Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORITIK

1. Perkawinan

Perkawinan diambil dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata

yaitu Zawaja dan Nakaha. Kemudian kata inilah yang dipakai dalam Al-

Qur’an dalam menyebutkan perkawinan muslim, Nakaha artinya

menghimpun dan Zawajja artinya pasangan.1 Menurut bahasa perkawinan

adalah ikatan antara dua orang menjadi satu. Penyatuan tersebut bukan

hanya dua orang saja melainkan penyatuan keluarga besar menjadi satu.

Melalui bersatunya dua insan yang sebelumnya hidup sendiri, dengan

adanya perkawinan dua orang insan yang dipertemukan oleh Allah SWT

untuk berjodoh menjadi satu sebagai pasangan suami istri yang saling

melengkapi kekurangan masing-masing. Dalam ajaran agama islam

perkawinan lazimnya menggunakan kata nikah. Nikah memiliki arti

melaksanakan sebuah perjanjian yang saling memiliki keterikatan antara

seorang pria dan wanita yang melegalkan hubungan intim pria dan wanita,

nikah harus dilakukan tanpa paksaan agar dapat menciptakan sebuah

kebahagiaan dalam rumah tangganya diliputi rasa saling menyayangi serta

saling memberikan rasa damai sesuai dengan ajaran Islam.

1
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta, Kencana 2010),
272-273

1
Perkawinan atau pernikahan adalah sebuah akad yang

menyebabkan masing-masing orang dari sepasang mempelai boleh

berhubungan badan dengan pasangannya, dengan tujuan untuk membentuk

sebuah keluarga. Menciptakan rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah

dan Warohmah, merupakan tujuan dari perkawinan. Sedangkan tujuan

dalam undang-undang perkawinan untuk menciptakan perkawinan yang

ada pada KHI. Dalam hukum adat tujuan dari hal ini bisa berbeda-beda

tergantung dengan lingkungan masyarakat adatnya, biasanya tergantung

dengan agama yang dianut, apabila dilakukan sesuai dengan agama yang

dianut, apabila dilakukan sesuai dengan kepercayaan maka dianggap sah.

Dalam UUP No 1 Tahun 1974, tujuannya itu sendiri adalah untuk

menciptakan rumah tangga. Suami dan istri melakukan pendekatan untuk

mencapai tujuan perkawinan dengan beberapa cara diantaranya:

1. Suami istri saling berkoban untuk mencapai tujuan perkawinan yang

luhur karena itu pengorbanan di butuhkan dalam rumah tangga.

2. Akhlak, moral dan etika yang baik merupakan salah satu modal untuk

membangun rumah tangga.

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dalam perkawinan pasal 2

ayat 1, yang menyatakan bahwa sesuai sila pertama yaitu agama harus

menjadi acuan dalam perkawinan atau perkawinan harus melihat

agamanya masing-masing. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa perkawinan adalah penyatuan dua orang yang tidak memiliki

hubungan nasab yang di persatukan akad-akad yang disaksikan oleh dua

orang saksi, dan dapat mengahalalkan sesuatu yang sebelumnya haram

2
menjadi halal dan untuk memenuhi kebutuhan biologis agar mendapat

keturunan.

Tujuan dari pernikahan adalah untuk mencapai keluarga yang

Sakinah, Mawaddah, dan Warohmah. di dalam pernikahan kata

perceraian tidaklah diinginkan dalam suatu rumah tangga namun pada

kenyataanya banyak sekali perceraian terjadi di kalangan masyarakat

dengan berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan

tersebut.

Di dalam pernikahan yang membuat suami menjatuhkan talak

kepada istrinya biasanya di karenakan Nusyuz dan Syiqaq adapun yang

dimaksud dengan Nusyuz dan Syiqaq sebagai berikut:

a. Nusyuz

Arti kata Nusyuz adalah membangkang, yang dimaksud dengan

membangkang adalah seorang istri melakukan perbuatan yang

menentang suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syara’. Ia

tidak menaati suaminya atau menolak diajak ke tempat tidurnya.

Berikut adalah beberapa perbuatan istri yang termasuk kedalam

perbuatan Nusyuz diantaranya sebagai berikut:

1. Istri tidak mau pindah mengikuti suami untuk menempati

rumah yang telah di sediakan sesuai dengan kemampuan suami

atau istri meninggalkan rumah tanpa izin suami.

2. Apabila keduanya tinggal dirumah istri atas seizin istri,

kemudian pada suatu ketika istri melarangnya untuk masuk ke

3
rumah itu dan bukan karena hendak pindah rumah yang

disediakan suami .

3. Istri menolak ajakan suami untuk menepati rumah yang

disediakannya tanpa alasan yang pantas.

4. Apabila istri bepergian tanpa suami atau mahromnya walaupun

perjalanannya itu wajib, seperti haji, karena perjalanan

perempuan tidak dengan suami itu maksiat.

