Anda di halaman 1dari 2

Nama: Kristina Melati

Npm: 172931
Email: kristinamelati98@gmail.com

Perkawinan katholik dalam zaman skolastik sampai pada konsili trente sangat memberikan
pelajaran tentang perkawinan yang bersifat ilahi, dimana perkawinan yang paling dominan yang
paling banyak di ketahui oleh manusia zaman sekarang adalah bersatu nya suami istri karena rasa
cinta, sehingga timbul lah rasa untuk bersatu, saya melihat dari tokoh terpenting dari zaman
skolastik yaitu Bonaventura dan Thomas Aquino, dimana Bonaventura melihat bahwa perkawinan
menyatukan suami istri dalam dua segi yakni: segi rohani, dan segi jasmani. Melihat teladan yang
ada pada perkawinan Yosef dan Maria, harus disimpulkan bahwa keturunan bukan lah satu-satunya
tujuan perkawinan, walaupun merupakan tujuan yang utama darinya. Sebab, perkawinan juga
ditujukan pada kesetiaan, cinta kasih, dan penyempurnaan timbal-balik suami-istri. Semakin suami-
istri itu bersatu secara rohani, semakin mereka itu disatukan dengan Allah dan dengan Kristus.
Thomas Aquino memberikan penjelasan yang lebih terperinci, terutama tentang hubungan antara
tujuan prokreatif dan tujuan unitif dari perkawinan Hubungan seksual, menurut kodrat yang umum
yang juga terdapat pada binatang, terarah pada keturunan. Tetapi, menurut khas manusiawi,
hubungan seksual suami-istri juga harus terarah pada pendidikan dari anak-anak yang di lahirkan
itu. Padahal, pendidikan anak-anak menuntut adanya kesatuan suami-istri yang stabil. Karena itu,
perlulah ada perkawinan. Bahkan, dengan perkataan lain, perkawinan menurut kodratnya
mempunyai tiga unsur, yaitu: unsur prokreatif yang berasal dari “officium” naturae”, unsur sosial
yang berasal dari “officium comunitatis”, dan unsur religius yang berasal dari “sacramentum”.
Dalam unsur sosial dari perkawinan itu, termasuklah pula cinta kasih antara suami-istri, yang saling
mancintai dan bersedia bersama-sama mendidik anak-anak mereka.
Menurut Thomas Aquino, unsur yang berasal dari kodrat yang umum harus disebut sebagai
unsur yang “primer”, sedang unsur yang berasal dari kodrat yang khas harus disebut sebagai unsur
yang “sekunder”. Karena itu, dalam perkawinan, keturunan harus disebut sebagai “tujuan primer”,
sedang kesatuan suami-istri pun akhirnya terarah pada anak-anak, yakni demi pendidikan mereka.
Perintis Gereja Reformasi salah satu nya yaitu Luther menyatakan bahwa perkawinan adalah
panggilan yang lebih luhur dari panggilan lain di dunia ini, bahkan juga lebih tinggi dari pada
panggilan menjadi raja atau panggilan yang aktif dalam dunia politik dan ekonomi. Dari pernyataan
Luther ini cukup membuat saya bingung dan membuat saya bertanya-tanya, apakah panggilan
perkawinan ini juga lebih tinggi dari pada panggilan untuk mengikut Kristus itu sendiri, seperti
menjadi Imam atau pun Biarawati yang hidup tanpa ada nya perkawinan,
Namun walaupun luhur, menurut Luther perkawinan tidak merupakan sakramen, karena
dalam Kitab Suci tidak disebut kan demikian. Luther menyatakan bahwa perkawinan itu suatu hal
lahiriah, duniawi, seperti pakaian dan makanan, rumah dan penginapan, hal yang berada di bawah
wewenang pemerintah sipil, seperti tampak pada peraturan- peraturan pemerintah yang berwenang
atasnya.
Calvin dan Melancton mempunyai pandangan yang serupa. Calvin menyatakan bahwa,
walaupun perkawinan merupakan lembaga yang diadakan dan di berkati oleh Allah, toh bukan
merupakan sakramen, karena tidak dinyatakan demikian dalam Kitab Suci. Sementara itu
Melancton menyatakan dalam “Apologia Confessionis Augustanae” bahwa perkawinan itu sesuatu
yang baik karena disucikan oleh Allah sendiri. Tetapi, dalam bukunya “De Potestate et primatu
Papae” ditegaskannya bahwa perkawinan dikehendaki oleh Allah agar berada di bawah wewenang
hukum pemerintah sipil, sehingga ikut campur Gereja merupakan penyalahgunaan. Meskipun
demikian orang Protestan dapat merayakan perkawinan di Gereja pula.

Anda mungkin juga menyukai