Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TUTORIAL II

Nama Mahasiswa : Ratih Palina


Nim 856564009
Program Studi : PGSD
Kode Mata Kuliah : PDGK4505
Nama Mata Kuliah : Pembaharuan dalam Pembelajaran di SD
Jumlah sks : 3 sks
Nama Pengembang : Dr. Deni Setiawan, S.Sn, M.Hum
Nama Penelaah :
Tahun Pengembangan : 2018
Status Pengembangan : Baru/Revisi*
Edisi Ke- :

Skor Sumber Tugas


No. Uraian Tugas Tutorial
Maksimum Tutorial
1. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir 20 Modul 4
(filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa PDGK4505
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Hakikat
pembelajaran konstruktivistik menurut Brooks &
Brooks (1993) adalah pengetahuan bersifat non-
objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Di dalam konstruktivisme terdapa beberapa
bagian lagi, di antaranya adalah empat prinsip
konstruktivistik sosial. Uraikan keempat prinsip
tersebut!
2. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk proses 20 Modul 4
enkulturasi (enculturation) dan proses akulturasi PDGK4505
(acculturation). Jelaskan perbedaan proses
enkulturasi dan akulturasi budaya dalam pendidikan
anak! Berikanlah contohnya masing-masing!
3. Pembelajaran SETS tidak hanya memperhatikan isu Modul 4
masyarakat dan lingkungan yang telah ada dan PDGK4505
mengaitkannya dengan unsur lain, tetapi juga pada
cara melakukan sesuatu untuk kepentingan
masyarakat dan lingkungan itu yang memungkinkan
kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan
terjaga sementara kepentingan lain terpenuhi. Uraikan
karakteristik pembelajaran SETS!
4. Secara konstitusional sesungguhnya pendidikan Modul 5
demokrasi dan HAM sudah ada sejak tahun 1945 PDGK4505
yang ditujukan unuk “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Menurut Gandal dan Finn (1992) terutama
di Negara berkembang, Pendidikan demokrasi sering
dianggap taken for granted and ignored yaitu
dianggap sebagai hal yang akan terjadi dengan
sendirinya atau malah dilupakan. Apabila dalam
program pendidikan, terdapat beberapa tuntutan
terhadap paradigma baru terkait dengan demokrasi
dan HAM. Uraikan tuntutan paradigma baru
dalam program pendidikan tersebut!
5. Secara keilmuan, pendidikan demokrasi dan HAM Modul 5

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
merupakan bagian integral dari pendidikan PDGK4505
kewarganegaraan, yang pada dasarnya bertujuan
untuk mengembangkan individu menjadi warga
negara yang cerdas dan baik. Salah satu model yang
digunakan adalah PKKBI. PKKBI membelajarkan
siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami
permasalahan yang terjadi dilingkungan secara
cerdas. Uraikan karakteristik substansif dan
psikopedagogis PKKBI!
*) Coret yang tidak perlu

Jawaban

1. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran


konstektual yaitubahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluasmelalui konteks yang t erbatas dan t idak secara t
iba- t iba.
Hakikat pe mb el a ja r an konstruktivistik menurut Brooks&Brooks (1993) adalah
pengetahuan bersifat non- objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Di dalam konstruktivismeterdapat beberapa bagian lagi, di antaranya adalah
empat prinsip konstruktivistik sosial.Uraikan keempat prinsip tersebut!JawabB e r b e d a
dengankonstruktivistik kognitif dimana anak cenderung lebih
b e b a s mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru hanya sebatas
kabur tidak. S ebal i knya, kons t rukt i v i s t i k sos i a l yang d i pe l opori Vygo
t s ky meng ed ep an ka n pengkonstruksian pengetahuan dalam konteks sosial
sehingga peran guru menjadi jelasdalam membantu anak mencapai kemandirian serta
bertanggung jawab.
Menurut S antrock ( 2008 ) salah satu asumsi penting dari ko ns t ru kt iv is t ik
sosial adalahsituated cognitionyaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan
(disituasikan)dalam konteks sosial dan f i s ik, bukan dalam pikiran
s es eorang. Konsep situatedcognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan
dihubungkan pada konteks dimana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi idealnya,
situasi pembelajaran diciptakansemirip mungkin dengan situasi dunia nyata.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat empat prinsip konstruktivistik sosial, antara lain
:

1. Pembelajaran Sosial (social learning)


Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatifyaitu
siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih
cakap.

