Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM”


Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Metode studi islam

Dosen Pengampu : Heri Irawan

Disusun oleh Kelompok 7 :

Adi tiya tri saputra 2221020202


Tina Br Sitepu 2221020360

Kelas : E (Semester 2)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI,AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
KOTA BANDAR LAMPUNG
2023 M/ 1443 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "metodologi
pemahaman islam". Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah metodologi studi islam. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang istilah penting dalam metodologi
pemahaman islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Heri Irawan selaku Dosen pengampu metode studi islam yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 8 Maret 2023

penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I

PENDAHULUAN................................................................................................ 3

A. Latar Belakang. ............................................................................................ 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 3

BAB II

PEMBAHASAN ................................................................................................ 4

A. Kegunaan metodologi ................................................................................. 4

B. Studi Islam .................................................................................................. 8

C. Metode pemahaman Islam .......................................................................... 9

BAB III

PENUTUP ........................................................................................................ 13

A. Kesimpulan ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang sangat komplek Sehingga dalam memahaminya pun
dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh tentang Islam.
Di Indonesia sejak Islam masuk pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam
pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang
cam-cara yang digunakan dalam memahami Islam.

Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.Di dalamnya terdapat
beberapa petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan
kehidupan ini secara bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Gambaran ajaran islam yang
demikian ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh
umat islam.

Dengan penyajian yang demikian itu, makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca
dalam memahami ajaran islam. Dengan demikian makalah ini menempati posisi sebagai
pengantar yang diharakan dapat menunjukan dengan jelas tentang bagaimana ajaran islam
itu seharusnya dipahami. Maka, dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas
mengenai metodologi serta beberapa hal yang berkaitan untuk memahami Islam di Indonesia

.
B. Rumusan Masalah
1. Apa kegunaan metodologi dalam islam?
2. Apa yang di maksud dengan studi islam?
3. Bagaimana metode dalam memahami islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kegunaan metodologi dalam islam.
2. Untuk mengetahui yang di maksud dengan studi islam.
3. Untuk mengetahui apa metode dalam memahami islam.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kegunaan metodologi

Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 M. hingga saat ini, fenomena pemahaman keislaman
umat Islam Indonesia masih ditandai oleh keadaan amat variatif. Kondisi pemahaman keislaman
serupa ini barangkali terjadi pula di berbagai negara lainnya. Kita tidak tahu persis apakah kondisi
demikian itu merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima sebagai suatu kenyataan untuk
diambil hikmahnya, ataukah diperlukan adanya standar umum yang perlu diterapkan dan
diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan yang variatif itu, sehingga walaupun
keadaannya amat bervariasi tetapi tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam Alquran dan
Al-Sunnah serta sejalan dengan data-data historis yang dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya.

Kita misalnya melihat adanya sejumlah orang yang pengetahuannya tentang keislaman cukup
luas dan mendalam, namun tidak terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistematik. Hal ini
disebabkan karena orang tersebut ketika menerima ajaran Islam tidak sistematik dan tidak
terorganisasikan secara baik. Mereka biasanya datang dari kalangan ulama yang belajar ilmu
keislaman secara otodidak atau kepada berbagai guru yang antara satu dan lainnya tidak pernah
saling bertemu dan tidak pula berada dalam satu acuan yang sama semacam kurikulum. Akibat
dari keadaan demikian, maka yang bersangkutan tidak dapat melihat hubungan yang terdapat
dalam berbagai pengetahuan Islam yang dipelajarinya itu, dan karenanya mereka tidak dapat
ditugaskan mengajar di perguruan tinggi misalnya, lantaran pengajaran keislaman di perguruan
tinggi biasanya menuntut keteraturan dan pengorganisasian sebagaimana diatur dalam kurikulum
dan silabus.1

Selanjutnya kita melihat pula ada orang yang penguasaannya terhadap salah satu bidang
keilmuan cukup mendalam, tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya, bahkan
pengetahuan yang bukan merupakan keahliannya itu dianggap sebagai ilmu yang kelasnya berada
di bawah kelas ilmu yang dipelajarinya. Kita melihat bahwa Ilmu Fiqih misalnya pernah menjadi
primadona dan mendapatkan perhatian cukup besar. Akibat dari keadaan demikian, maka segala
masalah yang ditanyakan kepadanya selalu dilihat dari paradigma Ilmu Fiqih. Ketika kepadanya

