah berdasarkan parameter yang relative dan obyektif
2. Membatasi jumlah dan jenis organisasi pemerintah daerah
Kehadiran PP Nomor 8 Tahun 2003 akan membawa dampak yang cukup besar
bagi pemerintah daerah antara lain berkurangnya jumlah dan jenis organisasi yang
sudah ada, yang pada gilirannya akan mengurangi jumlah dan jenjang jabatan
eselonering yang ada. Untuk mengantisipasi dampak yang timbul, disarankan hal-hal
sebgai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pendidikan formal bagi PNS yang mengarah pada
kompetensi individual
2. Mengembangkan berbagai jabatan fungsional yang berbasis pada keahlian
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pegawai tersebut
3. Memberi penghargaan yang setara antara jabatan fungsional dengan jabatan
structural sehingga PNS tertarik menjadi pejabat fungsional
4. Memberhentikan PNS yang sudah berusia 56 tahun dengan hak pensiun
sehingga proses kaderisasi dan regenerasi dapat berjalan dengan lebih
lancer
5. Menyiapkan PNS yang berusia 54 tahun dengan pendidikan dan pelatihan
teknis yang sesuai bakat dan kemampuannya, untuk bekal menghadapi
pensiun
6. Bekerja sama dengan pemerintah daerah lainnya terutama yang baru
dibentuk untuk data sharing PNS dalam rangka program pendampingan
7. Bekerja sama dengan pihak swasta mengenai kemungkinan penyaluran
tenaga PNS dengan kualifikasi teknis tertentu bekerja di sector swsta.

By. Arif Zainudin Page 8


Menurut data BKN Tahun 2002 (dalam Syamsul Maarif;2003), jumlah PNS
diperkirakan sebanyak 4.005.861 orang. Apabila jumlah penduduk Indonesia sekarang
210 juta, maka setiap PNS melayani sekitar 50 orang. Jumlah ini dapat dikatakan
terlampau banyak, cukup, atau masih kurang akan sangat tergantung pada sudut
pandang masing-masing. Untuk Negara-negara berbentuk daratan dengan komunikasi
dan transportasi yang lancar, maka jumlah tersebut dirasakan cukup. Tetapi untuk
Negara berbentuk kepulauan yang luas dan terpencar-pencar seperti Indonesia, jumlah
diatas dirasakan masih kurang. Akan tetap masalah utamanya sebenarnya bukan terletak
pada jumlah melainkan pada:
1. Terjadinya ketimpangan distribusi lokasi PNS, yang pada umumnya
menumpuk di kota-kota besar, dan sangat kurang di daerah pedalaman
2. Terjadinya ketimpangan distribusi keahlian antar sector.
Selanjutnya masih menurut data BKN 2000 (dalam Syamsul Maarif,2003)
diperoleh gambaran distribusi PNS menurut tingkat pendidikan sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi PNS Menurut Tingkat Pendidikannya
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase
1 Sekolah Dasar 338.269 8,45
2 SLTP 228.868 5,71
3 SLTA/SMU 2.436.548 60,82
4 D1 s/d DIV 562.430 14,04
5 SI 427.410 10,67
6 S2 10.340 0,26
7 S3 1.996 0,0

Jumlah Keseluruhan 4.005.861 100,00

Sumber: Data BKN 2002, dikutip dari Syamsul Maarif, Orasi Ilmiah pada Wisuda XXII/2003
STTA LAN RI, tanggal 26 April 2003 dengan judul : “Strategi Peningkatan Kompetensi
Aparatur Guna Mengantisipasi Kebutuhan Sektor Pelayanan Publik”.

Dari data di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar PNS di Indonesia
berpendidikan formal setingkat SLTA/SMU. Dengan emikian strategi utama untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur adalah melalui peningkatan jenjang

By. Arif Zainudin Page 9


pendidikan formalnya, sesuai dengan bakat dan kebutuhan kompetensi di dalam
organisasi. Sesuai dengan isi dan jiwa UU Nomor 43 Tahun 1999, sudah seharusnya
mulai dibangun jalur karier jangka panjang (longlife career) melalui jabatan fungsional
berbasasis komprehensif dan berkelanjutan, segingga pengisian pegawai baru melalui
pengangkatan disesuaikan dengan jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan. Tanpa ada
keinginan kuat untuk memulai penataan SDM Aparatur, maka masalah mendasar yang
dihadapi berupa ketimpangan dalam distribusi lokasi dan keahlian tidak akan selesai,
dan cita-cita membangun birokrasi yang professional hanya akan menjadi angan-angan.
Pada sisi lain, tanpa pembaruan bangunan dan isi birokrasi yang menjalankan sector
public, good governance sulit untuk diwujudkan.