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
2. Zone of Proximal Development(ZPD)
Bahwa siswa akan mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD.
Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri,
tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orangdewasa atau
temannya (peer). Bantuan atau support diberikan agar siswa mampu mengerjakan tugas
atau soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripadatingkat perkembangan
kognitif anak.
3. Cognitive Apprenticeship
Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar secara bertahap untuk memperolehkeahlian
melalui interaksi dengan ahli, bisa orang dewasa seperti gutuatau temans ebaya yang
l eb i h panda i . P engajar an s i sw a adalah sua t u bentuk
mas a magang/pelatihan. Awalnya, guru memberi contoh kepada siswa
kemudianmembantu murid mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa
untukmelanjutkan tugasnya secara mandiri.
4. Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning)
Vygostky menekankan padascaffoldingyaitu bantuan yang diberikan oleh oranglain
kepada anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa diberimasalah yang
kompleks, sulit, dan realistik, dan diberi bantuan secukupnya dalam
memecahkan masalah tersebut. Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk,
peringatan, motivasi, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yanglebih mudah untuk
dipahami.

2. Perbedaan antara akulturasi dan enkulturasi yaitu :

No. Enkulturasi Akulturasi


1. Enkulturasi Akulturasi
merupakan merupakan
suatu proses perpaduan dua
yang dilakukan budaya untuk
oleh menjadi satu
masyarakat kebudayaan
untuk yang baru.
memahami
aturan, norma
serta nilai adat
yang telah
berkembang di
sekitarnya.
2. Proses sosialisa Proses

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
si tahap sosialisasi
pertama yang lanjutan yang
harus dilakukan berkaitan
oleh dengan dua
masyarakat budaya.
dalam rangka
mengenal
kebudayaannya.
3. Suatu proses Suatu proses
untuk dimana budaya
memperoleh lain masuk
pemahaman kedalam
terhadap kebudayaan
kebudayaan sendiri.
yang ada.
4. Proses Proses
pemahaman pemahaman
yang berkaitan yang berkaitan
dengan satu dengan dua
budaya. budaya.
5. Sangat penting Tidak terlalu
dilakukan untuk penting untuk
dapat dilakukan.
beradaptasi
terhadap
kebudayaan
lingkungan
yang ada.
6. Tidak Mengubah atau
mengubah sama memodifikasi
sekali unsur sedikit unsur
dan praktik dari dan praktik dari
kebudayaan kebudayaan
yang telah yang ada untuk
berkembang. menjadi
kebudayaan
yang baru.
7. Tidak Menghasilkan
menghasilkan perpaduan
perpaduan kebudayaan
kebudayaan
sama sekali.

Contoh Enkulturasi : Misalnya seseorang yang tumbuh di Indonesia akan berbahasa


Indonesia. Jika tumbuh dalam lingkungan suku tertentu, biasanya mereka juga fasih
berbahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Minahasa, Tolaki dan lainnya.

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
Contoh Akulturasi : Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha,
serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candi-candi di
Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli.
Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.

3. Karakteristik Pembelajaran SETS yaitu :

1. Identifikasi masalah-masalah setempat.


2. Penggunaan sumber daya setempat yang digunakan dalam memecahkan masalah.
3. Keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah.
4. Perpanjangan pembelajaran di luar kelas dan sekolah.
5. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
6. Isi dari pembelajaran bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam
kelas
7. Penekanan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menggunakan dalam
memecahkan masalah.
8. Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
9. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara identifikasi bagaimana sains
dan teknologi berdampak di masa depan.
10. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.

4. SEKOLAH adalah pusat produksi dan reproduksi pengetahuan terpenting dalam


rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah menjadi tumpuan utama bagi
pemerintah dalam menjalankan kewajiban melaksanakan terpenuhinya hak atas pendidikan
warga.Selain hak atas pendidikan merupakan amanah konstitusi, sekolah juga bagian dari
pemenuhan HAM. Di dalam UU Pendidikan Nasional, istilah HAM sudah dikenal. Pasal 4
ayat 1 UU No 20/2003 mengatakan, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
Ayat ini menandaskan pentingnya prinsip dan norma HAM (selain agama dan nilai budaya)
sebagai cara/metode untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan
UU itu.Sayangnya, prinsip-prinsip HAM belum sepenuhnya diimplementasikan dalam sistem