Apabila suami melihat istri akan berbuat hal-hal semacam itu,

maka ia harus memberi nasehat dengan baik, kalau ternyata istri masih

berbuat durhaka hendaklah suami berpisah ranjang. Kalau istri masih

berbuat semacam itu dan meneruskan ke durhakaannya maka suami

boleh memukulnya dengan syarat tidak melukai badannya.

b. Syiqaq

Syiqaq memiliki arti perselisihan atau retak, menurut istilah

fiqih, syiqaq berarti perselisihan suami dan istri yang diselesaikan

dengan dua orang hakam yaitu seorang hakam yang dipilih dari pihak

suami dan satu yang di pilih pihak istri.2

Untuk meminimalisir terjadinya perceraian didalam Al-Qur’an

telah dijelaskan jika terjadi perselisihan untuk mengirim dua orang hakam

(seseorang yang menjadi penengah) satu orang dari perwakilan istri dan

satu dari dari seorang suami yang dikirim oleh masing-masing keluarga

besar untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam rumah tangga

tersebut dimana dijelaskan dalam Surat An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:

2
Tihami Dan Sahari Sahrani, Fiqih Munakahat,(Depo, Rajagfa Perindo Persada,2018)185-188

4
ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫واِ ْن ِخ ْفتُم ِش َق‬
ْ ‫اق بَْين ِه َما فَابْ َعثُ ْوا َح َك ًما ِّم ْن اَ ْهلهۚ َو َح َك ًما ِّم ْن اَ ْهل َها ۚ ا ْن يُِّريْ َدآ ا‬
‫ص ََل ًحا‬ ْ َ
ِ
‫يُّ َوفِّ ِق ال ّٰلّهُ بَْي نَ ُه َما ۚ ا َّن ال ّٰلّهَ َكا َن َعلِْي ًما َخبِْي ًرا‬
Artinya: Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan diantara keduanya,
maka kirimkanlah seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika
keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami istri itu.

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwasanya Allah telah

memberikan solusi agar tidak meminimalisir terjadinya perceraian dengan

adanya penyelesaian dengan mengirimkan seorang hakam untuk

menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Dalam masyarakat Madura hakam atau mediator lebih dikenal

dengan sebutan pangadek, pangadek adalah seorang yang ditunjuk oleh

keluarga suami untuk menjadi media atau penengah dalam perkawinan

tersebut dimana dari mulai perkenalan sampai dengan hidup berkeluarga

pangadek akan tetap digunakan jika terjadi permasalahan yang terjadi

dalam keluarga tersebut untuk menyelesaikan permasalahannya, dari

pengenalan sampai membina pernikahan pangadek akan berperan aktif

dalam menyelesaikan perselisihan yang mungkin akan terjadi didalam

pernikahan tersebut, oleh karena itu keberadaan pangadek sangatlah

dibutuhkan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam keluarga

tersebut.

2. Pangadek

Pangadek adalah seseorang yang membantu jalannya

proses pernikahan dimana dari pertunangan hingga pernikahan pangadek

5
membatu dalam terjadinya proses tersebut yang mana ditunjuk oleh

orangtua pihak laki-laki untuk membantu menyelesaikan permasalahan

rumah tangga dimana pangadek disini masih memiliki hubungan

kekerabatan yang dianggap mampu membantu menyelesaikan

permasalahan rumah tangga, jika dari hubungan kekerabatan tidak ada

yang sekiranya bisa membantu maka akan meminta bantuan kepada tokoh

adat ataupun kyai yang sekiranya dapat membantu menyelesaikan

permasalahan rumah tangga.3

3. Peran Pangadek

Pangadek memiliki peran untuk menentukan dalam suatu proses

mediasi. Gagal tidaknya mediasi juga ditentukan oleh peran yang

ditampilkan oleh pangadek, ia berperan aktif dalam menjembatani

sejumlah pertemuan antara para pihak. Desain pertemuan, memimpin dan

mengendalikan pertemuan, menjaga keseimbangan proses mediasi dan

menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan merupakan peran utama

yang harus dimainkan oleh pangadek. Pada posisi ini, pangadek menjadi

katalisator yang mendorong lahirnya diskusi-diskusi konstruktif dimana

para pihak terlibat secara aktif dalam membicarakan akar permasalahan

mereka. Dalam diskusi tersebut para pihak mengemukakan sejumlah

persoalan dan kemungkinan penyelesaiannya. Pangadek membantu para

pihak dalam pertukaran informasi dan proses tawar-menawar dalam

rangka memperoleh kesepakatan.

3
Peneliti, Observasi Langsung,(9 Desember 2022)

6
Pangadek sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan

para pihak yang bersengketa. Pangadek harus membangun interaksi dan

komunikasi positif sehingga ia mampu melayani kepentingan para pihak

dan berusaha manawarkan alternatif dalam pemenuhan kepentingan

tersebut. Tindakan ini sangat penting dilakukan pangadek dalam rangka

mempertahankan proses mediasi, para pihak cenderung mempertahankan

sikap komprominya bila ia merasa kepentingannya di jaga oleh pangadek.

Komunikasi dan interaksi dapat dilakukan pangadek secara terbuka dan

dihadiri bersama oleh para pihak. Pangadek juga dapat melakukan

komunikasi dan interaksi tersebut secara terpisah yang mana pangadek

bertemu secara individu dengan para pihak.

Dalam memimpin pertemuan yang dihadiri oleh kedua belah pihak,

pangadek berperan mendampingi, mengarahkan dan membantu para pihak

untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat komunikasi

yang terbangun akan memudahkan proses mediasi selanjutnya. Pada peran

ini pangadek harus menggunakan bahasa-bahasa yang santun, lembut dan

tidak menyinggung para pihak sehingga para pihak terkesan rileks dalam

berkomunikasi satu sama lain.4

4. Kewenangan dan Tugas Pangadek

Pangadek memiliki kewenangan dan tugas dalam menjalankan

proses mediasi. Pangadek memperoleh tugas dan kewenangan tersebut

dari para pihak, dimana mereka mengizinkan dan setuju adanya pihak

4
Syahrizal Abbas,Mediasi,(Depok,Pt. Kharisma Putra Utama,2009)77-79

7
ketiga menyelesaikan sengketa mereka. Kewenangan dan tugas pangadek

terfokus pada upaya menjaga dan mempertahankan proses mediasi.