C. Faktor-faktor Dominan Yang Mempengaruhi Manajemen pemerintahan


Daerah
Perubahan yang terjadi pada manajemen pemerintahan daerah, dipengaruhi
oleh banyak factor, baik yang bersifat internal maupun bersifat eksternal. Namun
demikian, ada tiga factor dominan yang perlu dipertimbangkan yaitu factor structural,
factor fungsional dan factor cultural. Uraian lebih lanjut mengenai ketiga factor
dominan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan Struktural
Perubahan social, ekonomi, politik dan teknologi dengan berbagai
kecenderungan sebagaimana diramalkan oleh para ahli masa depan, secara
timbale balik mempengaruhi manajemen yang dijalankan pada berbagai
organisasi, termasuk di dalamnya organisasi pemerintahan.
Beberapa perubahan besar yang mewarnai gaya manajemen antara lain
yaitu bahwa para anggota organisasi akan cenderung terdiri dari berbagai
etnis dan kebangsaan. Oleh karena itu menurut Elashwi dan Harris (1996)
perlu dikembangkan manajemen multi budaya sebagai salah satu
kecakapan untuk menyongsong globalisasi. Gaya-gaya manajemen dengan
orientasinya primodial yang selama ini banyak digunakan Negara Asia,
secara bertahap nampaknya perlu ditibnggalkan. Berkaitan dengan
manajemen multi budaya, Ansari dan Jackson (1996) mengemukakan
perlunya menerima kenyataan adanya keragaman budaya dilingkungan

By. Arif Zainudin Page 10


kerja. Keragaman budaya tersebut perlu dikelola guna meningkatkan daya
saing organisasi. Perubahan ini menyangkut struktur hubungan anggota
organisasi.
Pada dimensi lain, terdapat kecenderungan perubahan hubungna
structural antara pemerintah dengan masyarakat yang diperintah. Hubungan
yang semula lebih bersifat hierarkhis, karena masih kentalnya pola berpikir
paternalistic akan bergeser kearah heterarkhis. Pola heterarkhis ini justru
lebih sesuai dengna semangat demokrasi yang berintikan kedaulatan rakyat.
Sejalan dengan semangat demokrasi dan paradigm Reinventing
Government, kan terjadi perubahan hubungan structural antara
pemerintahan Pusat dengan pemerintah daerah. Daerah akan diberi
kebebasan kewenangan yang lebih luas. Hal tersebut dengan sendirinya
menuntut kesiapan daerah untuk mengatur dan mengelola urusan rumah
tangganya sendiri secara lebih leluasa. Kemampuan mengelola kegiatan
operasional secara lebih professional menjadi tuntutan kebutuhan utama,
seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat sebagai konsumen.
Dari segi politik, terjadi perubahan structural hubungan antara
pemerintahdengan partai politik. Birokrasi diposisikan sebgai pihak yang
bersikap netral (public service neutrality), sehingga nantinya lebih banyak
menjadi pelaksana dari berbagai kebijakan public yang diuputuskan oleh
partai politik yang memenangkan pemilihan umum.

2. Perubahan Fungsional
Perubahan kearah perdagangan bebas dunia akan membuat persaingan
di antarapelaku ekonomi menjadi semakin sengit. Pengambilan keputusan
harus dilakukan secara cepat, tepat dan akurat. Organisasi pemerintah
daerah yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat, perlu pula perubahan
guna mengimbangi perubahan yang terjadi pada sector ekonomi. Hal
tersebut dengan sendirinya menuntut perubahan pada bentuk dan iklim
organisasi. Mengenai hal ini, Bennis dan Townsend (1995) mengemukakan
bahwa akan terjadi perubahan bentuk organisasi dari semula berbentuk
hirarkhis denga cirri-ciri pengendalian komando (command-control

