Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“PENGARUH OBESITAS PADA OBAT”


(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah "FARMAKOLOGI DAN
INTERAKSI OBAT")
DOSEN MATA KULIAH : Pak Ivan Panji Teguh, M.Gz

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
MEISY YULIA PUTRI (2109060005)
RIFKY WAHYU HENDARWAN (2109060004)
ENDANG WIDIYASTUTI (2109060007)
MUSTIKA ENDANG (2109060001)
LAYLATUL QADARSIH (2109060008)
REFANDY PRAMUDIA (2109060068)

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NUSA TENGGARA BARAT

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul
"Pengaruh Obesitas Pada Obat".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya makalah ini. Oleh karena
itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Mataram, 12 April 2023

Kelompok 5

2
COVER

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................3

DAFTAR ISI............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5

A. Latar Belakang..................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................

A. Pengertian obesitas.........................................................................6
B. Pengertian obat...............................................................................7
C. Interaksi nutrisi dan obat...............................................................7
D. Pengaruh obesitas pada obat.........................................................9

BAB III PENUTUP...............................................................................


A. Kesimpulan.....................................................................................12
B. Saran...............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obesitas atau kegemukan adalah peningkatan berat badan melebihi batas
kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh
(Dorland, 2002). Sedangkan overweight atau kelebihan berat badan adalah keadaan
berat badan melebihi berat badan normal. Obesitas merupakan problem serius yang
mengancam masyarakat modern dan secara langsung berbahaya bagi kesehatan
seseorang karena meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun
diantaranya adalah serangan jantung, diabetes melitus, dan kanker (Rachmad Soegih,
2009). Penderita obesitas di dunia jumlahnya mencapai 400 juta, dan diperkirakan
pada tahun 2015 jumlahnya dapat mencapai 700 juta. Sedangkan jumlah penderita
overweight di dunia mencapai 6 milyar orang dewasa (>15 tahun) dan 20 juta anak (<
5 tahun) dinyatakan overweight, dan diperkirakan pada tahun 2015 jumlahnya
mencapai 2,3 milyar (WHO, 2005). Di Indonesia, jumlah penderita obesitas pada
tahun 2000, berjumlah lebih dari 9,8 juta (4.7%), dan jumlah penduduk yang
overweight diperkirakan mencapai 76,7 juta (17.5%) (Depkes, 2000). Obesitas
melibatkan beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor genetik, faktor lingkungan, dan
faktor psikis. Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ratarata faktor genetik memberikan
pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Lingkungan seseorang juga
memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup
(www.obesitas.web.id, 2007). Upaya yang dilakukan untuk menurunkan berat badan antara
lain adalah terapi diet atau pembatasan asupan kalori, aktivitas fisik, dan mengkonsumsi
obat yang dapat menurunkan berat badan. Penggunaan tanaman tradisional sebagai
penurun berat badan juga semakin banyak digunakan oleh masyarakat, hal ini
disebabkan 2 karena harganya yang lebih terjangkau dan sedikit efek samping.
Tanaman tradisional yang dipercaya dapat digunakan sebagai penurun berat badan
diantaranya adalah daun jati belanda, mengkudu, temu giring, dan daun kemuning.
Tanaman mengkudu sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman
berbuah kuning pucat tersebut bisa ditemui di berbagai daerah. Biasanya tumbuh
secara liar di pekarangan atau pinggir jalan. Dalam pengobatan tradisional mengkudu
dikenal mempunyai banyak khasiat untuk kesehatan. Pada awal mulanya perhatian

4
orang tertuju pada akar tanaman mengkudu yang digunakan untuk pewarna pakaian.
Kemudian penduduk di pedesaan menyadari bahwa buah mentah, daun, batang, dan
akarnya juga berkhasiat sebagai obat (Waha, 2001). Khasiat daun mengkudu hampir
sama seperti khasiat buahnya. Salah satu khasiatnya adalah sebagai penurun berat
badan (Wang et al, 2002). Khasiat yang dimiliki oleh daun mengkudu tersebut diduga
berasal dari kandungan kimia yang terdapat dalam daun mengkudu yaitu asam amino
triptophan, morindon, CLA dan antrakuionon (Wang et al, 200

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian obesitas?
2. Apa itu obat?

