Jawab:
Proper Man merupakan singkatan dari Process Oriented Performance Management. Metode Proper
Man adalah salah satu metode job centered atau metode Behaviorally Anchored Rating Scales
(BARS) dan termasuk kelompok Job Centered Approach. Dalam metode Proper Man, fokus penilaian
tidak lagi ditujukan pada traits (ciri-ciri kepribadian), tetapi pada baik buruknya pelaksanaan tugas
oleh seorang karyawan. Dengan modifikasi ini, diharapkan anggapan bahwa program Penilaian
Prestasi Kerja adalah kesempatan bagi para atasan untuk bermain peran sebagai ahli ilmu jiwa yang
"sok ahli" menilai manusia dapat dihilangkan. Selain itu, modifikasi ini diharapkan akan menekan
tingkat subjektivitas seminimal mungkin (Ruky, 2006).
Kelebihan:
Menurut Ruky, 2006), ada 4 (empat) kelebihan penggunaan metode ini. 1. Apabila dirancang,
disiapkan dan dilaksanakan dengan benar maka metode ini akan membantu mendorong
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan/organisasi tersebut karena
fokus penilaiannya adalah "proses" atau "bagaimana" seorang karyawan melakukan tugas-tugasnya.
Karena karyawan mengetahui bahwa "hadiah" yang akan diberikan kepadanya tergantung kepada
keahliannya, caranya dan sikapnya dalam bekerja maka ia akan terdorong untuk berusaha terus
meningkatkan kompetensi masing-masing! 2. Terjadinya peningkatan kualitas SDM yang
berkesinambungan seperti yang disebutkan di atas akhirnya mendorong kemampuan seluruh
organisasi sebagai kesatuan ke tingkat yang lebih tinggi lagi. 3. Peningkatan kualitas SDM yang
berkesinambungan pada gilirannya akan menghasilkan peningkatan "output" baik dalam kuantitas
maupun kualitas. 4. Pekerjaan perancangan dan persiapan menerapkan metode Proper Man dapat
sekaligus dimanfaatkan untuk menerapkan metode dan sistem penggajian yang didasarkan pada
"Kompetensi" atau Competency BasedPay.
Kelemahan:
Menurut Ruky, ada 2 (dua) kelemahan metode Proper Man yaitu: 1. Metode ini cukup sulit
membuatnya dan harus disiapkan oleh sejumlah tenaga spesialis yang bekerja penuh waktu. Para
penanggung jawab unit kerja yang dianggap mengetahui banyak tentang profil kompetensi bagi tiap-
tiap pekerjaan atau jabatan yang ada di dalam unitnya juga harus dilibatkan. Mereka ini harus
menyetujui kompetensi tersebut dan tingkatan-tingkatannya. Metode ini harus dirancang dan
disiapkan dengan matang, teliti dan tidak asal-asalan. 2. Kemungkinan terjadinya subjektivitas dan
"KKN" dalam penilaian juga masih cukup besar. Penyebabnya adalah bahwa penilaian atas tingkatan
kompetensi untuk tiap faktor atau elemen kompetensi masih tetap bersifat pertimbangan pribadi
atasan yang bersangkutan. Bisa saja seorang karyawan dinilai "Bagus" dalam "Hubungan
Antarpribadi" karena yang dijadikan patokan adalah bagaimana sikap dan perilaku karyawan
tersebut dengan sang atasan, padahal mungkin sebenarnya karyawan tersebut seringkali terlibat
konflik dengan banyak orang di dalam organisasinya.
Sumber:
Jawab:
Paradigma JIT dan TQM mempunyai tujuan untuk memberikan petunjuk dalam hal perencanaan,
penerapan, dan pengelolaan proses secara luas. Motivasi dasar untuk melaksanakan JIT adalah
menyusun sistem produksi sehingga aliran produksi berjalan lancar dan dapat menghasilkan produk
akhir yang tepat. Paradigma JIT ini akan mampu mencapainya tanpa mengadakan extra inventory
maupun work-in-process (Miyake et al., 1995). Sementara itu, fokus utama TQM adalah membuat
desain, memproduksi, dan menawarkan high quality products di pasar berdasarkan konsep defect-
free. Integrasi TQM dan JIT ini juga harus didukung oleh sistem informasi yang baik, sehingga
membutuhkan adanya sistem manufaktur yang efektif, terintegrasi dengan sistem informasi yang
baik dan akurat dengan bantuan internet.