By. Arif Zainudin Page 11


organization) kea rah organisasi yang bersifat mendatar (flat organization).
Artinya, organisasi mendatang tidak lagi disusun secara hirarkhis berlapis-
lapis dengan mengandalkan kewenangan yang dimilikinya, melainkan
dalam bentuk tim kerja yang diisi oleh orang-orang yang ahli dalam
bidangnya. Hal ini menuntut adanya perubahan orientasi para
penyelenggara pemerintah daerah, dari orientasi structural dan kewenangan
kea rah orientasi fungsi dan keahlian.
Pendapat Bennis dan Townsend tersebut diatas sejalan debgab pendapat
Drucker (Hesslbein, Goldsmith and Beckhard, 19995:2) yang mengatakan
bahwa dewasa ini kita sedang bergerak dari masyarakat pekerja ke arah
masyarakat jaringan. Organisasi yang dijalankan berdasarkan pengendalian
dan pengawasan akan digantikan dengan berbagai bentuk hubungan seperti
aliansi, kerjasama, kesepakatan pasar dan lain sebagainya. Hubungan kerja
lebih didasarkan pada saling pengertian pada tujuan, kebijakan dan strategi
melalui tim kerja dan melalui persuasi.
Perubahan yang terjadi pada manajemen secar umum terjadi pula pada
manajemen pemerintahan. Ada beberapa konsepsi pemikiran yang secara
nyata mampu mempengaruhi kebijakan pemerintahan di berbagai Negara.
Savas (1987) misalnya menawarkan konsep privatisasi agar
penyelenggaran pemerintah dapat berjalan baik. Dari sudut yang lain,
barzelay (1992) menawarkan paradigma pasca birokrasi yang initnya
mengurangi sebanyak mungkin keterlibatan birokrasi dalam kehidupan
masyarakat. Masyarakat maju sebagai suatu kesatuan diyakini akan mampu
mengurus sebagian besar kepentingannyaoleh anggota masyarakatnya
sendirir.
Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya
konsep pemikiran dari Osborne dan Gaebler (1992) yang menawarkan
perlunya transformasi semangat kewirausahawan pada sector public.
Osborne dan Gaebler (1992) mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang
intinya adalah masyarakat serta menjadikan actor pemerintah lebih efisien.
Inti pemikiran Osborne dan Gaebler sebenarnya sejalan dengan pandangan
Savas maupun Barzelay.

By. Arif Zainudin Page 12


Mengenai perlunya keadilan dimasukkan ke dalam kebijakan
pemerintah telah pula dikemukakan oleh Frederickson (1980) melalui
konsep Administrasi Negara Baru (The New Public Administration).
Alasannya adalah bahwa didalam mengejar efektivitas dan efisiensi, para
penyelenggara Negara seringkali melupakan factor keadilan. Pada
akhirnya, sebagian besar rakyat yang sebenarnya merupakan pemilik
kedaulatan menjadi korban tanpa dapat berbuat banyak.
Di antara berbagai konsep pembaharuan manajemen pemerintahan yang
ditawarkan oleh para ahli, pada saat ini yang banyak digunakan adalah
pendapt dari Osborne dan Gaebler (1992) melalui paradigma Renventing
Govermentnya (REGOM). Untuk melaksanakn konsep RegOM, Osborne
dan Plastrik (1996) mengemukakan lima strategi. Kelima strategi tersebut
yaitu The core strategy, The Consequences Strategy, The Customer
Strategy, The Control Strategy dan The Cultural strategy.
Strategi dasar berbicara pada tingkatan tujuan organisasi dengan
menggunakan tiga pendekatan yaitu : kejelasan mengenai tujuan, kejelasan
mengenai peranan yang dimaikan setiap anggota organisasi serta kejelasan
mengenai arah perkembangan organisasi. Strategi konsekuensi berbicara
pada tingkatan intensif melalui tiga pendekatan yaitu mengelola
kompetensi, manajemen wira usaha serta manajemen kinerja. Strategi
pelanggan berbicara pada tingkatan akuntabilitas dengan menggunakantiga
pendekatan yaitu: pilihan pelanggan, pemilihan kompetitif serta jaminan
kualitas bagi pelanggan. Strategi pengendalian berbicara pada tingkatan
kekuasaan dengan menggunakan empat pendekatan berupa: keorganisasian,
pemberdayaan organisasi, pemberdayaan pekerja dan pemberdayaan
masyarakat. Sedangkan strtegi budaya berbicara pada tingkatan budaya
dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu: menghilangkan kebiasaan
yang sudah tidak sesuai, mengambil hati pekerja maupun pelanggan serta
memenangkan pikiran-pikiran kea rah yng dikehendaki.
Kelima strategi tersebut diatas perlu digunakan untuk meningkatkan
kinerja sector public agar menjadi lebih baik. Di dalamnya terdapat
metodologi untuk mengubah secara mendasar organisasi pemerintah pada