1
Abuddin Nata, metodologi studi islam, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 143.
4
ditanyakan tentang bagaimana cara mengatasi masalah pelacuran misalnya, maka jawabannya
adalah dengan cara memusnahkan tempat-tempat pelacuran tersebut, karena dianggap sebagai
tempat maksiat. Padahal cara tersebut tidak akan memecahkan masalah, karena masalah
pelacuran bukan sekedar masalah keagamaan yang memerlukan ketetapan hukumnya melainkan
juga masalah ketenaga- kerjaan, kesenjangan sosial, struktur sosial, sistem perekonomian, dan
sebagainya, yang dalam cara mengatasinya memerlukan keterlibatan orang lain.

Pada tahap berikutnya, pernah pula yang menjadi primadona masyara kat adalah Ilmu Kalam
(Teologi), sehingga setiap masalah yang dihadapinya selalu dilihat dari paradigma teologi. Lebih
dari itu Teologi yang dipelajarinya pun hanya berpusat pada paham Asy'ari dan Maturidiah
(Sunni), sedangkan paham lainnya dianggap sebagai sesat. Akibat dari keadaan demikian, maka
tidak terjadi dialog, keterbukaan, saling menghargai, dan sebagainya.

Setelah itu muncul pula paham keislaman bercorak tasawuf yang sudah mengambil bentuk
tarikat yang terkesan kurang menampilkan pola hidup yang seimbang antara urusan duniawi dan
urusan ukhrawi. Dalam tasawuf ini, kehidupan dunia terkesan diabaikan. Umat terlalu
mementingkan urusan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai. Akibatnya keadaan
umat menjadi mundur dalam bidang keduniaan, materi, dan fasilitas hidup lainnya.

Dari beberapa contoh tentang pemahaman keislaman di atas, kita dapat memperoleh kesan
bahwa hingga saat ini pemahaman Islam yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial,
belum utuh dan belum pula komprehensif Dan sekalipun kita menjumpai adanya pemahaman
yang sudah utuh dan komprehensif, namun semuanya itu belum tersosialisasikan secara merata
ke seluruh masyarakat Islam Pemahaman Islam demikian baru diserap oleh sebagian sarjana yang
secara kebetulan membaca karya-karya mereka dengan sikap terbuka.

Pemahaman keislaman tersebut jelas tidak membuat yang bersangkutan keluar dari Islam dan
dapat kita maklumi, karena sebagai akibat dari proses pengajaran Islam yang belum tersusun
secara sistematik dan belum disampaikan menurut prinsip, pendekatan dan metode yang
direncanakan dengan baik. Namun, untuk kepentingan akademis dan untuk membuat Islam lebih
responsif dan fungsional dalam memandu perjalanan umat serta menjawab berbagai masalah
yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman Islam yang utuh
dan komprehensif. Dalam hubungan ini Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah
masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.2

2
Abuddin Nata, metodologi studi islam, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 145.
5
Kita mengetahui bahwa pada abad pertengahan, Eropa menghabiskan waktu seribu tahun
dalam keadaan stagnasi dan masa bodoh. Revolusi yang mendadak dan energi yang meledak
dalam pemikiran manusia itu menghasilkan peradaban dan kebudayaan dewasa ini. Kita harus
bertanya kepada diri kita mengapa orang mandeg sampai seribu tahun, dan apa yang terjadi pada
dirinya yang menyebabkan perubahan mendadak, ia bangkit dan bangun, sehingga dalam waktu
300 tahun Eropa menemukan kebenaran-kebenaran yang tidak mereka peroleh dalam selu- ruh
waktu seribu tahun. Mengapa keadaan demikian terjadi, telah dicarikan jawabannya oleh para
ahli.