Beberapa persamaan antara JIT dan TQM, yaitu fokus pada kinerja manufaktur, fokus pada
perawatan atau pemeliharaan yang bersifat preventif, fokus pada pengembangan karyawan
manufaktur, peran pengendalian kualitas proses manufaktur, peran kepuasan pelanggan, dan
kepentingan manajemen partisipatif. Sedangkan indikator dimana JIT lebih tinggi dibanding TQM
antara lain dalam pengurangan persediaan dan dalam penggunaan quality circle. Indikator JIT yang
lebih rendah daripada TQM adalah dalam fokus pada kinerja organisasi atau perusahaan secara
keseluruhan, peran Quality Function Deployment, peran desain kualitas dalam produk, peran analisis
dan pencarian informasi, penggunaan tim lintas fungsi, identifikasi dan peran manajemen puncak,
peran manajemen sumber daya manusia, peran pemasaran serta riset dan pengembangan dalam
desain, dan peran keuangan dan akuntansi. Namun, dalam penerapan TQM dan JIT terdapat sinergi
yang membuat keduanya tidak dapat dipisahkan, karena keduanya akan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya. Sinergi ini juga ditunjukkan dengan pelaksanaan TQM dan JIT secara simultan
akan mampu mencapai kinerja yang diharapkan dalam JIT dan TQM.
Buatlah contoh kasus mengenai biaya produksi dalam satu tahun anggaran ketika terdapat
barang dalam proses di awal dan di akhir tahun.
Mohon dalam menjawab diskusi gunakan pendapat Anda sendiri, hindari plagiasi atau copas
dari teman Anda.
Sampaikan diskusi Anda langsung, jadi tidak dalam bentuk file pdf.
Jawab:
Dalam hal ini Perusahaan Makanan Sehat memproduksi mie hijau yang siap masak
dengan output barang jadi sebesar 4.000 pack selama satu bulan. Berikut adalah
rincian biaya produksi mie kuning tersebut selama satu bulan.
Total biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan 4.000 pak mie kuning
adalah Rp.18.000.000. Dari total pengeluaran tersebut dapat ditentukan biaya
produksi per unit dengan cara membagi total biayanya ke total jumlah produk.
Perhitungannya adalah Rp. 18.000.000 : 4.000 = Rp. 4.500.
Pada produk mie kuning ini, persentase keuntungan yang digunakan adalah 40%
dari biaya produksi. Jadi, perhitungan harga jual per unitnya adalah Rp.4500 + (40% x
Rp.4500) = Rp. 6.300
Perusahaan akan bisa menentukan harga jual dengan lebih tepat dengan
mengetahui total biaya produksi. Di samping itu, informasi biaya ini juga berguna
bagi perusahaan untuk meminimalisir potensi resiko selama proses produksi
berlangsung.
Tahap 1 :
Bahan baku yang digunakan = saldo awal bahan baku + pembelian bahan baku –
saldo akhir bahan
= Rp. 30.000.000 + (Rp.50.000.000+Rp. 5.000.000) – Rp.30.000.000
= Rp. 55.000.000
Tahap 2 :
Biaya Produksi = bahan baku + tenaga kerja langsung + biaya overhead pabrik
= Rp.55.000.000 + Rp.30.000.000 + 5.000.000
= Rp.90.000.000
Tahap 3 :
Harga Pokok Produksi = total biaya produksi + saldo awal persediaan – saldo akhir
= Rp.90.000.000 + Rp. 40.000.000 – Rp.5.000.000
= Rp. 125.000.000
Tahap 4
Harga Pokok Penjualan = Harga pokok produksi + persediaan barang awal –
persediaan akhir
= Rp. 90.000.000 + Rp. 80.000.000 – Rp.50.000.000
= Rp. 140.000.000
Sumber:
Sodikin, Slamet Sogiri. 2021. Penganggaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
1. Pembelajaran
Prototipe sering digunakan untuk menjawab dua macam pertanyaan,
yaitu “Apakah ini akan bekerja?” dan”Bagaimana ini dapat memenuhi
keinginan konsumen?”. Ketika digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut, prototipe berperan sebagai alat pembelajaran. Prototipe
dikembangkan dalam bentuk, bahkan kekuatan atau fungsi yang berbeda,
kemudian diuji coba bagaimana fungsinya pada keadaan yang sebenarnya.
2. Komunikasi
Prototipe memperkaya komunikasi dengan manajemen puncak, penjual,
rekanan, anggota tim, pelanggan, dan investor. Tujuan pengembangan
prototipe sebagai alat komunikasi lebih sesuai untuk prototipe fisik yang
lebih mudah dipahami oleh pihak-pihak lain dibandingkan dengan deskripsi
verbal atau bahkan sketsa suatu produk.
3. Integrasi
Prototipe digunakan untuk memastikan bahwa komponen-komponen dan
subsistem-subsistem produk bekerja sama seperti yang diharapkan. Prototipe
fisik menyeluruh merupakan cara paling efektif sebagai alat integrasi dalam
pengembangan produk karena memerlukan interkoneksi rakitan dan fisik dari
semua bagian dan subsub perakitan yang membentuk produk. Untuk
melaksanakannya, prototipe menekankan pada koordinasi antara anggotaanggota
tim pengembangan produk. Apabila kombinasi dari berbagai
komponen produk berkaitan dengan fungsi keseluruhan dari suatu produk,
permasalahan mungkin dapat dideteksi melalui integrasi fisik di dalam suati
prototipe menyeluruh. Prototipe juga membantu mengintegrasikan perspektif
yang berbeda-beda dari berbagai fungsi dalam tim pengembangan produk.
Suatu model fisik sederhana dapat digunakan sebagai media agar bagian
pemasaran, desain, dan manufaktur menyetujui desain dasar berdasarkan
prototipe yang dikembangkan.
4. Batu loncatan
Dalam fase terakhir pengembangan produk, prototipe digunakan untuk
mendemonstrasikan bahwa suatu produk sudah mencapai tingkat
fungsionalitas yang diinginkan. Prototipe batu loncatan menyediakan tujuan
nyata, mendemonstrasikan kemajuan, dan disiapkan untuk menjalankan
jadwal. Manajemen senior sering kali memerlukan prototipe yang digunakan
untuk mendemonstrasikan fungsi-fungsi tertentu sebelum suatu produk
diproduksi.
Sumber:
Harsasi, Meirani. 2022. Pengembangan Produk. Jakarta: Universitas Terbuka.
Jawab:
Selamat berdiskusi!
Jawab:
Eksternalitas adalah dampak yang muncul karena tindakan pihak tertentu yang bisa
perorangan / kelompok sebagai pihak pertama yang mengakibatkan dampak kepada pihak
lain baik dampak merugikan atau dampak membawa keuntungan, namun pihak pertama tidak
menanggung biaya atau menerima manfaat dari tindakannya tersebut. Eksternalitas sangat
tampak pada kegiatan ekonomi dan produksi serta berkaitan dengan dampak lingkungan,
dimana akan memberikan efek dan memberi beban pada pihak lain yang tidak berkaitan
langsung dengan proyek yang sedang dijalankan
Eksternalitas dapat dibagi menjadi dua yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif.
Eksternalitas negatif memberikan efek samping yang negatif dari suatu tindakan terhadap
pihak lain, sedangkan eksternalitas positif akan memberi pengaruh menguntungkan terhadap
pihak lain.
Contoh kasus :
Pembangunan bandara Internasional baru di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta dilakukan diatas lahan yang memiliki luas sebesar 587 hektar.
Pembangunan bandara direncanakan sejak beberapa tahun sebelumnya akhirnya selesai dan
digunakan pada tahun 2019 untuk melengkapi kinerja bandara Adisutjipto yang sudah tidak
mampu menampung kunjungan wisatawan dan penumpang dari luar daerah ke Yogyakarta,
sekaligus untuk meningkatkan kapasitas penerbangan pesawat berbadan lebar yang tidak
mungkin mendarat di bandara Adisucipto karena keterbatasan panjang landas pacunya dan
sulitnya pengembangan bandara di kawasan pemukiman padat penduduk dan mahalnya harga
lahan.
Ditinjau dari Analisas Dampak Lingkungannya, secara eksternalitas proyek Bandara Kulon
Progo (YIA ) ini menimbulkan dampak positif dan negatif secara bersamaan.
Dampak Eksternalitas Positif :
1. Adanya bandara baru di daerah bisa menjadi pembuka pasar baru dan menjadi
penopang perekonomian daerah dan nasional.
2. Adanya pembukaan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar dan para
pendatang
3. Menarik masuk wisatawan dan menciptakan lapangan kerja untuk industri
pariwisata.
4. Menarik pembangunan properti dan sentra bisnis baru disekitar bandara.
5. Memberikan pilihan baru bagi wisatawan dalam menggunakan moda
transportasi udara
Dampak Eksternalitas Negatif :
1. Orang yang tinggal di dekat bandara menderita tingkat polusi kebisingan yang
tinggi, terutama bagi lansia, balita
2. Limbah air buangan dari bandara jika tidak dikelola secara baik bisa menciptakan
pencemaran
3. Bisa jadi warga sekitar menerima uang pengganti lahan yang kurang sesuai
4. Kebiasaan lama warga yang sebagian besar bertani atau berkebun beralih karena
lahan yang sudah tidak ada
Sumber :
Yuliati, Sri Handaru, 2014. Studi Kelayakan Bisnis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
https://dephub.go.id/post/read/pembangunan-bandara-internasional-yogyakarta-di-kulon-
progo-resmi-dimulai