By. Arif Zainudin Page 13


semua tingkatan, baik tingkatan pusat, tingkatan regional maupun tingakt
local. Strategi tersebut sekaligus juga menunjukan bahwa pemerintahan
yang berpusat pada masyaarakat (customer – centered government)
mungkin untuk dilaksanakan setelah dengan konsep pembangunan yang
berpusat pada rakyat (people centered development) sebagaiman
dikemukakan oleh Korten (1984).
Seiring dengan semakin majunya masyarakat, para penyelenggara
pemerintahan harus semakin pandai memilah dan memilih urusan yang
masih perlu dikelolanya secara langsung. Urusan yang sangat penting, yang
menyangkut eksistensi sebuah bangsa harus tetap dikelola oleh
pemerintah. Urusan selebihnya dapat diserahkan pada masyarakat melalui
program privatisasi denga pengawasan dan pengendalian yang ketat oleh
pemerintah. Dengan demikian, manajemen pemerintahan yang diperkuat
bukanlah manajemen operasional melainkan manajemen pengawasan dan
pengendalian.
Privatisasi itu sendiri pada dasarnya adalah desentralisasi. Seperti
dikatakan oleh Cheema dan Rondinelli (1983:24) bahwa salah satu bentuk
desentralisasi adalah “transfer of function from government to
nongovermenttal institutions”. Intitusi non pemerintah dapat berupa
yayasan, perusahaan swasta atau lembaga swadaya masyarakat. Dengan
demikian, desentralisasi bukan hanya dari pemerintah tingkat atasnya
kepada pemerintah daerah tingkat bawahnya, melainkan juga dari
pemerintah kepada institusi nonpemerintah.
Dengan semakin menguatnya kedudukan rakyat di hadapan pemerintah,
maka pemerintah dituntut untuk kembali pada kegiatan pokoknya (core
business). Seiring dengan perubahan tersebut, maka pengawasan social dari
masyarakat sebagai pemilik kedaulatan juga akan semakin meningkat.
Pemerintahan yang bersih (clean government) akan menjadi salah satu
syarat untuk dapat bergaul dalam percaturan internasional secara terhormat,
selain syarat demokrasi dan penegakan hak asasi manusia.
Perubahan penting lainnya di dalam manajemen pemerintahan di daerah
adalah perlunya memperhatikan prinsip-prinsip dasar manajemen, yang

By. Arif Zainudin Page 14


selama ini sudah biasa dijalankan sehingga menjadi terabaikan. Seperti
dikatakan oleh Culligan (1996) bahwa setiap satu manajer perlu melihat
dan melihat kembali prinsip-prinsip manajemen yang dijalankannya
(management back to basic).
Berkaitan dengan perubahan kebijakan penyelenggaraan pemerintah di
Daerah dalam rangka pelaksana titik berat otonomi pada Daerah
Kabupaten/kota, perlu penegasan kembali berbagai prinsip dasar
manajemen yang selama ini telah digunakan. Baik menyangkut mengenai
pembagian peran antara unsure lini dan unsure staf maupun dalam hal
pendelegasian wewenang.
Selama ini secara tidak disadari telah terjadi pembagian tugas dan
pendelegasian wewenang yang belum proporsional antara unsure staf dan
unsure lini. Fungsi unsure lini bersifat operasional, sedangkan fungsi
unsure staf adalah menunjang kegiatan pimpinan dan unsure lini. Masih
banyak kegiatan operasional berupa pelayanan langsung kepada
masyarakat yang masih ditangani oleh unsurstaf. Padahal kegiatan tersebut
seharusnya tugas dinas daerah sebagai unsure lini.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, peranan
dinas daerh sebagai unsure lini dan berhadapan langsung dengan
masyarakat semakin diperkuat. Fasilitas dan wibawa kedinasan untuk dinas
daerah perlu ditingkatkan agar para penyelenggara pemerintahan daerah
yang berkualitas tertarik untuk bekerja pada dinas daerah. Kurangnya
perhatian pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Dinas Daerahnya
disebabkan oleh banyak hal antara lain:
a. Kurang tepatnya persepsi mengenai pembagian tugas antara unsure
staf dan unsure lini
b. Kurang dekatnya akses hubungan antara Kepala Dinas dengan
Kepala Daerah, karena factor pimpinannya ataupun karena letak
kantornya yang berjauhan
c. Belum tingginya tututan untuk memeberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat, sehingga peranan unsure lini sebgai garis depan
(frontliner), kurang memperoleh perhatian.