Pangadek diberikan kewenangan oleh para pihak melakukan tindakan

dalam rangka memastikan mediasi berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Pangadek juga dibekali dengan berbagai tugas yang harus dilaksanakan

mulai dari awal sampai dengan proses akhir mediasi.5

Pangadek memiliki kewenangan sebagai berikut:

1. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar

Pangadek berwenang mengontrol proses mediasi sejak awal

sampai akhir. Ia memfasilitasi pertemuan para pihak, membantu para

pihak untuk melakukan negoisasi, membantu membicarakan sejumlah

kemungkinan untuk mewujudkan sejumlah kesepakatan dan membantu

menawarkan sejumlah solusi dalam menyelesaikan sengketa. Pada

dasarnya, pangadek hanyalah mendorong para pihak untuk lebih

proaktif memikirkan penyelesian persengketaan mereka. Pangadek

mengawasi sejumlah kegiatan tersebut melalui penegakan aturan

mediasi yang telah disepakati bersama.

2. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negoisasi

Pangadek berwenang dan mempertahankan struktur dan

momentum dalam negoisasi. Esensi mediasi terletak pada negoisasi,

dimana para pihak diberikan kesempatan melakukan pembicaraan dan

tawar-menawar dalam menyelesaikan sengketa. Sebelum menjalankan


5
Syahrizal Abbas, Mediasi,(Depok,Pt. Kharisma Putra Utama,2009) 82

8
negoisasi para pihak sudah memetakan permasalahan pokok yang

dipersengketakan, kepentingan masing-masing pihak, kemungkinan

tawar-menawar kepentingan dan mungkin pilihan-pilihan yang mungkin

dicapai.

3. Mengakhiri proses bilamana mediasi tidak produktif lagi

Dalam proses mediasi sering sekali ditemui para pihak sangat

sulit untuk diskusi secara terbuka. Mereka mempertahankan prinsip-

prinsip secara ketat dan kaku, terutama pada saat negoisasi. Ketika

pangadek melihat para pihak tidak mungkin lagi diajak kompromi

dalam negoisasi, maka pangadek berwenang menghentikan proses

mediasi. Pangadek dapat menghentikan proses mediasi untuk sementara

waktu atau penghentian untuk selamanya (mediasi gagal). Terdapat dua

pertimbangan mediasi yang di pertimbangkan pangadek. Pertama ia

menghentikan proses mediasi untuk sementara waktu, guna memberikan

kesempatan untuk para pihak memikirkan kembali tawar-menawar

kepentingan dalam menyelesaikan sengketa. Para pihak dapat

memikirkan bagaimana kepentingan yang tidak mesti di penuhi, karena

prinsip mediasi bukanlah untuk mencapai menang kalah. Pangadek

menghentikan mediasi dengan pertimbangan keretakan hubungan yang

lebih parah bila proses mediasi tersebut dilanjutkan. Jika penghentian

mediasi dilakukan, maka masih membuka peluang bagi pangadek untuk

menjembatani kembali proses mediasi mereka. Kedua, pangadek

menghentikan proses mediasi dengan pertimbangan hampir dapat

dipastikan tidak ada celah yang mungkin dimasuki untuk diajak

9
negoisasi dari kedua belah pihak. Para pihak sudah menegaskan prinsip

dan tuntutan masing-masing secara emosional, sehingga bila proses

mediasi dilanjutkan dapat diprediksi akan tetap tidak efektif,

menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat dan pada akhirnya menuai

kegagalan.

Adapun yang menjadi tugas pangadek adalah:

1. Melakukan diagnosis konflik

Tugas pertama yang dilakukan pangadek adalah

mendiagnosis konflik atau sengketa. Pangadek dapat

mendiagnosis sengketa sejak pra-mediasi, yang bertujuan

untuk mengetahui bentuk-bentuk persengketaan, latar

belakang penyebabnya dan akibat dari persengketaan bagi

para pihak. Atas dasar diagnosis sengketa, pangadek dapat

menyusun langkah negoisasi, mencari alternatif solusi,

mempersiapkan pilihan yang mungkin ditawarkan kepada

kedua belah pihak dalam menyelesaikan sengketa.

2. Mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis

para pihak.

Dalam proses mediasi, para pihak diberikan kesempatan

untuk menyampaikan persoalan persengketaan mereka secara

terbuka, sehingga para pihak dapat mendengarnya. Pangadek

juga mengarahkan para pihak untuk menyampaikan

kepentingan-kepentingan mereka dalam persengketaan tersebut.

3. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi.

10
Dalam proses mediasi, pangadek harus memperhatikan

komunikasi yang terjadi antara kedua belah pihak. Ia harus

memastikan apakah komunikasi tersebut telah berjalan dengan

lancar. Pangadek bertugas untuk membantu para pihak untuk

memudahkan komunikasi mereka, karena dalam praktek banyak

ditemukan para pihak malu dan segan untuk mengungkapkan

persoalan dan kepentingan mereka.

4. Pangadek harus menyusun dan merangkaikan kembali tuntutan

para pihak, menjadi kepentingan sesungguhnya dari para pihak.

Hal ini penting digambarkan oleh pangadek, karena posisi para

pihak dalam mediasi bukan berada pada sikap bersikukuh

dengan tuntutannya, tetapi lebih mengarah kepada kepentingan

riil yang diinginkan.

5. Pangadek bertugas untuk mengubah pandangan egosintris

masing-masing pihak menjadi pandangan yang mewakili semua

pihak. Pangadek secara aktif meyakinkan para pihak untuk

saling memahami posisi pihak lain, sehigga pandangan mereka

dapat di dekatkan dengan menanggalkan egonya masing-masing.

6. Pangadek bertugas untuk berusaha mengubah pandangan

parsial (berkutat definisi tertentu) pada pihak mengenai suatu

permasalahan ke pandangan yang lebih universal (umum),

sehigga dapat di terima oleh kedua belah pihak.