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
belajar di sekolah dan menjadi paradigma baru di lembaga pendidikan sekolah. Sekolah
justru menjadi lembaga yang melanggengkan kekerasan dan indoktrinasi.Berdasarkan data
survei yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2015)
terungkap, 84% siswa-siswi sekolah pernah mengalami tindakan kekerasan, 46% dari siswa
laki-laki menyatakan guru dan petugas sekolah sebagai pelaku. Namun juga sebaliknya, 75%
siswa-siswa mengaku pernah melakukan kekerasan.Data ini diperkuat sinyalemen
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, bahwa salah satu krisis dalam dunia
pendidikan saat ini ialah masih dilanggengkannya tindakan-tindakan yang melanggar HAM
(Media Indonesia, selasa (1/5))Data ini menggambarkan masih digunakannya cara-cara
kekerasan dalam proses pembelajaran di sekolah. Baik guru, petugas sekolah, maupun siswa-
siswi berandil dalam pelanggengan budaya kekerasan ini. Padahal, sejak 1999, negara
Indonesia mensahkan UU tentang HAM, UU No 39/1999.
UU ini menegaskan komitmen negara yang sebelumnya dituangkan ke dalam peraturan
presiden No 35/1993.Dapat dikatakan bahwa sejak 1993 bangsa Indonesia telah mengenal
prinsip-prinsip HAM universal dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Prinsip-prinsip ini
terbukti telah berkontribusi sebagai sumber kekuatan politik dan moral untuk mengakhiri
rezim otoritarianisme Orde Baru.Terbentuknya Komnas HAM misalnya di dorong dalam
rangka mengikuti Paris Principle yang menegaskan pentingnya komitmen negara membentuk
lembaga HAM yang mandiri dan otonom. Dalam rangka mengakomodasi prinsip-prinsip
HAM universal ini pula pemerintah Indonesia cukup aktif melakukan langkah-langkah
penting meratifikasi kovenan dan konvensi-konvensi internasional tentang HAM untuk
dimasukkan ke dalam kebijakan nasional.Namun, upaya membentuk kesadaran kolektif agar
HAM menjadi praktik sehari-hari bukanlah upaya yang bersifat instan. Ratifikasi saja tidak
cukup perlu ada upaya-upaya lain dalam rangka mempribumisasikan nilai-nilai HAM
universal.Sekolah tentu menjadi lembaga paling strategis bagi upaya mengaktualisasikan
prinsip dan norma HAM. Menurut deklarasi PBB tentang pendidikan dan pelatihan HAM
(UN Declaration on Education and Training) yang diadopsi majelis umum PBB Tahun 2012
menyatakan bahwa yang dimaksud pendidikan HAM bukan saja menyangkut pendidikan
tentang HAM, melainkan juga pendidikan melalui HAM dan pendidikan untuk
HAM.Pendidikan melalui HAM maksudnya ialah suatu proses belajar yang dilakukan
melalui cara di mana relasi guru dan murid harus dipayungi sikap saling menghormati HAM
tiap-tiap pihak. Sementara itu, pendidikan untuk HAM adalah upaya pemberdayaan setiap
orang agar ia dapat menikmati dan menjalankan haknya serta menghormati dan menjunjung
tinggi HAM orang lain.
Negara-negara yang memiliki rangking dunia di sektor pendidikan adalah negara-negara yang
sudah menjadikan HAM sebagai paradigma utama dalam lingkungan pendidikan
mereka.Sayang, di Indonesia masih banyak guru sekolah yang menyangsikan efektivitas
prinsip dan norma HAM sebagai paradigm baru di sekolah. 'Sekarang mendidik anak-anak
susah, dikerasin sedikit guru sudah dianggap melanggar HAM'. Pengakuan seperti ini sering
dijumpai penulis dalam pelatihan pelatihan HAM di sekolah untuk para guru yang diadakan
Komnas HAM.Mereka kerap membedakan masa lalu saat masih menjadi murid yang
hukuman untuk pendisiplinan dianggap sebagai hal yang wajar. Sebagian besar guru-guru
senior saat ini pernah mengenyam sistem pendidikan di masa Orba. Pada masa itu memang
hukuman keras dalam upaya mendisiplinkan anak didik dianggap sebagai kebiasaan yang
wajar. Budaya kekerasan seperti ini tidak saja terjadi di sekolah, tetapi menjadi pemandangan
umum di keluarga. Runtuhnya rezim Orba mesti dimaknai sebagai upaya bersama meretas