By. Arif Zainudin Page 15


Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak dan
kewajibannya sebagai warga Negara dan warga masyarakat, diperlukan
perubahan strategi pemberian pelayanan kepada masyarakat. Salah satu
strategi yang terpenting adalah memeberdayakan Dinas Daerah. Upaya
pemberdayagunaanya dilakuakan dengan cara:
a. Mengisi organisasinya dengan orang-orang yang berkualitas dan
professional sesuai dengan karakteristik urusan yang ditanganinya.
b. Member kewenangan yang lebih luas serta dukungan fasilitas dan
biaya memadai.
c. Mengukur kinerja pelayanan yang diberikan serta melakukan
kompetensi antar dinas.
d. Lebih banyak memebentuk Cabang Dinas di Kecamatan dalam
rangka pendekatan pelayanan kepada masyarakat (prinsip close to
the customer), disertai kewenangan yang cukup untuk memeberikan
pelayanan langsung kepada konsumen.
Pemberdayaan Dinas Daerah merupakan prasyarat mutlak agar otonomi
daerah dapat dilaksanakan secara nyata dan bertanggung jawab. Sebab
pada dasarnya inti desentralisasi adalah pendelegasian
kewenangan,sedangkan penyelenggaraan kewenangan terletak pad dinas
daerah yang menangani kewenangan tersebut.
Pemberdayaan dinas daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat akan membawa konsekuensi logis berupa pengurangan
fungsi dan peranan staf. Masalah yang paling berat adalah mengubah
pandangan dan kelegawaan dari pejabat staf yang ada di unit pemerintahan
yang selama inini telah menjalankan fungsi lini seharusnya dijalankan oleh
dinas daerah.

3. Perubahan Kultural
Diantara lainnya, perubahan cultural adalah yang paling sulit untuk
dilaksanakannya. Perubahan cultural akan menyangkut cara pandang
kebiasaan, mekanisme kerja maupun hubungan manusiawi yang mungkin
sudah berjalan bertahun-tahun dengan pola tertentu. Perubahan structural

By. Arif Zainudin Page 16


dan fungsional tanpa diikuti dengan perubahan cultural hanya
menghasilkan perubahan pada bentuk belum pada tingkatan visi.
Kultur hubungan kerja patron – klien yang sangat kental akibat pola
hubungan paternalistic dan pola tanggung jawab memusat keatas, perlu
secara bertahap diperbaharui menjadi kultur hubungan kerja yang
berorientasi keahlian dengan arah tanggung jawab ke atas, kesamping dank
e bawah.
Perubahan cultural harus dimulai dari pembaharuan visi dan misi
organisasi pemerintahan daerah yang dicanangkan oleh kepala daerah
sebagai pimpinan dan sekaligus pemimpin daerah. Secara bertahahap dan
berkesinambungan perubhan cultural tersebut disosialisasikan.
Berkaitan dengan perubahan cultural, Osborne dan Plastrik (1996)
mengemukakan tiga pendekatan dalam menjalankan strategi kebudayaan
sebagaimana disinggung pada uraian sebnelumnya. Pertama,
meninggalkan kebiasaan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan jaman
(breaking habits). Kedua, upayakan meraih lubuk hati yang terdalam agar
bersedia menerima perubahan yang ditwarkan (touching hearts). Ketiga,
bagaiman dapat memasukan pola piker baru yang sesuai dengan arah
perubahan yang diinginkan (winning mind).