11
7. Pangadek bertugas menyusun proposisi mengenai permasalahan

para pihak dalam bahasa dan kalimat yang tidak menonjolkan

unsur emosional. Bahkan ia juga dapat menyusun sejumlah

pertanyaan yang dapat meyakainkan para pihak untuk

menyelesaikan sengketa mereka secara lebih adil dan terbuka.

8. Pangadek bertugas menjaga pernyataan para pihak agar tetap

berada dalam kepentingan dan tidak berubah menjadi suatu

tuntutan yang kaku, sehigga pembahasan dan negoisasi dapat di

lakukan dalam kerangka yang saling menguntungkan para

pihak.6

5. Mediasi dalam Perselisihan Rumah Tangga

Menurut hukum Islam, perkawinan sama dengan kata “nikah” dan

kata “Zawaji”. Menurut bahasa, ada arti sebenarnya (haqiqat), yaitu

“dham”, yang berarti memeras, memeras, atau mengumpulkan.

Perkawinan memiliki arti kiasan, yaitu “Wathaa” berarti “melakukan

persetubuhan” atau “aqad” berarti mengadakan perkawinan. 7 di dalam

islam perkawinan merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul, yang di

maksud dengan sunah Allah adalah suatu Qadrat Allah dalam penciptaan

alam, sedangkan sunah Rasul adalah sebuah tradisi yang ditetapkan oleh

Rasul untuk dirinya dan ummatnya.

6
Syahrizal Abbas, Mediasi,(Depok,Pt. Kharisma Putra Utama,2009)82-90
7
Abd Somad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, 272.

12
Secara terminologi perkawinan adalah sebuah akad untuk

menghalalkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, dalam

hal ini pernikahan merupakan akad yang memperbolehkan seorang laki-

laki untuk memperoleh kenikmatan dari tubuh seorang wanita dan

memiliki nilai ibadah, sejalan dengan pendapat para ahli “ushul”

kelompok Syafi’i dimana pernikahan adalah sebuah akad yang

memperbolehkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang

semula haram menjadi halal. 8 pada dasarnya manusia adalah mahluk

sosial yang memiliki ketergantungan terhadap manusia lainnya, oleh

karena itu manusia memiliki naluri seksual sehigga membutuhkan

pasangan dalam hidupnya hal ini menunjukkan bahwa seseorang tidak

akan bisa hidup sendirian. akan ada sesuatu yang terasa hialang dalam

hidupnya jika tidak berpasangan, sehigga dasar hukum perkawinan di

atur dalam islam dan negara.

Didalam Undang-Undang Republik Indonesai Pasal 1 No. 1

tentang perkawinan dijelaskan bahwasanya perkawinan adalah sebuah

ikatan lahir batin antara perempuan dan laki-laki sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan

Warohmah.

Keluarga bahagia, Mawaddah dan Warohmah akan terwujud jika

suami istri menunaikan kewajiban dan hak secara baik, kewajiban adalah

tanggung jawab yang harus dijadikan suami istri untuk memenuhi

kebutuhan lahir dan batin sebagai akibat hukum yang lahir karena ikatan

8
Ibid, 273.

13
perkawinan, hak dan kewajiban suami istri terdiri atas hak dan kewajiban

yang bersifat materil dan hak kewajiban yang bersifat immateril, hak

yang berkaitan dengan materil berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

lahiriyah yang berupa sandang, papan dan pangan. Sedangkan kebutuhan

immateril adalah pemenuhan kebutuhan yang bersifat batiniah seperti

hubungan seksual, kasih sayang, dan jaminan keamanan yang di berikan

suami terhadap istri.

Islam mengharapkan perkawinan yang akadnya bernilai sakral

dapat dipertahankan untuk selamanya oleh suami istri. Namun islam juga

memahami realitas kehidupan suami istri dalam rumah tangga yang

kandang mengalami persengketaan dan percekcokan yang

berkepanjangan. Perselisihan suami istri yang memuncak dapat membuat

rumah tangga tidak harmonis sehigga akan mendatangkan ke mudarotan.

Oleh karena itu islam membuka jalan berupa perceraian. Perceraian

adalah jalan terakhir yang ditempuh suami istri, bila rumah tangga

mereka tidak dapat di pertahankan.

Al-Qur’an menjelaskan bahwa perceraian adalah perbuatan yang

dibenci oleh Allah sehingga lebih baik dihindari, dan diupayakan agar

tetap dipertahankan, karena dampak perceraian bukan hanya memisahkan

suami istri namun juga akan memisahkan dua keluarga besar kedua belah

pihak. Dampak dari perceraian bukan hanya hilangnya hak dan

kewajiban suami istri, tetapi juga ada ikatannya dengan beban psikis

yang akan dirasakan antara suami dan istri ataupun anak-anak mereka.

14
Dalam penyelesaian persoalan keluarga baik yang berupa Syiqaq

maupun Nusyuz harus diselesaikan melalui proses peradilan maupun non

peradilan. Syiqaq adalah perselisihan atau retaknya hubungan keluarga

antara suami dan instri yang di selesaikan oleh dua juru damai (hakam)

yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak

istri. Nusyuz adalah tindakan istri yang tidak patuh kepada suaminya

(membangkang) atau suami yang tidak menjalankan hak dan

kewajibannya terhadap istri dan rumah tangganya, baik yang bersifat

lahir maupun batin. Adapun perbuatan istri yang termasuk Nusyuz antara

lain sebagai berikut:

a. Istri tidak mau pindah mengikuti suami untuk menepati rumah yang

telah disediakan sesuai dengan kemempuan suami atau istri

meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan suami.