Ali Syari'ati (1933-1977), seorang sarjana Iran meninggal di rantau yaitu di Inggris
menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan kemandegan dan stagnasi dalam pemikiran,
peradaban, dan kebudayaan yang berlangsung hingga seribu tahun di Eropa pada abad
pertengahan adalah metode pemikiran analogi dari Aristoteles. Di kala cara melihat masalah
objek itu berubah. maka sains, masyarakat, dan dunia juga berubah, dan sebagai akibatnya
kehidupan manusia juga berubah. Dengan demikian kita dapat mengetahui dan memahami
tentang pentingnya metodologi sebagai faktor fundamental. dalam renaissans.

Oleh karena itu, metode memiliki peranan sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran.
Demikian pentingnya metodologi ini, Mukti Ali mengatakan bahwa yang menentukan dan
membawa stagnasi dan masa kebodohan atau kemajuan bukanlah karena ada atau tidak adanya
orang- orang yang jenius, melainkan karena metode penelitian dan cara melihat sesuatu. Untuk
ini kita dapat mengambil contoh yang terjadi pada abad keempat belas, lima belas dan enam belas
Maschi. Aristoteles (384-322 SM) sudah barang tentu jauh lebih jenius dari Francis Bacon (1561-
1626) dan Plato (366-347 SM) adalah lebih jenius dari Roger Bacon (1214-1294). Pertanyaannya
apakah yang menyebabkan dua orang Bacon itu menjadi faktor dalam kemajuan sains, sekalipun
kedua orang itu jauh lebih rendah jeniusnya dibandingkan dengan Plato atau Aristoteles,
sedangkan orang- orang jenius itu tidak bisa membangkitkan Eropa abad pertengahan, bahkan
menyebabkan stagnasi dan kemandegan? Dengan perkataan lain, mengapa orang-orang jenius
menyebabkan kemandegan dan stagnasi di dunia, sedangkan orang-orang yang biasa saja dapat
membawa kemajuan-kemajuan ilmiah dan kebangkitan rakyat? Mukti Ali menjawab sebabnya
adalah karena orang- yang biasa-biasa saja itu menemukan metode berpikir yang benar dan utuh,
sekalipun kecerdasannya biasa, mereka dapat menemukan kebenaran. 3

3
Abuddin Nata, metodologi studi islam, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 143-148.
6
Sedangkan pemikir-pemikir jenius yang besar, apabila tidak mengetahui metode yang benar
dalam melihat sesuatu dan memikirkan masalah-masalah nya, maka mereka tidak akan dapat
memanfaatkan kejeniusannya. Atas dasar itulah kita melihat sejarah keberadaan Yunani yang
melahirkan banyak jenius yang berkumpul dalam satu tempat dalam abad keempat dan kelima
sebelum Masehi. Sejarah umat manusia sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran mereka
hingga dewasa ini. Tetapi seluruh Achena tidak sanggup untuk menciptakan roda, sedangkan
dalam Eropa modern seorang teknisi biasa yang bahkan tidak dapat memahami tulisan-tulisan
Aristoteles dan murid-muridnya telah menciptakan ratusan karya orisinal Contoh yang paling
tepat dalam hal ini adalah Edison (1849-1951 M.). Orang Amerika yang menemukan sistem
telepon dan telegram, listrik, bioskop bersuara, kereta api listrik dan masih banyak lagi, yang
persepsi umumnya adalah jauh lebih rendah daripada murid tingkat tiga dari Aristoteles, akan
tetapi dalam waktu yang sama dapat memberikan saham untuk mengenal alam dan menciptakan
industri lebih dari pada orang-orang jenius yang terlatih dalam alam pikiran Aristoteles selama
kurang dari 2400 tahun. Ia menemukan barang orisinal besar atau kecil.