D. Aspek – aspek Manajemen Yang Cenderung Akan Berubah


Perubahan structural, fungsional dan cultural pada manajemen
pemerintahan akan mencakup semua aspek. Akan tetapi ad beberapa aspek
yang perlu memperoleh perhatian utama, mengingat urgensinya.
Rinciannya yaitu sebagai berikut:
1. Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia
Dengan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab,
pemerintah daerah akan diberi kewenangan untuk mengangkat,
memberhentikan dan menggaji karyawannya sendiri. Perubahan ini
tentunya memerlukan penguasaan manajemen sumberdaya yang
handal di tingkat daerah. Sebab selama ini, kebijakan kepegawaian
diatur oleh pemerintah Pusat.

By. Arif Zainudin Page 17


Selain itu, aka nada pula pergeseran terhadap fungsi-fungsi unit
organisasi pengelolaan kepegawaian, yang semula hanya mengelola
sebagian dari fungsi manajemen SDM seperti mutasi, rotasi dan
pemberian imbalan, nantinya akan mengelola semua fungsi
manajemen SDM dari sejak rekrutmen sampai dengan
pemensiunan. Unit manajemen SDM bukan lagi merupakan unsure
staf biasa, melainkan unsure staf utama dan mandiri yang
mempunyai hubungan langsung degan pimpinan organisasi (Kpela
Daerah). Perubahan ini sejalan dengan perkembangan konsep-
konsep manajemen SDM.

2. Aspek Manajemen Perencana


Pemerintahan daerah telah diberi kewengan yang luas dalam hal
perencanan. Diperkirakan akan terjadi pergeseran pengelola fungsi-
fungsi perencanaan yang semula oleh unit perencanaan (BPEDA),
secara bertahap akan ditanganioleh pejabat-pejabat fungsional
perencanaan sehingga menjadi lebih professional. Ukuran unit
perencanaan akan menjadi semakin kecil. Untuk mengantisipasinya,
maka pengembangan SDM di bidang perencanaan merupakan kunci
utamanya.

3. Aspek Manajemen Keuangan


Diperlukan lebih banyak ahli keuangan yang mempunyai
kapasitas untuk mengelola dana yang semakin besar dari sumber-
sumber yang semakin kompleks. Melalui pertimbangan keuangan
antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah, telah
diserahkan berbagai sumber-sumber keuangan, termasuk
kemungkinan pengelolaan bantuan dana atau pinjaman luar negeri
secara langsung. Kuncinya adalah kualitas SDM.

4. Aspek Manajemen Logistik

By. Arif Zainudin Page 18


Slah satu isi pokok otonomi daerah adalah hak untuk memiliki
dan mengelola kekayaanya sendiri. Secara umum, manajemen
logistic pemerintah sangat lemah, sehingga banyak kekayaan daerah
yang tidak terdata dan terkelola denga baik. Selama ini, orientasi
pemerintah Daerah terutama pada perolehan PADS, sehingga
melupakan potensi kekayaan daerah yang telah dimiliki.

5. Aspek Manajemen Konflik


Dibukanya koridor kebebasn secara lebih luas membuka
peluang meningkatnya intensitas konflik baik pada skala kecil
maupun skala besar. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
manajemen untuk mengatasi berbagai konflik secara arif, bukan lagi
dengan pendekatan represif.
Penguasaan keahlian manajemen pemerintahan dengan berbagai
aspek merupakan langkah strategis yang sangat penting, mengingat
aspeknya merupakan langkah strategis yang sangat penting,
mengingat telah terjadinya perubahan paradigma peranan birokrasi
di Indonesia. Semula birokrasi ikut terjun aktifdi kancah politik.
Pada masa sekarang, birokrasi diminta untuk bersikap netral.
Berkaitan dengan hal tersebut, Nhite (1953) pernah mengtakan
bahwa “kegitan administrasi dimulai pad saat kegiatanpolitik
selesai”. Artinya, birokrasi harus mempunyai keahlian
administrative yang kuat dan proporsional sehingga mampu
melakukan tawar – menawar dengan pimpinan pemerintah Daerah
yang dijabat oleh para politisi. Tanpa keahlian manajerial, para
birokrasi hanya akan menjadi korban permainan politik dan tidak
memiliki jati diri yang jelas dan kuat.

By. Arif Zainudin Page 19

Anda mungkin juga menyukai