b. Apabila keduanya tinggal dirumah istri atas seizin istri, kemudian

pada seketika istri melarangnya masuk kerumah itu dan bukan

karena hendak pindah rumah yang disediakan suami.

c. Istri menolak ajakan suaminya untuk menetap dirumah yang

disediakannya tanpa alasan yang pantas.

d. Apabiala istri bepergian tanpa suami atau mahramnya walaupun

perjalanan itu wajib, seperti haji, karena perjalanan perempuan tidak

dengan suami atau dengan mahramnya termasuk maksiat. 9

9
Tihami Dan Sohari Sahrani,Fiqih Munakahat, 185-186

15
Di dalam Al-Qur’an terdapat pola mediasi tersendiri terhadap

penyelesaian sengketa keluarga. 10

Syiqaq adalah perselisihan yang terjadi pada kedua belah pihak

suami dan istri secara bersama-sama. Penyelesaian permasalahan tentang

Syiqaq berada dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:

ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫واِ ْن ِخ ْفتُم ِش َق‬


ْ ‫اق بَْين ِه َما فَابْ َعثُ ْوا َح َك ًما ِّم ْن اَ ْهلهۚ َو َح َك ًما ِّم ْن اَ ْهل َها ۚ ا ْن يُِّريْ َدآ ا‬
‫ص ََل ًحا‬ ْ َ
ِ ّٰ ِ ّٰ
‫يُّ َوفِّ ِق اللّهُ بَْي نَ ُه َما ۚ ا َّن اللّهَ َكا َن َعلْي ًما َخبِْي ًرا‬
Artinya: Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya
(suami istri), maka kirimkanlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki
dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru
damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah akan memberi
taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan
maha teliti.

Dimana Pangadek yang dapat membantu pihak suami istri dalam

mencari jalan penyelesaian sengketa keluarga mereka. Pihak ketiga ini

terdiri dari wakil dari pihak suami dan pihak istri yang akan bertindak

sebagai mediator. Pertanyaan yang muncul adalah mestikah pihak ketiga

atau pangadek ini berasal dari kedua belah pihak suami istri atau dapat

berasal dari luar pihak keluarga suami istri. Dalam kaitan ini para ulama

berbeda pendapat. Imam Syihabuddin Mahmud al-Alusi (1217-1270)

mengatakan bahwa pihak ketiga boleh saja berasal dari luar keluarga

kedua belah pihak, bila mana dianggap lebih maslahat dan membawa

kerukunan rumah tangga. Dalam pandangan sihabuddin, hubungan

kekerabatan tidak merupakan syarat syah untuk menjadi hakam dalam

penyelesaian sengketa Syiqaq.

10
Syahrizal Abbas, Mediasi,(Depok,Pt. Kharisma Putra Utama,2009)175-192

16
Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang mengangkat dan

mengutus hakam atau mediator dalam sengketa Syiqaq. Madzhab

Hanafi, Syafi’i, Hambali berpendapat bahwa hakam atau mediator

diangkat oleh para keluarga suami atau istri, dan bukan suami atau istri

secara langsung. Pandangan ini berbeda dengan pandangan beberapa

ulama kontemporer seperti Wahbah Zuhaily dan Sayyid Sabiq bahwa

hakam atau mediator dapat diangkat oleh suami istri yang disetujui oleh

mereka sebagai penengah yang akan membantu mencarikan jalan keluar

dari kemelut keluarga yang mereka hadapi.

As-Sya’bi dan Ibn Abbas mengatakan bahwa pihak ketiga atau

hakam dalam kasus Syikaq di angkat oleh hakim atau pemerintah, karena

kata “fab’atsu--hendaklah engkau mengutus” dalam Surat An-Nisa’ ayat

35 ditujukan kepada seluruh kaum muslimin. Oleh karena itu urutan

orang yang berwenang mengutus juru damai adalah keluarga kedua belah

pihak dan pemerintah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

mengangkat atau mengutus pangadek adalah suatu kewajiban karena

pengutusan itu bermaksud untuk mencegah kezaliman suami istri. Pola

mediasi dalam menyelesaikan sengketa Syiqaq juga dapat di terapkan

dalam sengketa Nusyuz dimana Allah telah menegaskan hal ini dalam

Surat An-Nisa’ ayat 128-129 yang berbunyi:

‫صلِ َحا بَْي نَ ُه َما‬ ِ ِ ِ َ‫واِ ِن امراَةٌ خاف‬


ْ ُّ‫اح َعلَْي ِه َماۚ اَ ْن ي‬ َ َ‫اضا فَ ََل ُجن‬
ً ‫ت م ْنۚ بَ ْعل َها نُ ُش ْوًزا اَْو ا ْعَر‬
ْ َ َْ َ
ِ
‫ُّحۚ َوا ْن ُُْت ِسنُ ْوا َوتَتَّ ُق ْوا فَاِ َّن ال ّٰلّهَ َكا َن ِِبَا‬
َّ ‫س الش‬ ِ ِ
ُ ‫الص ْل ُح َخْي ٌر ۚ َواُ ْحضَرت ْاْلَنْ ُف‬
ُّ ‫ص ْل ًحا ۚ َو‬ ُ
‫تَ ْع َملُ ْو َن َخبِْي ًرا‬
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan Nusyuz atau sikap acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi

17
mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu dari Nusyus
dan sikap acuh, maka sesungguhnya Allah maha mengetahui dengan apa
yang kamu kerjakan.
‫صتُ ْم فَ ََل ََتِْي لُ ْوا ُك َّل الْ َمْي ِل فَتَ َذ ُرْوَها‬ ِ ‫ولَن تَست ِطي عوۚا اَ ْن تَع ِدلُوا ب ْي الن‬
ْ ‫ِّساۤء َولَ ْو َحَر‬ َ َ َْ ْ ْ ُْ ْ َ ْ ْ َ
‫صلِ ُح ْوا َوتَتَّ ُق ْوا فَاِ َّن ال ّٰلّهَ َكا َن َغ ُف ْوًرا َّرِحْي ًما‬ ِ ِ
ْ ُ‫َكالْ ُم َعلَّ َقة ۚ َوا ْن ت‬
Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di antara istri-
istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehigga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan
perbaikan, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha
penyayang.

Ayat ini memang tidak menegaskan secara langsung keterlibatan

pihak ketiga sebagai pangadek dalam menyelesaikan sengketa nusyuz,

namun bukan berarti tertutup kemungkinan adanya pihak ketiga yang

membantu suami istri untuk mewujudkan kedamaian dalam keluarga

mereka. Perdamaian yang diinginkan ayat ini merupakan perdamaian

yang sebenarnya dan bukan perdamaian yang semu. Istri dan suami yang

Nusyuz hendaknya mencari upaya-upaya damai, dan apabila tidak

mampu dapat mengundang pihak ketiga sebagai penengah untuk

mewujudkan kedamaian dalam kehidupan suami istri.

Keberadaan pangadek sangatlah urgen karena peran pangadek

dalam memperbaiki hubungan suami istri akan menentukan

kelanggengan suatu rumah tangga, beban dan tugas pangadek dalam

sengketa rumah tangga cukup penting terutama jika suatu keluarga sudah

menunjukkan tanda-tada adanya perselisihan, maka pohak keluarga dari

pihak suami istri sudah dapat mengutus pangadek. Pihak keluarga tidak

perlu menuggu terjadinya perselisihan suami istri, sudah dapat diutus

hakam untuk menyelesaikan atau melakukan mediasi terhadap sengketa

18
Syiqaq. Jika dari awal pangadek sudah diutus oleh para pihak keluarga

suami dan istri, pangadek dapat lebih awal mengantisipasi dan

mencarikan penyebab terjadinya persengketaan tersebut, sehigga tidak

terlalu jauh terlibat persengketaan.

Untuk meminimalisir terjadinya perselisihan dalam keluarga perlu

adanya keterikatan (relasi) yang harus dijalankan dalam keluarga dimana

relasi dalam keluarga dimulai dengan perkawinan laki-laki dan

perempuan dewasa. Relasi antara suami istri memberi landasan dan

menentukan warna bagi keseluruhan relasi dalam keluarga. Banyak

keluarga yang berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami

istri. Kunci kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan

penyesuaian ini bersifat dinamis dan memerlukan sikap dan cara berfikir

yang luas. Penyesuaian adalah interaksi yang kontinue dengan diri

sendiri, orang lain di lingkungan.

Terdapat tiga indikator bagi proses penyesuaian konflik yakni,

komunikasi dan berbagi tugas rumah tangga. Keberhasilan penyesuaian

dalam perkawinan tidak ditandai dengan tiadanya konflik yang terjadi.

Penyelesaian yang ditandai dengan sikap yang konstruktif dalam

melakukan resolusi konflik, komunikasi yang positif merupakan suatu

komponen dalam melakukan resolusi konflik yang konstruktif. Walaupun

demikian komunikasi sangat penting dalam segala aspek kehidupan

perkawinan, bukan hanya dalam resolusi konflik, peran terpenting

komunikasi adalah untuk membangun kedekatan dan keintiman dengan

pasangan. Bila kedekatan dan keintiman suatu pasangan dapat senantiasa

19
terjaga maka hal itu menandakan bahwa proses penyesuaian keduanya

sudah berlangsung dengan baik.

Dalam konsep perkawinan yang tradisional berlaku pembagian

tugas dan peran suami istri. Konsep ini lebih mudah dilakukan karena

segala urusan rumah tangga dan pengasuhan anak akan menjadi

tanggung jawab istri, sedangkan suami bertugas mencari nafkah. Namun

tuntutan perkembangan sekarang telah mengaburkan tugas tradisional

tersebut. Kenyataan terus meningkatnya kecenderungan pasangan yang

sama-sama bekerja membutuhkan keluesan pasangan untuk melakukan

pertukaran atau berbagi tugas dan peran baik untuk mencari nafkah

maupun pekerjaan domestik selain itu kesadaran akan pentingnya peran

ayah dan ibu dalam perkembangan anak-anak juga mendorong

keterlibatan pasangan untuk bersama-sama dalam pengasuhan anak.

Keberhasilan membangun kebersamaan dalam pelaksanaan kewajiban

keluarga menjadi salah satu indikasi bagi keberhasilan penyesuaian

pasangan.11

6. Pangadek dalam Hukum Keluarga Islam

Dalam hukum keluarga islam pangadek sangatlah penting

keberadaannya untuk menyelesaikan ataupun mendamaikan kedua belah

pihak yang memiliki konflik. Berlandaskan hukum yang

memperbolehkan melakukan perdamaian antara lain terdapat dalam Al-

Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 35 di terangkan bagaimana yang mesti di

lakukan jika terjadi Nusyuz dipihak istri. Andaikan tindakan tersebut

11
Sri Lestari. Psikologi Dalam Keluarga, 9-10

20
tidak memberikan manfaat dan di khawatirkan akan terjadi perpecahan

diantara kedua suami istri itu hingga sampai melaggar batas-batas yang

ditetapkan Allah, hal itu dapat diperbaiki dengan jalan mediasi. Suami

boleh mengutus seorang hakam dan istri juga boleh mengutus seorang

hakam, yang mewakili masing-masingnya, yang mengetahui perihal

mengenai suami istri itu. Jika tidak ada dari keluarga masing-masing

boleh diambil dari orang lain.