Uraian tersebut sama sekali bukan dimaksudkan untuk merendahkan orang-orang jenius,
melainkan yang ingin dikatakan bahwa untuk mencapai suatu kemajuan, kejeniusan saja belum
cukup, melainkan harus dilengkapi dengan ketepatan memilih metode yang akan digunakan
untuk kerjanya dalam bidang pengetahuan. Metode dan berpikir yang benar tak ubahnya seperti
orang yang berjalan. Seorang yang lumpuh sebelah kakinya dan tidak dapat berjalan dengan
cepat, tetapi memilih jalan yang benar akan mencapai tujuannya lebih cepat daripada jago lari
yang mengambil jalan yang terjal lagi berbelok-belok Betapapun tepatnya jago lari itu, ia akan
datang terlambat pada tempat yang dituju, sedangkan orang yang lumpuh sebelah kakinya yang
memilih jalan yang benar akan sampai kepada tujuan dengan segera. Dari contoh ini semakin
terlihat tentang pentingnya metode dalam melaksanakan suatu kegiatan. Metode yang tepat
adalah masalah pertama yang harus di- usahakan dalam pelbagai cabang ilmu pengetahuan.
Kewajiban pertama bagi setiap peneliti adalah memilih metode yang paling tepat untuk riset dan
penelitiannya.

Selain itu penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang mengembangkan
ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi
konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Para lulusan Perguruan Tinggi Islam, khususnya
pada jenjang strata 1 masih dinilai lemah dalam menguasai metodologi. Hal demikian terlihat
pada saat yang bersangkutan menulis karya ilmiah semacam skripsi. Keadaan tersebut antara lain
disebabkan karena metode penyajian kuliah lebih banyak menempatkan mahasiswa pada posisi
pasif. Mereka hanya diperintahkan datang, mencatat, memahami, dan menghafalnya. Sedangkan
7
kegiatan yang mendorong mereka membaca, menelaah, dan meneliti dengan mengguna kan
metode tertentu kurang dilatih.

Sementara itu kita mengetahui bahwa secara teoritis para mahasiswa telah diberikan berbagai
teori dan metode yang berkaitan dengan pema haman dan pengembangan suatu ilmu, namun teori
dan metode tersebut hanya sebagai pengetahuan dan bahan hafalan. Tak ubahnya dengan sese-
orang yang diajarkan teknik dan metode bermain bola yang baik mulai dari cara menendang,
menyerang, bertahan, dan menggolkan. Namun sayang mereka itu tidak pernah diajak ke
lapangan untuk bermain bola dan mene- rapkan teknik dan metode bermain bola tersebut.
Demikian pula kita melihat para mahasiswa mempelajari usbul fiqh yang di dalamnya memuat
kaidah dan metode dalam menetapkan suatu hukum, namun mahasiswa tidak pernah dilatih
menetapkan suatu hukum, walaupun pada tingkat yang sederhana. Di kalangan pesantren para
santri juga diberikan pengetahuan teoritis secara mendalam mengenai gramatika dan tata bahasa
Arab, namun para santri tersebut tidak pernah diajak untuk menggunakan berbagai teori di bidang
kebahasaan tersebut untuk menulis atau mengarang suatu tulisan atau makalah yang
menggunakan bahasa Arab. Kini disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan
tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang
dimilikinya dapat dikembangkan.

B. Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah Islamiyah
Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara
harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini.sangat umum
sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang
sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis
untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-
hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun
praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.

Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal:
1. Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri
2. Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat. Sebab
ajaranIslam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan
menjauhi semua larangan.
3. Islam bermuara pada kedamaian.

8
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya hukan hanya dilaksanakan
oleh kalangan umat Islam saja, melamkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan
umat Islam. Studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam
motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan
umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-
ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar, Para ahli studi
keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum orientalis (istisyroqy), yaitu
orang-orang Barat yang mengadakan studi tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia
orang Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang dilaukan oleh mereka, terutama pada masa-
masa awal mereka melakukan studi tentang dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan
pada pengetahuan tentang kekurangan-kekurangandan kelemahan-kelemahan ajaran agama
Islam dan praktik- praktik pemgalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari uamat
Islam. Nmaun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para orientalis yang memberikan
pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja
pandangan-pandangan yang demikian itu kan bisa bermanfaat bagi pengembangan study-study
keislaman dikalangan umat islam sendiri.4