3. Bagaimana pengaruh obesitas pada obat ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian obesitas.


2. Untuk mengetahui apa itu obat

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh obesitas pada obat

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN OBESITAS

Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi setiap


orang. Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas dan overweight,
padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Obesitas adalah suatu
kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-
masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh dan dapat membahayakan kesehatan.
Sementara overweight (kelebihan berat badan, kegemukan) adalah keadaan dimana Berat
Badan seseorang melebihi Berat Badan normal.

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

Obesitas merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang


berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh (Mayer, 1973 dalam Pudjiadi,
1990). Obesitas dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit salah gizi, sebagai
akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya. Perbandingan normal antara
lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 12-35% pada wanita dan 18-23% pada
pria.

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya penyakit degeneratif
seperti Diabetes Mellitus (DM), Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi
(Laurentia, 2004). Obesitas umumnya menyebabkan akumulasi lemak pada daerah
subkutan dan jaringan lainnya. Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur lemak
subkutan di lengan atas yaitu dengan mengukur tebal lipatan kulit trisep. Pada anak dan
remaja pada usia dan jenis kelamin sama dikatakan obesitas apabila tebal lipatan kulit
trisep berada di atas persentil ke-85. Lalu apabila tebal lipatan kulit trisep menunjukkan di
atas persentil ke-95 anak atau remaja tersebut dikatakan super-obesitas (Soetjiningsih,
2004).

Para dokter-dokter memiliki definisi tersendiri tentang obesitas, di antaranya yaitu:

 Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan

 Suatu penyakit kronik yang dapat diobati

 Suatu penyakit epidemik (mewabah)

 Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan dapat


menurunkan kualitas hidup

 Penanganan obesitas membutuhkan biaya perawatan yang sangat tinggi

6
2. PENGERTIAN OBAT

Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan.
Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan
obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat
nyata dan berkualitas baik (Sambara, 2007). Saat ini banyak sekali beredar
berbagai macam jenis obat baik itu produk generik maupun produk dagang, pada
umumnya konsumen atau masyarakat lebih tertarik untuk mengkonsumsi produk
obat bermerk/produk dagang dibandingkan produk generik, hal itu disebabkan
adanya anggapan bahwa obat generik mutunya lebih rendah dari pada produk
yang bermerk dagang (Rahayu dkk, 2006).

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sis- tem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (pasal 1).

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun- temurun telah digunakan untuk pe- ngobatan, dan
dapat diterapkan sesuai de- ngan norma yang berlaku di masyarakat (pasal 1).

Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab (Pasal 7).

Pemerintah bertanggung jawab atas keter- sediaan akses terhadap informasi,


edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara
derajat ke- sehatan yang setinggi-tingginya (Pasal 17).

Sebagian besar metode terapi atau penanganan medis hampir tidak terlepas dari
penggunaan obat-obatan. Pasalnya, setiap jenis obat memiliki peran penting untuk
mencegah, mengurangi, dan menyembuhkan berbagai jenis penyakit.

3. INTERAKSI NUTRISI DAN OBAT

Interaksi obat dan makanan adalah interaksi dari hubungan fisik, kimia, fisiologi, atau
patofisiologi antara obat dengan nutrien, bermacam-macam nutrien, makanan secara
umum, atau status nutrisi.1 Interaksi tersebut dikatakan bermakna secara klinis jika
interaksi tersebut menyebabkan perubahan respon farmakoterapi atau memengaruhi status
nutrisi. Konsekuensi klinis dari interaksi tersebut berhubungan dengan perubahan dalam
disposisi dan efek obat atau nutrien. Disposisi yang dimaksudkan adalah absorpsi,
distribusi, dan eliminasi obat atau nutrien yang melibatkan transporter fisiologis dan
enzim metabolisme. Efek yang dimaksudkan adalah aksi fisiologis obat atau nutrien pada
target tingkat sel atau subselular. Interaksi obat dan makanan juga dapat dilihat
berdasarkan farmakokinetik dan farmakodinamiknya. Obat dan nutrien dapat
memengaruhi jalur sinyal transduksi melalui reseptor ekspresi gen yang berdampak pada

7
enzim dan transporter metabolisme obat. Interaksi farmakokinetik melibatkan enzim dan
transporter yang berimplikasi terhadap absorpsi, distribusi, atau eliminasinya, yaitu
perubahan dari parameter obat atau nutrien (bioavailabilitas, volume distribusi,
clearance). Interaksi farmakodinamik melibatkan efek klinis obat atau efek fisiologis nutri
ien, berupa parameter kualitatif dan kuantitatif dari aksi obat atau status nutrisi.
Nutrien dan obat-obatan memiliki beberapa karakteristik yang serupa, misalnya memiliki
tempat yang serupa untuk absorbsinya di usus halus, memiliki kemampuan untuk
mengubah proses fisiologis dan kapasitas untuk menyebabkan toksisitas pada dosis
tinggi. Jadi tidak mengherankan mengapa nutrien dan obat-obatan dapat berinteraksi
dengan berbagai jalan. Interaksi ini tampaknya tak terbatas dan tidak jelas seberapa besar
dari sejumlah makanan itu yang memengaruhinya. Tidak jelas juga berapa banyak
interaksi tersebut yang relevan secara klinis. Suatu interaksi nutrien dan obat dikatakan
secara klinis penting jika terdapat perubahan respon terapi (ditingkatkan atau diturunkan).
Interaksi tersebut dapat menimbulkan kegagalan parsial atau total dari terapi obat.
Interaksi itu juga dapat menimbulkan efek samping (misalnya pada interaksi monoamine
oxidase inhibitors (MAOI) dengan sejenis keju) sehingga menyebabkan pasien akan
menghentikan pengobatannya. Kebanyakan interaksi nutrien dan obat tersebut tidak
terlalu merugikan, karena kebanyakan obat-obatan tersebut dirancang agar kadar dalam
darahnya di atas kadar untuk terapeutik, sehingga jika terdapat makanan yang dapat
mengurangi kadarnya dalam darah maka tidak akan banyak terpengaruh. Hal ini akan
berbahaya untuk obat-obatan yang memiliki rentang kadar teraupeutik yang sempit
(misalnya lithium, phenytoin, dan theophylline) sehingga diperlukan pemantauan kadar
yang ketat. Pada kondisi inilah kemungkinan besar interaksi nutrien dan obat akan
menimbulkan masalah. Interaksi nutrien dengan obat-obatan dapat memengaruhi proses
farmakodinamik (absorbsi) dan farmakokinetik, menimbulkan masalah klinis berupa
reaksi simpang atau toksisitas, sehingga terjadi kegagalan terapi dan bahkan dapat terjadi
defisiensi nutrisi. Status nutrisi juga memegang peranan penting dalam respon
farmakologi obat. Interaksi nutrisi dan obat tidak sama untuk setiap orang. Beberapa
faktor risiko yang dapat menimbulkan terjadinya interaksi nutrien dan obat antara lain
farmakoterapi yang multipel, kebiasaan makan, kehilangan nutrien akibat dari proses
penyiapan dan memasak makanan, diet restriksi, anoreksia atau gangguan makan,
alkoholisme, adiksi obat-obatan, penyakit yang menimbulkan wasting kronis, disfungsi
ginjal, disfungsi hati, dan kondisi status sosial ekonomi. Usia, jenis kelamin, genetik,
kehamilan, laktasi, malnutrisi, stres, penyakit yang ada sebelumnya dan variabel
farmakologi (dosis, rute) juga memengaruhi interaksi nutrien dan obat.4 Bayi dan anak-
anak memiliki risiko tinggi terdapatnya interaksi antara nutrien dan obat karena terdapat
inefisiensi relatif dari enzim metabolisme obat di gastrointestinal dan hati serta fungsi
ginjal yang belum sepenuhnya berkembang. Interaksi nutrien dengan obat juga dapat
dikategorikan menjadi fisikokimia, fisiologis, atau patofisiologis. Interaksi fisikokimia
terjadi akibat khelasi sehingga menyebabkan.
Kehilangan nutrien dan penurunan aktivitas obat. Interaksi fisiologis mencakup perubahan
yang diinduksi oleh obat terhadap napsu makan, digesti, pengosongan lambung,
biotransformasi dan ekskresi ginjal. Sebagai contoh adalah adanya perubahan
metabolisme atau distribusi di jaringan dari vitamin A dan D oleh hormon perempuan

8
sehingga menghasilkan konsentrasi retinol dan 25-hydroxycholecalciferol plasma yang
lebih tinggi. Interaksi patofisiologis terjadi saat obat menimbulkan gangguan absorbsi dan
metabolisme nutrien, atau toksisitas obat menyebabkan terjadinya inhibisi dalam proses
metabolisme. Misalnya, gejala neurotoksisitas terjadi pada penggunaan isoniazid, dimana
toksisitas yang terjadi karena efek khelasi isoniazid terhadap piridoksin, walaupun dalam
kondisi konsentrasi piridoksin sistemik kurang. Efek teratogek dari obat antikonvulsi,
asam valproate, mungkin karena perubahan pola metabolit folat pada embrio.5 Lokasi
interaksi antara nutrien dan obat dapat terjadi di traktus gastrointestinal, dalam darah, atau
reseptor sel obat. Berbagai kondisi klinis dapat mempengaruhi terapi obat-obatan yang
adekuat dan meningkatkan kemungkinan masalah yang berhubungan dengan obat-obatan.
Seiring dengan adanya penyakit gagal hati atau ginjal, dan perubahan status nutrisi dari
pasien dengan obesitas, malnutrisi, atau short bowel syndrome, dapat mengubah
farmakokinetik atau bioavailabilitas obat. Kondisi dimana tidak memungkinkannya
pemberian obat secara oral menyebabkan obat diberikan secara parenteral atau
menggunakan slang enteral, sehingga ahli farmasi harus mempertimbangkan kecocokan
obat-obat tersebut dan meyakinkan untuk memilih bentuk dosis farmakologinya.

4. PENGARUH OBESITAS PADA OBAT

Obesitas memiliki banyak pengaruh dalam tubuh karena orang dengan obesitas memiliki
mekanisme tubuh yang telah berubah dari kebanyakan orang. Orang dengan obesitas
memiliki diameter pembuluh darah yang lebih besar, volume darah yang lebih besar, dan
pembesaran jantung. Hal ini kemudian mempengarhi distribusi obat didalam tubuh yang
terjadi secara kompleks. Perhitungan bersihan kreatinin dalam tubuh pun menjadi
terpengaruh karena peritungan bersihan kliren kreatinin yang menggunakan rumus
cockroft-gault menggunakan perhitungan berat badan yang pada orang obesitas tentu
akan mempengaruhi hasilnya menjadi sangat berlebih. Pemberian obat juga akan
berpengaruh. Misalnya pemberian obat melalui suntikan kedalam otot, tentu tidak akan
bisa dilakukan dengan jarum kecil karena harus melewati tumpukan lemak untuk sampai
ke otot. Bebrapa obat tertentu juga mempunyai kelarutan rendah dalam lemak seperti
anastesi inhalasi, tentunya memerlukan waktu lebih singkat untuk metabolismenya
sehingga dapat mempengaruhi durasi pemakaian agar tidak berakhir sebelum waktunya,
ataupun overdosis.
Pada kondisi gizi lebih dan obesitas sering kali kita mengalami masalah dalam penentuan
dosis obat. Beberapa patokan dapat kita jadikan acuan untuk memperhitungkan dosis
obat. Banyak pertimbangan yang harus kita pikirkan, apakah kita menggunakan berat
badan aktual dari penderita ataukah menggunakan lean body mass (LBM) yang secara
metabolisme aktif dalam metabolism obat.
Pada Tabel 1 di bawah ini dapat kita lihat beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk
menentukan berat badan yang kita gunakan.

9
Keterangan: kg = kilogram berat badan, in = inches, ft = feet, lbs = pounds, y = usia
dalam tahun, BMI = indeks massa tubuh dalam kg/m2, TBW = berat badan total dalam
kg, Ht = tinggi dalam cm, DWOB = dosis obat untuk obesitas, LBW = lean body weight,
CF = faktor koreksi

Pada kondisi umum, populasi usia dewasa pertengahan non obes memiliki massa
lemak sekitar 25% dari TBW laki-laki dan 33% TBW perempuan. Penderita obesitas rata-
rata memiliki LBM yang lebih tinggi dibandingkan dengan non obes yaitu antara 20-40%
(ratarata 29%) dari kelebihan berat badan penderita obes tersebut. Sehingga inilah yang
digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan dosis obat. Berat optimal digunakan
untuk penderita diabetes untuk menentukan kebutuhan kalori. Lean body mass
berkorelasi kuat dengan air tubuh total, termasuk compartment sentral, aktivitas
metabolik dan kemungkinan dengan clearance obat. Obesitas sendiri juga dapat
mempengaruhi distribusi jaringan, clearance, dan efek klinis dari obat. Hal ini bukan
hanya karena pengaruh kelebihan lemak saja tetapi akibat dari perubahan fisiologis yang
terjadi pada kondisi obesitas. Aplikasi klinisnya adalah kita perlu memikirkan dosis
inisial dan dosis pemeliharaannya, yang terutama diperlukan untuk obat-obat yang
memiliki konsentrasi
efektif minimal atau indeks terapeutik yang sempit. Loading dose sebaiknya
menggunakan informasi tentang volume distribusi (VD) obat yang berhubungan dengan
berat badan total (L/kg) dan untuk dosis pemeliharaan sebaiknya berdasarkan clearance
obat dari tubuh (L/h) dari penderita obesitas tersebut. Aplikasi penggunaan VD untuk
memperhitungkan loading dose dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini

VD/kg TBWobes : VD/kg TBWnonobes Berat badan sebagai patokan dosis

10
>1 aktual BB
0,7-1 adjusted body weight
< 0,7 LBW

Misalnya VD verucuronium 0,5 L/kg TBW pada pasien obes dan 1 L/kg pada nonobes. Nilai
rasio pada obesitas (0,5 L/kg) terhadap kontrol (1 L/kg) adalah 0,5 sehingga sebaiknya
menggunakan LBW untuk loading dose. Penggunaan data clearance obat pada penderita
obes dan non obes yang digunakan untuk perhitungan dosis pemeliharaan dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini.

Sebagai contoh penggunaannya adalah CI vecuronium 16 L/jam pada pasien obes dan 20
L/jam pada non obes. Sehingga ratio CI antara obes dan non obes adalah 16/20 yaitu 0,8,
sehingga sebaiknya menggunakan adjusted atau LBW untuk patokan dosis obat
pemeliharaan.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Obat merupakan unsur yang
sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi
medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia pada saat
diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik.
Interaksi obat dan makanan adalah interaksi dari hubungan fisik, kimia, fisiologi, atau
patofisiologi antara obat dengan nutrien, bermacam-macam nutrien, makanan secara
umum, atau status nutrisi. Obesitas mempengaruhi pengabsorbsian obat, karena
adanya timbunan lemak.

B. SARAN

Penggunaan nutrisi secara bijak merupakan cara untuk menjaga kesehatan dan
menjaga diri dari status gizi obesitas. Dengan menjaga BMI tetap normal juga
merupakan usaha untuk menjaga tubuh terhindar dari berbagai jenis penyakit.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Khomsan, Ali. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Bogor : IPB Press.
www.google.co.id/adul2008’sblog/
www.wikipedia.com/
2. Santos CA, Boullata JI. An Approach to Evaluating Drug–nutrient Interactions.
Pharmacotherapy 2005;25:1789–1800.
3. Boullata JI. An Introduction to Drug-Nutrient Interactions. Dalam: Boullata JI,
Armenti VT, Hardy G, penyunting. Handbook of Drug-Nutrient Interactions.
Edisi ke-2. New York: Humana Press; 2010. h. 3-26.
4. Mason P. Drugs and Nutrition Important Drug–nutrient Interactions Proceedings of
the Nutrition Society. The Annual Meeting of the Nutrition Society and BAPEN:
2009 Oct 13-14; Cardiff. 2010. h. 551–557.
5. Thomas JA. Drug-nutrien Interactions. Nutrition Reviews 1995; 53(10):271-82.
6. Thurnham DI. An Overview of Interactions between Micronutrients and of
Micronutrients with Drugs, Genes and Immune Mechanisms. Nutrition
Research Review 2004; 17:211–40

13

Anda mungkin juga menyukai