Kedua hakam tersebut yang telah ditunjuk agar bekerja untuk

memperbaiki keadaan suami istri agar yang keruh menjadi jernih, dan

yang retak tidak sampai pecah, jika kedua hakam tersebut berpendapat

agar keduanya untuk bercerai oleh karena tidak ada kemungkinan lagi

melanjutkan hidup damai dikehidupan rumah tangga. Maka hakam

tersebut boleh menceraikan mereka sebagai suami istri, dengan tidak

perlu lagi menunggu keputusan hakim dalam negeri, karena kedudukan

kedua orang tersebut sebagai hakim yang berhak memutuskan karena

diserahkan keputusannya kepada mereka.

7. Kekuatan Mediasi dalam Hukum Adat

Mediasi yang dijalankan tokoh-tokoh adat memiliki kekuatan

dalam penyelesaian sengketa, baik dalam penyelesaian sengketa dalam

ranah privat maupun ranah publik, mediasi sebagai bentuk penyelesaian

sengketa telah dipraktekkan oleh masyarakat hukum adat sebagai warisan

leluhur. Warisan ini dipertahankan secara turun temurun, karena nilai

filosofi mengambil fungsi manusia sebagai bagian dari alam yang

memerlukan keseimbangan dan keharmonisan. Konflik atau sengketa

21
telah menggangu para pihak yang bersengketa dapat bersatu kembali,

hidup rukun, dan memperkuat kembali tali kekerabatan setelah

diguncang oleh konflik atau sengketa. Kekuatan dalam hukum adat

ditentukan oleh tiga kekuatan diantaranya sebagai berikut:

1. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa berasal dari para pihak

yang bersengketa. Keinginan tarsebut berasal dari dalam pribadi

yang bersengketa, karena secara alamiah kehidupan untuk hidup

tenang dan tidak berkonflik merupakan keinginan setiap individu

didalam komunitas masyarakat hukum adat. Masyarakat yang

bersifat komunal menekankan bahwa individu yang berada dalam

sengketa harus berupaya untuk menciptakan keharmonisan sosial

dan menghilangkan sengketa. Bila ia tidak berupaya dan bersedia

untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi, maka individu

tersebut dapat penilaian yang negatif dari masyarakat yang komunal.

Oleh karenanya mediasi memiliki kekuatan yang mendalam sebagai

alternatif penyelesaian sengketa dalam kehidupan masyarakat hukum

adat.

2. Adanya sengketa dalam masyarakat hukum adat merupakan salah

satu tindakan yang mengganggu kepentingan komunal. Jika suatu

masyarakat terdapat pihak yang bersengketa, maka “perasaan sosial

yang sakit” sebenarnya bukan dirasakan oleh seluruh anggota

masyarakat hukum adat. Tokoh adat merupakan penjelmaan nilai dan

perasaan sosial masyarakat hukum adat, harus bertindak untuk

menjaga perasaan sosial yang ditimbulkan oleh sengketa yang terjadi

22
dikalangan para pihak. Tokoh adat harus memperbaiki dan

merehabilitasi situasi sosial yang terguncang akibat konflik dan

sengketa dalam masyarakat hukum adat. Tokoh atau pemagku sosial

dalam masyarakat hukum adat proaktif menjaga dan menciptakan

keharmonisan sosial dalam mayarakat hukum adat. Oleh karenanya,

para pemangku adat ketika menemukan adanaya sengketa yang

dialami oleh para pihak yang bersengketa, karena penyelesaian

sengketa malalui jalur mediasi akan menjaga harkat dan martabat

individu sebagai masyarakat.

3. Mediasi yang diselenggarakan oleh masyarakat hukum adat tidak

terlepas dari nilai-nilai religi dan kultural, kerena tersebut

merupakan paradigma dan pandangan hidup masyarakat hukum adat,

yang menjiwai setiap tindakan dan perilaku anggota masyarakat.12

B. Kajian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini diperlukan supaya bisa membedakan hasil

skripsi ini dengan hasil skripsi yang sebelumnya. Didalam skripsi ini penulis

menelaah kajian pustaka yang menurut penulis dilihat dari permasalahannya

hampir sama dengan apa yang akan diteliti oleh penulis. Dari penelusuran yang

dilakukan peneliti tentang karya-karya ilmiah yang berkenaan dengan Peran

Pangadek dalam menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga studi kasus di

Desa Pademawu Timur, Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.

Diantara banyaknya penelitian terdahulu yang sedikit mirip dengan yang akan

diteliti antara lain sebagai berikut:

12
Syahrizal Abbas, Mediasi,(Depok,Pt. Kharisma Putra Utama,2009)248

23
Pertama, penelitian ini dilakukan oleh Ahmad Rizal Lubis dengan

Syapar Alim Siregar tahun 2021 dengan judul “Peran Tokoh Agama Mediasi

Pertikaian Perkawinan”. Penelitian tersebut membahas tentang Tokoh agama

yang menyelesaikan permasalahan keagamaan seperti mengatasi konflik sosial

yang terjadi didalam masyarakat, diantaranya pertikaian didalam perkawinan,

jikalau ada kemalangan (meninggal dunia), yang dilakukan di Kelurahan

Sayurmatinggi Kecamatan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan Sumatra Utara.

Jenis penelitian adalah lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif,

teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi,

wawancara dan dokumentasi, sedangkan untuk teknik analisis datanya

menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Penelitian ini berfokus untuk

mengetahui peran tokoh agama dalam pertikaian perkawinan. Temuan

penelitian disini adalah bahwa, peran tokoh agama dalam mediasi pertikaian

perkawinan memberikan pengarahan, nasehat dan ceramah kepada pasangan

yang bertikai melalui keluarga pasangan suami istri yang bertikai tersebut.