C. Metode pemahaman Islam


Pada bagian ini penulis akan mencoba menelusuri metode memahami Islam sepanjang yang
dapat dijumpai dari berbagai literatur keislaman. Dalam buku berjudul Tentang Sosiologi Islam,
karya Ali Syari'ati, dijumpai uraian singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam
harus dilihat dari berbagai dimensi. Dalam hubungan ini, ia mengatakan jika kita meninjau Islam
dari satu sudut pandangan saja, maka yang akan terlihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya
yang bersegi banyak. Mungkin kita berhak melihatnya secara tepat, namun tidak cukup bila kita
ingin memahaminya secara keseluruhan. Buktinya ialah Alquran sendiri. Kitab ini memiliki
banyak dimensi, sebagiannya telah dipelajari oleh sarjana-sarjana besar sepanjang sejarah. Satu
dimensi, misalnya, mengandung aspek-aspek linguistik dan sastra Alquran. Para sarjana sastra
telah mempelajarinya secar terperinci. Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan
Alquran yang menjadi bahan pemikiran bagi para filosof serta para teolog hari ini. Dimensi
Alquran lainnya lagi yang belum dikenal ialah dimensi manusiawinya, yang mengandung
persoalan historis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi ini belum banyak dikenal, karena
sosiologi, psikologi dan ilmu-ilmu manusia memang jauh lebih muda dibandingkan ilmu-ilmu
alam. Apalagi ilmu sejarah yang merupakan ilmu termuda di dunia.

4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006),
9
Uraian tersebut mengajak kita memahami Islam secara komprehensif dengan berpedoman
kepada semangat dan isi ajaran Alquran yang diketahui mengandung banyak aspek. Berbagai
aspek yang ada dalam Alquran jika dipelajari secara keseluruhannya akan menghasilkan
pemahaman Islam yang menyeluruh. Ali Syari'ati lebih lanjut mengatakan, ada berbagai cara
memahami Islam:
1. Salah satu cara ialah dengan mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan
sesembahan agama-agama lain.
2. Dengan mempelajari kitab Alquran dan membandingkannya dengan kitab-kitab samawi
(atau kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainnya.
3. Mempelajari kepribadian rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar
pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah.
4. Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh
utama agama maupun aliran aliran pemikiran lain.5

Seluruh cara yang ditawarkan Ali Syari'ati itu pada intinya adalah metode perbandingan
(komparasi). Dapat dimaklumi, bahwa melalui perbandingan dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan yang terdapat di antara berbagai yang dibandingkan itu. Namun, sebagaimana
diketahui bahwa secara akademis suatu perbandingan memerlukan persya- ratan tertentu.
Perbandingan menghendaki objektivitas, tidak ada pemihakan, blank mind, tidak ada
prakonsepsi, dan semacamnya. Hal ini biasanya sulit dilakukan oleh seseorang yang meyakini
kebenaran suatu agama. Dalam dirinya masih terdapat pemihakan pada agama yang dianutnya.
Pendekatan komparasi dalam memahami agama kelihatannya baru akan efektif apabila dilakukan
oleh orang yang baru mau beragama.
Menurut Nasruddin Razzak metode memahami Islam sama dengan Ali Syariati menawarkan
metode pemahaman Islam secara menyeluruh. Memahami Islam secara menyeluruh adalah
penting walaupun tidak secara detail. Begitulah cara paling minimal untuk memahami agama
paling besar sekarang ini agar menjadi pemeluk agama yang mantap dan untuk menumbuhkan
sikap yang hormat bagi pemeluk agama lainnya. Untuk memahami agama Islam secara benar
Nasruddin Razak mengajukan empat cara :
1. Islam harus dipelajari dari sumber aslinya Al-Qur'an dan hadits. Kekeliruan memahami
Islam, karena orang mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh
dari bimbingan Al-Qur'an dan Al-Sunah, atau melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab
fiqh dan tasawuf yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