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
budaya kekerasan. Sekolah harus menjadi pilar utama bagi proses ini.Di dalam kovenan
internasional hak ekonomi sosial budaya (ekosob) yang sudah diratifikasi ke dalam UU No
11/ 2005 pasal 13 menjelaskan pendidikan sebaiknya diarahkan pada 'martabat' kepribadian
manusia. Memampukan setiap orang untuk turut terlibat secara efektif dalam suatu
masyarakat yang merdeka, dan harus mempromosikan pemahaman antarkelompok etnik juga
antarnegara, kelompok religius, dan ras.Istilah martabat (dignity) disebut beberapa kali dalam
Deklarasi Universal HAM PBB.
Dalam kaitannya dengan pasal 3 kovenan hak ekosob di atas, martabat berkait kelindan
dengan kemerdekaan dan penghormatan atas nilai-nilai yang beragam di masyarakat.
Semangat ini selaras dengan gagasan revolusi mental yang digaungkan pemerintah
Jokowi.Tujuan sekolah bukan mendidik anak berkompetisi mendapatkan rapor bagus akan,
melainkan membentuk kepribadian anak didik agar mereka dapat berkiprah dalam kehidupan
yang demokratis (merdeka). Oleh karena itu, anak-anak harus dibekali wawasan toleransi
yang membuat mereka menghormati nilai-nilai yang beragam di masyarakat.Ki Hadjar
Dewantara sesungguhnya sudah memikirkan tempat belajar seperti ini yang ia bayangkan
sebagai Taman Siswa. Menurut Ki Hadjar Dewantara, Taman Siswa dibekali dengan empat
prinsip utama, yakni kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Jadi, mengusung paradigma HAM dalam proses belajar mengajar di sekolah sesungguhnya
bukan sesuatu yang asing karena dasar-dasarnya sudah diletakkan dengan kokoh oleh Ki
Hadjar Dewantara. Guru-guru tak perlu ragu untuk berinovasi mengembangkan nilai-nilai
HAM di sekolahnya.

5. Karakteristik subtansif dan psikopedagogis PKKBI yaitu :

1. Bergerak dalam konteks substansif dari sosio-kultural kebijakan publik sebagai salah satu koridor demokrasi
yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negara dengan negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab, yang
secara kurikuler dan pedagogis merupakan misi utama pendidikan kewarganegaraan.

2. Menerapkan model portofolio-based learningatau “model belajar yang berbasis pengalaman utuh peserta
didik” dan potofolio-assisted assesment atau ”penilaian berbantuan hasil belajar utuh peserta didik” yang
dirancang dalam desain pembelajaran yang memadukan secara sinergis model- model social problem
solving (pemecahan masalah), social inquiry(penelitian sosial), social involement (perlibatan sosial),
cooperativel learning (belajar bersama), simulated hearing (simulasi dengar pendapat), deep-dialogues
and critical thinking (dialog mendalam dan berpikir kritis), value clarification(klarifikasi nilai), democratic
teaching(pembelajaran demokrasi)”. Dengan demikian

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/
pembelajaran ini potensial mengahsilkan “powerful learning” atau belajar yang berbobot dan bermakn yang
secara pedagogis bercirikan prinsip “meaningful (bermakna), integrative (terpadu), value-based (berbasis
nilai), chalenging (menantang), activating(mengaktifkan), and joyfull (menyenangkan)”.

3. Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah modifikasi langkah strategi pemecahan
masalah dengan langkah-langkah, identifikasi masalah, pemilihan masalah, pengumpulan data, pembuaatn
portofolio, show case, dan refleksi. Sedangkan kemasan portofolionya mencakup panel sajian/file dokumentasi
dikemas dengan menggunakan sistematika identifikasi dan pemilihan masalah, alternatif kebijakan, usulan
kebijakan, dan rencana tindakan. Sementara itu kegiatan show case didesain sebagai forum dengar pendapat
(simulated public hearing).

This study source was downloaded by 100000855036104 from CourseHero.com on 05-08-2023 19:54:14 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/155129331/tugas2-pembaruandocx/

Anda mungkin juga menyukai