Tokoh agama secara langsung melakukan upaya damai terhadap pasangan

suami istri yang bertikai yang dihadiri keluarga kedua belah pihak, peran yang

dilakukan tokoh agama dalam meminimalisir terjadinya pertikaian dalam

perkawinan adalah dengan mendirikan beberapa panggung dakwah bagi

kalangan masyarakat dan pemuda.13

Karya tulis tersebut memiliki persamaan yaitu pada jenis penelitian

diamana menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dan juga pengumpulan

datanya menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

13
Ahmad Rizal Lubis, Syapar Alim Siregar “Peran Tokoh Agam Mediasi Pertikaian Perkawinan”.
Jurnal El-Thawalib 2(Desember,2021), 6.

24
Sedangkan untuk perbedaannya adalah lokasi penelitian yang dilakukan dimana

penelitian diatas berlokasi dikelurahan Sayurma Tinggi Kecamatan

Sayurmatinggi Tapanuli Selatan Sumatra Utara, sedangkan yang dilakukan

penulis di Desa Pademawu Timur Kecamatan Pademawu Kabupaten

Pamekasan.

Kedua, penelitian ini dilakukan oleh Sayful Bahri pada tahun 2020 yang

berjudul “Peran Kyai Dalam Mediasi Menyelesaikan Konflik Pasca Pernikahan

Dini di Madura”. Kyai merupakan status yang dihormati dengan seperangkat

peran yang dimainkannya dalam masyarakat. Sebagai akibat dan status dari

peran yang disandangnya, ketokohan dan kepemimpinan Kyai telah

menyunjukkan betapa kuatnya kecakapan dan pancaran kepribadian dalam

memimpin pesantren dan masyarakat. Untuk metode penelitiannya

menggunakan metode studi kasus dan menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif. Pada penelitian ini berfokus kepada peran Kyai dalam mediasi

menyelesaikan konflik pasca pernikahan dini di Madura. Hasil penelitian yakni

Kyai menjadi perantara untuk mendamaikan dengan pihak-pihak yang

bersengketa dan juga perantara ataupun mediator harus memiliki sifat khauf,

takwa, faqih dan tau tentang permasalahan yang sedang disengketakan,

keberadaan Kyai bisa menjadi perantara untuk mendamaikan pihak-pihak yang

bersengketa sejalan dengan ajaran islam, dampak pernikahan dini sering terjadi

pertengkaran disebabkan pembagian kerja kurang adil, perekonomian yang

dijadikan nafkah menjadi kekurangan.14

14
Syaiful Bahri “Peran Kiai Dalam Mediasi Untuk Penyelesaian Konflik Pasca Pernikahan Dini
Di Madura,” Journal Of Indonesia Islamic Family Law 2 (2020) 1

25
Karya tulis tersebut memiliki persamaan dan perbedaan penelitian diatas

dengan penelitian yang dilakukan penulis, persamaan adalah mengenai fokus

penelitian yang terfokus kepada penyelesaian permasalahan rumah tangga dan

juga sama mengunakan studi kasus dan menggukanakan pendekatan deskriptif

kualitatif. Dan untuk perbedaan dalam penelitian tersebut dengan penelitian

yang dilakukan penulis adalah lokasi penelitian dan juga objek yang dilakukan

penelitian.

Ketiga, penelitian ini dilakukan oleh Muhammad Habib, Muhammad

Saleh, Muhammad Hasbi, pada tahun 2020, dengan judul “Peran Kyai Dalam

Menyelesaikan Permasalahan Konflik Keluarga”. fenomena menarik yang

terjadi pada masyarakat wilayah Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langakat,

yang masih menganggap Kyai sebagai figur yang sangat dihormati dan

disegani, dalam hal yang terjadi antara dalam hal permasalahan yang terjadi

antara suami dan istri seperti halnya terjadi Nusyuz dan Syiqaq. Untuk metode

dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini

berfokus kepada bagaiman peran Kyai dalam menyelesaikan konflik keluarga di

Kecamatan Pura Kabupaten Langkat. Hasil penelitiannya dalam penelitian ini

adalah: Kyai memiliki peran merendam konflik keluarga yang bergejolak antara

suami-istri yang berselisih dilingkungan masyarakat Kecamatan Tanjung Pura

Kabupaten Langkat, sebagai suatu penyelesaian perkara konflik yang terjadi

diantara suami istri, dilihat dari perannya penulis membagi peran Kyai dalam

menyelesaikan konflik keluarga di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten

Langkat menjadi tiga bagian: Pertama kiai memberikan solusi terbaik terhadap

permasalahan yang dihadapi pasangan suami istri, Kedua peran Kyai dalam

26
usaha mendamaikan pasangan suami istri yang sedang berselisih, Ketiga peran

Kyai sebagai pengayom yang tepat sebagai upaya penyelesaian konflik

keluarga.15

Karya tulis tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dalam

penelitian dengan penelitian yang dilakukan penulis memiliki persamaan yakni

untuk metode penelitiannya sama-sama mengunakan metode deskriptif

kualitatif dan juga sama-sama meneliti atau mengkaji penyelesaian konflik

dalam rumah tangga. Sedangkan untuk perbedaannya adalah lokasi penelitian

dimana lokasi penelitian diatas bertepatan di Kecamatan Margoyoso Sedangkan

yang dilakukan peneliti bertepatan di Desa Pademawu Timur Kecamatan

Pademawu Kabupaten Pamekasan.

15
Muhammad Habib, Muhammad Saleh, Muhammad Hasbi “Peran Kiai Dalam Menyelesaikan
Konflik Keluarga,” Jurnal Pengabdian Masyarakat 1(2021) 2

27
28

Anda mungkin juga menyukai