5
Abdullah, Amin. Studi Agama:Normativitas atau Historisitas, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 1999),
hal 86.
10
Mempelajari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai
pemeluk Islam yang sinkretisme, yakni bercampur dengan hal-hal yang tidak islami jauh
dari ajaran islam yang murni.
2. Islam harus di pelajan dengan integral, tidak dengan cara persial artinya ia dipelajari
secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja.
Memahami Islam secara persial akan membahayakan, menimbulkan skeptis, bimbang dan
penuh keraguan.
3. Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar dan sarjana-
sarjana Islam, karena pada umumnya mereka memiliki pemahaman Islam yang baik yaitu
pemahaman yang lahir dari perpaduan ilmu yang dalam terhadap ajaran Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah dengan pengalaman yang indah dari praktek ibadah yang dilakukan
ssetiap hari.
4. Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan teologi normatif yang ada dalam al-Qur'an,
baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dan sosiologis yang ada
di masyarakat.

Metode lain yang diajukan Mukti Ali adalah metode tipologi. Metode ini banyak ahli
sosiologi dianggap obyektif berisi klasifikasi topik dan tema sesuai dengan tipenya, lalu
dibandingkan dengan topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Metode ini juga untuk
memahami agama Islam, juga agama-agama lain, kita dapat mengindentifikasi lima aspek
dari ciri yang sama dari agama lain, yaitu:
1. Aspek ketuhanan.
2. Aspek kenabian.
3. Aspek kitab suci.
4. Aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya
5. serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.

Agar kita dapat memahami dengan betul ciri-ciri tuhan, kita harus kembali kepada al-
Quran dan Hadis Nabi serta keterangan yang diberikan para pemikir Muslim dalam bidang
itu.Dari beberapa metode diatas kita melihat bahwa metode yang dapat digunakan untuk
memahami Islam secara garis besar ada dua macam. Pertama metode Komparasi, yaitu suatu cara
memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut
dengan agama lainnya, dengan demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan
utuh. Kedua, Metode sintesis yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode
ilmiah dengan segala cirinya yang rasional objektif, kritis dan seterusnya dengan metode teologis
normatif.
11
Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab
suci.Melalui metode teologis normatif ini seseorang memulai dari meyakini Islam sebagai agama
yang mutlak benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama bersal dari Tuhan, dan apa yang
berasal dari Tuhan Mutlak benar, maka agamapun mutlak benar.

Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagai norma ajaran yang berkaitan
dengan aspek kehidupan manusia yang secarakeseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode
teologi normatif yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang
kuat, kokoh dan militan pada Islam.

sedangkan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong muda usianya ini dapat
dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan
hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.6

6
Abdullah, Amin. Studi Agama:Normativitas atau Historisitas, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 1999),
hal 86
12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Metodologi merupakan ilmu tentang cara. Dalam pembahasan ini metodologi memahami
islam merupakan ilmu tentang cara memahami agama islam baik secara utuh dan komprehensif.
Berbagai aspek yang ada dalam al-Quran jika dipelajari secara menyeluruh akan menghasilkan
pemahaman Islam yang menyeluruh. Menurut Ali Syari'ati, ada berbagai cara memahami Islam:
1. Dengan mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama lain.
2. Dengan mempelajari Kitab suci Al-Qur'an dan membandingkan dengan kitab-kitab
samawi (atau kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainnya.
3. Mempelajari kepribadian Rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh- tokoh besar
pembahruan yang pernah hidup dalam sejarah.
4. Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkan tokoh-tokoh utama
agama maupun aliran-aliran pemikiran lain.
Sedangkan menurut Nasruddin Razak ada 4 cara, yaitu:
1. Islam harus dipelajari dari sumber aslinya Al-Qur'an dan hadits, Kekeliruan memahami
Islam, karena orang mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh
dari bimbingan Al-Qur'an dan Al-Sunah, atau melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab
fiqh dan tasawuf yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Islam harus di pelajar dengan integral, tidak dengan cara persial artinya ia dipelajari secara
menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja. Memahami Islam
secara persial akan membahayakan, menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.
3. Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar dan sarjana-
sarjana Islam.
4. Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan teologi normatif yang ada dalam al-Qur'an,
baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dan sosiologis yang ada
di masyarakat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. 1996. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
Abuddin Nata. 2006. Metodologi Studi Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai